Tag Archives: fixed broadband

Vision+ melaju ke bursa AS lewat kendaraan SPAC Malacca Straits Acquisition Company. Ulasan ini merangkum prospek lini bisnis yang digarap perusahaan.

Tandai Era Baru, Bisnis OTT MNC Group Segera “Go Public” di Bursa Amerika Serikat Melalui SPAC

MNC Vision Networks, (IDX: IPTV) melalui anak usahanya Asia Vision Network (AVN) atau dikenal dengan produk aplikasinya Vision+, mengumumkan telah resmi menandatangani perjanjian penggabungan usaha dengan Malacca Straits Acquisition Company (NASDAQ: MLAC), sebuah SPAC (Special Purpose Acquisition Company).

Rumor ini sudah beredar sejak Februari 2021 lalu. Melalui surat tanggapan yang dipublikasikan melalui IDX, pihak IPTV mengonfirmasi soal rencana tersebut. Hanya saja disampaikan bahwa proses filling belum dilakukan, sehingga belum bisa menginformasikan lebih lanjut ke otoritas.

Berdasarkan informasi terbaru yang disebarkan ke media, proses merger ditargetkan tuntas pada akhir Q2 2021. Proses penandatanganan Business Combination Agreement sudah dilakukan per 22 Maret 2021 oleh kedua pihak. Proyeksi valuasi perusahaan adalah senilai $573 juta atau setara 8 triliun Rupiah — mencerminkan rasio EV/EBITDA di 5,8 kali dari nilai tersebut. Kombinasi bisnis juga diperkirakan akan menambah modal segar sekitar $135 juta — jika tidak ada penebusan pemegang saham publik MLAC.

Selain mengoperasikan OTT (over the top) lewat aplikasi streaming video, AVN juga membawahi MNC Play sebagai operator TV berbayar dan layanan broadband.

Merger ini bakal menandai perjanjian perdana antara startup teknologi Indonesia dan SPAC untuk melantai di bursa saham Amerika Serikat. Sebelumnya sejumlah startup unicorn telah ramai dirumorkan mengambil langkah serupa, tetapi sejauh ini belum ada konfirmasi realisasi.

Gambaran kompetisi pasar

Berdasarkan data yang dihimpun di Statista Digital Market Outlook 2020revenue layanan video-on-demand (VOD) di Indonesia diprediksikan mencapai $411 juta atau setara 5,9 triliun Rupiah pada 2021 dengan penetrasi pengguna mencapai 16,5% dengan rata-rata revenue per pengguna (ARPU) $9.02. Sub-segmen yang menyumbangkan nilai terbesar adalah video streaming (SVoD), dengan kisaran $237 miliar.

Vision+ menjadi bagian dari ekosistem ini, berkompetisi sengit dengan para pemain lainnya. Dari pemetaan pemain SVOD yang dirangum dalam Startup Report 2020, setidaknya saat ini ada 21 varian layanan dengan berbagai spesialisasi konten. Ditinjau dari statistik penggunaan layanan lokal, aplikasi Vidio, RCTI+, dan Maxstream masih memimpin tiga besar yang paling banyak dipakai.

Kuat di siaran TV (baik gratis maupun berbayar) tidak menghentikan Vision+ untuk meningkatkan value propsition-nya. Karena ini mereka juga mulai banyak merilis seri orisinal film, dan beberapa tayangan eksklusif lainnya. Saat ini aplikasi sudah diunduh lebih dari 5 juta pengguna di Google Play dengan rating  4.4/5.0.

Sementara jika membandingkan dengan pemain global, ada beberapa pesaing berat yang saat ini terus menggencarkan penetrasinya di Indonesia. Dari Tencent, mereka punya dua amunisi, yakni WeTV dan iflix, dengan diversifikasi konten seri orisinal produksi Tiongkok. Kemudian ada Netflix sebagai pemimpin pasar SVOD global, juga Disney+ Hotstar yang mulai debut tahun 2020 lalu dengan konten khasnya.

