Tag Archives: fintech lending

Bank Mandiri mengumumkan fasilitas kredit talangan untuk pelaku UKM yang menjadi konsumer Meratus Group, bekerja sama dengan Modal Rakyat

Modal Rakyat Gandeng Bank Mandiri dan Meratus Perdalam Penetrasi ke Segmen B2B

Bank Mandiri mengumumkan fasilitas kredit talangan untuk pelaku UMKM yang menjadi konsumer Meratus Group, perusahaan pelayaran dan logistik untuk membiayai operasional jasa angkutan laut kontainer. Penyediaan fasilitas ini dilakukan dengan menggaet startup p2p lending Modal Rakyat, melalui produk ‘smart financing’.

SVP SME Banking Bank Mandiri Alexander Dippo menyampaikan sinergi antara ketiga pihak ini merupakan salah satu strategi perseroan untuk memperluas akses pembiayaan melalui sarana digital, sekaligus meningkatkan penyaluran kredit di sektor industri logistik di tanah air.

“Bank Mandiri akan mendukung kebutuhan kredit modal kerja customer Meratus Group, serta mendukung Meratus Group meningkatkan relationship dengan customer, serta menyempurnakan layanan close-loop-ecosystem. Melalui produk smart financing ini, customer Meratus Group bisa mendapatkan fasilitas kredit yang diproses secara digital, tanpa harus datang ke bank,” ucapnya dalam penandatanganan perjanjian kerja sama di Jakarta, Senin (22/1).

Bank Mandiri sebagai super lender dari Modal Rakyat berkomitmen untuk menyiapkan fasilitas kredit sebesar Rp200 miliar sepanjang tahun ini untuk Meratus Group. Tidak menutup kemungkinan akan bertambah seiring dengan kelanjutan ke depannya.

Sebagai catatan, sepanjang 2023, total penyaluran kredit Bank Mandiri melalui kerja sama dengan perusahaan digital dan fintech p2p lending telah mencapai Rp3,58 triliun kepada lebih dari 266 ribu debitur.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Chief Commercial Officer Meratus Group Alex Hadinoto, produk smart financing ini dibutuhkan oleh konsumer Meratus Group yang sering terkendala operasional bisnisnya karena masalah cash flow. Oleh karena itu, perusahaan menginisiasikannya sebagai bentuk pelayanan kepada konsumer loyalnya.

Partner kami selalu berkembang bisnisnya, tapi terkadang ada fluktuasi. Ketika terjadi peningkatan skala bisnis tiba-tiba, ada isu cash flow. Kita tahu persis isu ini sudah sejak lama, tapi karena kita ini bukan institusi keuangan makanya perlu partner,” ujarnya.

Dalam produk jenis invoice-based financing ini, Meratus akan menyeleksi calon-calon konsumer bisnis yang layak mendapatkan fasilitas kredit, berdasarkan profil dan historisnya. Bila lolos, limit kredit yang disediakan maksimal Rp2 miliar, tanpa agunan, dan bunga yang kompetitif. Akan tersedia dasbor yang bisa mereka akses dan memilih jenis pembayaran yang diinginkan, smart financing atau bayar dengan ToP (term of payment).

“Harapannya kerja sama ini akan terus berjalan dengan banyak pengembangan berikutnya, baik menaikkan limit atau kebutuhan lainnya, sebab kita terhubung dengan banyak pihak yang punya kebutuhan finansial yang bermacam-macam terkait bisnis mereka,” tutupnya.

Masuk ke lebih banyak ekosistem B2B

CEO Modal Rakyat Christian Hanggra menyampaikan, startupnya bertindak sebagai perantara dalam pemberian fasilitas kredit antara Bank Mandiri dan Meratus Group. Dengan demikian, proses pengajuan hingga pencairan kredit sepenuhnya sudah terdigitalisasi.

Tidak berhenti di situ, Modal Rakyat akan masuk ke lebih banyak ekosistem B2B, seiring dengan fokus perusahaan yang bermain di sektor pembiayaan produktif. Serta, dalam rangka menjaga kualitas penyaluran pembiayaan yang lebih berkualitas di tengah kondisi yang masih menantang pasca-pandemi dan tahun politik.

“Kita akan perkuat assessment borrower, tapi akan perkuat lagi [assessment] di supplier dan mitra strategis supplier-nya karena kita akan perkuat bisnis invoice financing dan PO financing, seperti dengan Meratus ini,” terangnya.

Sepanjang tahun lalu, Modal Rakyat telah menyalurkan pembiayaan hingga Rp1,4 triliun. Diklaim TWP90 dapat terjaga di kisaran 2%-3%. Mayoritas borrower bergerak di segmen perdagangan, logistik, dan bisnis online di platform e-commerce.

Disebutkan, total borrower di Modal Rakyat mencapai lebih dari 200 klien korporat dan pengusaha individu lebih dari 10 ribu orang. Sementara itu, lender didominasi dari kalangan korporat, salah satunya adalah Bank Mandiri.

Christian menargetkan sepanjang tahun ini perusahaan dapat meningkatkan penyaluran menjadi Rp1,8 triliun. Secara year-to-date (YTD) per hari ini, outstanding di Modal Rakyat mencapai Rp30 miliar.

Christian baru diangkat sebagai CEO Modal Rakyat per Desember 2023 menggantikan Hendoko Kwik yang sebelumnya memimpin Modal Rakyat sejak Desember 2019.

Application Information Will Show Up Here
Pembiayaan Berbasis Pendapatan UMKM

Finfra dan Xendit Garap Produk Pembiayaan Berbasis Pendapatan untuk UMKM

Populernya lanskap pembiayaan UMKM di Indonesia mendorong kemunculan berbagai inovasi untuk mempermudah akses. Baru-baru ini, startup fintech Finfra dan Xendit memperkenalkan Revenue-Based-Financing (RBF) alias pembiayaan berbasis pendapatan, model pembiayaan alternatif baru bagi UMKM.

Produk RBF menawarkan akses kredit kepada UMKM dan pilihan pembayaran yang fleksibel. Finfra dan Xendit mengembangkan sistem rekening bank berkemampuan API yang dapat dibuka atas nama pihak peminjam. RBF memungkinkan peminjam untuk mengarahkan semua pendapatan ke rekening yang ditunjuk, dan sebagian otomatis dialokasikan untuk pembayaran kembali pinjaman.

Hal ini untuk menghindari rasio yang umumnya mengarahkan 20% dana masuk ke pembayaran pinjaman dan menyimpan 80% sisanya di rekening peminjam. Adapun, kemitraan ini memanfaatkan fitur Rekening Dana Fintech (RDF) dari Xendit untuk proses collection secara otomatis.

Dalam keterangan resminya, Managing Director Xendit Mikiko Steven mengatakan, “Menyederhanakan dan memodernisasi pembayaran telah menjadi inti pekerjaan kami sejak kami mendirikan perusahaan ini. Untuk itu, penting bagi kami untuk bermitra dengan perusahaan yang fokus pada Asia Tenggara dan UKM Asia Tenggara seperti kami, dan saya sangat yakin dengan masa depan produk dan kemitraan ini.”

Sementara dihubungi secara terpisah, Co-Founder dan CEO Finfra Markus Prommik mengungkap bahwa produk ini dapat menimbulkan biaya pembayaran yang lebih tinggi meski menghasilkan keuntungan positif dan tingkat approval lebih tinggi. Namun, edukasi pengguna terus dilakukan agar lebih memahami tantangan dan risiko pembiayaan berbasis pendapatan.

