Nodeflux startup pengembang solusi teknologi berbasis AI mengumumkan kolaborasinya dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) bagian IC Lab Design. Kolaborasi ini merupakan langkah awal kedua belah pihak untuk melakukan riset dan pengembangan hardware Deep Learning Inference Chip (DLIC).
Dijelaskan DLIC ini didesain memiliki arsitektur deep learning yang diimplementasikan di level perangkat keras. Dengan itu diharapkan proses komputasi bisa lebih cepat dengan konsumsi daya yang lebih rendah. Algoritma yang akan diimplementasikan di dalam IC spesifik yang dikembangkan Nodeflux.
DLIC merupakan salah satu komponen dasar perangkat komputer berbentuk sirkuit terpadu yang bekerja dengan menggunakan serangkaian algoritma deep learning melalui data visual berupa foto, gambar, dan video. Perangkat dapat menghasilkan data yang terstruktur serta menghasilkan informasi yang bernilai sebagai bahan pemangku kepentingan dalam membuat keputusan strategis.
Proyek kolaborasi ini akan berjalan kurang lebih 12 bulan melalui pengembangan DLIC secara bertahap. Co-founder & CTO Nodeflux Faris Rahman menjelaskan bahwa pengembangan DLIC ini akan berlangsung dalam beberapa tahap. Untuk tahap awal seperti sekarang ini yang dilakukan adalah desain arsitektur, baik dari sisi algoritma yang diimplementasikan dan juga komponen-komponen hardware untuk bisa mengabstraksi algoritma tersebut.
Selanjutnya adalah synthetizing dan development. Fase untuk menentukan parameter-parameter ajuan yang ingin dicapai, seperti kapasitas operasi komputasi per satuan waktu, kecepatan komputasi, dan performa akurasi dari komputasi.
“Berikutnya adalah testing dan verification untuk memastikan semua parameter acuan tercapai. Dalam kerja sama ini kita akan coba lihat performa dari desain arsitekturnya yang akan di prototipe, dalam bentuk Single Board Computer. Selanjutnya, jika kita sudah memverifikasi kemampuan dari desain arsitekturnya, kita akan melakukan kerja sama lanjutan untuk bisa masuk ke tahap desain fabrikasinya,” terang Faris.
Saat ini penggunaan DLIC masih terbatas untuk solusi-solusi terkait produk Nodeflux di Vision AI melalui VisionAIre. Namun tidak menutup kemungkinan untuk dikembangkan secara masal, namun perjalanan masih panjang mengingat ini baru dalam tahap awal.
This September, the National Institution of Standards and Technology (NIST) has welcomed the quality of an algorithm made by an Indonesian based AI tech company, Nodeflux. They put Nodeflux in the 25th position from a total of 90 AI tech companies competing in the Face Recognition Vendor Test (FRVT), with those from China and Russia in the same category.
NIST is a standardize institution and science & technology laboratory under the US Trading Department. It was to create a greater battle in tech development worldwide. One of the programs is FRVT as the fine benchmark of face recognition based on its algorithm.
“NIST benchmark is very helpful for vendors using face recognition to gain an assessment of its technology. Nodeflux, in the 25th place for the Wild 1E-4 dataset category worldwide, is making us very proud for bringing the Indonesian’ tech development to the global competition,” Nodeflux‘ Co-Founder and CEO, Meidy Fitranto said.
The assessment has three categories, Visa, Mugshot, and Wild Dataset by evaluating the identification performance through scenarios, ethnics, gender, and ages. The dataset testing works on some scenarios on field, such as territorial borders, ID access, and city safety.
Face recognition was done with a comparison concept between input and reference images consist of two types, 1:1 (one to one), comparison of 1 input image with 1 reference image and 1:N (one to many), comparison of 1 input image with various images of all sides.