Peta persaingan VOD di Indonesia

Pembatasan sosial akibat pandemi juga banyak mendatangkan pengguna baru, sebagai alternatif hiburan selama di rumah saja. Salah satunya divalidasi oleh survei McKinsey pada Maret s/d April 2020, sebanyak 45% responden mengaku mengeluarkan lebih banyak uang untuk hiburan di rumah dan berdampak pada pertumbuhan konsumsi konten video sebesar 53% dari sebelumnya.

Menurut data Media Partners Asia, hingga awal tahun ini Disney+ Hotstar sudah memiliki 2,5 juta pelanggan di Indonesia, Viu memiliki 1,5 juta pelanggan, dan Vidio 1,1 juta pelanggan (premium). Sementara Netflix memiliki 800 ribu. Disney+ Hotstar gencar memberikan paket akses premium gratis, di-bundling dengan paket internet dari Telkomsel (mitra peluncurannya di Indonesia). Menurut keterangan MNC, Vision+ saat ini memiliki 5,6 juta pelanggan, dan 1,6 juta di antaranya adalah pelanggan berbayar.

DNA bisnis MNC Group sebagai korporasi media tentu menjadi nilai plus jika mengharapkan Vision+ dapat menjadi pemimpin pasar di Indonesia. Setidaknya mereka telah membuktikan lewat kanal siaran televisi dengan menguasai 48% market share nasional. Namun pelanggan SVOD (dalam konteks pengguna premium) dengan pemirsa televisi bisa saja memiliki irisan demografi dan karakteristik yang berbeda, sehingga memang harus divalidasi lebih lanjut.

Fixed broadband dan TV kabel

Terkait fixed-broadband atau jaringan internet rumahan, menurut data yang dihimpun Techinasia per Juni 2020, setidaknya ada 11 pemain yang saat ini menyuguhkan layanannya termasuk MNC Play. Kebanyakan layanan TV kabel juga disuguhkan bersanding dengan paket internet yang diberikan.

Fixed Broadband Layanan Hiburan Penawaran Kecepatan Biaya Langganan Dasar Cakupan
MNC Play TV Kabel, VOD 10Mbps s/d 70Mbps Rp290ribu s/d Rp1juta Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Malang
Indosat Ooredoo GIG TV Kabel, VOD 20Mbps s/d 100Mbps Rp280ribu s/d Rp1juta DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Banten
Biznet Networks TV Kabel, VOD 75Mbps s/d 150Mbps Rp325ribu s/d Rp725ribu Wilayah Pulau Jawa, Batam, dan Bali
First Media TV Kabel, VOD 15Mbps s/d 300Mbps Rp361ribu s/d Rp3,1juta Jabodetabek, Bandung, Cirebon, Purwakarta, Semarang, Solo, Surabaya, Kediri, Malang, Gresik, Sidoarjo, Surabaya, Bali, Medan, Batam
CBN Fiber TV Kabel, VOD 30Mbps s/d 200Mbps Rp299ribu s/d Rp1,3juta Jabodetabek, Bandung, Cirebon, Denpasar, Medan, Palembang, Surabaya, Jember Kediri, Madiun, Malang, Sidoarjo, Semarang
Indihome TV Kabel, VOD 10Mbps s/d 50Mbps Rp169ribu s/d Rp625ribu Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua
Groovy TV Kabel 10Mbps s/d 80Mbps Rp269ribu s/d Rp568ribu Jabodetabek, Bandung
MyRepublic TV Kabel, VOD 30Mbps s/d 300Mbps Rp329ribu s/d Rp1,2juta Jabodetabek, Bandung, Malang, Medan, Palembang, Semarang, Surabaya
Oxygen.ID TV Kabel, VOD 25Mbps s/d 100Mbps Rp273ribu s/d Rp493ribu Jabodetabek, Bandung, Pekalongan
XL Home TV Kabel, VOD 100Mbps s/d 1Gbps Rp349ribu s/d Rp999ribu Jabodetabek, Bandung, Banjar Baru, Banjarmasin, Bekasi, Balikpapan, Bantul, Denpasar, Makassar, Sleman
Transvision TV Kabel, VOD 30Mbps s/d 1Gbps Rp269ribu s/d – Jabodetabek

Bersumber dari Key Market Indicators Statista, data statistik berikut menunjukkan perkiraan jumlah rumah tangga dan penetrasi penggunaan TV internet berlangganan (iptv) di Indonesia hingga tahun 2025 mendatang. Konsep iptv menggunakan internet sebagai transmisi layanan.