“Keuntungannya, RBF dapat menaikkan tingkat persetujuan untuk produk pinjaman. Kedua, pembayaran secara otomatis dapat menghemat waktu dan memberikan fleksibilitas bagi UKM. Saat ini, hanya penjual online yang memiliki akses ke produk RBF kami. Suku bunga yang ditawarkan tergantung profil risiko, tetapi rata-rata berkisar 2,5% per bulan,” ujar Prommik.

Sebagai informasi, Finfra adalah startup penyedia infrastruktur pinjaman yang beroperasi bersama anak usaha P2P Lending, Danabijak. Sementara, Xendit membangun infrastruktur pembayaran yang kini beroperasi di Indonesia dan Filipina.

Model pendanaan UMKM

Dari informasi yang kami himpun, tampaknya belum banyak platform penyedia produk pembiayaan atau modal UMKM dengan skema RBF. Sejauh ini yang kami temukan adalah platform Jenfi asal Singapura, klaimnya sebagai penyedia produk RBF pertama di Asia Tenggara. Jenfi baru resmi meluncur di Indonesia pada Juni 2023.

Mengutip informasi di situs resminya, Jenfi menjelaskan bahwa model RBF berbeda dengan pembiayaan ekuitas yang mengambil porsi kepemilikan saham untuk mendapat modal. Skema ini juga disebut lebih fleksibel dan ideal bagi pelaku UMKM yang mengejar pertumbuhan bisnis dalam jangka panjang.

Di Indonesia, kebanyakan model fasilitas pembiayaan alternatif yang ditawarkan oleh startup berbentuk P2P Lending. Kemudahan pengajuan dan akses yang lebih luas memungkinkan pelaku usaha untuk mendapat fasilitas permodalan dibandingkan opsi dari lembaga keuangan tradisional.

Model lainnya yang tengah berkembang saat ini adalah Securities Crowdfunding (SCF). Pemilik bisnis dapat melakukan pengumpulan dana untuk pengembangan usahanya di mana investor bisa masuk lewat berbagai instrumen, seperti kepemilikan saham, obligasi, atau sukuk. Meski begitu, skala penggunaan SCF masih jauh dibandingkan P2P Lending.

Berdasarkan data OJK per Oktober 2023, total outstanding loan P2P Lending mencapai Rp58,05 triliun dengan total platform penyelenggara sebanyak 101. Adapun, total pengumpulan dana melalui platform SCF baru mencapai Rp1,01 triliun dari 16 platform terdaftar dan 164 ribu investor.

Peluncuran Roadmap Fintech P2P Lending 2023-2028 / OJK

Luncurkan Roadmap P2P Lending, OJK Soroti Pencabutan Moratorium hingga Mekanisme Penagihan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru meluncurkan roadmap pengembangan fintech P2P Lending untuk periode 2023-2028 sekaligus menerbitkan Surat Edaran (SEOJK) No.19 Tahun 2023 tentang pelaksanaannya. Peta jalan ini akan menjadi panduan bagi seluruh pemangku kepentingan di sektor P2P Lending.

“Pertumbuhan outstanding pembiayaan dan tingkat kesehatan serta kontribusinya kepada peminjam, termasuk UMKM, akan semakin besar. Roadmap ini akan menjadi masa depan penentu apakah industri benar-benar kuat dan merespons dengan tepat terhadap kepercayaan, tanggung jawab, dan ekspektasi yang begitu besar dari masyarakat dan pemerintah,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam keterangan resminya.

Roadmap Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis
Teknologi Informasi (LPBBTI/fintech P2P Lending) memuat sejumlah program strategis, termasuk pencabutan moratorium P2P di sektor produktif dan penataan mekanisme penagihan pinjaman.

OJK membentuk satuan tugas atau task force yang akan melaksanakan dan mengevaluasi roadmap, target, dan program kerja dalam lima tahun ke depan. Satuan tugas ini akan beranggotakan OJK, asosiasi, dan P2P Lending. Berikut rangkumannya:

Modal, penagihan, hingga moratorium

OJK menetapkan program strategis yang akan dijalankan dalam lima tahun mendatang dalam tiga fase implementasi, antara lain:

  1. Penguatan permodalan, tata kelola, manajemen risiko, dan SDM melalui pemenuhan ketentuan ekuitas minimum, pengembangan dan penguatan credit scoring, serta program sertifikasi SDM.
  2. Penguatan pengaturan, pengawasan, dan perizinan lewat penyusunan tindak lanjut UU Pengembangan dan Penguatan Sistem Perbankan (PPSK), relaksasi batas maksimum pembiayaan untuk mendukung sektor produktif, pengaturan manfaat ekonomi (suku bunga), dan pembukaan moratorium P2P Lending, khusus sektor produktif dan UMKM.
  3. Penguatan perlindungan konsumen melalui penataan mekanisme penagihan (debt collection), penertiban iklan menyesatkan, dan pemberantasan dan penegakan sanksi pidana terhadap P2P Lending ilegal.
  4. Pengembangan elemen ekosistem melalui penataan dan penguatan peran asosiasi, penguatan dukungan asuransi/penjaminan kredit, dan perluasan jalur distribusi penyaluran pembiayaan ke sektor produktif dan UMKM.
  5. Pengembangan infrastruktur data dan sistem informasi melalui pengembangan Pusdafil dan SLIK.

Suku bunga dan denda keterlambatan

Peluncuran roadmap P2P Lending ini diikuti dengan diterbitkannya Surat Edaran OJK Nomor 19/SEOJK.05/2023 pada 8 November 2023 yang menjadi tindak lanjut POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi.

Salah satu aturan yang dimuat dalam Surat Edaran ini adalah terkait penetapan batas maksimum manfaat ekonomi (suku bunga) dan denda keterlambatan berdasarkan jenis pendanaan sektor produktif dan sektor konsumtif.

Diolah kembali oleh DailySocial.id / Sumber: OJK

Disebutkan juga, penetapan manfaat ekonomi dan denda keterlambatan tidak boleh melebihi 100% dari nilai pinjaman yang tercantum dalam perjanjian. Maka itu, penyelenggara P2P diminta untuk memerhatikan kemampuan bayar peminjam. Salah satunya memastikan peminjam tidak menerima pendanaan lebih dari tiga penyelenggara P2P Lending.

Langkah moratorium

Moratorium pendaftaran P2P telah berlangsung sejak Februari 2020. Langkah ini diambil oleh OJK karena pesatnya perkembangan fintech di Indonesia tak diikuti dengan pemenuhan persyaratan fintech, terutama maraknya P2P ilegal.

OJK mencatat kerugian masyarakat akibat investasi dan P2P ilegal mencapai Rp120,7 triliun di sepanjang 2022. Selain itu, industri P2P juga dihadapkan pada tantangan kredit macet sejak tahun lalu. Sebanyak 25 P2P tercatat memiliki kredit macet (TWP 90) melampaui 5% per Januari 2023.

Maka itu, moratorium ini diharapkan dapat memberikan waktu bagi OJK untuk menyempurnakan peraturan dan pengawasannya terhadap industri P2P. Di samping itu, pelaku P2P juga dapat meningkatkan kualitas dan layanan, terutama perihal manajemen risiko dan perlindungan konsumen.

Per September 2023, OJK melaporkan outstanding pembiayaan yang disalurkan oleh P2P Lending naik 14,28% (YoY) dengan total Rp55,7 triliun dan Tingkat Wanprestasi (TWP 90) sekitar 2,82%. Dari total penyaluran pinjaman, segmen UMKM mengambil porsi sebesar 36,57%. Terdapat 102 pemain P2P yang telah terdaftar dan berizin di OJK.

