Tag Archives: filipina

Bukalapak Filipina

Bukalapak Mulai Validasi Potensi Warung di Filipina

Setelah BukaGlobal, PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) kembali melanjutkan gerilya bisnisnya ke luar Indonesia. Sebagaimana dilaporkan berbagai media arus utama, Bukalapak rupanya telah resmi beroperasi di Filipina melalui brand SmartSari sejak pertengahan tahun ini.

Ketika dihubungi, pihak Bukalapak masih enggan memberikan keterangan lebih lanjut mengenai ekspansi ini.

Berdasarkan laporan tahunan Bukalapak, perusahaan tercatat telah mendirikan entitas legal SmartSari sejak April 2022 dengan persentase kepemilikan 99,99% atau setara nilai Rp2,69 triliun.

Diketahui, SmartSari merupakan bentuk duplikasi dari lini bisnis Mitra Bukalapak. Platform SmartSari memungkinkan pelaku UMKM mengembangkan bisnisnya. Salah satu keunggulan yang ditawarkan adalah pengiriman produk secara online.

Di Filipina, istilah “Sari” merujuk pada toko-toko kecil yang menjual makanan, minuman, maupun kebutuhan sehari-hari. Di Indonesia, kita mengenalnya sebagai warung.

Melalui aplikasi SmartSari, saat ini pemilik usaha baru bisa menjajakan produk  secara virtual (game voucher, pulsa). Namun, ke depannya penjualan produk dapat dilakukan di toko fisik. Kategori produk juga akan ditambah, seperti tiket, remitansi, dan pembayaran tagihan.

Kini, aplikasi SmartSari telah diunduh lebih dari 50 ribu kali di Google Play Store.

Potensi pasar Filipina

Ada beberapa tesis yang memungkinkan Bukalapak untuk memperluas lini bisnis Mitra sebagai langkah awal ekspansi.

Alih-alih masuk lewat lini Marketplace, Bukalapak melihat ada potensi pasar yang besar—serupa dengan potensi yang dimiliki Indonesia—tak lain adalah UMKM. Lagipula, sejauh ini pasar marketplace di Filipina dikuasai oleh dua pemain besar, yakni Lazada dan Shopee.

Menurut Venturra Discovery yang sudah lebih dulu menjajaki investasi di Filipina, negara tersebut memiliki sejumlah potensi besar, seperti jumlah populasi besar, demografi penduduk yang relatif muda, dan buying power terus meningkat.

UMKM merupakan fondasi utama perekonomian di Indonesia dan Filipina. Persentase pelaku UMKM di Filipina bahkan jauh lebih besar. Sebagai gambaran singkat, menurut Data Reportal, populasi Filipina per Januari 2022 mencapai 111,8 juta jiwa di mana 16,4% berada di segmen usia produktif, yakni 25-34 tahun. Pengguna internetnya sebanyak 76 juta atau 69% dari total populasi.

Sumber: Laporan e-Conomy SEA 2022 oleh Google, Temasek, dan Bain and Company
Sumber: Laporan e-Conomy SEA 2022 oleh Google, Temasek, dan Bain and Company

Kemudian, dari 1 juta pelaku bisnis yang tercatat resmi di Philippine Statistics Authority (PSA) di 2021, sebesar 99,58% adalah UMKM dan sisanya 0,42% adalah perusahaan skala besar. Dirinci berdasarkan kategorinya, 90% adalah pelaku usaha mikro, lalu 8,63% usaha kecil, dan 0,41% usaha menengah.

Laporan e-Conomy SEA 2022 oleh Google, Temasek, dan Bain and Company memproyeksikan nilai ekonomi digital Filipina sebesar $20 miliar atau tumbuh 20%  Di 2025, nilainya diestimasi tembus $35 miliar. Dari proyeksi tersebut, nilai industri e-commerce diperkirakan mencapai $14 miliar di 2022 dan diprediksi naik jadi $22 miliar di 2025. Adapun, penetrasi e-commerce di Filipina telah mencapai 88%.

Menilik kinerja Mitra Bukalapak, lini bisnis ini telah menjadi motor penggerak pertumbuhan perusahaan sejak beberapa tahun terakhir. Perlahan kontribusi pendapatannya melampaui Marketplace yang merupakan bisnis inti Bukalapak sejak awal.

Berdasarkan laporan keuangan kuartal III 2022, pendapatan Mitra naik 191% menjadi Rp1,44 triliun dibanding periode sama tahun lalu. Kontribusi terhadap total pendapatan juga naik dari 43% menjadi 53% (YoY). Saat ini, Bukalapak punya sebanyak 15,2 juta Mitra.

Application Information Will Show Up Here
Venteny Indonesia

Startup HR-Tech Venteny Rambah Segmen B2C, Incar Pengguna Individu

Startup HR-tech Venteny mengungkapkan kini aplikasinya bisa digunakan karyawan dari perusahaan mana pun secara personal. Sebelumnya untuk menggunakan layanan yang mencoba menyelaraskan kebahagiaan pegawai dengan performa bisnis, perusahaan harus berlangganan. Rencana ini akan direalisasikan pada tahun depan sebagai bagian dari ambisi Venteny menjadi ‘employee superapp’.

Startup asal Filipina ini masuk ke Indonesia sejak 2019, kini sudah menjangkau lebih dari 180 ribu pengguna dari 140 perusahaan dari berbagai skala bisnis dan vertikal industri. Sementara di negara asalnya, Venteny sudah menjangkau lebih dari 250 ribu pengguna dari pertama kali beroperasi di 2015.