Urgensi untuk memiliki layanan internet rumahan dapat menjadi pendorong utama peningkatan penetrasi layanan ini – terlebih pandemi memang banyak mendorong konsumsi internet di tengah masyarakat Indonesia, baik untuk menunjang kebutuhan work from home (WFH), learning/school from home (LFH), atau untuk hiburan.

Penetrasi IPTV di Indonesia

Sementara itu, menurut data International Telecommunication Union pelanggan layanan internet rumahan (fixed broadband) di Indonesia hingga tahun 2019 sudah melebihi angka 10 juta. Jika menghubungkan pada tabel sebaran penyedia layanan di atas, masih banyak daerah yang belum diakomodasi oleh layanan tersebut. Artinya angka ini juga masih terus berpotensi bertumbuh seiring peningkatan adopsi dan ekspansi dari penyedia bisnis itu sendiri.

Fixed Broadband Subscription in Indonesia

Dari hasil survei yang dilakukan oleh Nusaresearch periode April 2020 melibatkan 2.792 responden, diungkapkan beberapa penyedia layanan broadband (mencakup mobile dan fixed) di Indonesia. Dengan cakupan yang masih cukup terbatas, MNC Play masih menempati posisi 10 besar dan menjadi 1 dari 4 layanan fixed yang paling banyak digunakan. Dari rilis yang diedarkan, MNC Play saat ini juga telah memiliki sekitar 300 ribu pelanggan.

Internet provider Indonesia 2020

Penguatan lini bisnis

Dalam keterbukaannya juga disampaikan, bahwa saat ini AVN sedang menyelesaikan akuisisi 100% saham K-Vision. Transaksi ditargetkan rampung pada akhir bulan ini. K-Vision sendiri adalah perusahaan penyedia layanan TV kabel yang berinduk pada perusahaan yang sama. Diharapkan pasca akuisisi bisa menambahkan pilihan konten di layanan SVOD Vision+, termasuk sinaran populer dari RCTI, GTV, MNCTV, iNews, dan 13 saluran lokal ainnya. Saat ini K-Vision telah memiliki sekitar 6 juta pelanggan.

Secara struktur bisnis, AVN akan membawahi tiga unit perusahaan, termasuk Playbox sebagai pengembang OTT BOX Android untuk penyiaran televisi berbayar.

Struktur MNC Media Group

Di luar grup bisnis media, MNC juga terus memperkuat ekosistem digitalnya. Beberapa waktu lalu kami sempat mewawancara Direktur MNC Kapital Jessica Tanoesoedibjo, dalam pemaparannya saat ini perusahaan tengah memperkuat penetrasi aplikasi pembayaran SPIN, termasuk dengan mengintegrasikan ke berbagai lini bisnis lainnya, termasuk Vision+, MNC Play, dan lain-lain.

Application Information Will Show Up Here
(le-ri) Dave Ulmer (Head of XL Home), Bianca Hardini (Marketing Lead XL Home), Abhijit Navalekar (Director of Corporate Strategy & Business Development XL Axiata)

“XL Home POW” is XL Axiata’s Effort to Disturb Home Broadband Market

XL Axiata is getting serious at home broadband business by launching XL Home POW. The service offers fiber optic-based home internet with speed up to 300 Mbps for Rp300,000 per month. Ordering process starts online from May 2nd. At the beginning, Home Pow is only available in Jabodetabek. POW branding shows that it’s meant to disturb the market.

The rumor on XL to join the fixed broadband business is gaining traction since early this year. The urge of diversification, since telco business is slowing down, push XL further to enter this segment.