Grup Modalku mengumumkan perolehan fasilitas pinjaman debt sebesar $7,5 juta dari Norfund, sebuah Development Financial Institution (DFI) di Norwegia

Grup Modalku Dapat Tambahan Debt dari Norfund, Perkuat Kualitas Pinjaman untuk UMKM

Grup Modalku mengumumkan perolehan fasilitas pinjaman (debt) sebesar $7,5 juta atau sekitar Rp117 miliar dari Norfund, sebuah Development Financial Institution (DFI) yang mengoperasikan dana investasi milik pemerintah Norwegia untuk negara-negara berkembang.

Sebelumnya Norfund juga sempat memberikan fasilitas yang sama dengan nominal yang persis sama kepada Amartha pada Juni 2021 lalu.

Bagi grup Modalku sendiri, ini adalah fasilitas debt kedua yang diperoleh sepanjang tahun ini. Pada September 2023, fasilitas yang diraih sebesar $27 juta atau sekitar Rp414 miliar yang dipimpin AlteriQ Global, Aument Capital Partners, dan Orange Bloom.

Seluruh fasilitas ini akan disalurkan kembali melalui berbagai solusi pendanaan yang dirancang khusus untuk UMKM yang belum mendapatkan akses pendanaan di Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Co-founder & Group CEO Funding Societies (induk Modalku) Kelvin Teo mengatakan pencapaian ini tidak hanya dapat menjadi bukti terhadap kelayakan kredit dari grup dalam menghadapi pandemi dan ketidakpastian makroekonomi, namun juga peluang untuk memenuhi kebutuhan akses pendanaan bagi UMKM yang masih underserved di Asia Tenggara.

“Kami mengapresiasi dukungan Norfund dalam misi dan komitmen kami untuk memberikan kesempatan yang merata bagi UMKM,” kata Teo dalam keterangan resmi.

Norfund’s Regional Director (Asia) Fay Chetnakarnkul menyampaikan pihaknya terkesan dengan kemampuan grup Modalku dalam mendukung UMKM yang kurang terlayani di Asia Tenggara dengan beragam solusi pendanaan untuk mengatasi tantangan pengelolaan arus kas.

“Kami senang dapat mendukung Modalku dalam memperluas jangkauan, meningkatkan inklusi keuangan dan memungkinkan lebih banyak bisnis untuk tumbuh, serta menciptakan lapangan kerja yang sangat dibutuhkan di wilayah ini,” imbuhnya.

Norfund hadir dengan fokus utama mereka dalam berinvestasi yaitu untuk meningkatkan inklusi keuangan. Hingga saat ini, Norfund telah menyalurkan pendanaan sekitar $4,54 miliar (sekitar Rp 70Triliun) kepada 7,5 juta klien. Pendanaan yang diberikan melalui Grup Modalku akan menjadi jembatan antara Norfund dengan sektor publik & swasta dalam memperluas jangkauan investasinya di Asia Tenggara.

Investasi berdampak (impact investment) yang dilakukan oleh sejumlah DFI di Asia Tenggara telah mencapai $2 miliar (sekitar Rp31 triliun) per tahun antara 2017-2022 (dengan akumulasi lebih dari $12 miliar atau sekitar Rp187 triliun). Lebih dari setengah portofolio investasi tersebut disalurkan ke sektor jasa keuangan.

DFI memiliki kemampuan dan kapasitas untuk mendukung UMKM yang tidak dapat didukung oleh pemberi dana komersial dan pemerintah, hal ini dikarenakan posisi keuangan mereka yang kuat.

Jaga kualitas pembiayaan

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial.id, Country Head Indonesia Modalku Arthur Adisusanto menyampaikan selain fokus membuka akses pendanaan UMKM yang lebih luas, menjaga kualitas pembiayaan juga tak kalah penting. Ia mengaku dalam menjaga pertumbuhan kredit, perusahaan sangat memperhatikan kualitas portofolio yang dimiliki.

Caranya dengan selalu menerapkan prinsip responsible lending, kehati-hatian, dan manajemen risiko, yaitu melakukan penilaian terhadap UMKM penerima dana, serta kemampuan finansial mereka untuk melunasi modal usaha yang diberikan.

“Karena kami juga memiliki tanggung jawab kepada pemberi dana yang meminjamkan dananya melalui Modalku,” ujar Arthur.

Ditambah, perusahaan meningkatkan sistem mitigasi risiko dalam menjaga angka NPL, seperti melakukan assessment, monitoring, dan collection sebagai upaya deteksi awal apabila terjadi penurunan kualitas portofolio dan upaya penagihan, serta penyelamatan kredit secara simultan.

“Kami juga akan melanjutkan komitmen untuk memperkuat bisnis dengan meningkatkan profitabilitas perusahaan, serta mengakselerasi akses pendanaan bagi UMKM yang masih underserved. Di samping itu, Modalku juga terus fokus terhadap kesehatan finansial perusahaan dan tetap bijak dalam pengeluaran perusahaan.”

Sebelumnya pada Agustus 2023, Grup Modalku merampingkan operasional yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 38 orang dari total 214 karyawannya di Indonesia.

Produk pembiayaan Modalku cukup beragam. Di antaranya, Modal Proyek untuk pengadaan di sektor pemerintahan. Konsepnya mirip invoice financing, dengan penyesuaian sesuai dengan workflow belanja di sektor pemerintahan.

Kemudian, pada akhir tahun lalu, Modalku juga mulai masuk ke bisnis multifinance lewat akuisisinya terhadap PT Buana Sejahtera Multidana, kemudian di-rebranding menjadi “Modalku Finance”. Modalku Finance menawarkan berbagai fungsi pembiayaan, di antaranya Pembiayaan Modal Kerja, Pembiayaan Investasi, dan Pembiayaan Multiguna.

Sebelumnya Modalku juga melakukan co-investment bersama Carro ke Bank Index, memberikan sinyal perusahaan untuk masuk ke segmen bank digital. Adapun produk lain yang juga menjadi fokus adalah b2b paylater, bekerja sama dengan sejumlah pihak seperti Bukalapak, Paper.id, dan BukuWarung.

Di skala regional, Grup Modalku telah menyalurkan pendanaan lebih dari Rp53 triliun kepada lebih dari 100 ribu UMKM di Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam.

Application Information Will Show Up Here
Jajaran kepemimpinan ALAMI Group / ALAMI

ALAMI Tutup Pendanaan Tahap Lanjut, Perkuat Jajaran Kepemimpinan

Startup fintech syariah ALAMI Group mengumumkan penyelesaian putaran investasi growth-stage yang dipimpin oleh Intudo Ventures. Turut terlibat dalam putaran ini East Ventures (Growth Fund), AC Ventures, Quona Capital, Golden Gate Ventures, dan beberapa lainnya. Dana segar akan dioptimalkan untuk memperluas cakupan produk dan operasional bisnis ALAMI yang saat ini mengoperasikan layanan p2p lending dan bank digital.

Putaran ini berhasil dibukukan di tengah kondisi pasar yang sulit, membuktikan bahwa model bisnis yang diusung perusahaan cukup solid. Pada Q1 2023, lewat untuk fintech lending yang dimiliki perusahaan berhasil menyalurkan $367 juta pendanaan ke 11,4 ribu UMKM. Pada tahun 2021, perusahaan mengakuisisi bank syariah di Jakarta lalu mengubahnya menjadi Hijra Bank, sebuah entitas yang sepenuhnya digital dan memperoleh Klasifikasi Penyedia Jasa Pembayaran (“PJK Kategori 1”) dari Bank Indonesia.

