Tag Archives: flow

TKNZ Bermisi Menjadi Museum Digital untuk Esports dan Gaming Lewat NFT

Segala sesuatu yang bersifat digital pada dasarnya dapat diubah menjadi NFT (non-fungible token). Mulai dari gambar, GIF, audio, sampai video, semuanya bisa dikemas ulang menjadi aset NFT yang tercatat di blockchain secara permanen. Ini berarti NFT juga bisa dijadikan medium arsip yang ideal di samping sebatas instrumen investasi.

Menurut startup asal London yang menamai dirinya TKNZ (dibaca tokenz), NFT merupakan medium yang tepat untuk mengabadikan momen-momen paling berkenang di dunia esports dan gaming. Konsepnya kurang lebih mirip seperti yang ditawarkan NBA Top Shot, akan tetapi yang khusus diperuntukkan esports dan gaming ketimbang olahraga basket.

Kalau di NBA Top Shot kita bisa memiliki momen slam dunk dahsyat LeBron James, di TKNZ kita dapat memiliki momen fountain hook Dendi ataupun momen-momen clutch lain yang tak kalah legendaris di sepanjang sejarah esports dan gaming. Begitu kira-kira perbandingan sederhananya.

TKNZ sejauh ini memang belum merilis kartu-kartu memorabilia esports dan gaming ini — rencananya baru di tahun 2022 — namun yang pasti nantinya kartu-kartu tersebut bakal dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan kelangkaannya: Rare (warna biru), Epic (warna ungu), dan Legendary (warna emas). Semakin langka, otomatis jumlah kartu yang tersedia semakin sedikit.

Kartu-kartu ini nantinya akan TKNZ jual dalam bingkisan acak (pack), dan setiap pengguna hanya diperbolehkan membeli hingga 3 pack dari setiap edisi (drop) guna menghindari monopoli. Kartu-kartu di dalamnya kemudian bebas kita perjual-belikan di marketplace.

Selain informasi tingkat rarity-nya, setiap NFT di TKNZ juga akan dibekali informasi-informasi tambahan yang berbeda-beda untuk setiap esports/game. TKNZ juga berencana memperkaya setiap NFT dengan metadata esports, semisal informasi event yang diambil dari database Liquipedia, demi memberikan konteks pada masing-masing NFT.

Secara teknis, TKNZ menggunakan blockchain Flow (sama seperti NBA Top Shot), akan tetapi pengembangnya sudah punya rencana untuk mengintegrasikan TKNZ dengan Solana, Binance Smart Chain, Polygon, Polkadot, Enjin’s Efinity, dan WAX ke depannya.

Selagi menanti kehadirannya, Anda bisa mengklaim NFT gratis dari TKNZ dengan mendaftarkan email dan membagikan cuitan di Twitter.

Under New Management, Here’s Deezer Strategy in Indonesia

Deezer has announced a strategic partnership with Tri Indonesia in January. This is following several other collaboration between on-demand music service and telco providers, like Spotify with Indosat Ooredoo, JOOX and Telkomsel, or Yonder Music with XL Axiata.

Deezer was first to set foot in Indonesia in 2012 and debuted in 2014. Unfortunately, the France-based music provider is not having a significant penetration. However, under the new management, Deezer is convinced to compete with the existing players and has prepared various strategies to be applied in Indonesia.

“New management, new approach. Indonesia has many music lovers with unique taste. The new management has seen the successful expansion of Deezer’s local approach in Latin America and wanted to follow its step in Asia Pacific. Indonesia is the first attempt in Asia Pacific using local approach strategy with Jakarta-based staffs,” Deezer Indonesia’s Business Development Manager Salman Aditya said to DailySocial.

To attract user’s attention, Salman explained that the new Deezer comes with unique selling point like FLOW feature. It is a combination of Human Curated Playlist and Machine Learning Mechanism that allows users to enjoy Deezer with layback experience fit to their favorite genre. With just one click, users will get music recommendation matching their favorite genres.

“Deezer as an old newcomer in Indonesia needs distinction from similar competitors. Besides the above feature, Deezer also has music library with the best quality and access to 44 million songs. In addition, Deezer also partners with FC Barcelona and Manchester United allowing users to enjoy playlist of the match or the players’,” Salman said.

Another feature differs Deezer from others is SongCatcher and will be fully integrated in this year’s first quarter. For the sound quality, Deezer claims to be the only player having tier quality equal to CD in FLAC Lossless Quality format with packaging called Deezer HiFi.

“Deezer Indonesia is keen to develop Indonesia’s local content globally. The team is currently on the move to put more of local content on the platform. Any local content we have in mind is still off the record due to the agreement finishing,” Aditya said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Flow, Jawaban Microsoft untuk IFTTT

Setelah melalui proses pengembangan dan pengujian yang panjang, Microsoft akhirnya secara resmi meluncurkan Flow, aplikasi automasi yang bakal menjadi pesaing bagi IFTTT dan Zapier.