Last year, XL has sold its e-commerce service, Elevenia, to Salim Group.

Abhijit Navalekar, XL’s Director of Corporate Strategy & Business Development, said to DailySocial, as a telecom company, it’s natural for XL to expand to fixed broadband business as it’s still an infrastructure business.

#LebihPOW dengan XL Home Pow
#LebihPOW dengan XL Home Pow

XL Home already offered the wireless-based home broadband solution last year, but this year, Home Pow tried to provide the complete solution. They assure the fiber optic network will reach last mile (house). Navalekar defines Home Pow as the combination of fiber optic and wireless internet, depend on the network availability.

Currently, Home Pow is focused on home-based customers, but it’s open for market expansion to the SOHO and corporate segment in the future.

Android’s Oreo set top box

XL Home Pow offers a low-cost package compared to the competitors. There are no other services offering a 300 Mbps package at that price. Generally, for the package with similar speed, it’ll be at least Rp1 million per month.

This package includes Android’s Oreo set top box with Google’s official license. Customers will also get free access to iFlix and some other live channels (including Kompas TV, Sport Illustrated, e-Sports)

There are also 30 days free access for Netflix and trial for CatchPlay. Home Pow also partners with Indonesia’s nxl to support local e-sport.

The service guarantees children-friendly KidzMode and voice-search function using remote control supported by over 30 languages as its features.

Without revealing the budget spending and target number, he ensures its seriousness by creating a dedicated team to take care of technical service and customer service.

“New product that will be available on 2 May 2018, is the answer for customers’ massive complaints about the unsatisfying internet service all over Indonesia. Supported by our fiber-optic network quality, in addition to the top-speed internet, XL Home POW has other benefits, such as Android TV Cable with the latest technology,” Navalekar explained.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

(ki-ka) Dave Ulmer (Head of XL Home), Bianca Hardini (Marketing Lead XL Home), Abhijit Navalekar (Director Corporate Strategy & Business Development XL Axiata)

XL Home POW Jadi Usaha XL Axiata “Ganggu” Pasar “Home Broadband”

XL Axiata (XL) menyeriusi langkah memasuki bisnis home broadband dengan meluncurkan produk XL Home POW hari ini. Layanan ini menawarkan layanan internet rumahan berbasis fiber optic dengan kecepatan hingga 300 Mbps seharga 300 ribu per bulan. Pemesanan bisa dilakukan mulai tanggal 2 Mei mendatang secara online. Di masa awal, Home Pow baru tersedia di kawasan Jabodetabek. Branding POW menunjukkan apa yang ditawarkan memang bertujuan menggebrak pasar.

Gaung XL di bisnis fixed broadband sudah terasa sejak awal tahun ini. Keinginan mendiversifikasi bisnis, di luar core business telekomunikasi yang pertumbuhannya mulai melemah, mendorong XL memasuki segmen ini.

Tahun kemarin XL telah menjual layanan e-commerce-nya, Elevenia, ke Salim Group.

Kepada DailySocial, Direktur Corporate Strategy & Business Development XL Abhijit Navalekar menyebutkan sebagai perusahaan telekomunikasi, adalah suatu hal yang alami jika mereka melirik bisnis fixed broadband yang masih bersifat infrastruktur.

#LebihPOW dengan XL Home Pow
#LebihPOW dengan XL Home Pow

Tahun lalu XL Home sesungguhnya sudah menawarkan solusi home broadband berbasis wireless, tapi tahun ini Home Pow mencoba memberikan solusi yang lebih menyeluruh. Untuk menjamin kecepatan, mereka menjanjikan jaringan fiber optic hingga ke rumah-rumah (last mile). Meskipun demikian Abhijit mengungkapkan solusi yang ditawarkan Home Pow berupa kombinasi solusi fiber optic dan wireless, tergantung ketersediaan jaringan.

Untuk saat ini, Abhijit memastikan fokus Home Pow adalah pelanggan rumahan, meskipun tidak menutup kemungkinan memperluas pasar ke segmen SOHO dan korporasi di masa mendatang.