Co-Founder & CEO ALAMI Group Dima Djani mengatakan, “Sejak kami meluncurkan aplikasi Hijra Bank pada Desember 2022, pertumbuhan volume transaksi mencapai 3x lipat dan basis pengguna 2x lipat. Pada tahun 2022, bank ini mencapai peningkatan laba 200% year-on-year, dengan peningkatan dana pihak ketiga sebesar 220% dan pertumbuhan aset hampir 200%. Selain itu, distribusi pembiayaan berkembang sebesar 200% dibandingkan dengan tahun 2021.”

Ia melanjutkan, “Dengan investasi ini, kami akan terus mempercepat pertumbuhan dan memperluas basis pengguna Hijra Bank, serta adopsi produk baru seperti Pembiayaan Rumah Hijra dan produk lainnya yang akan datang, yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan perbankan sehari-hari pelanggan kami.”

Perkuat kepemimpinan

Bersamaan dengan pendanaan ini, ALAMI juga mengumumkan penunjukan Ade Fauzan sebagai Group COO. Ade adalah seorang banker berpengalaman, yang telah menghabiskan lebih dari 20 tahun di industri perbankan Islam Indonesia, dengan jabatan terakhirnya sebagai Anggota Dewan dan Kepala Pengembangan Bisnis BTPN Syariah, serta CEO BTPN Syariah Ventura.

Selain itu, Dr. Dian Triansyah Djani juga turut ditunjuk sebagai penasihat. Ia merupakan diplomat berpengalaman, yang telah mewakili Indonesia sebagai Duta Tetap untuk PBB, serta menjabat sebagai G20 Co-Sherpa. Jaringan globalnya akan bermanfaat saat ALAMI menjelajahi ekspansi internasional. Selain itu, Dan Bertoli dan Vincent Yunnaraga bergabung ke tim sebagai anggota dewan dan kepala keuangan.

“Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, konsumen Indonesia ingin solusi keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan sensitivitas keagamaan mereka yang unik. Melalui rangkaian produk dan layanan perbankan dan keuangan syariah yang inovatif, ALAMI menawarkan cara yang andal dan aman bagi umat Islam untuk melindungi dan mengembangkan aset keuangan mereka. Kami sangat senang mendukung ALAMI dalam usaha mereka,” sambut Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip.

Sempat lakukan efisiensi

Guna meningkatkan capaian profitabilitas, awal September 2023 lalu ALAMI juga baru melakukan PHK. Manajemen berdalih langkah ini diambil untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang perusahaan. Tidak disebutkan jumlah karyawan yang terdampak dan berlaku untuk divisi mana saja.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan manajemen, ini adalah pertama kalinya mengambil keputusan yang paling menantang tersebut. Selama pandemi di tiga tahun terakhir, perusahaan memastikan untuk mempertahankan karyawannya di saat banyak perusahaan sudah memangkas jumlah karyawan.

Sejauh ini ALAMI telah mengumpulkan beberapa putaran pendanaan, meliputi:

Putaran Pendanaan Nilai Investor
Seed $1,3 juta Golden Gate Ventures, RHL Ventures, Agaeti Ventures, dan Zelda Crown
Lanjutan (Ekuitas dan Debt) $20 juta AC Ventures, Golden Gate Ventures, dan Quona Capital
Pra-Seri B Undisclosed East Ventures, Quona Capital, FEBE Ventures, Capria Ventures
Lanjutan Undisclosed Paragon Beneva Investama
Seri B (sekarang) Undisclosed Intudo Ventures, East Ventures, AC Ventures, Quona Capital, Golden Gate Ventures
Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Country Head Modalku, Arthur Adisusanto / Modalku

Modalku Umumkan Perolehan Debt Funding 414 Miliar Rupiah

Startup fintech lending Modalku mengumukan perolehan debt funding senilai $27 juta atau sekitar Rp414 miliar yang dipimpin AlteriQ Global, Aument Capital Partners, dan Orange Bloom. Fasilitas ini akan disalurkan melalui berbagai solusi pendanaan yang dirancang khusus untuk mendukung UMKM yang belum mendapatkan akses pendanaan di Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

“Di tengah kondisi makroekonomi yang tidak menentu, kami akan terus meningkatkan aktivitas pendanaan ke lebih banyak UMKM yang belum terlayani di lima pasar Modalku beroperasi, baik bersama dengan partner lama maupun baru,” ujar Country Head Modalku Arthur Adisusanto.

Sebelumnya, pada Februari 2022 lalu bersamaan dengan pengumuman putaran seri C, grup Modalku juga mengumumkan fasilitas debt senilai $150 juta dari sejumlah lembaga keuangan di Eropa, Amerika serikat, dan Asia. Satu tahun sebelumnya mereka juga mendapatkan fasilitas serupa dengan nilai $120 juta dari Helicap Investments, Social Impact Debt Fund, dan sebuah institusi dari Jepang.

Triodos Microfinance Fund dan Triodos Fair Share Fund juga pernah memberikan debt funding di tahun 2019.

Gap pendanaan UMKM masih $300 miliar

Hadirnya pemberi dana institusi atau sering disebut “super lender” ini memberikan keleluasaan lebih kepada pelaku fintech lending untuk berinovasi menghadirkan produk pinjaman yang lebih relevan untuk pangsa pasarnya. Sedari awal berdiri, fokus Modalku adalah UMKM di Asia Tenggara dengan pangsa pasar terbesar saat ini ada di Indonesia.

Secara umum di Asia Tenggara, terdapat lebih dari 70 juta UMKM yang terdata, yang mencakup 99% dari total usaha dan berkontribusi terhadap 44,8% PDB. Namun, menurut United Nation Capital Development Fund, lebih dari 39 juta UMKM masih kesulitan mendapatkan akses ke kredit formal, dengan kesenjangan pendanaan sebesar $300 miliar; celah ini yang coba digarap oleh pemain fintech seperti Modalku.

Dari statistik yang disampaikan, hingga saat ini grup Modalku telah menyalurkan pendanaan lebih dari Rp52 triliun melalui lebih dari 5,1 juta transaksi, serta melayani sekitar 100 ribu UMKM di Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam.

Statistik capaian Modalku di Indonesia
Statistik capaian Modalku di Indonesia

Fokus bisnis Modalku

Saat ini ada puluhan fintech lending yang melayani UMKM dengan fokus yang berbeda-beda. Langkah berbeda turut diambil Modalku untuk memperkuat proposisi nilai mereka. Pada Q2 tahun ini, mereka baru meluncurkan produk “Modal Proyek” untuk pengadaan di sektor pemerintahan. Konsepnya mirip invoice financing, dengan penyesuaian sesuai dengan workflow belanja di sektor pemerintahan.

Kemudian, pada akhir tahun lalu, Modalku juga mulai masuk ke bisnis multifinance lewat akuisisinya terhadap PT Buana Sejahtera Multidana, kemudian di-rebranding menjadi “Modalku Finance“. Modalku Finance menawarkan berbagai fungsi pembiayaan, di antaranya Pembiayaan Modal Kerja, Pembiayaan Investasi, dan Pembiayaan Multiguna.

Sebelumnya Modalku juga melakukan co-investment bersama Carro ke Bank Index, memberikan sinyal perusahaan untuk masuk ke segmen bank digital. Adapun produk lain yang juga menjadi fokus adalah b2b paylater, bekerja sama dengan sejumlah pihak seperti Bukalapak, Paper.id, dan BukuWarung.

Grup Modalku juga sempat melakukan efisiensi dengan PHK sekitar 38 karyawan di Indonesia. Perampingan bisnis ini sejalan dengan fokus perusahaan untuk melanjutkan pertumbuhan dan mencapai profitabilitas.