“In order to get into the Wild 1E-4 dataset category for the 1:1 type, our engineers are passing through the FRTV trial program assessment. In competition with AI giants from China and US is one challenge. We keep running trial to get the most accurate performance, up to this position. Furthermore, there will be improvements for the current technology,” Nodeflux’ Co-Founder and CTO, Faris Rahman.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
National Institute of Standards and Technology (NIST) bulan September ini mengapresiasi kualitas algoritma pemrograman startup AI asal Indonesia. Startup tersebut adalah Nodeflux, perusahaan teknologi asal Indonesia yang fokus pada pengembangan AI. NIST menempatkan Nodeflux di posisi 25 dari 90 perusahaan teknologi AI yang bersaing dalam penilaian Face Recognition Vendor Test (FRVT), bersaing dengan perusahaan teknologi dari Tiongkok dan Rusia di kategori yang sama.
NIST merupakan lembaga standarisasi dan laboratorium bidang sains dan teknik yang berada di bawah Departemen Perdagangan Amerika Serikat. Tujuannya adalah untuk menciptakan kompetisi unggul dalam pengembangan teknologi di seluruh dunia. Salah satu program yang ada di sana adalah FRVT yang dijadikan tolak ukur kecanggihan teknologi pengenalan wajah berdasarkan algoritma pemrograman yang dipunyai perusahaan teknologi AI.
“Benchmark NIST sangat membantu para vendor yang memanfaatkan teknologi face recognition untuk mendapatkan penilaian dari kualitas teknologi yang dimiliki. Dengan peringkat ke-25 yang diraih Nodefluk untuk kategori Wild 1E-4 dataset di antara vendor dari seluruh dunia, kami sangat bangga terhadap perestasi ini untuk membawa pengembangan teknologi asli Indonesia ke dalam kompetisi global,” terang Co-Founder dan CEO Nodeflux Meidy Fitranto.
Penilaian FRVT memiliki tiga kategori penilaian, yakni Visa, Mugshot, dan Wild Dataset dengan mengevaluasi kinerja identifikasi melalui berbagai skenario, etnik, gender, dan umur. Pengujian dataset tersebut berguna untuk beberapa skenario di lapangan, misalnya untuk pengawasan perbatasan wilayah, akses ID, dan keamanan perkotaan.
Metode face recognition dilakukan dengan konsep pembanding antara wajah input dengan wajah referensi yang terbagi mejadi dua jenis, yakni 1:1 (one to one), perbandingan 1 image input dengan 1 image reference dan 1:N (one to many), perbanding 1 image input dengan beragam image dari tiap sisi.
“Untuk menempati posisi kategori Wild 1E-4 dateset ini untuk jenis 1:1, tim engineering kami berusaha melewati proses penilaian program uji FRTV. Berkompetisi dengan perusahaan raksasa AI di Cina dan US, misalnya memang menjadi tantangan. Kami terus melakukan uji coba berkelanjutan untuk mendapatkan performa akurasi terbaik, hingga menempati posisi ini. Ke depannya, tentu akan ada peningkatan berkelanjutan untuk teknologi yang dirancang,” terang Co-Founder dan CTO Nodeflux Faris Rahman.
Apa yang terbayang ketika mendengar istilah smart city? Ya, sebuah kemegahan dan kemudahan akses di sektor publik yang didukung oleh kemampuan teknologi. Untuk merealisasikan visi tersebut secara berkesinambungan, belum lama ini pengusung produk berbasis smart cityQlue menjalin kerja sama khusus bersama pengembang piranti cerdas Nodeflux.
Kerja sama strategis ini dimulai dengan seed investment (investasi tahap awal) yang diberikan oleh Qlue kepada Nodeflux. Terkait dengan jumlah investasi yang diberikan tidak diinformasikan, yang pasti proses ini menjadikan Qlue sebagai salah satu pemegang saham startup yang didirikan Meidy Fitranto dan Faris Rahman.