Dalam konferensi pers virtual yang digelar kemarin (15/12), VP Brand Communication Venteny Riko Simanjuntak menjelaskan strategi menjangkau semua karyawan sebagai pengguna ini adalah bagian dari rencana perusahaan dalam menggarap segmen B2C untuk menikmati solusi-solusi yang telah dikembangkan.

“Kami berencana untuk menggarap segmen B2C, jadi pengguna Venteny bisa dari berbagai kalangan, terlepas perusahaannya harus bekerja sama dengan Venteny sebelumnya atau tidak,” ucap Riko.

Saat ini secara simultan Venteny menggarap dua segmen, yakni B2B dan B2B2E menawarkan berbagai solusi untuk memenuhi kebutuhan personal karyawan, mulai dari finansial, gaya hidup, hingga pengembangan skill. Perusahaan bekerja sama dengan pihak ketiga yang terpercaya dalam menyediakan solusi tersebut.

Untuk B2B, perusahaan memiliki produk Business Acceleration Program yang memungkinkan pengguna bisnis dari skala UKM untuk mendapat akses pembiayaan dalam rangka meningkatkan bisnisnya. Dalam solusi ini, Venteny menjadi penghubung bagi keduanya.

Sedangkan untuk B2B2E, terdapat berbagai solusi untuk karyawan, seperti V-Merchant untuk kebutuhan gaya hidup, V-Academy untuk pengembangan skill, V-Insurance untuk penyediaan asuransi, dan V-Nancial untuk solusi kebutuhan dana darurat yang tersedia eksklusif untuk karyawan dengan pendapatan bulanan.

Menurutnya, solusi yang ditawarkan oleh pemain seperti Venteny ini untuk menjawab kebutuhan karyawan akan semakin berkembang. Karyawan akan lebih kritis dalam memilih perusahaan terbaik untuk berkarir. Pelaku industri akan semakin agresif dalam mencari talenta terbaik yang bisa mengakselerasi tujuan perusahaan. Sehingga, perusahaan perlu mengantisipasi situasi tersebut dari sekarang dengan meningkatkan daya saing dan menekan rasio turn over yang tinggi.

Rico bilang, mitra untuk Business Acceleration Program dan V-Nancial telah memperoleh izin dari OJK. Oleh karenanya, hal ini berdampak pada peningkatan pengguna eksklusif yang naik 150% dan unduhan aplikasi yang tumbuh signifikan hingga 15 kali lipat pada tahun ini. “Artinya, di luar perusahaan, individu semakin tanggap dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan profesional dan personalnya sebagai pekerja.”

Peningkatan lainnya turut terlihat dari pertumbuhan jumlah bisnis yang bergabung sebagai klien naik hingga 115% dan pendapatan Venteny naik 200%. Pengguna bisnis Venteny ini berasal dari berbagai vertikal industri, seperti trading, jasa, ritel, hingga manufaktur. Perusahaan menetapkan sejumlah biaya admin untuk setiap solusi yang digunakan oleh pengguna bisnis sebagai strategi monetisasinya.

Rencana berikutnya

Dalam kesempatan tersebut turut hadir Founder & CEO Group Venteny Junichiro Waide. Waide menuturkan rencana Venteny berikutnya di Indonesia akan lebih masif menggarap segmen B2B2E. Pertama, membuka kantor cabang dalam mengupayakan pemerataan layanannya, seperti Jawa Timur, Sumatera, Bali, Kalimantan, hingga Indonesia Timur. Sejauh ini Venteny sudah ada di Jabodetabek, Palembang, Lampung, Surabaya, dan Banjarmasin.

Kedua, mempersiapkan program My Benefits, yang didesain khusus berdasarkan orientasi divisi HR (Human Resources) di perusahaan. Selama ini, divisi HRD kerap menemui dilema dalam menemukan titik tengah antara kebutuhan karyawan dan kemampuan perusahaan, biasanya karena anggaran dan sumber daya yang terbatas.

My Benefits mengusung skema berlangganan yang dibayarkan perusahaan untuk para karyawannya. Karyawan dapat menggunakan fitur-fitur Venteny yang eksklusif, dan tidak bisa dinikmati pengguna biasa. Hal ini dapat membantu HRD melakukan efisiensi anggaran internal dan eksternal, misalnya untuk anggaran pelatihan, asuransi, hingga penyediaan perks atau fasilitas-fasilitas penunjang gaya hidup.

“Karyawan merupakan penggerak utama bisnis perusahaan, untuk itu perusahaan perlu lebih fokus dalam menjaga motivasi dan kebahagiaan mereka sebagai individu. Perusahaan harus lebih terbuka menerapkan inisiatif-inisiatif yang menyasar tantangan tersebut. Di sinilah Venteny hadir untuk menjadi solusi bagi perusahaan tanpa harus mengeluarkan budget besar dan tenaga besar untuk membangun sistem,” jelas Jun.

Dia melanjutkan, terkait prospek bisnis di tahun depan, wilayah Asia Tenggara merupakan market yang cemerlang karena perusahaan kecil dan menengah berpotensi menjadi tulang punggung perekonomian negara. Menurut data Asian Development Bank, kontribusi perusahaan SME di Indonesia terhadap GDP (Gross Domestic Product) mencapai 61%.

Perusahaan SME dinilai dapat menyerap jutaan tenaga kerja. Situasi tersebut melahirkan lebih banyak tantangan lain, seperti kompetisi menjaring talenta terbaik, retensi karyawan, masalah produktivitas, serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat. “Dalam beberapa tahun ke depan, SME akan menjadi pusat perekonomian, jika SME berkembang, maka perekonomian negara ikut berkembang,” pungkas dia.