Pendanaan berdampak

Salah satu investor Modalku adalah Orange Bloom. Tujuan mereka masuk ke Modalku karena sedang memperluas jangkauannya dan bertransisi menjadi pionir dalam isu-isu berkelanjutan. Pendanaan berkelanjutan yang dihadirkan bertujuan untuk memberikan dukungan berupa akses pendanaan bagi UMKM termasuk individu untuk mengatasi perubahan iklim serta bertransisi ke praktik yang lebih berkelanjutan menuju ekonomi rendah karbon.

Hal ini dinilai sejalan dengan bagaimana Modalku mulai menerapkan sistem manajemen lingkungan dan sosial sejak awal tahun di 5 negara beroperasi. Sistem ini merupakan kerangka penilaian risiko ESG (lingkungan, sosial, tata kelola) yang dirancang dengan bantuan teknis dari Dutch Good Growth Fund sebagai bagian dari penilaian kredit dalam proses pengajuan pendanaan UMKM.

Application Information Will Show Up Here
Aturan Fintech Lending

Membahas Aturan Main Fintech Lending

Beberapa waktu terakhir, industri fintech lending di Indonesia kembali menjadi sorotan. Gara-garanya kasus gagal bayar yang viral di media sosial, menyeret nama salah satu platform terdaftar di OJK yakni AdaKami (PT Pembiayaan Digital Indonesia). Baik AdaKami, OJK, maupun AFPI sebagai asosiasi yang menaungi bisnis fintech lending di Indonesia sudah memberikan keterangan, yang intinya masing-masing tengah mendalami kasus ini.

Di tengah popularitasnya, industri fintech lending memang dihadapkan pada sejumlah isu menahun. Mulai dari eksistensi platform ilegal [yang terus-menerus diberantas, namun juga tetap berdatangan], pelanggaran SOP proses bisnis yang tertera dalam aturan [penagihan dengan intimidasi dll], hingga yang paling miris yakni soal literasi finansial rendah para konsumennya.

Menurut rilis terbaru OJK, per 9 Maret 2023 ada 102 pemain fintech lending berizin. Secara akumulasi, per Juli 2023 para pemain telah menyalurkan Rp657.854,73 miliar pinjaman melalui lebih dari 435 juta transaksi pendanaan, baik yang bersifat konsumtif maupun produktif. Adapun saat ini ada lebih dari 117 juta rekening pinjaman terdaftar.

Latar belakang munculnya fintech lending karena adanya funding gap di tengah masyarakat. Menurut data IMF, secara total ada kebutuhan kredit senilai Rp1.600 triliun setiap tahunnya. Sementara lembaga keuangan konvensional (bank/multifinance) baru bisa melayani sekitar Rp600 triliun saja.

Isu yang ramai di media sosial

Dari yang ramai diperbincangkan di media sosial, ada tiga kasus utama yang disoroti: dugaan korban bunuh diri akibat gagal bayar, teror penagihan, dan tingginya bunga/biaya pinjaman. Kendati AdaKami mengelak pihaknya melakukan hal tersebut, namun netizen yang menyebarkan informasi ini turut menyertakan bukti-bukti berupa tangkapan layar aplikasi dan beberapa rekaman proses penagihan yang kurang beradab.

Terkait kasus bunuh diri, sebenarnya ini bukan baru kali ini terjadi. Beberapa kasus bunuh diri yang dilatarbelakangi gagal bayar pinjaman online sudah mulai diberitakan sejak beberapa tahun lalu. Misalnya pada Februari 2019, ada sopir taksi berinisial Z (35 tahun) ditemukan tewas di kamar indekos. Dari sepucuk surat yang ditemukan polisi, korban meminta ke OJK atau pihak berwajib untuk memberantas pinjol yang menurutnya seperti ‘jebakan setan’.

Kasus serupa juga terjadi di tahun-tahun berikutnya. Lebih dari 10 kasus bunuh diri yang sama diberitakan media selama 3 tahun terakhir.

Motif bunuh diri karena para korban merasa tertekan dan dipermalukan atas proses penagihan yang dilakukan secara intimidatif — tidak hanya pada dirinya, tapi ke orang-orang di sekitarnya. Mengingat banyak aplikasi [khususnya yang ilegal] turut meminta akses  ke kontak ponsel pelaku.

Padahal OJK maupun AFPI sudah memiliki aturan yang sangat rinci terkait skema penagihan ini, baik saat dilakukan secara in-house ataupun lewat pihak ketiga. Tidak dimungkiri karena keterbatasan area operasional, banyak pemain fintech lending menyewa jasa pihak ketiga untuk proses collection, untuk melakukan penagihan via ponsel maupun mediasi secara langsung kepada para nasabahnya.

Skema penagihan yang ditentukan

Dalam Peraturan OJK No. 10 tahun 2022, tertera bawhwa penyelenggara pinjol hanya boleh menagih dalam waktu 90 hari dan selebihnya hangus. Mekanismenya lalu didetailkan dalam ketentuan AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia).

Terkait tata cara penagihan yang diatur AFPI poinnya sebagai berikut:

  1. Perusahaan wajib memiliki dan menyampaikan prosedur penagihan apabila terjadi gagal bayar.
  2. Langkah-langkah yang dianjurkan: pemberian peringatan, penjadwalan restrukturisasi, korespondensi jarak jauh via telepon/email/lainnya, kunjungan/komunikasi dengan tim penagihan, dan penghapusan pinjaman.
  3. Karyawan internal penagihan dari perusahaan fintech lending diwajibkan mendapatkan sertifikasi Agen Penagihan dari AFPI/OJK.
  4. Perusahaan fintech wajib menginformasikan kepada penerima pinjaman secara detail mengenai risiko jika tidak melakukan pelunasan.
  5. Dilarang melakukan penagihan dengan intimidasi, kekerasan fisik dan mental ataupun cara-cara yang menyinggung SARA atau merendahkan harkat, martabat serta harga diri penerima pinjaman — entah itu di secara langsung maupun lewat dunia maya baik terhadap diri peminjam, harta benda, kerabat, rekan dan keluarganya.

Pun jika penagihan dipasrahkan kepada pihak ketiga, AFPI juga sudah memiliki ketentuan khusus, sebagai berikut:

  1. Pihak ketiga harus terdaftar di AFPI dan memiliki sertifikat untuk melakukan penagihan pinjaman online.
  2. Seluruh karyawan penagihan dari perusahaan jasa pelaksanaan penagihan diwajibkan memperoleh sertifikasi Agen Penagihan.
  3. Perusahaan fintech pendanaan menggunakan pihak ketiga untuk tagihan yang telah melewati batas keterlambatan yaitu lebih dari 90 hari dihitung dari tanggal jatuh tempo pinjaman.
  4. Selain menggunakan pihak ketiga untuk menagih pinjaman lebih dari 90 hari, perusahaan fintech lending juga bisa melakukan beberapa hal ini, yaitu:
    • Menunjuk kuasa hukum dan mengajukan upaya hukum yang tersedia atas nama pendana kepada penerima pinjaman tentunya harus sesuai dengan UU yang berlaku.
    • Untuk pemberian pinjaman kepada peminjam dengan skema kerja sama (misalnya kerja sama supply chain atau distributor financing), penagihan bisa dilakukan oleh business partner
  5. Perusahaan fintech lending dilarang menggunakan pihak ketiga perusahaan jasa penagihan yang masuk ke dalam daftar hitam OJK/AFPI.

Ketentuan terkait bunga

Kasus yang disoroti juga terkait biaya layanan yang sangat besar, mendekati 100% dari nilai pinjaman. Sebenarnya praktik ini ilegal, faktanya OJK mengatakan bahwa batas tingkat bunga termasuk biaya lainnya untuk fintech lending yang ditetapkan oleh AFPI yaitu sebesar maksimal 0,4 persen per hari dan lebih ditujukan untuk pinjaman jangka pendek. Angka ini turun, beleid sebelumnya mengisyaratkan bunga maksimal 0,8 persen per hari.

