Sponsorship merupakan salah satu sumber pemasukan utama bagi tim esports. Bagi perusahaan yang menjadi sponsor, popularitas tim esports tidak kalah penting dari prestasi mereka. Dan salah satu cara paling mudah untuk mengukur popularitas sebuah tim esports adalah dengan mengamati media sosial mereka. Semakin banyak orang yang mengikuti akun media sosial sebuah tim esports, semakin populer juga tim tersebut. Karena itu, menjelang akhir tahun 2021, Hybrid.co.id memutuskan untuk membuat daftar tim-tim esports terpopuler di empat media sosial yang berbeda.
Instagram
Di Instagram, EVOS Esports berhasil menjadi organisasi esports yang paling populer, dengan jumlah pengikut sebanyak 7,1 juta orang. Dalam setiap post yang mereka buat, jumlah rata-rata likes yang mereka dapatkan adalah 20,4 ribu likes. Sayangnya, tingkat engagement dari akun EVOS sangat rendah, hanya mencapai 0,29%. Meskipun begitu, menurut situs Social Blade, akun Instagram EVOS pantas untuk mendapatkan nilai A-.
Setelah EVOS, Team RRQ merupakan organisasi esports terpopuler ke-2. Jumlah pengikut RRQ di Instagram adalah 3,9 juta orang. Walau jumlah pengikut RRQ lebih sedikit dari EVOS, tingkat engagement dari akun RRQ jauh lebih tinggi, mencapai 1,65%. Untuk setiap unggahan, jumlah rata-rata likes yang mereka dapat juga lebih tinggi, yaitu 61,2 ribu likes. Hanya saja, ranking RRQ di Social Blade sedikit lebih rendah dari EVOS, yaitu B+.
Dalam daftar organisasi esports terpopuler di Instagram, Bigetron Esports dan ONIC Esports ada di posisi ke-3 dan ke-4. Memang, jumlah pengikut keduanya tidak jauh berbeda; Bigetron memiliki 1,5 juta pengikut dan ONIC 1,4 juta followers. Keduanya juga sama-sama mendapatkan ranking B+ di Social Blade.
Soal tingkat engagement, akun Bigetron memiliki engagement paling tinggi dari empat tim esports lainnya, mencapai 1,96%. Sementara ONIC memiliki tingkat engagement sebesar 1,29%. Jumlah rata-rata likes yang Bigetron dapat pada setiap unggahan mereka mencapai 30,4 ribu likes, sementara ONIC hanya mendapatkan 17,4 ribu likes per post.
Posisi organisasi esports terpopuler ke-5 diisi oleh Alter Ego Esports. Akun Instagram dari organisasi esports tersebut memiliki 570 ribu pengikut, dengan tingkat engagement 1,69%, dan jumlah rata-rata likes sebanyak 9,4 ribu likes pada setiap unggahan. Di Social Blade, ranking dari akun Alter Ego adalah B.
Twitter
Instagram dan Twitter memang sama-sama media sosial. Namun, keduanya punya fokus yang berbeda. Jika Instagram fokus pada foto dan video, Twitter lebih fokus pada kata-kata singkat. Meskipun begitu, tim-tim esports yang berhasil meraih popularitas di Twitter tetaplah tim-tim besar dengan berbagai prestasi.
Di Twitter, organisasi esports asal Indonesia yang paling populer adalah Bigetron, dengan jumlah pengikut sebanyak 39,4 ribu orang. Sejak dibuat pada Februari 2019, akun Twitter Bigetron telah mendapatkan 3,6 ribu likes. Sementara itu, peringkat 2 diduduki oleh BOOM Esports yang berhasil mengumpulkan 32,3 ribu followers dan 2,1 ribu likes. EVOS — yang ada di peringkat 3 — juga punya 32,3 ribu pengikut, sama seperti BOOM. Hanya saja, jumlah likes dari akun Twitter EVOS itu hanya mencapai 366.
Dengan jumlah pengikut sebanyak 17,2 ribu orang, RRQ menjadi tim terpopuler ke-4 di Twitter. Sejauh ini, total likes yang didapat oleh akun RRQ adalah 1,3 ribu likes. Terakhir, peringkat 5 dalam daftar organisasi esports Indonesia terpopuler di Twitter diambil oleh Alter Ego, yang memiliki 11,2 ribu pengikut dan telah mendapatkan 214 likes.
TikTok
Di TikTok, EVOS Esports kembali memegang gelar organisasi esports Indonesia paling populer. Jumlah pengikut dari akun TikTok EVOS adalah 3,5 juta orang. Sejauh ini, mereka telah mengunggah 628 video pendek. Dari ratusan video tersebut, EVOS berhasil mendapatkan 23,9 juta likes.
Peringkat dua dari daftar organisasi esports terpopuler di TikTok dipegang oleh RRQ dan peringkat tiga oleh Bigetron. Jumlah pengikut RRQ di TikTok mencapai 1,1 juta, sementara Bigetron 1 juta orang. Jumlah video yang telah diunggah oleh dua organisasi esports itu juga jauh berbeda; RRQ telah mengunggah 242 video pendek, dan Bigetron 273 video. Soal jumlah likes, Bigetron berhasil mengalahkan RRQ. Jumlah total likes yang didapatkan oleh Bigetron di TikTok adalah 13,4 juta likes, sementara RRQ hanya 10,8 juta likes.
Sebenarnya, ada akun yang menggunakan atribut esports yang lebih populer daripada RRQ. Hanya saja, konten yang diunggah oleh akun tersebut sering tidak relevan dengan dunia game atau esports. Karena itu, kami memutuskan untuk tidak memasukan akun tersebut ke daftar ini.
Setelah RRQ dan Bigetron, ONIC menjadi organisasi esports paling populer keempat di TikTok. Jumlah pengikut ONIC mencapai 317,5 ribu orang, dengan total likes sebanyak 3,6 juta likes. Terakhir, posisi kelima diisi oleh Alter Ego. Organisasi esports itu memiliki 271,6 ribu pengikut di TikTok dan telah mengumpulkan 2,1 juta likes.
YouTube
Lima organisasi esports dengan subscribers terbanyak di YouTube adalah RRQ, EVOS, Bigetron, Alter Ego, dan ONIC Esports. Empat dari lima organisasi esports itu sudah memiliki channel resmi YouTube. RRQ berhasil menjadi raja di YouTube, dengan 2,86 juta subscribers dan total views sebanyak 331,8 juta views. Menurut Social Blade, jumlah pemasukan bualanan yang RRQ dapat channel YouTube mereka ada di rentang US$2,4 ribu (sekitar Rp34,2 juta) sampai US$38,2 ribu (sekitar RP545,5 juta).
EVOS berhasil menjadi organisasi esports dengan jumlah subscribers terbanyak setelah RRQ. Saat artikel ini ditulis, channel YouTube EVOS memiliki 2,84 subscribers dan telah mengumpulkan 303,9 juta views. Diperkirakan, setiap bulannya, pemasukan yang didapat oleh EVOS dari channel YouTube mereka mencapai sekitar US$1,5 ribu (sekitar Rp21,4 juta) sampai US$23,4 ribu (sekitar Rp334,2 ribu).
