Tag Archives: esports di sekolah

minecraft edukasi

Microsoft Ingin Gabungkan Edukasi dan Esports via Minecraft

Selain sebagai hiburan, game juga bisa digunakan sebagai alat pembelajaran. Misalnya, startup asal Estonia, 99math, meluncurkan platform bernama Math Game Days untuk membuat pembelajaran matematika terasa menyenangkan bagi para siswa SD kelas 1 sampai kelas 6. Melaui Minecraft: Education Edition Esports Worlds, Microsoft juga ingin mendorong anak-anak untuk belajar saat bermain game.

Dalam Minecraft edisi khusus edukasi, setiap objektif yang harus diselesaikan para pemain dalam game akan mengajarkan mereka kemampuan tertentu. Misalnya, dalam bagian Pirate Cove, para pemain didorong untuk dapat bekerja sama dan berkomunikasi dengan lebih baik. Selain itu, bagian tersebut juga mendorong para murid untuk menjadi lebih kreatif dan tidak segan dalam mengambil keputusan.

Sementara itu, secara keseluruhan, game Minecraft membantu para pemainnya melakukan visualisasi atau melakukan pemikiran dalam 3D. Semua kemampuan ini akan membantu para murid untuk mempelajari bidang terkait STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics).

 

minecraft edukasi
Microsoft buat versi khusus edukasi dari Minecraft. | Sumber: Mojang

 

Melalui Minecraft edisi khusus edukasi, Microsoft ingin membantu para guru atau orangtua murid agar mereka bisa memaksimalkan pembelajaran melalui game dan esports selama masa pandemi, ketika anak-anak harus belajar dari rumah. The Esports Educator Framework bahkan menyediakan insight mendalam terkait peran esports dalam edukasi. Pengetahuan tersebut dikumpulkan oleh Immersive Minds dari berbagai riset terkait pembelajaran melalui game atau esports, serta diskusi dan wawancara dengan para peneliti serta para guru.

Belakangan, teknik “gamification” semakin sering digunakan di dunia pendidikan. NASEF (North America Scholastic Esports Federation) juga baru saja merilis hasil riset yang membuktikan bahwa para siswa yang melibatkan diri dalam klub esports dapat belajar kemampuan sosial dengan lebih baik, menurut laporan Forbes. Memang, ada berbagai soft skills yang bisa murid pelajari melalui esports, seperti strategi, komunikasi, serta kemampuan berpikir kritis.

Jadi, tidak heran Microsoft juga menambahkan elemen esports pada Minecraft. Diharapkan, elemen esports tersebut akan membuat para siswa menjadi lebih kompetitif sehingga mereka menjadi lebih termotivasi dalam mencapai objektif dalam game. Pada akhirnya, hal ini akan mendorong para pemain untuk bekerja sama atau melakukan visualisasi dengan lebih baik.

Sumber header: Quartz

IESF Gandeng Federasi SMA Global untuk Tingkatkan Kesadaran Pentingnya Kesehatan Mental

Industri esports telah berkembang pesat. Kini, menjadi atlet esports adalah mimpi yang bisa dicapai. Sayangnya, menjadi atlet esports tidak semudah yang banyak orang bayangkan. Salah satu masalahnya adalah beban mental yang dihadapi oleh para pemain esports profesional. International Esports Federation (IESF) dan International School Sports Federation (ISF) baru saja menanadatangani memorandum of understanding (MOU). Tujuan kerja sama ini adalah untuk mengajak para pemain esports yang masih duduk di bangku SMA untuk membangun gaya hidup yang sehat.

“Kami percaya, kerja sama antara IESF dan ISF akan menghasilkan dampak positif pada kesehatan, kompetisi, dan hiburan untuk para generasi muda,” kata Vlad Marinescu, President IESF, dikutip dari Esports Insider. “Kami harap, pencapaian kami berdua akan menjadi contoh yang baik tidak hanya untuk para generasi muda, tapi juga semua gamer di dunia.” Dia menjelaskan, selama ini, baik IESF dan ISF memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mendorong generasi muda lebih aktif berolahraga. Melalui kolaborasi ini, mereka akan mengadakan program untuk mendorong para gamer muda agar mereka bermain game dengan bertanggung jawab dan tetap memerhatikan kesehatan mereka.

