Tag Archives: food discovery

CEO PergiKuliner Oswin Liandow

Bagaimana PergiKuliner Bertahan di Segmen “Food Discovery” Indonesia

Sebagai platform pencarian dan review tempat makan di kota-kota besar Indonesia sejak tahun 2015, PergiKuliner kini menjadi satu dari sedikit platform food discovery yang tersisa di Indonesia.

Didirikan oleh Oswin Liandow, PergiKuliner mengklaim sebagai satu-satunya platform food discovery lokal dengan pertumbuhan jumlah review restoran yang obyektif dan traffic di platform yang masih cukup tinggi.

Kepada DailySocial, Oswin mengungkapkan, kondisi ini sudah diprediksi sejak awal. Sebagai platform discovery khusus untuk restoran dan tempat makan, menurutnya, hanya pemain lokal yang mampu bertahan dan pada akhirnya menjadi “juara”.

“PergiKuliner selama ini berupaya untuk fokus kepada pengguna. Untuk restoran, jika mereka memiliki bisnis yang baik dan makanan yang berkualitas, tentunya sangat relevan menjadi mitra kami karena kami berupaya  memberikan ulasan yang obyektif,” kata Oswin.

Tahun ini PergiKuliner memiliki sejumlah rencana mengembangkan bisnis perusahaan, mulai dari ekspansi ke kota-kota besar Indonesia lainnya hingga meluncurkan inovasi baru yang relevan bagi konsumennya.

Bertahan saat pandemi

Meskipun sempat mengalami kesulitan saat pandemi dan terpaksa melakukan efisiensi karyawan, awal tahun 2022 menjadi waktu yang tepat bagi perusahaan untuk kembali bekerja dan berupaya pulih. Masih melayani kawasan Jabodetabek, Bandung dan Surabaya, akhir tahun ini perusahaan berencana melakukan ekspansi bisnis ke Bali, Makassar, hingga Medan. Rencana tersebut sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 2020 lalu, namun ditunda akibat kondisi pandemi.

Meskipun bisa saja proses kurasi dan listing tempat makanan dilakukan secara online, menurut Oswin lebih ideal jika ada penempatan tim lokal di masing-masing kota tersebut.

“Yang menarik, setelah saya terjun langsung ke lapangan, tidak semua kota wisata yang direkomendasikan ideal untuk kami sasar. Yogyakarta, misalnya, meskipun banyak tempat makan yang khas, namun karena kebanyakan harganya cukup terjangkau, tidak terlalu terasa suasana wisata kulinernya,” kata Oswin.

Hal lain yang dicermati Oswin, saat pandemi makin banyak pelaku UMKM yang menjual makanan dengan tidak memiliki gerai offline atau pilihan dine in. Konsep tersebut, meskipun berpotensi ke masuk listing mereka, tidak menjadi prioritas PergiKuliner. Jenis seperti ini lebih cocok ditemukan dan dijelajahi melalui platform pesan antar makanan.

“Di Indonesia sendiri, saat ini meskipun masih pandemi, sudah banyak restoran yang kembali buka dan didatangi pengunjung langsung. Menurut saya saat ini menjadi waktu yang ideal bagi bisnis restoran untuk tumbuh dan memberikan peluang bagi pelaku bisnis yang ingin mendirikan restoran baru,” kata Oswin.

Sebagai platform media, cara monetisasi PergiKuliner adalah periklanan untuk pemilik restoran. Konsepnya beragam, apakah restoran tersebut ingin di-highlight dari lokasi, menu, dan lainnya.

Cara ini sesungguhnya dilakukan oleh berbagai platform sejenis, termasuk Zomato dan OpenRice yang sudah angkat kaki dari Indonesia.

Meskipun demikian, PergiKuliner mengklaim berupaya untuk bekerja sama dengan restoran yang memang telah memiliki popularitas baik, dari sisi harga, lokasi, hingga kualitas rasa makanan. Mereka melakukan proses kurasi terhadap siapapun yang ingin beriklan dan bisa menolak jika tidak sesuai persyaratan.

“Saya berupaya menekankan kepada tim bahwa misi kita adalah memberikan ulasan dan rekomendasi restoran secara obyektif. Menjadikan platform kami sebagai referensi yang akurat bagi pengguna,” kata Oswin.

PergiKuliner telah memperoleh pendanaan dari investor, namun Oswin enggan  menyebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang didapatkan dan siapa saja investor yang terlibat. Pandemi memang menunda berbagai rencana perusahaan, termasuk proyeksi profit. Mereka menargetkan akhir tahun ini bisa kembali ke jalur profitabilitas.

Luncurkan Voucher Kolektif


Untuk menambah pilihan produk, PergiKuliner bersiap meluncurkan sejumlah inovasi baru. Salah satu produk yang diluncurkan perusahaan bulan ini adalah “Voucher Kolektif”. Voucher Kolektif adalah program promosi restoran dengan sistem group buying. Semakin banyak orang yang membeli maka nilai voucher akan semakin tinggi. Voucher Kolektif adalah cara menghemat uang untuk makan di restoran dan menyatukan keluarga, teman, dan kolega secara online.