Application Information Will Show Up Here

Sembrani Kiqani and Bukalapak Invest in the Philippines’ Play-to-Earn Gaming Startup

Sembrani Kiqani, a managed fund by BRI Ventures (BVI), and the unicorn startup Bukalapak were participated in the Yield Guild Games Southeast Asia (YGG SEA) $15 million investment through two financing rounds.

YGG SEA will use the fresh money to encourage the play-to-earn based games adoption in the Southeast Asia region. On the general note, YGG SEA is a decentralized autonomous organization (DAO) under the Yield Guild Games (YGG), a blockchain-based game developer startup from the Philippines.

Sembrani Kiqani is BVI’s latest investment vehicle targeting the direct-to-consumer (D2C) sector and blockchain and its derivatives, including cryptocurrencies. BVI is currently driving its investment to strengthen Indonesia’s crypto ecosystem.

In addition, YGG SEA also raised funding from several investors including Crypto.com Capital, Animoca Brands, MindWorks Ventures, Poloniex, Jump Capital, and Overseas Bank Venture Management. Last August, YGG SEA had received early stage funding led by YGG and Infinity Ventures Crypto.

YGG SEA is led by Evan Spytma as Co-Founder & CEO. YGG’s other co-founders are Dan Wang (previously leading Riot Games operations in China) and Irene Umar (Managing Partner of Discovery Nusantara Capital, an Indonesia-based VC gaming startup).

Expansion plan

With the participation of Bukalapak and Sembrani Kiqani, YGG SEA will set Indonesia as one of its main targets for the expansion in Southeast Asia, followed by Vietnam, Singapore and Thailand. After these four countries, then YGG SEA will further expansion throughout the Southeast Asia region.

The latest investment will help the company take the targeted offerings to the regional gaming community. The company will support the development of play-to-earn games in each country to accumulate game assets that will be useful to build a player base in the local market.

“SubDAOs, such as YGG SEA will be at the core of YGG’s worldwide expansion strategy given its power of local wisdom and networks,” YGG’s Co-founder, Gabby Dizon said.

Furthermore, DAO utilizes an open source protocol on a blockchain based on smart contracts. Its primary purpose is to provide an automated way of executing governance decisions. The DAO on YGG is based on smart contracts built on Ethereum.

Play-to-earn concept

Play-to-Earn (P2E) is one of the NFT concept derivatives in gaming that is getting more popular. Blockchain technology allows players to buy and sell digital assets in the form of games. In Indonesia alone, there are several developers have penetrate this segment, Soulcops is one of them.

Currently, there are 3,000 digital cards by collectors available in Soulcops before the official mobile game release next year. Collectors can play later with the NFT collections with each rarety to achieve objectives while playing, and upgradable along with other weapons and utilities to create stronger characters. Also, it can produce token that can be exchanged for real money as an implementation of P2E.

In addition, there are several other game products that leads to NFT-based concepts, including Arkipelago, Reality Chain, and Meta Forest Society.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

YGG SEA Bukalapak BVI

Sembrani Kiqani dan Bukalapak Berinvestasi di Startup Game “Play-to-Earn” Filipina

Sembrani Kiqani, dana kelolaan milik BRI Ventures (BVI), dan startup unicorn Bukalapak terlibat dalam investasi di Yield Guild Games Southeast Asia (YGG SEA) yang berhasil mengumpulkan $15 juta lewat dua putaran pembiayaan (financing round).

Pendanaan tersebut akan digunakan YGG SEA untuk mendorong adopsi game berbasis play-to-earn di kawasan Asia Tenggara. Sebagai informasi, YGG SEA merupakan organisasi otonom terdesentralisasi (DAO) di bawah naungan Yield Guild Games (YGG), startup pengembang game berbasis blockchain asal Filipina.

Sembrani Kiqani merupakan kendaraan investasi terbaru BVI yang menyasar sektor direct-to-consumer (D2C) serta blockchain dan turunannya, termasuk cryptocurrency. BVI memang tengah mendorong investasinya untuk memperkuat ekosistem kripto di Indonesia.

Selain Bukalapak dan BVI, YGG SEA juga mengamankan pendanaan ini dari sejumlah investor antara lain Crypto.com Capital, Animoca Brands, MindWorks Ventures, Poloniex, Jump Capital, dan Overseas Bank Venture Management. Sebelumnya pada Agustus lalu, YGG SEA telah menerima pendanaan tahap awal yang dipimpin YGG dan Infinity Ventures Crypto.

YGG SEA dipimpin Co-Founder & CEO Evan Spytma. Co-Founder YGG lainnya adalah Dan Wang (sebelumnya mengepalai operasi Riot Games di Tiongkok) dan Irene Umar (juga menjadi Managing Partner Discovery Nusantara Capital, VC startup gaming berbasis di Indonesia).

Rencana ekspansi

Dengan keterlibatan Bukalapak dan Sembrani Kiqani, YGG SEA akan membidik Indonesia sebagai salah satu target utama ekspansinya di Asia Tenggara, diikuti dengan Vietnam, Singapura, dan Thailand. Usai ekspansi ke empat negara ini, barulah YGG SEA akan melancarkan ekspansinya ke seluruh kawasan Asia Tenggara

Investasi terbaru ini akan membantu perusahaan untuk membawa targeted offering ke komunitas gaming di regional. Perusahaan akan mendukung pengembangan game berbasis play-to-earn di setiap negara sehingga dapat mengumpulkan aset game yang dapat digunakan untuk membangun basis pemain di pasar lokal.