IESF SMA
Semakin banyak kompetisi esports diadakan untuk pelajar SMA. | Sumber: CNN

IESF adalah lembaga esports nirlaba global asal Korea Selatan yang didirikan pada 2008. Sekarang, mereka telah memiliki 56 negara sebagai anggota. Pada November 2019, mereka baru saja memilih anggota dewan baru. Sebelum berkolaborasi dengan ISF, IESF juga telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Asian Electronic Sports Federation pada Maret 2020 dan dengan World Esports Consortium pada Mei 2020.

“Kami merasa, kerja sama ini adalah cara yang inovatif untuk mendorong generasi muda lebih aktif dalam berolahraga dan menjaga kesehatan fisik, mental, dan sosial mereka,” kata Laurent Petrynka, President ISF. “Untuk mencapai semua itu, ISF dan IESF akan mengadakan sejumlah kompetisi di masa depan. Kami dan IESF memiliki semangat yang sama dan kami akan membangun era esports baru bagi para siswa di seluruh dunia.”

Kompetisi esports memang kini juga mulai menjamur di tingkat SMA dan universitas, termasuk di Indonesia. Pada tahun lalu, federasi esports SMA Amerika Serikat dan Jepang bekerja sama untuk mengembangkan esports di tingkat SMA.

Overwatch Collegiate Clash

Overwatch Collegiate Clash Tawarkan Hadiah Beasiswa Senilai Rp570 Juta

Activision Blizzard, Torque Esports, dan UMG bekerja sama untuk mengadakan turnamen esports Overwatch di tingkat perkuliahan. Turnamen dengan nama Overwatch Collegiate Clash ini menawarkan total hadiah sebesar US$40 ribu (sekitar Rp570 juta). Namun, hadiah yang diberikan dari turnamen ini berupa beasiswa yang akan digunakan untuk mengembangkan kegiatan esports di universitas yang menang.

Overwatch Collegiate Clash akan dimulai pada akhir Maret 2020 dan akan berlangsung selama delapan minggu. Setiap minggu, akan ada delapan tim yang bertanding. Pada akhir turnamen, tim-tim terbaik akan saling bertanding dengan satu sama lain. Menyelenggarakan turnamen tingkat perkulihan ini merupakan bagian dari usaha Torque dan UMG untuk mendukung dan mengembangkan ekosistem esports. Selain itu, dengan adanya turnamen Overwatch di tingkat universitas ini, diharapkan ini akan memudahkan para mahasiswa yang ingin berkarir di dunia esports untuk menjadi pemain profesional.

Overwatch Collegiate Clash
Overwatch Collegiate Clash menawarkan hadiah berupa beasiswa. | Sumber: TechSpot

“Para pengamat esports menekankan bahwa pasar esports di tingkat universitas di Amerika Serikat memiliki potensi besar, baik untuk pihak publisher dan pengiklan. Dan Torque akan menggunakan kesempatan ini untuk merealisasikan potensi itu dengan Overwatch,” kata President dan CEO Torque Esports, Darren Cox, seperti dikutip dari Yahoo. “Sama seperti olahraga tradisional, turnamen di tingkat universitas merupakan liga pendukung, yang memungkinkan para talenta esports muda untuk melatih kemampuan mereka dan mempersiapkan diri untuk menjadi gamer profesional. Ini adalah langkah untuk masuk ke ‘liga besar’.”

Belakangan, memang semakin banyak liga atau turnamen esports yang dikhususkan untuk pemain yang masih duduk di bangku SMA atau kuliah. Pada Januari 2020, Epic Games menggandeng PlayVS untuk membuat liga Fortnite di tingkat SMA dan universitas. Sementara di Indonesia, juga ada turnamen khusus mahasiswa seperti PUBG Mobile Campus Championship (PMCC) atau liga khusus siswa SMA seperti High School League dari JD.ID. Sayangnya, di Tanah Air, membawa esports ke sekolah bukan perkara gampang. Masih ada orangtua yang percaya bahwa esports justru akan memberikan dampak negatif pada anak. Padahal, ada sejumlah soft skills yang bisa dipelajari anak ketika mereka aktif dalam esports, seperti komunikasi, strategi, dan cara mengatasi tekanan atau menghadapi kekalahan.