Sebelumnya bunga fintech lending memang bisa dibilang relatif tinggi jika dibandingkan dengan produk kredit perbankan. Menurut AFPI ada beberapa faktor, pertama karena fintech lending memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi akan kredit macet dari nasabah. Kedua, terkait berbagai kemudahan yang ditawarkan lewat digitalisasi dari proses onboarding sampai pencairan dana. Dan ketiga, tenor pinjaman online ini relatif pendek.

Kabar dijalankan oleh entitas luar

Isu lain yang turut viral dibahas adalah keterlibatan entitas luar terhadap bisnis pinjaman online di luar, lantaran dalam perjanjian menyebutkan ada perusahaan nonlokal yang menjadi pihak pemberi dana. Secara aturan dalam POJK, untuk mendapatkan izin dari otoritas fintech lending harus berupa entitas dan kepemilikan lokal, sehingga harus berbadan hukum (PT) di Indonesia. Dan saat ini 100% entitas yang terdaftar di OJK memiliki PT terdaftar.

Terkait keterlibatan entitas luar ini, DailySocial.id mencoba menelusurinya, bertanya langsung dengan pihak yang terkait. Narasumber kami, mantan CEO dari perusahaan fintech lending berlisensi OJK bercerita. Kebanyakan penyaluran pinjaman fintech lending memang berasal dari super lender di luar negeri — untuk yang konsumtif paling banyak dari Tiongkok atau Hong Kong yang berbadan hukum di Singapura.

Namun praktik ini dinilai memang umum dilakukan dan tidak melanggar aturan. Dalam debutnya, salah satu KPI perusahaan fintech lending adalah menyalurkan dana pinjaman sebanyak-banyaknya. Untuk mencapai hal tersebut maka memerlukan talangan dana yang besar. Jika hanya mengandalkan pendana ritel, nilainya akan sangat kurang. Untuk itu para perusahaan melakukan penggalangan pinjaman (debt/loan channeling) ke super lender institusi.

Narasumber kami juga menjelaskan, biasanya skema kerjanya adalah super lender tersebut akan membuat entitas di lokal atau di Singapura, bertujuan untuk bisa memantau langsung proses bisnis dari perusahaan fintech yang dibantunya. Terkait penyaluran dana, super lender terlebih dulu mentransfer ke perusahaan fintech, lalu fintech tersebut yang meneruskan ke konsumen akhir. Jika dalam perjanjian pinjaman, biasanya super lender dilibatkan menjadi pihak kedua sebagai pemilik dana.

Sebagai informasi, di perjanjian peminjaman dana, ada tiga pihak yang dilibatkan: peminjam/konsumen, pemberi dana, dan platform/penyalur.

Di sisi lain, memang tidak sedikit perusahaan fintech lending lokal yang menjadi perpanjangan tangan (ekspansi) dari perusahaan dari luar.

Seperti dikutip dari Katadata, Peneliti Ekonomi Digital Ignatius Untung Surapati mengatakan bahwa dirinya tidak yakin bahwa fintech itu 90% lokal. Ia mencontohkan platform seperti OVO, Gopay, ShopeePay, dan lainnya yang menjadi penguasa pasar sebagian besar dananya dari para investor yang berasal dari India, Tiongkok, dan negara lainnya.

Sumber kami juga tidak mengelak tentang kondisi ini. Karena memang banyak fintech lending lokal yang bisnis (utamanya) turut dioperasikan dari luar negeri.

Kami pun mencoba melakukan penelusuran, salah satunya dengan mengidentifikasi perusahaan operator di balik aplikasi fintech lending yang beredar di Indonesia. Caranya dengan mengidentifikasi perusahaan yang mengiklankan aplikasi tertentu melalui AdSense. Ditemukan tidak sedikit entitas luar — kendati banyak juga yang dioperasikan PT dari Indonesia — yang berupaya memasarkan layanan tersebut.

Literasi finansial masyarakat

Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen dan inklusi keuangan sebesar 85,10 persen. Nilai ini meningkat dibanding hasil SNLIK 2019 yaitu indeks literasi keuangan 38,03 persen dan inklusi keuangan 76,19 persen.

Proposisi tersebut artinya menunjukkan akses ke layanan keuangan saat ini lebih mudah, dibanding kompetensi terkait produk keuangan itu sendiri.

Literasi keuangan adalah pengetahuan seseorang terhadap produk-produk finansial. Sementara inklusi keuangan merujuk pada kondisi kepemilikan akun bank atau lembaga keuangan lainnya oleh kalangan penduduk usia produktif.

Sebagai gambaran, dari statistik OJK, paling banyak pemilik akun pinjaman online ada di rentang usia 19-34 tahun dengan pembagian yang berimbang antara laki-laki dan perempuan. Sementara penyalurannya 81% masih di area Jawa. Atas dasar ini, aturan baru POJK mulai mendorong para pemain untuk memberikan porsi lebih kepada peminjam di luar Jawa. Ini menjadi misi yang mulia, kendati PR untuk edukasi pengguna juga relatif akan lebih menantang.

Regulasi finetch lending memang sudah selayaknya dibuat sangat ketat dan disiplin. Termasuk upaya pemberantasan pemain ilegal dan sanksi terhadap pelanggaran. Toh sedari dulu sektor keuangan memang high-regulated. Namun yang tak kalah penting adalah upaya edukasi ke masyarakat terkait produk keuangan dan risiko secara mendalam. Karena pada akhirnya, kasus viral tersebut tidak akan terjadi jika dari awal masyarakat terkait sudah memahami betul ketentuan produk pinjaman yang dilanggan tersebut.

Dalam POJK, sebenarnya juga sudah diatur kewajiban pemain industri melakukan edukasi kepada masyarakat. Di beleid lama tertera di pasal 33 POJK 77/2016, berbunyi penyelenggara mendukung pelaksanaan kegiatan dalam rangka meningkatkan literasi dan inklusi keuangan.

Bentuk dukungan tersebut dituangkan dalam bentuk sosialisasi dan edukasi. Bagi penyelenggara yang sudah terdaftar wajib 12 kali sosialisasi di 12 kota dan provinsi berbeda dengan proporsi 6 di Pulau Jawa dan 6 di luar Pulau Jawa. Sedangkan Penyelenggara berizin rutin 3 kali dalam satu tahun dengan proporsi 1 kali di Pulau Jawa dan 2 kali di luar Pulau Jawa.

Pada intinya, seluruh stakeholder yang terlibat dalam industri fintech lending harus saling mendukung. Pemerintah mengawasi ekosistem industri; industri memberi memberikan layanan dan edukasi yang baik ke masyarakat; masyarakat juga harus cermat dalam menjadi nasabah dan berperan aktif membantu regulator untuk mengawasi.

Amartha IFC

IFC Gandeng Amartha Menyalurkan Pinjaman Modal Rp3 Triliun ke Pengusaha Ultra Mikro Perempuan

International Finance Corporation (IFC) mengumumkan komitmennya untuk menyalurkan modal produktif melalui jaringan pengusaha ultra mikro di Amartha. Dana yang digelontorkan oleh institusi keuangan anggota Bank Dunia tersebut senilai $206 juta atau sekitar 3 triliun Rupiah. Nilai ini lebih besar dari yang diajukan pada Maret 2023 lalu, yakni senilai $175 juta.