Dengan 1,6 juta subscribers dan 203,1 juta views, Bigetron menjadi organisasi esports paling populer ke-3 di YouTube. Total pemasukan bulanan Bigetron dari YouTube diperkirakan mencapai US$1,2 ribu (sekitar Rp17 juta) sampai US$19,3 ribu (sekitar Rp275,6 juta).
Sementara itu, Alter Ego ada di posisi ke-4 dalam daftar organisasi esports terpopuler di YouTube. Channel organisasi tersebut memiliki 515 ribu subscribers dan 49,6 juta views. Alter Ego diperkirakan mendapatkan US$175 (sekitar Rp2,5 juta) sampai US$2,8 ribu (sekitar Rp40 juta) setiap bulannya dari channel YouTube mereka. Daftar organisasi esports terpopuler di YouTube ditutup oleh ONIC, yang memiliki 337 ribu subscribers dan 40 juta views.
Sekarang, menjadi pemain esports memang bukan hanya mimpi di siang bolong. Gaji pemain profesional bisa mencapai lebih dari Upah Minimum Region (UMR) Jakarta. Sayangnya, kesempatan untuk menjadi pemain profesional juga sangat kecil, kurang dari satu persen. Kabar baiknya, jika Anda tertarik untuk masuk ke dunia esports, ada berbagai pekerjaan lain yang bisa Anda lakukan, mulai dari manajer, videografer, sampai psikolog. Dan meskipun game dan esports sering dielu-elukan sebagai dunia laki-laki, bahkan perempuan juga punya tempat di industri ini.
Demi mencari tahu tentang bagaimana organisasi-organisasi esports besar Indonesia mencari staf baru, Hybrid.co.id menghubungi dua narasumber yang pernah bekerja di dua organisasi esports Indonesia. Keduanya memilih untuk tidak disebutkan namanya. Satu hal yang pasti, dua organisasi esports tempat narasumber kami bekerja pernah memenangkan turnamen esports di tingkat nasional dan internasional.
Ketika ditanya tentang bagaimana mereka bisa menjadi bagian dari organisasi esports besar, dua narasumber kami mengungkap, karir mereka di esports berawal dari ajakan teman. Meskipun begitu, salah satu narasumber kami mengatakan, saat ini, proses penerimaan karyawan di organisasi esports besar sudah sama seperti proses penerimaan kerja di perusahaan-perusahaan dari industri lain.
“Sebenarnya, kalau sekarang, proses penerimaan pegawai sudah mirip kayak job vacancy pekerjaan lain,” ujar narasumber kami saat dihubungi melalui pesan singkat. “Cuma, waktu aku ditawarin, memang masih pakai asas kepercayaan dan ajak-ajak orang yang sudah dikenal.”
Hal serupa diungkapkan oleh Yohannes “Joey” Siagian, CEO Morph Team. Dia menjelaskan, ketika hendak mencari pegawai baru, Morph akan membuka lowongan. Setelah itu, mereka akan meninjau CV yang dikirimkan oleh pelamar. Dari sana, mereka akan memilih pelamar yang akan diwawancara. Untuk jabatan tertentu, pelamar akan diberikan tes atau diminta untuk menunjukkan portofolio mereka.
“Tapi, apabila kita melihat ada orang yang menurut kita memiliki talent, kita akan approach, meskipun mungkin saat itu, tidak ada posisi kosong di Morph,” ujar pria yang akrab dengan panggilan Joey ini. “I’m a firm believer that you don’t waste talent. So, if you see it, see how it can fit in your organization.”
Tidak heran jika proses penerimaan kerja di organisasi esports tidak berbeda dengan perusahaan lain. Pasalnya, sekarang, esports sudah menjadi industri. Jadi, orang-orang yang bekerja di dalamnya pun dituntut untuk bersikap profesional. Setelah seseorang diterima untuk bekerja di organisasi esports, mereka juga harus melalui masa probasi. Waktu probasi di setiap organisasi esports berbeda-beda.
Dua narasumber anonim kami mengungkap, saat pertama kali diterima bekerja, mereka harus melalui masa probasi selama 3 bulan. Sementara di Morph, Joey mengatakan, masa probasi adalah sekitar 2-3 bulan. BOOM Esports memiliki masa probasi paling singkat, yaitu hanya sekitar 1-2 bulan. Waktu probasi yang ditetapkan oleh organisasi esports tidak jauh berbeda dengan masa probasi di perusahaan lain. Sebagai perbandingan, pada awal bekerja di Hybrid.co.id, saya juga harus melalui masa probasi selama 3 bulan sebelum diangkat sebagai pegawai tetap.
Pegawai Tetap, Pegawai Kontrak, dan Beban Kerja
Pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah No. 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja pada Februari 2021. Dengan itu, maksimal durasi kontrak antara pekerja dan perusahaan bertambah, menjadi 5 tahun. Sebelum PP No. 35 disahkan, maksimal durasi kontrak antara pegawai dan perusahaan hanyalah 3 tahun.
Meskipun begitu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan bahwa perlindungan yang didapat oleh pekerja kontrak alias Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sama dengan pekerja tetap, khususnya terkait kompensasi setelah hubungan bekerja berakhir, menurut laporan Bisnis.
Pada prakteknya, dalam sebuah perusahaan, sebagian pegawai akan memegang status pegawai tetap dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan sebagian yang lain menjadi pegawai kontrak. Misalnya, Di Merah Cipta Media, sebanyak 91% karyawan merupakan pegawai tetap dan 9% sisanya pegawai kontrak.
Arif Hardiyanto sebagai GM Operations, DailySocial.id. menjelaskan, untuk diangkat sebagai pegawai tetap, seseorang yang terikat dengan PKWTT harus lolos masa probasi. Sementara jika seseorang terikat dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dia harus mendapatkan penilaian kontrak yang bagus.
Salah satu perbedaan antara pegawai kontrak, pegawai tetap, dan freelancer adalah jatah cuti. Pegawai tetap mendapatkan 14 cuti dalam 1 tahun, sementara pegawai kontrak tergantung pada lama kontrak kerja. Dan pegawai freelance tidak mendapatkan cuti atau pun benefit kesehatan, seperti asuransi. Selain itu, freelancer juga tidak harus bekerja setiap hari. Jadi, gaji yang diberikan akan tergantung pada kesepakatan perjanjian bersama.
Perusahaan punya alasan tersendiri untuk mempekerjakan seseorang sebagai pegawai tetap atau pegawai kontrak. Masing-masing status punya keuntungan tersendiri untuk perusahaan. Ketika ditanya tentang hal ini, Arif menjawab, “Keuntungan karyawan tetap adalah karyawan lebih loyal. Keuntungan karyawan kontrak adalah ketika pekerjaan sudah selesai, maka manpower tidak besar. Dan keuntungan freelancer adalah tidak ada biaya untuk tambahan benefit lain.”