Kepada DailySocial, Meidy menceritakan terkait dengan kolaborasi yang akan dijalin bersama Qlue. Ia memaparkan, “Banyak sekali untuk kolaborasi yang bisa dikembangkan. Dan memang dalam banyak cases kita jalan beriringan, karena pasar klien dari Qlue secara umum sudah memiliki banyak CCTV yang sudah ter-deployed, jadi bisa kita manfaatkan untuk dijadikan pintar dan akan dikombinasikan dengan dashboard analytics Qlue.”
Sudah mulai memaksimalkan kolaborasi kedua teknologi
Kami juga menghubungi CEO Qlue Rama Raditya untuk menanyakan seputar kolaborasi antar dua startup ini. Pasca investasi ini, yang dilakukan Qlue adalah mengadopsi teknologi yang dimiliki Nodeflux ke dalam sistem smart city miliknya.
Salah satu yang sedang dikerjakan adalah proyek bersama kepolisian. Yang dilakukan adalah banyak hal, yakni melakukan analisis terhadap sesuatu yang terdeteksi oleh kamera CCTV yang dipasang. Mulai untuk menganalisis obyek, kepadatan lalu lintas, pendeteksi wajah dan sebagainya. Harapannya terbangun sebuah sistem yang nantinya akan membantu di banyak hal, seperti menemukan buronan atau pengaturan lalu lintas berdasarkan analisis trafik lalu lintas.
Rama juga menceritakan saat ini sedang bekerja sama dengan salah satu perusahaan ojek online. Fungsinya untuk mendeteksi sebaran driver di suatu wilayah. Yang jelas adanya platform Nodeflux membuat apa yang disajikan Qlue menjadi lebih komprehensif dan lebih terukur.
“Jadi yang kita adopsi adalah sistem analisis big data dan machine learning ke dalam dashboardsmart city yang kami miliki. Masih banyak inisiatif berbasis IoT yang bakal kita setup bersama Nodeflux ke depannya, untuk menguatkan platform smart city yang kami miliki,” ujar Rama dalam sebuah kesempatan wawancara.
Saat ini Nodeflux berkantor di tempat yang sama dengan Qlue. Meidy dan Rama sama-sama mengutarakan bahwa dengan menyatunya ruang kerja, keduanya dapat berkolaborasi lebih mendalam untuk mengembangkan solusi kota pintar bersama-sama.
“Awalnya saya lihat website-nya, tertarik dan langsung invest. Karena saya memang suka mereka [Nodeflux], banyak proyek kita saat ini juga dikerjakan oleh mereka, khususnya yang membutuhkan solusi analisis Nodeflux,” pungkas Rama.
Implementasi yang pas dari teknologi mampu menghasilkan sebuah pemrosesan baru yang lebih pintar, cepat dan efisien. Salah satunya seperti yang diupayakan oleh Nodeflux, startup teknologi yang mengembangkan produk berbasis distributed-computation platform.
Sederhananya sistem pemrosesan yang dimiliki Nodeflux mampu untuk mengitepretasikan data dari berbagai sumber (teks, audio, video, gambar, dan lain sebagainya) dan memadupadankan dengan operasi komputasi untuk menghasilkan sebuah analisis yang lebih bermanfaat untuk pengguna.
Salah satu yang sudah diimplementasikan adalah pemrosesan gambar dan video dari kanal media perekaman (CCTV, Webcam dan lainnya) untuk membantu bisnis mengetahui tren aktivitas tertentu. Beberapa pemrosesan yang dilakukan di antaranya deteksi orang, menghitung jumlah orang dalam kerumunan, pengenalan wajah, deteksi usia dan jenis kelamin, menghitung jumlah suatu objek, hingga memahami perilaku dalam sebuah kerumunan.
Sampai sini tentu sudah makin mudah diterka beberapa skema implementasi produk Nodeflux dalam kehidupan sehari-hari. Nodeflux didirikan oleh dua Co-Founder lulusan ITB, Meidy Fitranto dan Faris Rahman.