Set top box Android berbasis Oreo

XL Home Pow menawarkan paket yang bisa dibilang paling murah dibandingkan layanan yang diusung para pesaingnya. Tidak ada layanan lain yang menawarkan paket dengan kecepatan hingga 300 Mbps di harga tersebut. Secara umum untuk paket berkecepatan serupa dibutuhkan biaya lebih dari sejuta Rupiah per bulannya.

Termasuk dalam paket ini adalah set top box Android berbasis Oreo yang memiliki sertifikasi resmi dari Google. Pelanggan juga mendapatkan akses gratis untuk iFlix dan sejumlah layanan live channel (termasuk Kompas TV, Sport Illustrated, e-Sports).

Juga tersedia akses gratis 30 hari ke Netflix dan langganan uji coba melalui CatchPlay. Untuk mendukung tim eSport lokal, Home Pow bermitra dengan tim Indonesia nxl. 

Home Pow menjanjikan mode ramah anak KidzMode dan fungsi pencari suara melalui remote yang didukung lebih dari 30 bahasa dalam jajaran fitur unggulannya.

Meski tidak mengumumkan berapa dana yang digelontorkan untuk menyiapkan infrastruktur dan berapa target pelanggan yang disasar, Abhijit memastikan keseriusan ini dituangkan dalam bentuk dedicated team untuk mengurusi layanan teknis di lapangan dan layanan pelanggan.

“Produk baru yang mulai bisa didapatkan pelanggan pada 2 Mei 2018 ini merupakan jawaban atas banyaknya keluhan masyarakat terhadap performa layanan internet secara rata-rata di Indonesia yang kurang memuaskan. Dengan didukung oleh kualitas jaringan fiber optik yang kami miliki saat ini, selain internet super cepat, XL Home POW juga memberikan manfaat lain berupa layanan TV Android dengan teknologi terbaru,” jelas Abhijit.

Di 2016 emerintah fokus pada fixed broadband / Shutterstock

Pemerintah Fokus ke Fixed Broadband Tahun Depan

Pemerintah melalui Menkominfo Rudiantara memastikan tahun depan akan fokus pada pengembangan fixed broadband. Ini merupakan upaya dari pemerintah untuk memperluas jangkauan akses Internet di wilayah tanah air.

Tahun ini bisa dibilang pemerintah cukup sukses dengan penyelenggaraan 4G/LTE yang menggunakan spektrum 900 MHz dan 1800 MHz. Di tahun 2016 mendatang realisasi fixed broadband yang berbasis kabel serat optic diharapkan juga berjalan lancar meski pada realisasinya lebih rumit daripada mobile broadband. Pasalnya realisasi fixed broadband perlu menyiapkan media/jalur fiber optik yakni penggalian tempat kemudian menghubungkannya ke rumah-rumah, belum lagi kendala soal regulasi.

“Tahun depan fokusnya fixed broadband yang bisa dibawa ke rumah untuk telepon, data, Internet, TV kabel. Tantangannya, fixed broadband akan lebih lama dan mahal,” papar Rudiantara.

Menurutnya, mendorong perkembangan fixed broadband sama halnya dengan memaksimalkan koneksi untuk masyarakat, tanpa melupakan pengembangan mobile broadband. Sejauh ini sudah ada beberapa perusahaan yang aktif menggelar fixed broadband secara luas antara lain Telkom, First Media, dan Biznet Networks.

Lebih lanjut Rudiantara menuturkan, secara spesifik pemerintah akan mengadakan diskusi lebih lanjut dengan perusahaan operator broadband, terutama Telkom. Selain itu pemerintah (Kominfo) akan berperan sebagai jembatan dalam hal perizinan dan regulasi. Sebab menurut Rudiantara jika ingin maju harus ada regulasi yang terintegrasi.

“Pihak Kominfo akan bantu dalam bentuk kemudahan perizinan. Saya masih menunggu gubernur untuk mengeluarkan Pergub yang mewajibkan semua gedung tinggi di kawasan bisnis menyediakan akses penarikan kabel, karena sekarang tak semua gedung perkantoran memperbolehkan operator menarik fiber optic,” lanjut Rudiantara.