“SubDAO seperti YGG SEA akan menjadi inti dari strategi ekspansi YGG di seluruh dunia mengingat mereka memiliki kekuatan pada pengetahuan dan jaringan lokal,” ujar Co-founder YGG Gabby Dizon.

Lebih lanjut mengenai YGG SEA, DAO memanfaatkan protokol open source pada blockchain dengan berbasis smart contract. Tujuan utamanya adalah menyediakan cara otomatis dalam melaksanakan keputusan tata kelola. DAO pada YGG berbasiskan smart contract yang dibangun di atas Ethereum.

Konsep Play-to-Earn

Play-to-Earn (P2E) adalah salah satu turunan dari konsep NFT pada game yang akhir-akhir ini terus naik daun. Teknologi blockchain memungkinkan pemain melakukan jual-beli dan memperdagangkan aset digital dalam bentuk game. Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa pengembang yang masuk ke sana, salah satunya Soulcops.

Saat ini, terdapat 3 ribu kartu digital dalam Soulcops yang sudah dapat dibeli oleh kolektor sebelum mobile game resmi dirilis pada tahun depan. Kolektor nantinya dapat memainkan koleksi NFT mereka karena masing-masing memiliki rarety yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan saat bermain game, serta dapat di-upgrade dengan senjata dan utilitas lain dalam membuat karakter yang lebih kuat. Hal lainnya adalah mendapat token yang dapat ditukar dengan uang nyata sebagai implementasi dari P2E.

Selain itu, terdapat beberapa produk game lain yang juga mengarah ke konsep berbasis NFT, di antaranya Arkipelago, Reality Chain, dan Meta Forest Society.

Timothy “Tims” Randrup Bergabung dengan BOOM Esports, Mobile Premier League Dapat Investasi US$150 Juta

Minggu lalu, BOOM Esports mengumumkan bahwa Timothy “Tims” Randrup telah bergabung dengan tim DOTA 2 mereka. Sementara itu, T1 mengungkap kerja sama mereka dengan marketplace NFT, Swappable. Dan Mobile Premier League dari India berhasil mendapatkan investasi Seri E sebesar US$150 juta. Di Filipina, Collegiate Center for Esports ingin mengembangkan ekosistem esports di tingkat mahasiswa dengan menggelar turnamen esports untuk universitas.

BOOM Esports Tanda Tangani Kontrak dengan Timothy “Tims” Randrup

Pada Jumat, 17 September 2021, BOOM Esports mengumumkan bahwa pemain support asal Filipina, Timothy “Tims” Randrup akan bergabung dengan tim Dota 2 mereka. Bernaung di bawah TNC Predator selama 4 tahun, Tims berhasil membangun reputasi sebagai salah satu pemain support terbaik. Bersama TNC, Tims berhasil memenangkan MDL Chengdu Major. Selain itu, mereka berhasil masuk ke 12 besar di The International pada 2017 dan 2019, lapor Yahoo News.

T1 Kerja Sama dengan Marketplace NFT, Swappable

Organisasi esports asal Korea Selatan, T1 Entertainment & Sports, baru saja mengungkap kerja sama antara tim DOTA 2 mereka dengan Swappable, marketplace untuk NFT. Di situs resminya, Swappable mengungkap, dengan kerja sama ini, fans T1 akan bisa membeli “sejarah dan pernak-pernik collectables T1″. NFT pertama yang akan dirilis dari kerja sama ini adalah T1 genesis NFT. Pemilik dari NFT itu dikabarkan akan punya “hak eksklusif”.

Sebagai bagian dari kerja sama ini, logo Swappable juga akan disematkan di jersey tim Dota 2 T1, yang akan berlaga di The International 10 pada Oktober 2021. Sayangnya, seperti yang disebutkan oleh Esports Insider, tidak diketahui berapa nilai kerja sama antara T1 dan Swappable.

Dapat Kucuran Dana Segar, MPL Bakal Ekspansi ke AS

Mobile Premier League telah mendapatkan pendanaan Seri E, senilai US$150 juta. Dengan begitu, valuasi dari perusahaan asal India itu mencapai US$2,3 miliar. Seri pendanaan kali ini dipimpin oleh perusahaan investasi swasta, Legatum Capital. Beberapa perusahaan lain yang ikut serta dalam pendanaan kali ini antara lain Sequoia, SIG, RTP Global, Go-Ventures, Moore Strategic Ventures, Play Ventures, Base Partners, Telstra Ventures, dan Founders Circle Capital.

MPL menyebutkan, dana investasi ni akan mereka gunakan untuk melakukan ekspansi global. Selain itu, mereka juga akan menggunakan dana itu untuk mengembangkan teknologi yang mereka gunakan serta memperkuat posisi mereka di pasar esports India.

MPL baru saja mendapatkan kucuran dana. | Sumber: Kompas

“Investasi ini merupakan pengakuan akan potensi dari pasar game dan esports India, serta pengakuakn akan kemampuan MPL untuk melakukan ekspansi global,” kata CEO dan Co-founder MPL, Sai Srinivas, menurut laporan GamesIndustry. “Kesuksesan MPL di India dan Indonesia membuat kami menjadi lebih berani untuk meluncurkan platform kami di Amerika Serikat, salah satu pasar game paling besar di dunia.”

CCE Buat Kompetisi Esports untuk Universitas di Filipina

Industri esports justru berkembang pesat di tengah pandemi COVID-19. Sekarang, bahkan murid sekolah dan mahasiswa pun tertarik untuk ikut serta di dunia esports. Melihat kesempatan itu, Collegiate Center for Esports (CCE) mencoba untuk mengembangkan ekosistem esports di tingkat universitas. Salah satu hal yang mereka lakukan adalah menggelar kompetisi esports untuk mahasiswa. Kompetisi pertama yang mereka adakan merupakan pertandingan 1v1 di Mobile Legends: Bang Bang. Bulan depan, mereka berencana untuk menggelar 5-on-5 MLBB Varsity Cup. Jika kompetisi itu terbukti diminati, CCE berencana untuk mengadakan kompetisi tersebut secara rutin.