Memadukan teknologi komputasi canggih
Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Nodeflux Meidy menerangkan bahwa fungsi platform Nodeflux sebenarnya adalah kemampuan komputasi terdistribusi dan juga kemampuan menyebarkan “brain”, komputasi dan kecerdasan buatan secara scalable. Di sini “brain” yang dimaksud dapat digunakan untuk implementasi pada pengolahan seperti Big Data, IoT dan Machine Learning.
“Kalau untuk sekarang kami sedang berfokus mendalami penerapan Artificial Intelligence, Machine Learning dan Deep Learning di area Computer Vision. Jadi Nodeflux men-deploy brain ke CCTV, Webcam, Smartphone dan beberapa perangkat lainnya sehingga mereka mampu melakukan banyak fungsi kecerdasan di luar kemampuan awalnya. Contohnya untuk mendeteksi objek, mengklasifikasikan tipe objek dan sebagainya,” ujar Meidy.
Dari perpaduan teknologi tersebut, saat ini Nodeflux telah siap diimplementasikan untuk beberapa sektor bisnis. Untuk ritel memberikan solusi pemantauan persediaan barang, memantau arus pengunjung, menganalisis antrean, hingga menganalisis alur jalan pengunjung. Kemudian di dalam bangunan, Nodeflux dapat membantu pengelolaan parkir, sistem keamanan pintar serta manajemen kedatangan. Selain itu skema implementasi juga sudah disiapkan untuk kota pintar, transportasi, manajemen jalan tol hingga fasilitas keselamatan.
“Kita bisa menggunakan CCTV existing sebagai input source, lalu membuat CCTV yang awalnya standar menjadi pintar, dari biasanya hanya untuk kebutuhan surveillance security, bisa melakukan hal pintar seperti menghitung density kendaraan suatu jalan, identifikasi pelat nomor, mendeteksi PKL Liar, angkutan umum yang mengetem, sampah di kali, ketinggian air, dan sebagainya,” ujar Meidy lebih lanjut.
Studi kasus dan tingkat efektivitas
TransJakarta menjadi salah satu mitra studi kasus yang telah menerapkan Proof of Concept (POC) solusi Nodeflux. Yakni untuk memantau tingkat antrean kepadatan dan dilakukan analisis guna pengambilan keputusan di lapangan dalam operasional. Salah satu yang menarik juga sebuah implementasi untuk mendeteksi angkutan umum yang parkir tidak pada tempatnya, umum disebut ngetem. Ada juga implementasi untuk mengotomatiskan lampu lalu lintas berdasarkan kepadatan kendaraan di setiap arah. Dan masih banyak lagi.
Menjelaskan tentang efisiensi dalam penerapannya Meidy menjelaskan, “Contoh studi kasus, Traffic Monitoring, yang sebelumnya dilakukan manual, kini dapat dilakukan secara otomatis dan real time, reduce cost, dan informasi yang disajikan lebih reliable dan lengkap. Kemudian Stock Monitoring, yang sebelumnya harus dilakukan manual, kini dapat dilakukan dengan cara otomasi dan near real time. Mengurangi opex dan opportunity loss.”
Pada dasarnya sudah sangat jelas, masa depan penerapan teknologi memang membuat segalanya menjadi canggih dan terukur. Apa yang dikembangkan Nodeflux bisa dikatakan mencicil inovasi masa depan dari penerapan teknologi dalam dunia nyata, saat semua menjadi serba pintar dan memberikan inisght yang bermanfaat pagi penggunanya.
“Dari sisi inovasi produk, secara solusi, kami ingin bisa memberikan solusi yang signifikan dengan menggunakan pendekatan teknologi. Secara kualitas kami ingin menghasilkan produk teknologi yang mampu compete secara global. Dan dari sisi bisnis kami ingin agar bisa menjadi startup yang solutif dan terdepan dalam komputasi dan AI di Indonesia,” pungkas Meidy menjelaskan visi besarnya bersama Nodeflux.