Satu hal yang membedakan organisasi esports dengan perusahaan biasa adalah kebanyakan organisasi esports tidak punya pegawai tetap. Jadi, semua pekerja yang mereka pekerjakan merupakan pegawai kontrak. Tentu saja, ada beberapa organisasi esports yang menawarkan status sebagai pegawai tetap, seperti BOOM Esports.
Dua narasumber anonim kami mengatakan, organisasi esports tempat mereka bekerja hanya menggunakan sistem kontrak. Dan kontrak mereka ditinjau setiap tahun. Salah satu dari mereka menyebutkan, terkadang, tugas yang dia dapat di lapangan berbeda dengan kontrak. “Namanya juga startup yang lagi berkembang jadi perusahaan. Tapi, itu biasa sih. Soalnya, gaji naik sesuai dengan beban kerja,” ujarnya. “Pas naik gaji, dapat kontrak baru.”
Bagi manajer tim, kontrak mereka juga akan ditinjau setiap musim. Salah satu narasumber kami mengatakan, jika performa tim turun, maka pihak manajemen organisasi esports akan mencoba untuk mencari tahu sumber dari masalah penurunan performa.
“Kalau memang ada masalah, akan selalu diusahakan untuk diselesaikan secepatnya,” ujar sang narasumber. “Hal-hal itu yang akan dilihat dari manajer juga.” Di atas kertas, tugas seorang manajer “hanyalah” mendampingi para pemain yang menjadi tanggung jawabnya. Namun, dia menjelaskan, seorang manajer biasanya akan tinggal di gaming house, yang juga merupakan kantor mereka. Hal itu berarti: “Bangun dan tidur adalah penanda jam kerja,” ceritanya sambil tertawa. Kabar baiknya, durasi jam kerja yang lebih panjang berarti para manajer bisa mendapatkan benefit lain selain gaji.
Mengingat kebanyakan turnamen esports digelar pada akhir pekan dan tugas manajer adalah mendampingi tim, maka biasanya, manajer tim esports tidak libur pada akhir pekan. Narasumber kami menjelaskan, hari libur para manajer biasanya disesuaikan dengan jadwal dari tim, baik ketika musim pertandingan berlangsung atau setelah musim kompetisi usai.
“Kalau untuk manajer tim, pas season ada satu hari libur. Biasanya hari Senin atau Selasa karena weekend dipakai tanding,” ujar sang narasumber. “Kalau lagi offseason, biasanya mengikuti jadwal persiapannya. Libur panjang juga bisa tapi, ya tergantung jadwal season depannya bagaimana. Biasanya, jeda season itu 2 bulanan. Ada libur sekitar hampir satu bulan bagi tim. Jadi, manajer libur juga di situ. Tapi, jadwal liburnya kalau offseason dikurangi 2 hari. Karena, manajer adalah orang terakhir yang meninggalkan GH dan orang pertama yang datang ke GH sebelum pada datang.”
Bagi organisasi esports, popularitas tidak kalah pentingnya dengan prestasi. Karena itu, banyak organisasi esports yang punya divisi khusus untuk menangani streamer atau brand ambassador. Menurut salah satu narasumber kami, orang-orang yang bekerja di bagian manajemen talenta biasanya punya kesempatan untuk mendapatkan status sebagai pegawai tetap.
BOOM Esports adalah salah satu organisasi esports yang mempekerjakan pegawai kontrak dan pegawai tetap. Gary Ongko Putera, CEO BOOM Esports mengatakan, salah satu hal yang menentukan apakah seseorang menjadi pegawai tetap atau pegawai kontrak di BOOM adalah tugas yang dia emban. Orang yang duduk di posisi manajemen punya kesempatan untuk menjadi pegawai tetap.
“Kalau manajemen, seperti office work, lebih aman dan tidak terlalu ada kaitannya dengan performa tim,” ujar Gary. “Kalau manajer tim kan sebenarnya ada kemungkinan tidak cocok. Sementara untuk videografer atau tim kreatif, sebagian full-time dan sebagian proyek-based. Tergantung dengan senioritas dan job description mereka sih.”
“Yang penting buat saya, kita di BOOM Esports nggak punya niat buruk,” kata Gary. “Jadi sebenarnya, lebih ke formalitas.” Dia mengungkap, kontrak antara BOOM dan pegawainya dibuat untuk mencegah tentang masalah di masa depan. Pasalnya, di esports, kontrak yang bermasalah memang sesuatu yang masih terkadang terjadi. Misalnya, untuk pemain di bawah 18 tahun, kontrak tidak ditandatangani oleh orang tua. Anda bisa membaca lebih lanjut tentang masalah bursa transfer dan kontrak pemain esports di Indonesia di sini.
Terkait cuti, Gary menjawab bahwa cuti atau libur staf dan pemain di BOOM biasanya disesuaikan dengan jadwal mereka. “Kalau tim, ya pas tim libur. Kalau tim kreatif, ya menyesuaikan jadwal,” ujarnya. “I’m not rigid. Saya tipe orang yang, you do you, but get your job done good. Lumayan banyak freedom di BOOM.”
RRQ adalah organisasi esports lain yang menggunakan sistem kontrak dan tetap. CEO RRQ, Andrian Pauline alias AP mengatakan, RRQ punya sekitar 50 staf yang bukan atlet. Sebagian dari mereka merupakan pegawai tetap, dan sebagian yang lain pegawai kontrak. AP menjelaskan, performa menjadi kriteria utama untuk menentukan status ketenagakerjaan seseorang. Namun, dia juga mengungkap, pegawai kontrak dan pegawai tetap mendapatkan benefit dan perlakuan yang sama.
Sementara itu, Morph adalah salah satu organisasi esports yang hanya menggunakan sistem kontrak untuk semua pegawai mereka. Joey menjelaskan, di Morph, salah satu kriteria yang mereka cari dari pelamar kerja adalah potensi.
“Kadang memang ada tugas yang memerlukan skillset yang sudah baku, seperti psikolog atau pengacara. Tapi, secara umum, saya lebih memilih untuk mencari staf yang mungkin masih kurang pengalaman atau masih ada yang perlu dipelajari, tapi punya potensi besar daripada mempekerjakan staf yang sudah punya jam terbang, tapi tidak banyak berkembang lagi,” ujar Joey.
“Overall yang saya biasa cari di staf adalah potensi berkembang, skill, kreativitas, dan kemampuan berkomunikasi yang baik,” katanya. “Saya juga sangat mempertimbangkan niat dan antusias yang ditunjukkan oleh calon staf. Mungkin ini alasannya kenapa bagi saya wawancara merupakan salah satu bagian terpenting dari proses hiring staff di Morph. CV yang penuh, ijazah dari kampus ternama, atau referensi itu semua bisa memberikan informasi yang bagus, tapi until you sit across from a candidate and talk for awhile it’s hard to know if its a potential good fit or not.”