Rencana membangun fixed broadband ini sejatinya merupakan bagian dari Rencana Pitalebar Indonesia yang ditargetkan rampung pada tahun 2019. Rudiantara menjanjikan kepada Gubernur DKI Jakarta bahwa di tahun 2019 mendatang kondisi Internet di Jakarta tidak jauh beda dengan Singapura.

Lebih lanjut Rudiantara menjelaskan bahwa gedung-gedung yang tergolong bangunan tingkat tinggi di kawasan bisnis harus sudah terhubung fixed broadband sampai 2019 dengan kecepatan setidaknya mencapai 10 GB hingga 100 GB.  Sedangkan untuk kawasan rural, sementara didahulukan yang memiliki pasar potensial seperti pengembang perumahan yang membangun 1000 hingga 5000 rumah. Rencana ini menurut Rudiantara akan dibicarakan lebih rinci dengan Persatuan Pengembang Real Estate.

“Tapi saya janji akan berikan kemudahan, karena captive market justru harus didorong. Kalau aturan Ahok sudah keluar, kuartal dua 2016 sudah bisa dimulai,” ujarnya.

Untuk bisnis operator seluler, di tahun 2016 mendatang Rudiantara menjanjikan akan membuka lelang frekuensi pada spektrum 2100 MHz dan 2300 MHz yang saat ini belum secara dimanfaatkan untuk implementasi 4G/LTE.

XL Axiata dan Indosat Akui Tertarik Akuisisi Link Net

XL dan Indosat ungkap ketertarikan dengan Link Net / Shutterstock

Teka-teki ketertarikan XL Axiata dan Indosat terhadap saham Link Net kini perlahan mulai menemukan titik terang. Kedua perusahaan tersebut mulai terbuka dalam persaingan perebutan saham Link Net sebagai bagian diversifikasi bisnis ke arah fixed connectivity.

Continue reading XL Axiata dan Indosat Akui Tertarik Akuisisi Link Net

Lewat RPI Bappenas Targetkan Fixed Broadband Raih 49% Konsumen Pedesaan dan 71% Konsumen Perkotaan Dalam Lima Tahun

Program Rencana Pitalebar Indonesia (RPI) yang dicanangkan pemerintah dalam upaya pemerataan jaringan internet ke seluruh wilayah Indonesia telah menandakan datangnya era di mana seluruh masyarakat Indonesia kini bisa saling terhubung satu sama lain dengan teknologi internet. Langkah ini tentu patut kita dukung secara positif dengan fokus pada pembangunan infrastruktur fixed dan mobile broadband yang menyeluruh, dalam lima tahun ke depan seluruh masyarakat Indonesia bisa menikmati akses internet cepat tak terkecuali bagi penduduk kota maupun perdesaan.

Rencana ini tak main-main. Dalam paparan presentasi rancangan yang disampaikan oleh Dedy S. Priatna, Deputi Sarana dan Prasarana Bappenas, pihak pendukung program yang diantara lainnya ada dari lembaga Detiknas dan Mastel ini memiliki tugas untuk memperlebar peta persebaran jaringan internet di seluruh Indonesia dengan tak hanya meluaskannya, namun juga meningkatkan tingkat konsumsi dan akses kecepatan yang jauh lebih mumpuni dari saat ini.

Seperti yang diungkapkan oleh Dedy pada pertemuan eksklusif dengan awak media dalam persiapan National Broadband Symposium 2014, di tahun 2013 Bappenas mengantongi data yang masih belum memuaskan akan hal ini. Pemaparan data yang disampaikan dibagi menjadi dua yakni pembangunan infrastruktur fixed broadband dan mobile broadband.