Dalam prospektus pengajuan dana debt Maret lalu, IFC berkomitmen memberikan dana $25 juta dan membuka tambahan dana bersama dari para mitra senilai $150 juta. Investasi yang diusulkan adalah tahap senior sekuritas beragun aset (senior tranche of asset backed securities) yang dibentuk untuk mengumpulkan piutang pinjaman, nantinya digunakan untuk meningkatkan akses ke keuangan bagi pengusaha ultra mikro, terutama pengusaha perempuan.

Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra menjelaskan, “Pendanaan dari IFC tidak hanya membantu Amartha untuk memperluas basis investor berskala internasional saja, tetapi juga memperluas layanan keuangan digital ke berbagai wilayah pelosok di Indonesia. Amartha meyakini kolaborasi ini akan menciptakan dampak yang berkelanjutan.”

Taufan turut menjelaskan, saat ini ada lebih dari 20 ribu UMKM yang menerima penyaluran modal dari Amartha. Mereka juga memiliki komitmen khusus untuk menjangkau para pengusaha di luar Jawa (70% dari permodalan tersalur berada di luar Jawa). Secara akumulatif, Amartha telah menyalurkan modal lebih dari 12 triliun Rupiah kepada 1,7 UMKM dari 42 ribu desa di Indonesia.

Dalam penyaluran pendanaan, Amartha turut menyertakan tim terdedikasi untuk turut membantu mereka dalam memaksimalkan bisnis melalui berbagai pendampingan dan pelatihan. Amartha menerapkan sistem tanggung renteng untuk mengantisipasi dan meminimalisir terjadinya gagal bayar. Secara khusus mereka mengembangkan sistem penilaian kredit sendiri, menyesuaikan dengan demografi para peminjamnya.

Regional Vice President IFC APAC Riccardo Puliti menyampaikan, “Kesenjangan akses permodalan yang dihadapi oleh perempuan pengusaha ultra mikro di Indonesia – yang sangat penting bagi perekonomian secara keseluruhan – semakin melebar karena adanya COVID-19 yang menyebabkan perempuan harus menanggung beban rumah tangga dan tekanan pengasuhan anak yang semakin besar selama pandemi. Kerja sama ini merupakan kemenangan bagi perempuan dan kemenangan bagi perekonomian.”

IFC sendiri bukan kali pertama berpartisipasi dalam pendanaan (baik ekuitas maupun debt) ke perusahaan digital di Indonesia. Sebelumnya mereka juga turut menyuntik dana ke induk AnterAja, Evermos, Kitabisa, AwanTunai, eFishery, dan PasarPolis. IFC juga menjadi salah satu LP untuk dana kelolaan AC Ventures.

Tahun ini, tepatnya pada Juni 2023 lalu, Amartha juga baru mengumumkan fasilitas kredit serupa untuk disalurkan ke UMKM. Nilainya $100 juta (lebih dari 1,4 triliun Rupiah), bersumber dari Community Investment Management yang merupakan firma keuangan berorientasi pada dampak sosial asal San Fransisco.

Application Information Will Show Up Here
InfinID

Bagaimana InfinID Permudah Proses Pengajuan Pinjaman dengan Jaminan Sertifikat Properti

Berbagai sumber data mengungkap bahwa kebutuhan kredit mencapai Rp1.600 triliun tiap tahunnya dan lembaga keuangan konvensional hanya bisa melayani sekitar Rp600 triliun. Artinya, terdapat funding gap sebesar Rp1.000 triliun, yang menjadi momok dibalik pesatnya perkembangan fintech di Indonesia.

Kondisi tersebut mengilhami Filman Ferdian (CEO), Vincent (COO), dan Amalfi Darusman (CTO) yang mengenal satu sama lain sejak kuliah untuk merintis InfinID pada November 2022. Filman sebelumnya pernah bekerja di McKinsey dan GoPay dengan jabatan terakhir Head.

Sementara Vincent punya pengalaman bekerja di berbagai perusahaan teknologi global dan nasional, seperti IBM, Microsoft, Gojek, Tokopedia, dan Xendit. Saat ini ia juga menjabat sebagai Wakil Ketua Departmen Inovasi Keuangan Digital AFTECH. Sedangkan Amalfi merupakan engineer yang berpengalaman dalam hal analitik dan pengembangan teknologi yang pernah bekerja sebagai data scientist di Uni Emirat Arab.

Mereka bertiga akhirnya bersatu pada tahun lalu. Berbekal pengalaman kerja mereka, disimpulkan bahwa fintech adalah sektor yang paling relevan. Pertanyaan berikutnya adalah mencari peluang bisnis yang tepat di sektor fintech.

Saat dihubungi DailySocial.id, Filman menuturkan berdasarkan pengamatan pasar dan pengalaman pribadi, ketiganya melihat peluang untuk mendorong transformasi di area pinjaman dengan jaminan sertifikat properti. Di sana ada potensi pasar yang besar, namun masih ada tantangan, di antaranya keterbukaan akses untuk masyarakat secara luas dan juga pengalaman pengguna yang belum optimal. Lantaran rerata prosesnya memakan waktu hingga lebih dari enam minggu.

“Oleh karena itu, kami memutuskan untuk menghadirkan InfinID sebagai platform digital yang fokus pada fasilitas perolehan pinjaman menggunakan jaminan sertifikat properti,” terang Filman.

Produk InfinID

InfinID

InfinID mengambil pendekatan yang berbeda dalam menyalurkan pinjaman, dengan menggunakan jaminan sertifikat properti. Perusahaan dalam hal ini menjadi agregator yang menghubungkan calon debitur dengan lembaga jasa keuangan (LJK) yang dapat memberikan fasilitas pinjaman dengan jaminan sertifikat properti.

Calon debitur akan dibantu mendapatkan pinjaman yang paling tepat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka. Di sisi lain, perusahaan membantu LJK dalam melakukan pengelolaan proses pengajuan, evaluasi, pelayanan, dan monitoring dengan memanfaatkan teknologi digital. Produk dari LJK yang digunakan oleh InfinID adalah kredit multiguna dan kredit usaha yang disertai dengan jaminan.

“Kami tidak masuk ke KPR ataupun pinjaman tanpa jaminan sertifikat. Sebagai platform digital kami menerapkan prinsip kolaborasi, sehingga kami sangat terbuka dengan LJK secara luas, bahkan perusahaan lain yang masuk dalam kategori platform digital untuk pinjaman seperti penyelenggara IKD klaster Financing Agent ataupun Aggregator.”

Limit pinjaman yang tersedia di InfinID mulai dari Rp100 juta dengan bunga mulai dari 12%-18% per tahun. Tenornya juga bervariasi, ada yang 3-5 tahun, ada juga yang jangka panjang, yakni 15-20 tahun.

Perusahaan punya tiga produk pinjaman, yakni InfinID FIX, InfinID FLEX, dan InfinID FLIP. InfinID FIX adalah pinjaman multiguna yang diperuntukkan buat pinjaman dengan dana besar, namun bunga ringan dan skema pembayaran tetap. Sedangkan InfinID FLEX memberikan limit kredit yang lebih terjangkau dengan berbagai fleksibilitas, seperti pembayaran bulanan yang lebih terjangkau.

Terakhir, InfinID FLIP adalah solusi refinancing (takeover) KPR/kredit multiguna/kredit usaha ke lembaga keuangan lain dengan suku bunga lebih ringan, jangka waktu lebih panjang, dan kemudahan lainnya.

Para mitra LJK yang sudah bermitra sejauh ini ada empat, yakni BPR Artharindo, BPR Daya Perdana Nusantara, BPR Rifi Maligi, dan Bank Sampoerna.