Sementara itu, bagi Gary, salah satu kesulitan yang biasa dihadapi oleh organisasi esports ketika hendak mencari pegawai baru adalah mencari orang yang tidak hanya punya pengetahuan tentang industri esports, tapi juga punya pengalaman. “Biasanya, kita bisa mendapat orang yang punya pengalaman atau orang yang mengerti esports, tapi tidak punya pengalaman,” ungkapnya sambil tertawa. Untuk posisi seperti manajer, masalah yang biasa ditemukan adalah kecocokan dengan tim.
Kesimpulan
Pada awalnya, orang-orang yang bekerja di dunia esports adalah mereka yang memang punya passion di bidang competitive gaming. Namun, sekarang, esports sudah semakin diterima oleh masyarakat luas. Walau, tak bisa dipungkiri, akan selalu ada orang-orang yang memandang industri esports sebelah mata atau menganggap game sebagai pengaruh buruk pada anak dan remaja.
Seiring dengan semakin populernya esports, semakin banyak pihak yang tertarik untuk menjajaki dunia ini, bahkan perusahaan-perusahaan yang tidak punya kaitannya dengan industri esports, seperti bank. Karena esports kini sudah menjadi industri, maka orang-orang yang bekerja di dalamnya pun dituntut untuk bersikan profesional. Jadi, tidak heran jika organisasi esports sekali pun mencari pegawai baru dengan metode yang sama seperti perusahaan konvensional.
Tentu saja, bekerja di industri esports akan menawarkan tantangan tersendiri, khususnya bagi orang-orang yang terlibat langsung dengan para pemain profesional. Misalnya, jam kerja yang tidak tentu atau harus bekerja di akhir pekan. Pada akhirnya, jika Anda memang senang dengan dunia esports dan siap untuk bekerja sesuai ritme para pelaku dunia esports, Anda bisa mencoba untuk menjadi bagian dari ekosistem esports, walau tidak sebagai pemain.
EVOS Esports baru saja memperkenalkan Integrated Training Facility (ITF) pada Jumat, 8 Oktober 2021. Terletak di One Belpark Mall, ITF akan berfungsi sebagai pusat operasi dari EVOS. ITF memiliki luas sebesar 765 meter kuadrat dan terdiri dari 18 ruangan, termasuk lobi, ruang konferensi, pantry, dan lain sebagainya.
“Kami meluncurkan ITF untuk menghadirkan infrastruktur pelatihan yang efektif sehingga dapat meningkatkan performa atlet esports kami,” ujar Co-Founder & Chief Business Officer EVOS Esports, Hartman Harris dalam konferensi pers virtual. “Selain itu, kami juga ingin agar ITF menjadi pusat dari semua kegiatan EVOS dan bisa mendorong pertumbuhan ekosistem esports di Indonesia.”
Hartman menjelaskan, salah satu fungsi ITF adalah untuk menggantikan gaming house sebagai tempat berkumpul dan berlatih para atlet esports EVOS. Dengan keberadaan ITF, semua pemain dan pelatih di bawah EVOS akan bisa berkumpul di satu tempat. Harapannya, hal ini bisa membuat mereka berlatih dengan efisien dan meningkatkan performa mereka saat bertanding di kompetisi. Tak hanya itu, ITF juga difasilitasi dengan studio yang bisa digunakan oleh kreator konten dan brand ambassador di bawah EVOS untuk membuat konten.
Sementara itu, Co-Founder & Chief Marketing EVOS Esports, Michael Wijaya mengatakan, EVOS punya banyak rencana untuk menggunakan ITF di masa depan. Sayangnya, saat ini, ITF hanya bisa digunakan oleh staf EVOS dan tidak dibuka untuk masyarakat umum. Salah satu alasannya karena pandemi. Namun, ke depan, tidak tertutup kemungkinan, EVOS akan mengundang para fans yang terpilih untuk mengunjungi ITF. Jika Anda penasaran dengan penampilan ITF, Anda bisa mencoba untuk menikmati kunjungan tur virtual di itf.evos.gg.
Selain di Indonesia, EVOS juga beroperasi di beberapa negara di Asia Tenggara. Salah satunya di Filipina. Faktanya, Nexplay EVOS — yang bertanding di Mobile Legends Professional League (MPL) Philippines Season 8 — merupakan tim paling populer di kompetisi itu. Sayangnya, tim-tim EVOS di luar Indonesia tidak bisa menggunakan ITF untuk saat ini karena pandemi. Namun, tidak tertutup kemungkinan, EVOS akan membangun fasilitas pelatihan lain di luar Indonesia.
EVOS Esports baru saja mengumumkan kerja sama dengan institusi digital payment, LinkAja. Melalui kerja sama ini, kedunya berharap bisa mendorong pertumbuhan industri esports di Indonesia, yang memang tengah menarik perhatian banyak orang.
Salah satu hasil kerja sama antara EVOS dan LinkAja adalah penawaran diskon dan promosi untuk pembelian menggunakan LinkAja di Metazone milik EVOS. Semua penggemar esports akan bisa mendapatkan manfaat tersebut. Namun, EVOS dan LinkAja juga menawarkan promosi eksklusif bagi anggota membership EVOS Fams.
“Tujuan EVOS bekerja sama dengan LinkAja adalah untuk memberikan solusi pembayaran digital bagi fans EVOS dan audiens esports,” ujar Michael Wijaya, Chief Marketing Officer, EVOS Esports. Lebih lanjut dia menjelaskan, Metazone adalah voucher gateway yang memungkinkan Anda untuk membeli voucher untuk game serta Google Play. “Anggota EVOS Membership akan mendapat kemudahan lebih serta manfaat eksklusif.”
Sementara itu, Chief Marketing Officer LinkAja, Wibawa Prasetyawan menjelaskan alasan mengapa LinkAja tertarik untuk menggandeng EVOS sebagai rekan. “Kita tahu bahwa beberapa tahun belakangan, khususnya dalam tiga tahun terakhir, industri game dan esports berkembang pesat di Indonesia,” ujarnya.
“Pada 2021, akan ada 17 juta orang yang bermain game online dari 116 juta gamers aktif di Indonesia,” ujar pria yang akrab dengan panggilan Iwan ini, dalam konferensi pers yang diadakan pada Kamis, 30 September 2021. “Komunitas game sudah menjadi sebuah movement. Dan dalam satu movement, tentunya ada aliran jasa dan uang. Kami ingin bisa memfasilitasi semua itu.”
Ketika ditanya mengapa LinkAja memiliih EVOS sebagai rekan, Iwan menjawab, “Siapa yang tidak kenal dengan EVOS di industri game? Mereka punya ekosistem yang kuat dan fanbase yang besar. Dan fanbase EVOS itu berisi anak-anak muda, generasi milenial dan Gen Z. Kami juga ingin bisa menjangkau generasi milenial dan Gen Z. Sehingga ketika mereka tumbuh dewasa, mereka akan tetap menggunakan LinkAja.”