Selama 2013 kemarin, secara nasional jaringan fixed broadband masih menyentuh angka 15% dari konsumen rumah tangga dengan kecepatan akses internet yang bisa dinikmati sebesar 1Mbps. Lain halnya dengan konsumen wilayah bisnis, peta persebarannya bisa mencapai 30% dengan rata-rata kecepatan hingga 100Mbps. Jaringan pitalebar sendiri didefinisikan sebagai akses internet yang selalu tersambung dengan kecepatan minimal 2 Mbps untuk jaringan tetap dan 1 Mbps untuk mobile.

Untuk jaringan mobile broadband, Dedy mengatakan pertumbuhannya cukup baik. Teknologi yang terbilang masih lebih muda ketimbang fixed broadband ini nyatanya mampu bercokol di angka 12% dari total populasi, walau rata-rata kecepatannya masih sebesar 512Kbps. Namun begitu untuk populasi pasar secara keseluruhan, persebaran jaringan pitalebar masih sangat kecil yakni hanya sebesar 5%.

Lewat program RPI, tahun 2019 nanti adalah tahun dimana peta persebaran tadi diharapkan dapat bertumbuh secara sangat signifikan dan dapat menjangkau seluruh masyarakat Indonesia. Bappenas menargetkan, dalam jangka waktu lima tahun ke depan, Bappenas menargetkan pembangunan yang dibagi lagi menjadi dua yakni target pembangunan infrastruktur perkotaan, dan target pembangunan infrastruktur perdesaaan. Jika di perkotaan pembangunannya jelas hanya tinggal meningkatkan angka yang sudah ada.

Untuk konsumen rumah tangga jaringan fixed broadband akan menjangkit di 71%  konsumen dengan kecepatan rata-rata hingga 20Mbps. Kemudian untuk konsumen bisnis, pengadopsiannya akan digenjot hingga 100% dengan kecepatan akses maksimal hingga 1Gbps. Begitu pula halnya dengan jaringanmobile broadband, penggunaannya pun juga ditargetkan akan bisa menyentuh hingga 100% populasi dengan kecepatan akses mencapai 1Mbps. Jika target ini terwujud, maka jaringan broadband akan mampu menyentuh 30% dari total keseluruhan populasi pasar di perkotaan.

Bagaimana dengan jaringan di perdesaan? Target Bappenas rupanya cukup “gila”. Dengan pasar yang saat ini masih dalam tahap pengedukasian lebih lanjut, dalam lima tahun mendatang Bappenas punya cita-cita untuk menyebar jaringan broadband yang sangat optimis.

Disampaikan dalam presentasinya, program RPI akan membantu penyebaran jaringan fixed broadband yang diharapkan bisa menyentuh 49% konsumen di kelas rumah tangga dengan kecepatan akses mencapai 10Mbps. Sama agresifnya dengan fixed broadband, jaringan mobile juga diproyeksikan akan menyentuh 52% dari total populasi perdesaan dengan kecepatan yang sama dengan masyarakat kota yakni sebesar 1Mbps. Jika terealisasi, jaringan broadband akan menjangkit sebanyak 6% dari total populasi pasar di perdesaan.

Selain menargetkan persebaran penggunaan jaringan broadband yang luas, program ini juga mengharapkan pengendalian biaya layanan yang bisa disesuaikan dengan kemampuan daya beli pasar. Pihak Bappenas berharap, para operator layanan bisa menyesuaikan harga layanan yang kurang dari 5% dari rata-rata pendapatan bulanan masyarakat secara luas di tahun 2019 nanti.

Harapan yang diusung dari program RPI melalui pemaparan tadi sebenarnya masih berupa rancangan garis besar, masih banyak fokus dan pekerjaan rumah yang mesti dikerjakan untuk mendukung perwujudan hal ini, namun demikian sebagai konsumen, target ini tentu mendatangkan harapan yang sangat besar akan pengadopsian teknologi internet yang kian menyeluruh di kehidupan masyarakat. Dan juga semoga saja pemerintahan Indonesia yang sebentar lagi akan berganti kepemimpinan dapat terus mendukung program ini hingga selesai tepat waktu dan sesuai dengan target yang diharapkan.

[ilustrasi foto: Shutterstock]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DaiySocial dan ditulis oleh Avi Tejo Bhaskoro.