Esports adalah satu satu bidang yang tengah tumbuh, tidak hanya di kalangan generasi muda. Dan walau belum berumur panjang, industri esports punya potensi besar. Saya tidak sabar untuk melihat bagamana industri esports tumbuh di masa depan,” kata Director Lyceum of the Philippines University, Hercules Callanta, dikutip dari ABS CBN. Lyceum adalah salah satu universitas yang akan ikut serta dalam liga yang digelar CCE. Mereka juga merupakan universitas pertama di Filipina yang membuat jurusan Science in Esports, dengan penjurusan Esports Management dan Game and Design Development.

Perusahaan Telekomunikasi Filipina Berkomitmen Dukung Ekosistem Esports Lokal

Perusahaan telekomunikasi Filipina, Globe mengungkap bahwa mereka akan terus mendukung pemain dan kreator konten esports serta developer game. Dalam pernyataan resmi, Globe mengatakan bahwa mereka ingin menawarkan produk dan layanan yang memungkinkan mereka untuk menjadi bagian dari komunitas esports Filipina. Tidak aneh jika Globe tertarik untuk menjajaki dunia game dan esports, mengingat sekitar 40 juta warga Filipina menonton konten gaming.

Globe kerja sama dengan Mineski untuk gelar Philippine Pro Gaming League.

Sejauh ini, Globe pernah bekerja sama dengan Mineski untuk menggelar Philippine Pro Gaming League, turnamen esports nasional untuk VALORANT dan Wild Rift. Selain itu, Globe juga berencana untuk memberikan dukungan ekstra bagi para kreator gaming. Sekarang, mereka telah bekerja sama dengan Niantic, developer dari Pokemon Go. Kerja sama itu merupakan bagian dari usaha mereka untuk menggelar jaringan 5G, lapor ABS CBN.

Sumber header: Join Dota

Xendit Investasi Dragonpay

Xendit Berinvestasi ke Startup Fintech Filipina Dragonpay

Startup fintech asal Filipina, Dragonpay, mengumumkan telah mendapatkan pendanaan strategis dari Xendit. Aksi ini menyusul ekspansi yang dilakukan oleh Xendit ke pasar Filipina sejak tahun lalu; ini menjadi basis operasi kedua mereka setelah di Indonesia.

Didirikan sejak tahun 2010, Dragonpay menyediakan solusi pembayaran mirip seperti yang disediakan oleh Xendit, termasuk di dalamnya kapabilitas payment gateway. Di pasar Filipina sendiri, Covid-19 tengah mempercepat adopsi sistem pembayaran online, karena sebelumnya transaksi tunai masih mendominasi.

Investasi ini melanjutkan pendanaan seri B yang diterima Dragonpay tahun 2020 lalu. Diharapkan dukungan Xendit dapat mempercepat inovasi produk dan ekspansi layanan sehingga dapat merangkul lebih banyak pedagang [online] mengadopsi layanan pembayaran digital.

Startup Indonesia di Filipina

Gojek, JavaMifi, Kredivo, Passpod Dana Cita, Investree, dan Kredit Pintar adalah daftar startup lokal yang saat ini sudah mulai menjajakan layanannya di Filipina.

Dalam sebuah kesempatan, Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi mengatakan bahwa pasar UMKM untuk bisnis fintech di sana masih sangat besar potensinya. Perbankan belum memberikan pelayanan secara menyeluruh, padahal sektor ini menyumbang 35% terhadap PDB negara, mempekerjakan lebih dari 60% tenaga kerja lokal.

Menurut laporan e-Conomy SEA 2020, ekonomi internet di Filipina telah membukukan GMV hingga $7,5 miliar di tahun 2020. Diproyeksikan bertumbuh hingga $28 miliar pada tahun 2025 mendatang. Dengan lebih dari 108 juta populasi [terbesar kedua di SEA setelah Indonesia], pasar ini akan menjadi signifikan. Meskipun saat ini secara nilai masih berada di peringkat ke-6 setelah Indonesia, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Singapura.

Investasi ke startup Filipina

Salah satu pemodal ventura yang sudah mulai menjajaki ekosistem startup di Filipina adalah Venturra Discovery. Awal tahun ini mereka berinvestasi ke Podcast Network Asia (PNA), startup podcast di sana.

Kepada DailySocial, Partner Venturra Discovery Raditya Pramana menyampaikan bahwa Filipina memiliki banyak keunikannya. Tidak sekadar populasinya yang besar, tetapi secara demografi penduduknya relatif muda, buying power juga semakin meningkat.

Terkait hipotesisnya untuk berinvestasi di startup podcast di sana ia menyampaikan, secara kultur Filipina banyak dipengaruhi dengan budaya Amerika. Konten podcast yang sudah banyak dan berkualitas di Amerika menjadi populer di Filipina dan itulah yang membuat industri podcast di sana bisa berkembang lebih dulu dibanding negara Asia Tenggara lainnya.

Venturra Filipina

Venturra Discovery Mulai Jajaki Investasi Startup di Filipina

Setelah akhir tahun lalu Venturra Discovery agresif membidik peluang investasi startup di Vietnam, awal tahun 2021 ini mereka mencoba memperluas lagi jangkau invetasinya. Diawali dengan keterlibatannya dalam pendanaan tahap awal startup asal Filipina, Podcast Network Asia (PNA) senilai $750 ribu.