Microsoft Flow adalah sebuah layanan yang memungkinkan pengguna melakukan beberapa tugas ke layanan berbasis cloud secara bersamaan. Misalnya, melakukan tugas mengunggah foto ke Dropbox setelah mengirimkan berkas tersebut ke email, mengirimkan notifikasi di Slack ketika seseorang memodifikasi atau membagikan berkas di Dropbox atau menyimpan kicauan dengan hashtag tertentu ke Google Sheets.

Microsoft Flow

Tak seperti IFTTT yang memungkinkan pengguna menghubungkan dua tugas berbeda satu sama lain, Flow dapat menjalankan lebih banyak tugas dalam satu buah Flow. Kita ambil dari contoh di atas, dengan Flow Anda dapat menyimpan tweet dengan keyword tertentu sambil mengirimkan notifikasi dan email secara berkesinambungan. Di ITFFF tugas semacam itu harus dilakukan dengan perintah yang berbeda.

Saat ini Flow mendukung 58 aplikasi untuk dihubungkan, beberapa di antaranya aplikasi Basecamp, Facebook, OneDrive, G Suite, Instapaper dan Wunderlist. Jumlah ini memang relatif lebih sedikit ketimbang ITFFF. Wajar, pasalnya Flow dirancang untuk digunakan oleh kalangan korporat, sedangkan ITFFF lebih untuk pengguna IoT. Flow bisa diakses dan diubah-suaikan melalui platform web, iOS dan aplikasi Android.

Microsoft Flow dapat digunakan secara gratis hingga 750 operasi per bulan, jika butuh frekuensi penggunaan yang lebih sering pengguna dapat berlangganan dengan biaya sebesar $5 perbulan. Flow dirilis bersamaan dengan PowerApps, aplikasi lain yang juga ditujukan untuk para pebisnis.

Sumber berita Microsoft.

Application Information Will Show Up Here

Agate Jogja dan Stellar Null Hadirkan Game Puzzle Berjudul Flow

Studio game di Indonesia kembali berkolaborasi untuk menghadirkan sebuah permainan yang menarik. Kali ini Agate Jogja dan Stellar Null mengembangkan sebuah game berjudul Flow. Game ini juga dipublikasikan oleh publisher game lokal yakni Gimku.

Flow merupakan sebuah game puzzle sederhana yang memiliki cara bermain yang unik. Dalam game ini, kita diminta untuk memenuhi kotak dengan kotak berwarna.

Caranya adalah dengan menggeser satu kotak yang berwarna ke salah satu sisi kotak lainnya, dan secara otomatis warna kotak tersebut akan mengisi kotak-kotak yang ada di sebelahnya. Warna akan terisi layaknya air yang mengalir ke dalam kotak satu persatu searah jarum jam. Itu mengapa game ini diberi nama Flow.

Screenshot_2015-12-06-21-53-06

Ada dua mode yang bisa kita mainkan. Mode pertama adalah Classic dan mode kedua adalah Time Attack. Dalam mode classic kita akan bisa memainkan hingga 300 level puzzle yang unik ini. Setiap level akan memberikan tantangan yang semakin sulit dan berbeda. Contohnya ada level dimana warna yang tersedia dalam satu petak permainan bisa lebih dari satu. Lalu ada juga bentuk diamond yang harus kita aliri warna yang seragam, sama dengan kotak. Pada mode time attack kita diminta untuk menyelesaikan tantangan yang diberikan secara acak dalam waktu tertentu.

Game Flow dibalut dengan visual yang minimalis dan penuh warna. Penggunaan desain ini membuat permainan yang tampaknya sederhana ini menjadi sangat menarik. Belum lagi hal-hal detil seperti animasi di dalam game maupun transisi dari menu cukup diperhatikan dengan baik, sehingga mampu menambah experience dalam memainkan game.

Screenshot_2015-12-06-21-53-34

Dengan permainan puzzle yang simple dan orisinil, game Flow merupakan permainan yang sangat menarik untuk dicoba. Bagi yang ingin mencoba menaklukan 300 level yang ada di dalam game ini, bisa mengunduh Flow di Google Play atau Apple App Store.

Sedikit Cerita Dari Revver.com

Semalam saya menghadiri undangan makan malam dari US Embassy (via Ong Hock Chuan) di Samarra Cafe, Kebon Sirih. Yang menarik adalah tamu undangan yang dihadirkan di acara tersebut, yaitu Steven Starr. Steven adalah seorang businessman/entrepreneur, Founder dan Former CEO of Revver.com, sebuah online video publishing platform. Steven sebenarnya sedang dalam sebuah perjalanan ke Bali dalam rangka program kampanye non-profit untuk sebuah film dokumenter berjudul Flow. Namun ditengah perjalanannya itu, Kedubes AS di Jakarta memutuskan untuk mengundang Steven untuk makan malam bersama dengan para blogger dari Indonesia, mengingat Kedubes AS merupakan salah satu sponsor di acara tahunan Pesta Blogger.