Strategi LinkAja serupa dengan strategi JD.id ketika mereka memutuskan untuk menjadi sponsor dari High School League. Dengan mensponsori HSL, JD.id berharap bahwa gamers yang masih duduk di bangku SMA akan mengenal situs e-commerce itu dan akan tetap setia ketika mereka beranjak dewasa.
Hybrid.co.id hadir juga di berbagai media sosial. Temukan konten yang menarik di Instagram atau follow akun Twitter kami. Jangan lupa juga untuk Likes Fanpage Facebook Hybrid.
Industri game dan esports kini tengah naik daun. Untuk memberikan gambaran tentang keadaan industri game dan esports di Indonesia dan Asia Tenggara, EVOS Esports menggelar Media Discussion: Indonesia Industry Outlook 2021. Dalam konferensi pers virtual itu, EVOS menjelaskan tentang potensi dari industri game dan esports di Indonesia, baik dari segi jumlah gamers, jumlah pemasukan, serta jumlah penonton esports.
Jumlah Gamers dan Total Belanja Gamers Indonesia
Di enam negara Asia Tenggara — Indonesia, Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Singapura — jumlah gamers diperkirakan mencapai 284,6 juta orang pada 2021. Sementara jumlah pemasukan industri game di keenam negara itu diduga akan mencapai US$5,86 miliar. Dari enam negara tersebut, Indonesia menjadi negara dengan jumlah gamers paling banyak. Hal ini tidak aneh, mengingat Indonesia memang memiliki populasi terbesar dari negara-negara Asia Tenggara lainnya. Jumlah gamers di Indonesia pada 2021 diduga akan mencapai 116 juta orang. Sebagai perbandingan, jumlah gamers di Filipina mencapai 55,5 juta orang dan di Vietnam 54,8 juta orang.
Jika dibandingkan dengan lima negara lainnya, industri game Indonesia juga punya pemasukan paling besar, mencapai US$1,9 miliar. Thailand menjadi negara dengan industri game terbear kedua di Asia Tenggara, diikuti oleh Malaysia. Meskipun begitu, dari segi ARPU (Average Revenue per User), Indonesia masih kalah jauh dari negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, atau Thailand. ARPU di Indonesia hanya mencapai US$16,4. Sebagai perbandingan, ARPU Thailand mencapai US$31,2, Malaysia US$47,1 dan Singapura US$111,6.
Sementara di masa depan, jumlah gamers diperkirakan masih akan naik. Dari 2020 sampai 2025, tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun (CAGR) dari jumlah gamers mencapai 4,9%. Jadi, pada 2025, jumlah gamers di Tanah Air diproyeksikan akan mencapai 142 juta orang. CAGR dari jumlah penonton esports bahkan lebih tinggi, mencapai 16,4%. Pada 2020, jumlah penonton esports di Indonesia mencapai 14 juta orang: 8 juta enthusiast viewers dan 6 juta occasional viewers. Lima tahun kemudian, pada 2025, jumlah penonton esports diduga akan menembus 29 juta orang, dengan pembagian 17 juta enthusiast viewers dan 12 juta occasional viewers.
“Pada tahun 2016, PC gaming memang dominan. Namun, dalam tiga tahun terakhir, muncul mobile game, seperti Mobile Legends dan Free Fire. Dengan begitu, hanya berbekal smartphone, anak-anak muda sekarang sudah bisa jadi gamers. Barrier of entry-nya jadi jauh lebih mudah. Hal ini jadi salah satu alasan mengapa jumlah pemain game sekarang lebih banyak daripada konsumsi konten digital lainnya,” kata Co-Founder & Chief Marketing Officer EVOS Esports, Michael Wijaya alias Mike. “Jumlah gamers di Indonesia akan naik pesat. Dan dari segi passion, mereka juga lebih memilih untuk bermain game daripada menikmati hiburan lainnya.”
Kebiasaan Penonton Esports di Indonesia
Sebagian besar penonton esports di Indonesia bersaal dari generasi milenial dan Gen Z. Berdasarkan data dari EVOS, sebanyak 58% dari penggemar EVOS dan esports merupakan remaja di bawah 18 tahun. Sementara 41% lainnya berada di rentang umur 19-29 tahun. Mudanya umur para penggemar esports berpengaruh pada lama waktu mereka bermain. Sebanyak 62,8% fans EVOS bermain game setiap hari. Dan sekitar 41,73% dari mereka menghabiskan waktu untuk bermain game selama 3-5 jam sehari.
Menariknya, kebanyakan dari fans esports setia untuk bermain satu game. Sebanyak 33,65% fans esports mengungkap bahwa mereka hanya memainkan satu game. Sementara sebanyak 27,96% hanya bermain 2 game. Mike menyebutkan, tiga game yang paling populer di kalangan fans esports adalah Mobile Legends, Free Fire, dan PUBG Mobile.
Soal kebiasaan berbelanja, sebanyak 39,33% audiens esports melakukan pembelian dalam game sebanyak 1-3 kali sebulan. Walau, dari segi besar transaksi, total belanja mereka tidak terlalu besar. Sebanyak 67,96% penonton esports menghabiskan uang kurang dari Rp100 ribu. E-wallet seperti GoPay, OVO, Dana, dan LinkAja, jadi pilihan pembayaran favorit para fans esports. Hampir setengah (48,13%) dari fans esports melakukan pembayaran melalui e-wallet. Hanya 6,42% penonton esports yang melakukan transaksi via platform milik bank. Hal ini menunjukkan, pihak bank masih bisa menggenjot jumlah transaksi di kalangan para gamers.
Kerja Sama EVOS dengan VISA dan Mandiri
Seiring dengan semakin berkembangnya industri esports, semakin banyak pula pihak yang ingin terlibat dalam industri tersebut, termasuk perusahaan-perusahaan non-endemik, seperti VISA dan Bank Mandiri. EVOS telah menjalin kerja sama dengan VISA pada Juli 2020. Sementara dengan Bank Mandiri, EVOS meluncurkan EVOS Card pada Juni 2021. Berfungsi layaknya kartu debit, EVOS Card bisa didapatkan oleh nasabah lama maupun orang-orang yang membuka rekening baru di Mandiri. Hanya saja, kartu itu dibuat dalam jumlah terbatas. Sejauh ini, telah ada seribu orang yang menggunakan kartu tersebut.
Mike mengungkap, EVOS menyambut perusahaan-perusahaan non-endemik dengan tangan terbuka. Karena, keikutsertaan perusahaan-perusahaan non-endemik yang sudah berumur puluhan tahun dan punya reputasi baik, seperti bank, dapat membantu EVOS dan pelaku dunia esports lain untuk menghilangkan stigma negatif yang ada terkait esports. Memang, sampai saat ini, masih ada orang yang percaya dengan sejumlah mitos terkait game dan esports.