Kepada DailySocial, Partner Venturra Discovery Raditya Pramana menyebutkan, Filipina adalah negara yang memiliki banyak keunikannya. Tidak cuma jumlah penduduknya banyak, tetapi secara demografi penduduknya relatif muda, buying power juga semakin meningkat.

“Secara kultur, Filipina banyak dipengaruhi dengan budaya Amerika. Konten podcast yang sudah banyak dan berkualitas di Amerika menjadi populer di Filipina dan itulah yang membuat industri podcast di sana bisa berkembang lebih dulu dibanding negara Asia Tenggara lainnya.”

Lebih lanjut Raditya menyebutkan, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi Venturra Discovery untuk masuk ke industri baru ini. Ia mengatakan sangat tertarik dengan industri podcast yang sedang bertumbuh pesat secara global.

Setahun belakangan ini, jumlah kreator podcast dan pendengar di Asia Tenggara melejit jumlahnya, khususnya di Indonesia dan Filipina. Apalagi pada masa Covid-19, semua orang bekerja di rumah, semakin menambah banyaknya jumlah pendengar.

Podcast saat ini masih dalam tahap awal di Asia Tenggara. Saat kita melihat podcast dengan tangga lagu teratas, sebagian besar diluncurkan dalam satu tahun terakhir. Industri ini memiliki momentum yang kuat, karena platform streaming audio menggandakan segmen ini. Kami yakin kami dapat memberdayakan para kreator untuk meningkatkan dan mengkomersialkan konten mereka melalui analisis data dan dukungan produksi,” kata Raditya.

Rencana ekspansi PNA

Para pendiri PNA
Para pendiri PNA

Bukan hanya di Indonesia yang mulai mengalami pertumbuhan jumlah kreator podcast, di Filipina ternyata juga saat ini makin marak platform podcast yang menawarkan konten beragam kepada target pengguna. Selama pandemi, PNA mengklaim mendapati pertumbuhan hingga 93 acara saat ini, dengan 4 acara eksklusif di Spotify.

Perusahaan juga akan memanfaatkan Podmetrics.co, data analitik PNA dan marketplace iklan, untuk melayani dan memberikan peluang monetisasi ke pasar podcast global. Saat ini, terdapat 415 podcast yang menggunakan platform tersebut, namun, dengan peluncuran Podmetrics Marketplace, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah.

Pendanaan ini juga rencananya akan dimanfaatkan oleh PNA untuk melakukan ekspansi di luar Filipina. Negara seperti Indonesia dan Thailand hingga Malaysia kemudian menjadi target perluasan wilayah PNA selanjutnya.

“Kami sangat gembira dengan apa yang dapat dilakukan investasi ini – dengan Filipina sebagai negara dengan pertumbuhan tercepat ke-6 dalam hal jumlah pendengar ditambah pendengar kami sendiri, yang sudah mencapai 10 juta. Kami dapat meningkatkan dan melanjutkan momentum yang telah kami bangun di industri podcast di Filipina dan mereplikasinya di seluruh wilayah,” kata Founder & CEO Podcast Network Asia Ron Baetiong.

Gambar Header: Depositphotos.com

Investree Philippines Obtains SEC Approval to Continue Operation

Investree Philippines, a joint venture between Filinvest Development Corp and Investree, has officially secured a license agreement to operate the crowdfunding platform from the Philippine Securities and Exchange Commission (SEC). This news also marks the issuance of the first Philippines’ company licensing, after the SEC released new rules and regulations in 2019.

Quoting from the Philippine Information Agency, the license obtained by Investree Philippines as a crowdfunding broker and this funding portal is valid for one year and is required to comply with certain rules. Approaching one year, to be precise in the 11th month of operation, the SEC will examine for an extension.

Investree works with a Singapore legal entity, Investree Singapore Pte. Ltd., in the establishment of this joint venture.

Similar to Investree Indonesia, Investree Philippines has an ambition to address a credit gap of more than $200 billion for SMEs with difficulty accessing funding in the Philippines. In order to make this happen, by connecting SMEs and startups with institutional investors through a crowdfunding marketplace.

“FDC is proud to be able to present the first official and licensed platform in the Philippines and contribute to the development of SMEs through Investree Philippines. [..] We believe that Investree can be the best solution for SMEs who want to rebuild and develop their businesses, while at the same time supporting the country’s economic recovery and growth,” FDC’s President and CEO Josephine Gotianun-Yap said in an official statement, Friday (15/1 ).

Investree’s Regional Co-Founder & CEO Adrian Gunadi added that the strong FDC ecosystem, including EastWest Bank and its understanding of the local market, will seamlessly connect lenders and SMEs. “In synergy with FDC, we now have a solid operating and business model to ensure optimal service in order to support the growth of SMEs in the Philippines region.”

In Southeast Asia, SMEs in general still have much greater financial needs, even though they are considered businesses with microfinance needs. Yet, too small to be served effectively by the general banking model. This is because SMEs are often constrained by problems such as lack of collateral and credit history which are usually required by banks, thus creating a financial credit gap for this middle segment.

Especially in the Philippines, this segment is underserved. In fact, SMEs contribute 35% of the country’s GDP, employing more than 60% of the local workforce.

“With the support of FDC, Investree Philippines will leverage the power of technology and data to develop and use a robust risk assessment model that will help and accelerate the credit assessment process in banks and lending institutions in general,” said f (dev) Managing Director Xavier Marzan. f (dev) is FDC’s subsidiary which is engaged in venture and innovation.