Steven yang hobi diving ini bercerita banyak mengenai pengalamannya membangun Revver, dan dia memiliki ide yang solid ketika membangun revver, he knows exactly what he’s going to do with Revver. Pengalaman 10 tahun bekerja dengan video publisher membuat Steven yakin benar bahwa online video akan maju pesat dan bahwa memfokuskan Revver kepada entitas publisher, karena Steven yakin Publisher harus diberi reward untuk karya-karyanya. Ketika Steven menjadi CEO dan mulai membangun Revver di tahun 2005, teknologi online video sendiri belum terlalu bagus dan teknologi terbaik saat itu adalah teknologi milik Quicktime (sebelum akhirnya disempurnakan oleh Macromedia Flash di tahun 2006) dan akhirnya Revver mengimplementasikan teknologi video streaming milik Quicktime di Revver dengan biaya investasi yang cukup besar, sebuah strategi yang akhirnya disesali oleh Steven. Strike 1.

Namun 2 bulan sebelum Revver di-launch, muncul sebuah startup lain yang ternyata juga mengusung konsep online video streaming, startup itu bernama YouTube. Disinilah kesalahan yang dilakukan oleh Revver, dimana momentum untuk menjadi pemimpin (early adopter) di bidang online video stream sudah direnggut oleh YouTube. Strike 2.

Tak ingin mengalah begitu saja, Revver terus berinovasi dan menjaring partners dari kalangan televisi seperti CBS dan juga mampu menggalang dana dari Venture Capital. Meskipun berada di bawah bayang-bayang YouTube yang lebih dulu launch, Revver tetap optimis karena merasa bahwa YouTube dan Revver mengincar pasar yang berbeda. YouTube mengincar pasar komunitas (bulk upload) dan Revver mengincar para publisher yang memang membuat video mereka sendiri untuk dimonetize. Ya, Revver adalah pelopor untuk layanan publishing video dimana para pencipta video bisa mengupload video buatan mereka dan mendapatkan sponsor dari para partner Revver, bahkan Revver juga mampu menerbitkan para video publisher ini ke layar kaca dengan bekerjasama dengan CBS. They’re the first company to pay video publisher for their video content! Pioneer!

Revver juga mengadopsi teknologi FreeNet, sebuah platform P2P network yang dikembangkan di Inggris untuk mengatasi permasalahan bandwith video streaming yang sangat besar. Metode ini sangat efektif mengatasi permasalah bandwith, dan benar-benar mengurangi cost operasional untuk Revver. Namun pada saat itu juga isu pembajakan dan copyright infringement sedang panas dan para pengembang aplikasi P2P mulai bergidik oleh tuntutan dari para copyright owner. Salah satu alasan mengapa Revver dibawah pimpinan Steven menolak bulk upload, adalah karena isu ini, dan para investor dan board of director menganjurkan Steven untuk tetap berada di jalur publisher.

Kira-kira setahun setelah “perang” dengan YouTube, akhirnya pada Oktober 2006 Steven menerima kabar bahwa Google membeli YouTube senilai 1.65 Miliar dollar AS. Strike 3, You’re out! Skakmat untuk Steven. Kenapa? Karena Steven langsung mengerti bahwa YouTube telah mampu mengatasi masalah copyright infringement yang selama ini menghambat peerkembangan Revver dan pastinya YouTube akan menjadi lebih besar dan lebih cepat berinovasi dibawah komando Google. Steven menyerah dan akhirnya meninggalkan Revver, begitu pula dengan beberapa rekannya. Namun untungnya pada awal tahun 2008 kemarin, LiveUniverse tertarik untuk membeli Revver seharga 5 Juta dollar AS. Sebuah angka yang tidak besar, namun setidaknya mampu mengembalikan dana para investor. Not exactly a win-win solution, but it’s enough.

Ada beberapa hal yang disesali oleh Steven, adalah ketika dia memutuskan untuk meninggalkan Revver, para investornya membujuk Steven untuk berinvestasi ke sebuah perusahaan kecil di Inggris bernama Skype. Steven sudah pernah mendengar mengenai para founder Skype yang sebelumnya juga founder dari aplikasi P2P Kazaa. Namun (sayangnya) Steven menolak. Bayangkan kalau dia berinvestasi di Skype, sudah betapa kaya dirinya sekarang.

Dari pembicaraan sambil makan malam itu Steven juga berbagi sedikit tips membangun sebuah startup, dan dia masih agak bingung dengan kondisi tech-startup di Indonesia yang sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah pengguna internet. Trust me Steven, i am as confused as you are. Tapi satu hal yang pasti, jumlah tech-startup di Indonesia makin banyak dan bertumbuh dengan ide-ide yang segar dan unik.

Steven berkata dia optimis dengan pasar internet di Indonesia, pertumbuhannya sangat cepat dan sudah mulai banyak vendor luar yang melirik Indonesia sebagai pasar potensial. Tentunya kita tidak akan membuang-buang kesempatan ini bukan?

another post from Toni on the same subject ( Great summary )

Thanks the guys at US Embassy for inviting me to this event, thank you very much. And of course to Steven for sharing a lot to us, valuable knowlegde straight from the CEO himself. Hope you’re enjoying Indonesia and i hope i can see you at pestaBlogger 09.