Tumbuh suburnya industri e-commerce di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, turut membuka berbagai peluang bisnis baru. Salah satu yang coba digali adalah peranan sebagai e-commerce enabler, seperti yang dilakoni oleh perusahaan asal Thailand, aCommerce. Basis utama dari layanan aCommerce sendiri ada di sisi teknologi sistem informasi.
Teknologi sebagai fondasi dari layanan aCommerce
aCommerce berdiri pada Juni 2013 di Thailand dan secara resmi mulai beroperasi di Indonesia pada bulan Desember di tahun yang sama. Sebagai perusahaan e-commerce enabler, solusi yang disediakan oleh aCommerce adalah layanan end-to-end yang mencakup marketing, channel management, call center, fulfillment center dan logistik dalam satu platform terintegrasi.
“aCommerce bukan perusahaan logistik, […] kami itu perusahaan teknologi. Visi perusahaan kami secara teknologi adalah kami menggunakan teknologi sebagai enabler [untuk] partner kami, baik itu dari perspektif klien maupun dari perspektif platform partner kami,” ujar CEO aCommerce Indonesia Hadi Kuncoro.
Hadi juga menekankan, “aCommerce itu tidak hanya mengintegrasikan pergerakan transaksi fisik [logistik], […] tetapi enabler-nya justru dari teknologi sistem informasi.”
Sederhananya, aCommerce memiliki platform yang disebut AMP (aCommerce Management Platform) yang berperan sebagai middleware. Di dalamnya terdapat sumber daya platform teknologi yang dapat menghubungkan front end platform miliki klien hingga ke layanan logistik dari aCommerce. Platform channel management Squid yang diluncurkan pada akhir Januari silam dan SmartShip adalah core platform dalam AMP.
Selain itu masih ada juga Magento 2.0 untuk pengembangan mobile app, situs e-commerce, marketplace, atau regular website yang terdapat dalam AMP. Ada juga layanan PopShop yang lebih difokuskan untuk penanganan flash sale atau sample produk dari klien.
Salah satu tujuan aCommerce untuk mengintegrasikan sistem teknologinya adalah untuk memetakan data perilaku konsumen dari hulu ke hilir. Dari mulai berselancar mencari produk, hingga penerimaan barang. Data tersebut nantinya akan dimanfaatkan secara general untuk bantu mengambil keputusan untuk strategi klien dan juga dalam bentuk riset yang akan menjadi bagian dari kanal e-Commerce IQ.
Pendekatan konsumen dan kultur kerja
Sebagai enabler, aCommerce juga memberikan jasa konsultasi kepada kliennya. Ini merupakan langkah awal dari aCommerce untuk memahami bisnis dari kliennya. Menurut Head of Technology aCommerce Indonesia Ferdian Robianto, rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh klien pada masa konsultasi ini adalah 2-6 bulan.
Ferdian mengatakan, “Kami memberikan jasa konsultasi dengan tujuan mengedukasi calon klien [terutama yang masih awam] akan kondisi dan tren industri e-commerce saat ini. Konsultasi ini tidak hanya bersifat pengetahuan general saja, tetapi juga dalam level yang lebih jauh seperti membangun model bisnis yang efektif dan menguntungkan, market study, sampai penghitungan return of investment [ROI]. […] Tentu saja konsultasi ini opsional, semua tergantung permintaan klien.”
Seperti kebanyakan startup teknologi, aCommerce juga menerapkan Scrum, Kanban, dan stand up meeting sebagai kerangka kerja untuk menyelesaikan permasalahan kompleks dan adaptif namun di saat bersamaan dapat menghasilkan produk yang baik.
Sebagai informasi, baru-baru ini aCommerce juga telah melebarkan sayap operasional ke Bandung dan Surabaya untuk memaksimalkan dukungan terhadap metode transaksi Cash on Delivery (COD). Ke depannya, Hadi mengungkap bahwa aCommerce sedang dalam masa penjajakan untuk membangun omni-channel sebagai platform tambahan dalam AMP untuk mendukung adopsi Online-to-Offline.