“PergiKuliner menjadi yang pertama meluncurkan voucher resto dengan sistem group buying. Jadi Voucher Kolektif ini mendorong orang-orang untuk mengajak teman-temannya membeli voucher di resto yang sama agar mereka mendapatkan nilai voucher yang maksimal,” ujar Oswin.

Voucher Kolektif dapat dibeli melalui situs dan aplikasi PergiKuliner setiap tanggal 16 setiap bulannya dengan harga Rp20.000,00 hingga Rp150.000,00. Skema group buying seperti ini diklaim bisa menguntungkan kedua belah pihak, pembeli maupun pemilik usaha.

Reputasi mitra restoran akan terlindungi karena peningkatan nilai voucher tidak mengurangi nilai jual produk restoran dan bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan efek viralitas karena pembeli terdorong menyebarluaskan informasi dan mengajak teman-temannya membeli voucher.

Sekilas produk ini serupa dengan apa yang ditawarkan Groupon yang sempat populer di medio 2010-an. Yang membedakan adalah nilai voucher tersebut akan terus stabil, bahkan cenderung meningkat, jika semakin banyak pembeli.

“Melihat kondisi pandemi yang berangsur-angsur semakin membaik, kami ingin mengajak kembali masyarakat untuk dine in di restoran guna membangkitkan bisnis kuliner yang sudah 2 tahun terkena dampak pandemi. Ini adalah tujuan utama program Voucher Kolektif,” ujar Oswin.

Selain meluncurkan produk baru, PergiKuliner juga berencana untuk meluncurkan layanan food delivery dengan konsep yang berbeda. Oswin enggan mengungkapkan lebih lanjut, karena inovasi ini disebut masih dalam tahap pengembangan.

Di akhir tahun 2022 PergiKuliner juga bakal meluncurkan produk baru lainnya, yaitu loyalty program.

“Kami nanti akan mengumpulkan jaringan coffee shop di Indonesia. Mereka yang sudah berulang kali mengunjungi [jaringan] coffee shop [yang sama] tersebut akan diberikan kesempatan untuk mengumpulkan stamp dan di pembelian keenam, misalnya, akan diberikan kopi gratis,” tutup Oswin.

Application Information Will Show Up Here
DailySocial mencatat setidaknya 4 startup "food discovery" gulung tikar tahun ini. Kami mewawancarai Chope Indonesia dan PergiKuliner tentang pengalamannya

Startup “Food Discovery” Tertatih-tatih Sepanjang Pandemi

Startup direktori dan review tempat makan (food discovery) ikut menjadi korban efek pandemi karena berkurangnya mobilitas masyarakat di kala waktu senggang untuk makan di luar rumah. Menurut catatan DailySocial, setidaknya tahun ini saja ada empat startup segmen ini yang gulung tikar di Indonesia.

Mereka adalah Eatsy, MariMakan, Club Alacarte, dan terakhir Zomato. Zomato baru saja membubarkan tim operasionalnya di Indonesia, meski aplikasi dan situsnya masih bisa diakses. Pemain yang tersisa, seperti Chope, Qraved, Eatigo, dan Traveloka Eats, mendiversifikasi bisnisnya ke pengiriman makanan demi menyesuaikan diri dengan kebiasaan baru. Hanya PergiKuliner yang masih bertahan sebagai startup direktori.

Menurut Founder dan Managing Partner AC Ventures Adrian Li, sebenarnya industri F&B di Indonesia bernilai miliaran dolar karena kelas menengah yang tumbuh pesat. Ini merupakan salah satu faktor mengapa industri ini terus menarik startup teknologi yang didukung oleh modal ventura.

Namun, bisnis direktori menjadi salah satu vertikal bisnis yang harus “gigit jari” karena mereka gagal memonetisasi dan mewujudkan visinya sebagai perusahaan berkelanjutan.

“Banyak dari model awal ini fokus sebagai direktori atau listing yang berhasil memperoleh dan mempertahankan traffic yang signifikan, tapi tidak mampu menghasilkan pendapatan iklan yang signifikan. Pada akhirnya bisnis tutup atau perlu pivot,” terang Adrian kepada DailySocial.

Lebih dalam dijelaskan, startup direktori kebanyakan mengandalkan iklan sebagai model bisnis inti. Sayangnya mereka tidak dapat mencapai skala monetisasi. Permasalahan terjadi karena pendapatan iklan yang rendah dari restoran, dominasi bisnis jaringan restoran vs standalone, dan tingginya konsentrasi bisnis restoran berbasis mal.

“Covid-19 hanya mempercepat penutupan perusahaan-perusahaan tersebut pada bisnis yang non sustainable di Indonesia.”