“Dalam lima tahun terakhir, EVOS ingin mengubah sentimen negatif yang ada. Kami ingin menunjukkan, ada karir di industri esports. Melalui kerja sama dengan Bank Mandiri dan VISA, kami ingin menunjukkan pada para orang tua bahwa industri esports bahkan telah disorot oleh banking, yang secara nature sangat dipercaya,” ujar Mike.
Sementara itu, Head of Strategy & Planning Visa Indonesia, Handikin Setiawan menjelaskan alasan mengapa VISA tertarik untuk menjajaki dunia esports. Dia mengungkap, sebagai perusahaan yang telah berumur puluhan tahun, VISA terus berusaha untuk tetap relevan dengan tren yang ada. “Kita melihat bahwa sekarang adalah zaman digital. Dan industri game merupakan ekosistem digital first,” ujarnya. Karena itu, VISA ingin agar mereka tetap bisa relevan di mata para gamers. Lebih lanjut, Handikin menjelaskan, saat ini, segmen gaming berisi orang-orang berumur di bawah 30 tahun. Dan memang, di Indonesia, kebanyakan masyarakatnya ada di bawah umur 30 tahun.
“Dalam 5-10 tahun lagi, generasi ini akan masuk ke prime age. Mereka yang akan menentukan how payment is done,” ujarnya. Dia juga menyebutkan, pandemi telah membuat gaya hidup masyarakat mulai berubah, dari offline ke online. VISA percaya, tren ini adalah sebuah keniscayaan. Karena itu, penting bagi mereka untuk bisa dekat dengan komunitas gamers, yang merupakan digital native.
EVOS Esports, one of Indonesia’s largest esports organizations, is set to return to the Philippines after a nearly two-year break. Aldean Tegar Gemilang, the Head of Esports at EVOS Esports, propagated the suspicions by writing a sneak peek posting a sneak glimpse of a tigers’ face with the Philippine flag color on his personal Instagram account. Bjorn “Zeys” Ong, EVOS Legends coach, also posted the same hint on his Instagram story.
Meanwhile, the EVOS Esports PH Facebook page posted a new status for the first time in nearly two years, indicating that the squad is on the verge of making a return. “Hello hello testing 1,2,3… Anyone here? #EVOSROAR” – A single tweet that attracted more than 30,000 engagements.
The return of EVOS Esports to the Philippines follows significant indications that the Mobile Legends: Bang Bang Professional League Philippines (MPL PH) may transition to a franchise-based format in the near future. EVOS is believed to be fighting for one of the eight spots available this coming season.
According to Tiebreaker Times, EVOS is now in negotiations to acquire Nexplay Esports’ roster, which includes many prominent players in the scene including John Paul “H2Wo” Salonga, Renejay “Renejay” Barcarse, and Tristan “Yawi” Cabrera. However, it is uncertain if EVOS intends to keep the present lineup or add some new faces to the mix.
EVOS Esports is not a newcomer to the Philippine esports scene. In 2019, they forayed into the Filipino scene by acquiring the roster of SxC Imbalance, who placed 4th in the second season of MPL PH. However, EVOS opted to withdraw, due to the poor team’s performance in Season Four. The roster was later sold to Tier One Entertainment’s Blacklist International, the current MPL-Philippines Season Seven champions.
“The decision to step back from the PH scene was decided after the EVOS management received complaints regarding the personnel entrusted to oversee the operations and team in the country. EVOS management takes serious views on such complaints and undertakes an internal investigation. We were upset with our findings including the welfare of our players were compromised, mismanagement of the company’s assets.” EVOS Esports stated on its withdrawal two years ago.
If this venture happens, EVOS will be one of the first organizations to enter numerous Southeast Asian nations while maintaining top-tier teams in each country’s franchise simultaneously, in this case, a Mobile Legends: Bang Bang franchise teams.
In terms of the franchise system, Hybrid has detailed the differences between MPL franchise systems in several Southeast Asian nations in Bahasa, which can be found here.
So far, the Jakarta-based organization has numerous MLBB rosters across Southeast Asia, including EVOS Legends in Indonesia, Suhaz EVOS in Malaysia, and EVOS Legends in Thailand. This still excludes their non-flagship teams, EVOS Icon and EVOS Lynx. The former is a Mobile Legends Development League (MDL) team, Indonesia’s second-tier league behind the MPL, while the latter is a professional women’s team.
Telkomsel Mitra Innovation (TMI) is reportedly involved in the series B round for the local esports team “EVOS Esports”. This is TMI’s debut to invest outside tech-based service startups.
DailySocial has contacted TMI and EVOS representatives to confirm, but they neither willing to comment on the issue.
In a general note, EVOS Sports is a Jakarta-based esports organization founded by Ivan Yeo, Hartman Harris, and Wesley Yiu in 2016. Apart from Indonesia, EVOS has esports teams in Singapore, Thailand, Malaysia, and Vietnam. In addition, EVOS has entered the content, merchandise, event, and Head of Talent (KOL) business under WHIM Management.
Meanwhile, Telkomsel Mitra Innovation is an investment arm founded by Telkomsel in 2019. The company focuses on investments in the IoT, big data, and entertainment (music, games and video) verticals. The goal is none other than to improve the digital business ecosystem, especially in the telecommunications industry. Some of TMI’s portfolios include PrivyID, Qlue, Roambee, Sekolahmu, and TADA.
Community as the new target user
EVOS ha received funding from venture capital several times, both domestic and foreign. Based on Hybrid data, Attention Holdings Pte. Ltd., EVOS’ parent company, raised $12 million in series B funding in October 2020.
The funding round was led by Korea Investment Partners and several other investors, including Mira Asset Ventures, Woowa Brothers, and IndoGen Capital. Also involved are Insignia Ventures Partners, which previously led the EVOS series A funding round in 2019.
IndoGen Capital’s Managing Partner Chandra Firmanto said, Indonesian esports fan base is very large that it attracts companies to enter this industry. “The Indonesian esports team will be successful as we have strength in the community. This is also due to the number of young Indonesians and their quite large spending,” he said.
In the context of TMI, Telkomsel already has its own esports team, Dunia Games (DG) Esports. However, referring to the above thesis, and if Telkomsel confirms this investment, there is a chance that the cellular market leader intend to target a wider new market segment.
Telkomsel can expand its telco business by targeting EVOS’ large community base. Quoting Kompas.com, Esports Charts data named EVOS as the most popular esports team in Southeast Asia. EVOS’ high reputation is reinforced by a total of 6.4 million followers on various social media platforms, including TikTok, Instagram, YouTube, Twitter, and Facebook.
In addition, EVOS also provide membership programs, both free and subscription, which have been released since mid 2020. EVOS Esports’ Co-founder & CEO, Ivan Yeo said this program is the company’s strategy to win the millennial and gen Z market. EVOS is also known to collaborate with TikTok to grow their influencer business.
