Tag Archives: fintech report 2019

Pinjaman digital pegadaian

Pegadaian Siapkan “Digital Lending” untuk Segmen Usaha Menengah Atas

Pegadaian sedang menyiapkan platform pinjaman modal kerja berbasis digital atau digital lending untuk segmen menengah ke atas. Saat ini, perusahaan tengah melakukan piloting produk dan telah mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Sebagaimana dikutip dari Kontan, Direktur Teknologi dan Digital Pegadaian Teguh Wahyono mengungkap bahwa digital lending ini menawarkan tenor pendek, yaitu dua hingga enam bulan. Besaran pinjaman dimulai dari Rp50 juta hingga Rp2 miliar.

Sementara, pendanaan modal kerja akan diperoleh dari dua sumber. Pertama, sumber pendanaan langsung dari Pegadaian (direct lending) yang utamanya membidik pasar dari kalangan BUMN lewat skema invoice financing. Kedua, sumber tidak langsung (indirect lending) melalui platform penyedia p2p lending. 

Dihubungi terpisah, VP Digital Business Development & Partnership Pegadaian Herdi Sularko mengatakan bahwa pihaknya masih mengkaji rencana realisasi produk untuk direct lending. Sedangkan untuk indirect lending sudah memasuki tahap piloting untuk sekop kecil.

“Ada tiga (pemain p2p lending) di pipeline kami, cuma tidak bisa kami sebutkan karena masih dalam tahap non-disclosure agreement,” ungkap Herdi kepada DailySocial.

Sebagaimana diketahui, Pegadaian tengah mendorong perannya dalam ekosistem keuangan dalam dua tahun terakhir. Perusahaan berupaya untuk bertransformasi, tak lagi hanya sebagai perusahaan gadai, tetapi juga sebagai perusahaan yang menawarkan layanan keuangan lainnya.

Institusi keuangan garap produk digital lending

Pegadaian bukanlah satu-satunya perusahaan di industri keuangan yang bermain di p2p lending. Sebelum itu, BRI melalui anak usahanya BRI Agro menjadi bank pertama yang merilis pinjaman untuk modal kerja berbasis digital, yakni PINANG (Pinjam Tenang) pada awal 2019.

Selain itu, BCA juga dikabarkan akan menggarap produk tersebut. Namun, seperti diberitakan Katadata, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja urung untuk meluncurkan layanan tersebut dalam waktu dekat. Alasannya, produk p2p lending dinilai punya risiko besar.

Salah satu risiko yang ia maksud adalah dasar pemberian pinjaman tanpa jaminan. Hal ini terutama berkaitan dengan pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) sebagai digital scoring. “Jadi dasarnya apa mau memberi pinjaman?” katanya.

Hal tersebut juga menjadi strategi bagi institusi keuangan untuk menghadapi gencarnya pertumbuhan platform fintech di Indonesia. Pemain fintech menjadi populer karena dianggap unggul dalam menjangkau segmen pasar yang sebelumnya tidak terjamah oleh perbankan.

Berdasarkan Fintech Report 2019, sebanyak 79,9% dari 747 responden di Indonesia menggunakan layanan digital wallet. Layanan lainnya diikuti oleh investment (31,5%), paylater (30,9%), multifinance (12%), insurtech (11,8%), crowdfunding (8,2%), p2p lending (6,2%), dan remittance (2,4%).

Fintech Report 2019 DailySocial

Laporan DSResearch: Fintech Report 2019

Teknologi finansial (fintech) masih menjadi model bisnis yang sangat populer di Indonesia. Perkembangan bisnis dan inovasi produk yang terus berlanjut makin menarik untuk diamati.

Demikian juga menurut pengamatan CEO BRI Ventures Nicko Widjaja, “Tahun 2019 merupakan pencapaian penting bagi kita semua, dengan memasuki babak baru di dunia digital. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia memiliki peran penting dalam era ekonomi digital ASEAN. Dengan terciptanya unicorn dari anak bangsa, pasar yang lebih matan dan konsumen digital yang terus bertambah baik dari segi skala dan kualitas. Begitu pula pencapaian di bidang teknologi finansial dan jendela kesempatan yang terbuka lebar bagi para entrepeneur yang memiliki solusi tepat bagi lajunya pertumbuhan ekonomi Indonesia.”

Melihat dinamika pasar dan minat yang tinggi terkait lanskap bisnis tersebut, DSResearch merilis laporan tahunan “Fintech Report 2019”. Bertajuk “Moving Towards a New Era in Indonesia’s Financial Industry”, laporan ini mencoba mencatat tren-tren baru yang dihasilkan fintech. Sembari mengamati adopsi berbagai layanan di masyarakat – mulai dari pembayaran, pinjaman, hingga investasi.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, banyak hal disoroti dalam laporan ini, meliputi pergerakan industri, pemain fintech terkini, dan perspektif konsumen. Sudut pandang dari penyedia dan pengguna layanan yang dihadirkan diharapkan memberikan pengetahuan berharga bagi ekosistem fintech Indonesia.

Beberapa pembahasan yang dirangkum dalam laporan tersebut meliputi:

  • Fintech lending masih terus mengalami pertumbuhan. Tahun ini tercatat ada 47 pemain baru yang terdaftar di OJK. Sementara itu otoritas juga mulai menggulirkan status “izin usaha” untuk p2p lending, 11 pemain sudah mengantonginya.
  • Beleid mengenai Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) tahun ini diresmikan oleh BI. Dinilai akan berdampak signifikan pada bisnis pembayaran digital.
  • Digital wallet (82,7%) menjadi kategori produk fintech yang paling populer menurut responden, dilanjutkan investment (62,4%), paylater (56,7%), dan p2p lending yang mengakomodasi kebutuhan personal (40%).
  • Gopay (83,3%) masih menjadi aplikasi digital wallet yang paling banyak digunakan tahun ini. Sementara Ovo (99,5%) menjadi aplikasi digital wallet yang memiliki awareness masyarakat tertinggi.