Investree Philippines is the second Investree expansion, after Thailand, which started in early 2019. In Thailand, Investree uses the eLoan brand and cooperates with local partners who understand the conditions in the field.

As of November 2020, Investree has booked a total loan facility of Rp7.7 trillion and a disbursed loan value of Rp.5.5 trillion. The average rate of return is 16.8% per year and the average TKB90 is 99%.

About overseas expansion from Indonesia

Indonesia is a ready ecosystem to plant a service until it “blooms”. When it is considered successful, it has a significant position here, it means that there is a sure guarantee that the service can be carried outside Indonesia, especially to Southeast Asia with more or less the same family, culture, and behavior.

Supported by sufficient capital, a handful of local startups are confident to be free of the cage. Investree and DanaCita are two companies born from fintech lending. Most companies arrived from overseas, mostly from Singapore, entering Indonesia by localizing their brand.

The rest is still just a plan, which may be delayed due to the Covid-19 pandemic. Apart from that, successful startup verticals have entered a number of countries in Southeast Asia, including Gojek, Ruangguru, Traveloka, Sociolla, PasarPolis, and Xendit.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Investree Philippines, perusahaan patungan Filinvest Development Corp dan Investree, mengantongi izin platform crowdfunding dari Komisi Sekuritas dan Bursa Filipina (SEC)

Perusahaan Patungan Investree di Filipina Dapatkan Izin dari Otoritas Setempat

Investree Philippines, perusahaan patungan antara Filinvest Development Corp dengan Investree, resmi mengantongi persetujuan izin mengoperasikan platform crowdfunding dari Komisi Sekuritas dan Bursa Filipina (SEC). Kabar ini sekaligus menandai penerbitan perizinan pertama bagi perusahaan di Filipina, sejak SEC merilis aturan dan regulasi pelaksanaan baru pada tahun 2019.

Mengutip dari Philippine Information Agency, izin yang dikantongi Investree Philipines sebagai perantara crowdfunding dan portal pendanaan ini berlaku selama satu tahun dan diharuskan tunduk pada aturan tertentu. Menjelang satu tahun, tepatnya pada bulan ke-11 operasional, SEC akan mempertimbangkan perpanjangan izin.

Investree menggunakan perusahaan berbadan hukum Singapura, Investree Singapore Pte. Ltd., dalam pendirian perusahaan patungan ini.

Sama seperti Investree Indonesia, Investree Philippines berambisi untuk mengatasi kesenjangan kredit sebesar lebih dari $200 miliar bagi UKM yang sulit mendapat akses pendanaan di Filipina. Untuk mewujudkan hal tersebut, dengan menghubungkan UKM dan startup dengan investor institusi melalui marketplace crowdfunding.

“FDC bangga bisa menghadirkan platform resmi dan berizin pertama di Filipina, serta berkontribusi terhadap pengembangan UKM melalui Investree Philippines. [..] Kami percaya bahwa Investree dapat menjadi solusi terbaik bagi UKM yang ingin membangun kembali dan mengembangkan usaha mereka, sekaligus mendukung pemulihan dan pertumbuhan ekonomi negara,” ujar Presiden dan CEO FDC Josephine Gotianun-Yap dalam keterangan resmi, Jumat (15/1).

Co-Founder & CEO Regional Investree Adrian Gunadi menambahkan, ekosistem FDC yang kuat, termasuk EastWest Bank dan pemahamannya tentang pasar lokal akan menghubungkan pemberi pinjaman dan UKM secara lancar. “Bersinergi dengan FDC, sekarang kami memiliki model operasi dan bisnis yang solid untuk memastikan layanan optimal dalam rangka mendukung pertumbuhan UKM di kawasan Filipina.”

Di Asia Tenggara, pada umumnya UKM masih memiliki kebutuhan keuangan yang lebih besar, meskipun dianggap sebagai bisnis dengan kebutuhan keuangan mikro. Tetapi terlalu kecil untuk dilayani secara efektif oleh model perbankan umum. Hal ini dikarenakan UKM seringkali terkendala permasalahan seperti kurangnya agunan dan riwayat kredit yang biasanya dibutuhkan perbankan, sehingga menciptakan kesenjangan kredit keuangan untuk segmen menengah ini.

Khusus di Filipina, segmen ini kurang terlayani. Padahal, UKM menyumbang 35% terhadap PDB negara, mempekerjakan lebih dari 60% tenaga kerja lokal.

“Dengan dukungan FDC, Investree Philippines akan memanfaatkan kekuatan teknologi dan data untuk berkembang dan menggunakan model penilaian risiko mumpuni yang akan membantu dan mempercepat proses penilaian kredit di perbankan maupun institusi pinjaman pada umumnya,” kata Managing Director f(dev) Xavier Marzan. f(dev) adalah anak usaha FDC yang bergerak di bidang venture dan innovation.

Investree Philippines adalah ekspansi Investree kedua, setelah Thailand yang sudah dimulai sejak awal 2019. Di Thailand, Investree menggunakan brand eLoan dan menggandeng mitra lokal yang paham dengan kondisi di lapangan.

Hingga November 2020, Investree membukukan total fasilitas pinjaman sebesar Rp7,7 triliun dan nilai pinjaman tersalurkan Rp5,5 triliun. Rata-rata tingkat pengembaliannya adalah 16,8% per tahun dan rata-rata TKB90 99%.

Mereka yang ekspansi ke luar Indonesia

Indonesia menjadi tempat yang empuk untuk menggodok suatu layanan hingga “jadi”. Ketika dianggap berhasil punya posisi yang signifikan di sini, artinya ada jaminan pasti layanan tersebut dapat dibawa ke luar Indonesia, apalagi ke Asia Tenggara dengan rumpun, budaya, dan perilaku yang kurang lebih sama.