In fact, the Newzoo report states that the value of the global esports industry is estimated to reach $1.1 billion or Rp15.4 trillion in 2020. Meanwhile, the largest esports market is still controlled by China with a value of $385.1 million, followed by North America at $252.8. million.
In Indonesia, the mobile esports market continues to grow rapidly. Newzoo 2019 data states that 52 million of the total 82 million smartphone users are mobile game players. Revenue from the mobile game industry in Indonesia is estimated to contribute $624 million or equivalent to Rp8.7 trillion.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) dikabarkan terlibat dalam putaran pendanaan seri B tim esports lokal “EVOS Esports”. Ini menjadi debut awal bagi TMI untuk berinvestasi di luar startup pengembang layanan teknologi.
DailySocial sudah mencoba menghubungi perwakilan TMI dan EVOS untuk meminta konfirmasi, namun masih enggan memberikan komentar.
Sebagaimana diketahui, EVOS Sports merupakan organisasi esports berbasis di Jakarta yang didirikan oleh Ivan Yeo, Hartman Harris, dan Wesley Yiu sejak 2016. Selain Indonesia, EVOS memiliki tim esports di Singapura, Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Tak hanya itu, EVOS juga masuk ke bisnis konten, merchandise, event, serta Head of Talent (KOL) di bawah naungan WHIM Management.
Sementara itu, Telkomsel Mitra Inovasi merupakan perusahaan investasi yang didirikan Telkomsel pada 2019 lalu. Perusahaan fokus pada investasi di vertikal IoT, big data, dan industri hiburan (musik, game, dan video). Tujuannya tak lain untuk meningkatkan ekosistem bisnis digital, terutama di industri telekomunikasi. Beberapa portofolio TMI antara lain PrivyID, Qlue, Roambee, Sekolahmu, dan TADA.
Komunitas jadi sasaran pengguna baru
EVOS telah beberapa kali menerima pendanaan dari venture capital, baik dalam maupun luar negeri. Berdasarkan data yang dihimpun Hybrid, perusahaan induk yang menaungi EVOS, Attention Holdings Pte. Ltd., memperoleh pendanaan seri B senilai $12 juta pada Oktober 2020.
Putaran pendanaan tersebut dipimpin oleh Korea Investment Partners dan beberapa investor lain, yaitu Mira Asset Ventures, Woowa Brothers, dan IndoGen Capital. Turut terlibat juga Insignia Ventures Partners yang sebelumnya memimpin putaran pendanaan seri A EVOS di 2019.
Menurut Managing Partner IndoGen Capital Chandra Firmanto, basis penggemar esports di Indonesia sangat besar sehingga mendorong perusahaan untuk menjajal industri ini. “Tim esports Indonesia akan sukses karena kita punya kekuatan di komunitas. Ini juga karena jumlah penduduk usia muda Indonesia banyak dan spending mereka cukup besar,” ungkapnya saat itu.
Kembali lagi dalam konteks TMI, sebetulnya Telkomsel sudah memiliki tim esports sendiri, yaitu Dunia Games (DG) Esport. Namun, mengacu tesis di atas, dan jika Telkomsel mengonfirmasi investasi ini, ada peluang penguasa pasar seluler tersebut ingin membidik segmen pasar baru yang lebih luas.
Telkomsel dapat memperluas pangsa bisnis telekomunikasi dengan menyasar basis komunitas besar yang dimiliki oleh EVOS. Mengutip Kompas.com, data Esports Charts menobatkan EVOS sebagai tim esports terpopuler di Asia Tenggara. Tingginya reputasi EVOS diperkuat dari total 6,4 juta pengikut di berbagai platform media sosial, yaitu TikTok, Instagram, YouTube, Twitter, dan Facebook.
Selain itu, EVOS juga telah memiliki program keanggotaan (membership), baik gratis dan berbayar yang dirilis sejak pertengahan 2020. Menurut Co-founder & CEO EVOS Esports Ivan Yeo, program ini menjadi strategi perusahaan untuk memenangkan pasar milenial dan gen Z. EVOS juga diketahui telah berkolaborasi dengan TikTok untuk mengembangkan bisnis influencer mereka.
Sekadar informasi, laporan Newzoo menyebutkan bahwa nilai industri esports global diperkirakan mencapai $1,1 miliar atau sebesar Rp15,4 triliun di 2020. Adapun, pasar esports terbesar masih dikuasai Tiongkok dengan nilai $385,1 juta, kemudian diikuti oleh Amerika Utara sebesar $252,8 juta.
Di Indonesia, pasar mobile esports terus berkembang pesat. Data Newzoo 2019 menyebutkan bahwa sebanyak 52 juta dari total 82 juta pengguna smartphone adalah pemain mobile game. Pemasukan dari industri mobile game di Indonesia diperkirakan menyumbang $624 juta atau setara Rp8,7 triliun.
Organisasi esports besar asal Indonesia EVOS Esports baru saja mengumumkan kolaborasi terbarunya dengan brand apparel ternama asal Jerman PUMA. Kerja sama ini pertama kali diumumkan melalui kanal YouTube EVOS Esports dengan video berdurasi 50 detik bertemakan #PlayHarder.
Walaupun begitu, kolaborasi ini hanya mencakup divisi EVOS Esports MY/SG (Malaysia dan Singapura). Belum ada informasi lebih lanjut tentang mengapa kerja sama ini tidak mencakup “markas besar” EVOS Esports di Indonesia.
Koleksi merchandise kolaborasi dari kedua merek raksasa ini meliputi tracksuit, kaos, serta sejumlah pakaian lifestyle seperti jogger pants, topi, dan jaket. Penggemar yang membeli koleksi terbaru EVOS Esports dengan PUMA ini akan mendapatkan kode khusus yang dapat ditukarkan dengan item eksklusif di game Mobile Legends: Bang Bang, yaitu EVOS Emote.
“Kami sangat senang dapat berkolaborasi dengan merek global seperti PUMA, yang benar-benar memahami value bisa terhubung dengan generasi muda melalui esports.
Kami menantikan kolaborasi yang bermakna bersama dan memperdalam kecintaan merek dan menciptakan kesadaran yang lebih besar tentang PUMA dengan audiens esports yang cerdas.” Ujar Ivan Yeo, Co-Founder dan CEO EVOS Esports dalam keterangan pers.
Dengan ini, PUMA akan bergabung dengan merek-merek non-endemik esports lainnya yang telah terlebih dahulu menggandeng tim bertagar #EVOSRoar ini. Beberapa brand yang telah terlebih dahulu bekerja sama dengan EVOS meliputi produk grooming pria AXE, perusahaan keuangan global VISA, dan e-commerce asal Singapura Lazada.