Selain tiga poin di atas, masih banyak hal lain yang terangkum dalam laporan. Termasuk mengenai peran investor dalam mendukung fintech lokal, tren pendanaan startup fintech, hingga survei mengenai layanan fintech terfavorit untuk berbagai kategori.

Dapatkan laporan lengkapnya melalui tautan berikut ini: Fintech Report 2019.


Disclosure: DSResearch bermitra dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan unit bisnis ventura miliknya BRI Ventures dalam penerbitan laporan ini. Kedua perusahaan saat ini memiliki konsentrasi tinggi terhadap perkembangan fintech di Indonesia, termasuk memberikan dukungan dalam bentuk investasi dan kerja sama strategis.

Menurut preview riset tahunan DailySocial, Fintech Report 2019, terungkap potensi unicorn berikutnya adalah fintech karena kenaikan traksi

Fintech Tahun Ini: Jumlah Pemain Baru Melambat, Traksi Meningkat

Riset tahunan yang dirilis DailySocial, Fintech Report 2019, mengungkapkan pertumbuhan startup fintech di Indonesia sepanjang tahun ini mengalami perlambatan, sementara traksi pemain yang sudah terus memperlihatkan kenaikan.

Perlu dicatat, full version riset ini segera dirilis resmi dalam waktu dekat.

CEO DailySocial Rama Mamuaya memaparkan, pada 2018 ada 61 pemain p2p lending yang beroperasi. Namun pada tahun ini hanya 47 pemain saja. Fenomena yang sama terjadi juga untuk fintech pembayaran. Pada 2018, ada delapan pemain, sementara pada tahun ini menurun jadi empat.

Mengacu dari data OJK, total penyaluran untuk periode yang sama, akumulasi penyaluran pinjaman mencapai Rp60,41 triliun meningkat 166,51% year to date dari Rp22,6 triliun.

Peningkatan juga terjadi untuk akumulasi rekening peminjam menjadi 14,3 juta entitas dari sebelumnya 4,3 juta entitas. Sedangkan untuk pemberi pinjaman mencapai 558 ribu entitas, naik 169,28%.

Bicara soal legalitas di regulator, per September 2019, ada 13 pemain fintech lending yang mengantongi izin dari OJK. Adapun total pemain yang terdaftar di OJK ada 144 perusahaan. Sedangkan, empat perusahaan yang mendapat lisensi uang elektronik dari BI.

Berdasarkan data itu, diyakini bahwa startup berikutnya yang akan menyabet status unicorn berasal dari fintech. “Ada banyak perusahaan yang valuasinya lebih dari ratusan juta dolar, seperti Akulaku, Kredivo, mereka semua perusahaan fintech,” terangnya di NextICorn International Summit 2019, Kamis (14/11).

“Apapun perusahaannya, unicorn berikutnya adalah fintech. Pertanyaannya adalah apakah akan ada daging yang tersisa? Jika kita ingin memulai perusahaan fintech, bisakah tetap tumbuh lebih besar?,” sambungnya.

Mendukung pernyataannya tersebut, dia memaparkan sejauh ini tercatat ada 22 pendanaan untuk startup fintech yang diumumkan dengan total $121 juta (setara 1,7 triliun Rupiah).

“Umumnya ini baru 60% yang diumumkan, sisanya tertutup. Kalau itu semua diumumkan, tentu nilainya akan jauh lebih besar.”

Imbauan kaji jumlah pemain p2p lending

Dalam kesempatan terpisah, OJK meminta asosiasi untuk meninjau kembali jumlah pemain p2p lending dengan pertimbangan pertumbuhan yang cepat harus seimbang dengan jumlah nasabah.

Kepala Eksekutif IKNB OJK Riswinandi mengatakan perkembangan p2p lending sanat cepat. Sejak dirilisnya POJK No.77 Tahun 2016 pada tiga tahun lalu, sudah ada 144 penyelenggara p2p lending sampai November 2019.

Kondisi ini kontras dengan industri pembiayaan dan asuransi yang butuh waktu puluhan tahun untuk sampai ke angka tersebut. Tercatat ada 183 pemain multifinance dan 70 perusahaan asuransi yang beroperasi saat ini. Untuk itu, dia menilai perlu dikaji dengan jumlah perusahaan fintech lending yang terdaftar.

Peninjauan ini dibutuhkan mengingat banyaknya peminjam yang terjebak dengan kemudahan meminjam secara online melalui p2p lending. Kajian tersebut diperlukan agar dapat melindungi kepentingan nasabah.

“Coba dipelajari, diskusi bersama untuk meningkatkan kualitas p2p lending. Jika memang hasil kajiannya dirasa sudah cukup, akan kami batas dulu (jumlah pemain p2p lending),” ucap Riswinandi saat keynote speech hari jadi AFPI, Senin (11/11).

Mengutip dari Bisnis.com, Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI Tumbur Pardede mengatakan arahan dari OJK tidak mengarah kepada pembatasan jumlah p2p lending.

“Inisiasi dari industri ini, kesiapan dan kualitas kami harus tonjolkan. Jadi bukan bicara kuantitas. Dengan kualitas yang baik menggunakan teknologi, cakupan kita dapat meluas,” ujarnya.