Untuk manajemen risiko, perusahaan melakukannya secara menyeluruh, mulai dari skrining profil calon debitur yang disesuaikan dengan preferensi mitra LJK, memverifikasi data menyeluruh untuk memastikan informasi yang disampaikan calon debitur sesuai, termasuk dengan memanfaatkan solusi verifikasi data milik mitra LJK dan survei langsung.

“Kami terus mengembangkan solusi digital agar dapat mempermudah verifikasi properti, seperti penilaian dan pengecekan legalitas properti. Selain itu, kami memberikan solusi otomatis yang membantu LJK menerapkan mekanisme manajemen risiko yang sudah mereka gunakan, sehingga dapat menganalisis kredit secara lebih efisien dan efektif hingga proses pengikatan kredit.”

Rencana selanjutnya

InfinID itu sendiri baru berumur 10 bulan. Walau masih baru, Filman memastikan bahwa fokus perusahaan adalah memiliki fondasi bisnis yang baik, termasuk menyusun proses kredit yang lebih efisien, membangun teknologi untuk mempermudah proses di debitur dan LJK, serta menjalin kerja sama dengan sejumlah LJK.

Sebagai perusahaan fintech, InfinID turut mematuhi aturan yang berlaku. Pada Mei 2023, perusahaan berhasil tercatat sebagai penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) di OJK untuk klaster financing agent. Untuk pengamanan sistem, perusahaan telah menyelesaikan sertifikasi ISO 270001:2013 untuk memastikan keandalan pengamanan data.

Produk InfinID sebenarnya juga sudah diluncurkan ke pasar. Diklaim perusahaan menerima ribuan pengajuan dari calon debitur setiap bulannya untuk pinjaman bernilai Rp100 juta-Rp300 juta. “Tujuan pinjaman yang sering diajukan, yakni untuk renovasi, bangun usaha, debt consolidation untuk pelunasan hutang KTA, pinjaman online, dan kartu kredit.”

Filman menuturkan, ke depannya perusahaan terus memfokuskan diri untuk meningkatkan keandalan proses dan teknologi agar dapat melayani proses persetujuan kredit di Jabodetabek, sebelum dapat ekspansi ke kota lain. Di samping itu, akan perbanyak kolaborasi dengan lembaga dan institusi lain yang dirasa punya peranan yang penting dalam mengembangkan ekosistem pinjaman dengan jaminan sertifikat properti secara lebih luas.

“Selain itu, kami juga memiliki beberapa inovasi produk, baik dari sisi teknologi, maupun skema produk keuangan yang ingin kami luncurkan ke pasar dalam 6-12 bulan mendatang.”

InfinID telah mengantongi pendanaan dengan nominal dirahasiakan dari Insignia Venture Partners.

Application Information Will Show Up Here
Boost Indonesia, bisnis fintech dari Axiata Group, mengumumkan komitmennya untuk mendukung UMKM yang belum terlayani secara finansial

Boost Indonesia Incar Penambahan UMKM Peroleh Akses Pembiayaan

Boost Indonesia, bisnis fintech dari Axiata Group, mengumumkan komitmennya untuk mendukung UMKM Indonesia yang belum terlayani secara finansial di seluruh negeri. Sektor ini berkontribusi lebih dari 60% terhadap PDB Indonesia, namun sebanyak 77,6% UMKM belum menerima kredit perbankan.

“Sejak awal, tujuan dan misi kami adalah untuk melayani yang kurang terlayani, dengan mendukung para peminjam atau merchant kami secara digital dalam mencapai tujuan mereka di negara tempat kami beroperasi, termasuk Indonesia. Dengan lanskap digital yang terus berkembang, sangat penting bagi mereka untuk mendapatkan akses ke alat dan solusi tepat, yang diperlukan untuk merangkul digitalisasi,” terang Group CEO Boost Sheyantha Abeykoon dalam keterangan resmi, Senin (24/7).

Perusahaan yang berkantor pusat di Malaysia ini, sudah hadir di Indonesia sejak 2017. Produk yang ditawarkan adalah layanan pembiayaan melalui p2p lending, yaitu invoice financing dan supply chain financing.

Peminjam (disebut Boost Merchant) dapat mengajukan pinjaman hingga Rp2 miliar dalam waktu tiga bulan. Layanan tersebut memungkinkan UMKM gunakan untuk kegiatan usaha, memperluas toko, membayar gaji karyawan, dan mewujudkan impian usaha mereka.

Boost Merchant juga mendapat keuntungan dari Boost Kedai, sebuah platform digital yang dirancang untuk menyederhanakan proses rantai pasok bagi UMKM di era ekonomi digital. Platform tersebut menghubungkan Boost Merchant dengan pemasok dan menawarkan metode pembayaran yang nyaman melalui Boost Tempo untuk manajemen arus kas.

“[..] Saat ini, kami bermitra dengan pelaku ekosistem untuk melihat bagaimana kami dapat mengubah model fintech lending kami yang terkini menjadi solusi dan produk usaha yang bernilai bagi UMKM di Indonesia agar tumbuh tak terbatas,” tambah CEO Boost Indonesia Stefanus Warsito.

Menurutnya, lebih dari 40% nasabah Boost di Malaysia dan Indonesia belum pernah menerima kredit dari penyedia jasa keuangan lain sebelumnya. Kondisi tersebut jadi faktor pemicu perusahaan untuk menjangkau lebih banyak UMKM.

Diklaim, sejak awal berdiri hingga tahun ini, perusahaan telah menyalurkan pinjaman hampir Rp9 triliun di Malaysia dan Indonesia, dengan lebih dari 40% atau sekitar Rp3 triliun dari nominal tersebut dicairkan di Indonesia.

Kepercayaan peminjam disebutkan menunjukkan tren positif, terlihat dari repeat rate atau pengajuan pinjaman kembali mencapai 90% untuk pembiayaan mikro jangka pendek. Penyaluran ini tumbuh lebih dari 13% per tahunnya dengan pencairan rata-rata per bulan sebesar Rp208 miliar. Diklaim, pencapaian tersebut membawa Boost berada di posisi sebagai salah satu pemain fintech teratas di Indonesia.

Perkembangan Boost

Pada awal perusahaan beroperasi di Indonesia, hadir sebagai mobile wallet yang memungkinkan pengguna untuk membayar transaksi di merchant dengan memindai kode QR. Selain pembayaran, aplikasi tersebut juga dilengkapi dengan program loyalitas dan gamifikasi.

Pengembangan bisnis berikutnya terjadi di 2020, saat itu perusahaan memperluas suplai produk, melalui kemitraan dengan perusahaan lainnya, untuk melengkapi produk yang dapat dijual kembali oleh merchant. Juga, mulai membuka akses pendanaan untuk merchant.

Keputusan untuk mantap beralih sebagai p2p lending, perusahaan mengumumkan akuisisi 68,75% saham PT Creative Mobile Adventures (KIMO) pada Mei 2021. KIMO adalah perusahaan p2p lending yang memfokuskan diri pada pembiayaan supply chain telekomunikasi.

Di kantor pusatnya, solusi yang ditawarkan Boost lebih beragam yang beroperasi di bawah lima entitas berbeda. Yakni, Boost Life, Boost Biz, Boost Credit, Boost Connect, dan Boost Indonesia. Solusi tersebut bergerak di jasa keuangan, mulai dari pembayaran, pinjaman, solusi merchant, dan remitansi.

Bahkan, sudah masuk ke bank digital berkat kongsinya dengan RHB Banking Group (RHB). Lisensinya sudah dikantongi dari otoritas setempat pada April 2022. Secara pendanaan, Boost mengantongi pendanaan senilai $70 juta dari Great Eastern pada 2020.