Mantan Atlet American Football Ahman Green Jadi Pelatih Tim Esports

Mantan pemain american football profesional, Ahman Green, kini punya karir baru, yaitu menjadi pelatih tim esports dari Lakeland University yang terletak di Wisconsin, Amerika Serikat. Memang, sejak mengundurkan diri pada 2011, Green cukup aktif dalam membahas esports. Dia juga menjadi host dari True Game Fans Network, sebuah talk show yang membahas tentang game dan esports.

“Semakin banyak orang yang ikut serta dalam esports, menjadikan esports sebagai topik pembicaraan hangat. Semakin banyak juga orang yang membuat konten esports,” kata Green, seperti dikutip dari ESPN. “NFL, NBA, dan pelaku bisnis lain mulai memerhatikan esports, yang akan membuat esports menjadi semakin populer.” Dia juga mengaku, dia selalu ingin menjadi seorang pelatih, tak peduli apa cabang olahraganya. Kini dia menjadi pelatih dari keseluruhan tim esports Lakeland University, dia berencana untuk mengajarkan nilai dan struktur yang dia pelajari dalam NFL.

“Sebagai seorang mantan pemain NFL profesional, saya bisa mengajarkan berbagai hal seperti cara mempersiapkan diri, kepemimpinan, sifat sportivitas. Semua ini bisa membuat Anda menjadi pemain yang lebih baik,” kata Green. Selain itu, dia juga akan mengajarkan anggota tim esports Lakeland untuk meninjau kembali permainan mereka untuk menemukan kesalahan yang mereka buat. “Kami juga akan fokus untuk memperbaiki komunikasi antar tim, dan belajar untuk bersikap sportif sebagai atlet esports,” ujarnya.

Ahman Green (kanan) akan menjadi pelatih dari tim esports Lakeland University. | Sumber: ESPN
Ahman Green (kanan) akan menjadi pelatih dari tim esports Lakeland University. | Sumber: ESPN

Green mengatakan, ada beberapa faktor penting yang bisa dipelajari atlet esports dari atlet olahraga tradisional, seperti kerja keras dan dedikasi. “Kerja keras diperlukan di esports, sama seperti di american football,” katanya. “Anda bisa mengalahkan musuh Anda jika Anda bekerja lebih keras dari mereka. Dan dedikasi berarti Anda siap untuk melakukan apapun untuk membuat tim Anda menang.” Green bukanlah atlet olahraga tradisional pertama yang tertarik untuk masuk ke esports. Sebelum ini, mantan atlet american football, Jay Ayaji juga memutuskan untuk terjun ke esports dengan menjadi pemain profesional. Sementara pesepak bola Gareth Bale memutuskan untuk membuat tim esports profesional.

Program esports di Lakeland University akan mencakup beberapa game esports, termasuk League of Legends, Overwatch, Paladins, Rocket League, Smite, Fortnite, Counter-Strike: Global Offensive, dan Super Smash Brothers Ultimate. Tim esports Lakeland akan mulai bertanding pada tahun ini. Mereka juga telah menjadi bagian dari National Association of Collegiate Esports (NACE), organisasi yang membawahi lebih dari 150 universitas dan mengatur standarisasi esports di tingkat universitas.

Keputusan Lakeland untuk membuat program esports disambut mahasiswanya. Salah satunya adalah Robert Xiong, yang ikut serta dalam program esports ini. “Program ini sangat berarti bagi saya karena memberikan kesempatan pada para mahasiswa yang belum aktif dalam olahraga apapun untuk ikut serta dalam kegiatan kampus,” ujarnya, menurut laporan USA Today. Sekarang, Lakeland tengah merenovasi bagian dari kampusnya untuk menyediakan fasilitas bagi tim esports mereka. Fasilitasa seluas 3.000 kaki persegi ini akan menjadi tempat bagi tim esports untuk berlatih. Fasilitas tersebut dilengkapi dengan 18 PC, 6 konsol, sebuah lounge, dan tempat untuk para penonton.