Didukung kapital yang cukup, segelintir startup lokal pede untuk keluar dari kandang. Investree dan DanaCita adalah dua perusahaan yang datang dari fintech lending. Sebagian besar perusahaan datang dari luar Indonesia, mayoritas dari Singapura, lalu masuk ke Indonesia dengan melokalisasi nama brand-nya.

Sisanya masih sekadar rencana, yang kemungkinan tertunda karena pandemi Covid-19. Di luar itu, vertikal startup yang sukses masuk ke sejumlah negara di Asia Tenggara, di antaranya ada Gojek, Ruangguru, Traveloka, Sociolla, PasarPolis, dan Xendit.

Xendit Shopeepay

Perluas Cakupan Pasar, Xendit Gencarkan Pengembangan Fitur Baru

Pergeseran perilaku masyarakat ke arah digital mendorong Xendit, startup fintech yang menyediakan infrastruktur pembayaran asal Indonesia, untuk menambah saluran pembayaran digital menggandeng ShopeePay.

Integrasi ini diharapkan bisa menjangkau lebih banyak merchant rekanan Xendit dari berbagai lini bisnis serta para pelanggan setianya untuk mengakselerasi adopsi pembayaran digital.

“Dengan bertambahnya saluran pembayaran yang bisa kami sediakan untuk merchant saat ini. Kami harap ini bisa melengkapi ekosistem pembayaran serta membantu ShopeePay berkembang, juga mitra merchant kami ke depannya,” ujar Mikiko Steven Head of Customer Solutions Xendit.

Di masa pandemi ini, tren belanja masyarakat sudah mulai beradaptasi dengan marketplace daring serta pembayaran secara digital. Dari data Xendit sendiri mencatat kenaikan signifikan pada jumlah transaksi secara digital di bulan April-September 2020 sekitar 3x lipat.

Survei MarkPlus memperlihatkan ShopeePay sebagai aplikasi uang elektronik yang paling populer di Indonesia selama pandemi. Lebih jauh dipaparkan, ShopeePay unggul dengan pangsa pasar sebesar 26% dari total volume transaksi uang elektronik di Indonesia. Kemudian disusul Ovo (24%), Gopay (23%), Dana (19%), dan LinkAja (8%).

Head of Strategic Merchant Acquisition ShopeePay Eka Nilam Dari turut menyampaikan, “Dengan adanya kolaborasi strategis antara ShopeePay dan Xendit, kami berharap bisa membuka peluang yang lebih besar lagi baik untuk kedua belah pihak, juga para mitra usaha untuk semakin mendorong inklusi keuangan melalui pembayaran digital.”

Para pelaku digital yang saat ini berada di bawah naungan Xendit memiliki kesempatan untuk menjangkau lebih luas lagi para pengguna ShopeePay di tengah situasi yang sulit. Saat ini, lebih dari 100 merchant Xendit sudah mulai terintegrasi dengan kanal ShopeePay dan menambah use case baru ke dalam ShopeePay termasuk IT, Saas, Travel & Hotel Booking Platform, Education, Beauty, NPO dan Donation platform.

Kembangkan inisiatif baru

Belum lama ini, Xendit juga telah meresmikan kehadirannya di pasar Filipina. Peluncuran yang dilakukan secara virtual pada tanggal 4 Desember 2020 tersebut diharapkan bisa mendorong peningkatan transaksi digital bisnis di Filipina melalui pembangunan infrastruktur digital, juga mengukuhkan Xendit sebagai payment gateway terbaik di Asia Tenggara.

Sejak beroperasi di tahun 2017, Xendit telah memproses US$1,5M transaksi, setara dengan 20 triliun per tahunnya. Selain fitur pembayaran utama, Xendit turut mengembangkan layanan tambahan untuk pemenuhan pajak serta penyediaan modal tambahan bagi merchant melalui XenTax dan XenCapital.

XenTax merupakan produk yang dibuat oleh Xendit untuk menyederhanakan proses klien dalam mengelola pajak, sehingga mereka dapat fokus pada bisnis mereka dan mendorong pertumbuhan. Untuk menyediakan layanan ini, Xendit terkoneksi dengan salah satu Bank Persepsi dan PJAP (Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan) yang telah berizin dan resmi bermitra dengan DJP.

Untuk XenCapital, Xendit bekerja secara eksklusif dengan mitra yang memiliki lisensi dari OJK di MultiFinance untuk menyediakan modal bagi produk pinjamannya. Limit untuk setiap merchant yang mengajukan produk ini akan berbeda tergantung pada review penilaian kredit dari tim evaluasi. Semua produk Xendit tersedia untuk merchant yang sudah terdaftar dan terintegrasi.

“Rangkaian layanan Xendit dirancang untuk membuat pembayaran menjadi sederhana, aman, dan mudah bagi pelanggan sekaligus memungkinkan bisnis tumbuh secara eksponensial. Sebagai platform yang berakar kuat di Asia Tenggara, kami terus mendengarkan untuk lebih mengenali kebutuhan dan keinginan spesifik dari setiap bisnis di pasar,” ujar Moses Lo, CEO & Founder Xendit Group pada kesempatan berbeda.

Saat ini Xendit sudah memiliki total tim lebih dari 300 orang yang berkantor pusat di kawasan Senopati, Jakarta Selatan. “Tujuan kami adalah untuk lebih agresif dalam menemukan solusi serta apa yang dapat kami bantu sementara sebagian besar dunia berpikir untuk menyerah,” tambahnya.