Steven Tan, Country Manager PUMA Malaysia berkata, “kami sangat senang bekerja sama dengan EVOS Esports dalam kemitraan produk ini. Bekerja dengan EVOS Esports adalah cara yang bagus tentang bagaimana tim PUMA regional dapat terlibat dengan esports dan game secara bermakna di tingkat lokal. Melalui kemitraan produk dengan EVOS Esports, kami percaya bahwa PUMA akan terus memimpin dalam mempopulerkan pertumbuhan industri ini. ”
Beberapa tahun belakangan, semakin banyak perusahaan non-endemik yang tertarik untuk masuk ke dunia esports. Alasannya, mereka tertarik untuk mendekatkan diri dengan audiens esports, yang kebanyakan merupakan generasi milenial dan gen Z. Di Indonesia, tren ini juga terjadi. Tidak jarang, turnamen atau kegiatan esports disponsori oleh perusahaan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan esports, seperti bank atau perusahaan e-commerce.
Dampak Esports ke Bisnis Non-Endemik
BCA telah terjun ke dunia esports sejak 2018. Ketika itu, mereka mengadakan promosi bersama UniPin. Tahun lalu, mereka juga mendukung Piala Presiden. Armand Hartono, Deputy President Director BCA menjelaskan dampak yang dirasakan oleh BCA setelah ikut aktif dalam mendukung kegiatan esports dalam acara bertajuk “Leverage Your Business with Esports” yang diadakan pada Rabu, 28 April 2021. Dia mengungkap, salah satu efek positif yang BCA dapatkan adalah branding yang lebih kuat, khususnya di kalangan fans esports.
“Perkembangan esports tidak seperti olahraga tradisional, yang perlu hingga puluhan tahun. Pertumbuhan esports eksponensial,” ujar Armand. Lalu, kenapa BCA menargetkan fans esports? Armand menjelaskan, BCA tertarik untuk mendekatkan diri dengan komunitas esports adalah karena di Indonesia, generasi muda memang mendominasi demografi negara. “Kita mengikuti demografi Indonesia, memang banyak yang muda. Kita ikuti apa yang mereka mau. Dengan begitu, kita akan lebih diterima di kalangan generasi muda,” katanya.
Sementara itu, keuntungan konkret yang didapatkan oleh BCA dengan aktif di dunia esports adalah meningkatnya jumlah transaksi di aplikasi mereka. Armand bercerita, pada aplikasi BCA Mobile, terdapat fitur lifestyle, yang dapat digunakan untuk membeli tiket pesawat, voucher game, dan produk lain terkait gaya hidup. Dia mengungkap, pembelian voucher game berkontribusi 70% dari total transaksi di aplikasi tersebut. Meskipun begitu, dia mengatakan, dari segi nilai transaksi, pembelian tiket travel tetap lebih besar.
Tak hanya pelaku bisnis, bahkan pemerintah pun menunjukkan ketertarikannya pada sektor esports. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno menyebutkan, salah satu alasan mengapa pemerintah kini semakin tertarik dengan dunia game dan esports adalah karena kedua industri itu terbukti bisa bertahan melalui pandemi. Memang, secara global, industri game justru diuntungkan oleh pandemi. Sementara itu, banyak turnamen esports yang menjadi pengganti dari kompetisi olahraga tradisional. Walau, tak bisa dipungkiri, sebagian pelaku esports mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan selama pandemi.
Ke depan, Sandiaga berharap, event esports akan bisa digelar di kawasan wisata yang menjadi prioritas pemerintah, seperti Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupan. Harapannya, hal ini akan mendorong wisatawan untuk berkunjung ke tujuan wisata tersebut. Memang, sebelum pandemi, terbukti bahwa event offline esports bisa menarik pengunjung dari luar kota atau bahkan dari luar negeri. Misalnya, turnamen Rainbow Six Siege Raleigh Major yang diadakan pada 2019 memberikan sumbangan ekonomi langsung sebesa sekitar Rp20,5 miliar.
Mengembangkan Game Esports Lokal, Mungkinkah?
Industri game di Indonesia punya potensi yang cukup besar. Berdasarkan data dari Newzoo, pada 2019, Indonesia merupakan pasar gaming terbesar ke-16 di dunia, dengan nilai industri mencapai US$1,31 miliar. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara dengan pasar gaming terbesar. Sementara itu, menurut perkiraan dari Statista, nilai industri game di Indonesia akan mencapai US$1,49 miliar. Mobile game menjadi kontributor utama, diikuti oleh game PC dan game konsol.
Dari segi popularitas, Mobile Legends: Bang Bang masih menjadi raja di Indonesia. Sementara gelar game terpopuler kedua diduduki oleh PUBG Mobile, diikuti oleh Free Fire di posisi ketiga. Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di bawah, semua game terpopuler di Indonesia merupakan game esports, menurut data dari GDP Venture.
Walau industri game punya potensi besar di Indonesia, pemerintah sadar bahwa kebanyakan game yang beredar di Tanah Air merupakan game buatan developer asing. Begitu juga dengan game-game esports yang populer di Indonesia; kebanyakan merupakan game dari mancanegara. Karena itu, pemerintah ingin mendorong developer lokal agar bisa membuat game esports. Terciptalah Lokapala, yang akan dipertandingkan di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2021.
Ketika ditanya tentang potensi pengembangan ekosistem game esports lokal, Co-founder EVOS Esports, Hartman Harris percaya, hal itu bukan sesuatu yang tidak mungkin. “Sekarang, medan esports sangat Jakarta-sentris. Karena, dari segi infrastruktur, seperti stadion dan lain-lain, masih terpusat ke Jakarta. Tidak tertutup kemungkinan, dalam satu atau dua tahun ke depan, komunitas esports akan lebih tersebar, ke Kalimatan, Sulawesi, atau bahkan Papua,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hartman menyarankan, bagi developer yang hendak membuat game esports, mereka harus memerhatikan komunitas dari game itu. Dia menyebutkan, developer sebaiknya fokus untuk membangun komunitas gamer yang berkualitas, tanpa harus terlalu terpaku pada kuantitas. “Satu orang gamer yang benar-benar hardcore itu lebih berharga dari satu juta followers yang nggak aktif sama sekali,” ungkapnya. “Komunitas yang hiperlokal itu sangat berharga.”
Sementara itu, Hans Saleh, Country Head, Garena Indonesia percaya, hanya karena telah ada game esports yang populer di Indonesia, hal itu bukan berarti tidak ada ruang bagi game esports lain. Dia mengatakan, beberapa game esports bisa tumbuh bersama tanpa harus saling menganibal viewers atau gamers satu sama lain. “Penonton kan bisa saja mau menonton lebih dari satu game atau turnamen,” ujarnya. Dia membandingkan skena esports dengan dunia olahraga tradisional. Tidak tertutup kemungkinan, fans sepak bola menonton pertandingan basket. Begitu juga dengan game esports.
Soal karakteristik game esports, Hans menjelaskan, salah satu hal yang membedakan game esports dengan kebanyakan game lainnya adalah game esports cenderung lebih kompetitif. Selain itu, kebanyakan gamer yang bermain game esports cenderung lebih serius. Pasalnya, mereka memang ingin mengejar gelar juara.