Sumber header: Morry Gash / AP via USA Today

PlayVS Bakal Adakan Turnamen Fortnite Nasional Tingkat SMA dan Universitas di Amerika Serikat

PlayVS akan mengadakan liga Fortnite di tingkat SMA dan universitas di Amerika Serikat. Untuk itu, mereka bahkan bekerja sama dengan publisher Fortnite, Epic Games. Turnamen Fortnite di tingkat SMA akan dibagi menjadi 6 liga, berdasarkan zona waktu di Amerika Serikat. Sementara turnamen tingkat universitas digabung menjadi satu.

Baik liga tingkat SMA dan universitas akan berlangsung selama 8 minggu. Format yang digunakan adalah duos. Setiap sekolah dan universitas boleh mengirimkan tim sebanyak-banyaknya. Setiap minggu, para peserta akan bertanding dengan satu sama lain di private lobby selama dua jam atau maksimal tujuh game. Semakin tinggi ranking yang didapat sebuah tim, semakin besar poin yang mereka dapatkan. Inilah perhitungan poin yang ditetapkan oleh Epic:

Victory Royale: 10 poin
Ranking 2-3: 7 poin
Ranking 4-7: 5 poin
Ranking 8-12: 3 poin
Setiap mengeliminasi pemain lain: 1 poin

Empat tim terbaik dari setiap minggu akan berhak untuk maju ke babak playoff. Selain itu, 18 tim dengan peringkat teratas di leaderboard (dengan pengecualian tim yang memang sudah lolos ke babak playoff) juga berhak masuk ke babak playoff. Pada puncaknya, tim-tim terbaik akan berlaga di turnamen yang diadakan pada Mei.

Pendiri PlayVS.
CEO dan pendiri, PlayVS, Delane Parnell.

PlayVS adalah startup yang menyediakan platform untuk liga esports di tingkat SMA. Ini kali pertama mereka mengadakan turnamen esports di tingkat universitas. Platform PlayVS diluncurkan pada April 2018. Pada September 2019, mereka baru saja mendapatkan investasi sebesar US$50 juta.

Jika sebuah sekolah ingin ikut serta dalam liga esports yang diselenggarakan oleh PlayVS, mereka harus membayar US$64 per pemain. Biaya ini juga bisa ditanggung oleh pemain atau orangtua. Namun, dalam kasus Fortnite, tidak ada biaya yang harus ditanggung pemain/sekolah karena PlayVS telah bekerja sama dengan Epic Games.

Satu keuntungan lain dari kerja sama PlayVS dengan Epic Games adalah mereka tidak perlu khawatir Epic Games akan mempermasalahkan turnamen yang mereka adakan, mengingat Fortnite adalah properti intelektual milik Epic. PlayVS mengatakan, tujuan utama mereka mengadakan turnamen Fortnite di tingkat SMA dan universitas adalah untuk membuat ekosistem inklusif yang memungkinkan para peserta untuk mendapatkan pengalaman yang menyenangkan, terlepas dari kemampuan mereka.

Sementara itu, pada VentureBeat, Phillip Schultz, Esports Coach untuk East Coweta High School di Georgia, Amerika Serikat, berkata bahwa Fortnite akan menjadi insentif bagi sekolah untuk mengadakan program esports. Dia memperkirakan, akan banyak siswa yang tertarik untuk ikut bertanding dalam turnamen Fortnite ini. Menariknya, laporan dari Extreme Networks dan eCampus News menunjukkan bahwa keberadaan program esports di sekolah justru bisa mendorong para siswa menjadi lebih rajin ke sekolah. Namun, membangun ekosistem esports di tingkat sekolah memang bukanlah hal yang mudah.

Sumber: TechCrunch, Washington Post