Oleh karena itu, sambungnya, perlu ada perubahan strategi bisnis dengan menjadikan food directory sebagai fitur tambahan, bukan sebagai bisnis yang berdiri sendiri. Bisnis seperti ini dapat menjadi mesin pencetak traffic yang efektif dan berguna untuk konsumen.

“Tapi dengan catatan harus tetap menghasilkan pendapatan langsung untuk restoran. Model ini potensial untuk ini menjual kupon, pengiriman, memesan terlebih dahulu, atau pick up. Kami telah melihat ini sebagai pendorong yang kuat untuk Gojek melalui Go-Food yang pada dasarnya listing + pengiriman.”

Chope masuk ke layanan pengiriman makanan

Formula yang disampaikan Adrian cukup mencerminkan kondisi yang terjadi sekarang ini. Banyak startup foodtech yang berbondong-bondong menyediakan jasa pengiriman makanan.

Chope jadi salah satu yang terjun ke sana, meski tidak langsung. Menurut penjelasan General Manager Chope Indonesia Karthik T. Shetty, pandemi ini membawa seluruh industri F&B dan perusahaan ke dalam posisi yang sulit. Chope sendiri fokus sebagai platform reservasi dine-in untuk konsumen yang ingin menikmati suguhan di restoran favorit.

Lockdown merupakan hambatan terbesar bagi Chope karena hal itu membuat bisnis kami benar-benar terhenti,” katanya.

 General Manager Chope Indonesia Karthik T. Shetty / Chope
General Manager Chope Indonesia Karthik T. Shetty / Chope

Kondisi tersebut tidak serta merta membuat Chope harus memberhentikan karyawan. Karthik memastikan tidak ada pemberhentian siapapun di tim Chope, baik di Indonesia atau di negara lain. “Kami semua mengambil pemotongan gaji dan untungnya model bisnis kami memungkinkan kami memiliki sejumlah cadangan yang tidak mengharuskan kami untuk layoff.”

Ia menceritakan, CEO perusahaan mengatakan “Don’t let a crisis go to waste!”. Jangan biarkan krisis jadi sia-sia (karena tidak melakukan apa-apa) kepada seluruh tim Chope. Oleh karena itu tim bekerja keras mengembangkan layanan baru Chope on Delivery.

Di Singapura, markas Chope, mereka bekerja sama dengan operator taksi lokal sebagai mitra pengirim makanan untuk mitra restoran Chope. Layanan ini hadir karena restoran kelas atas mengeluh karena biaya yang harus dibayarkan kepada kurir operator lokal terlalu mahal.

“Tim produk dan engineer kami bekerja non stop selama 72 jam untuk memodifikasi produk existing agar konsumen dapat memilih menu spesifik, terintegrasi dengan aplikasi taksi, dan kami mulai onboard restoran di Singapura untuk memasukkan menu mereka. Setiap pesanan akan dikirim ke taksi terdekat untuk melakukan pengiriman.”

Orang Singapura memang secara rutin memesan makanan di restoran kelas atas, sehingga cara ini berbanding terbalik dengan kondisi di Indonesia.

Untuk itu, Chope on Delivery di Indonesia dimodifikasi. Disebutkan Chope sulit menemukan mitra dalam waktu cepat dan proses integrasi yang memakan waktu. Karthik juga tidak ingin berkompetisi langsung dengan GoFood atau GrabFood.

Chope memiliki layanan e-commerce di dalam platform-nya. Akhirnya mereka menjual voucher dari berbagai paket menu, katering, maupun reguler, yang dijual mitra restoran. Pembeli dapat mengklaim voucher tersebut dengan mengontak restoran melalui WhatsApp. Pengiriman akan dilakukan melalui GoSend atau GrabExpress.

“Chope memberikan opsi untuk memilih dan memesan, tapi kami tidak melakukan pengiriman sendiri. Metode dengan WhatsApp ini banyak diapresiasi mitra restoran karena dianggap lebih mudah buat stafnya.”

Respons konsumen terhadap layanan ini, klaim Karthik, tidak buruk dari kacamata bisnis — meski belum signifikan jika dibandingkan sebelum pandemi.

“Namun yang terpenting adalah mitra restoran kami melihat bahwa kami masih berusaha melakukan berbagai hal untuk mendukung mereka dan mereka sangat menghargai hal ini. Melalui fitur ini, kami berusaha terus relevan dengan pengguna kami, sehingga mereka tidak perlu melupakan Chope sepenuhnya selama berbulan-bulan lockdown di Indonesia.”

Di luar layanan Chope on Delivery, perusahaan juga membuat diversifikasi bisnis lainnya dengan menjual tiket hotel karena banyak mitra restoran yang berlokasi di dalam hotel. Layanan “Save now, stay & dine later” memungkinkan konsumen untuk staycation di hotel dengan harga murah kapan saja dan menikmati berbagai fasilitas yang disediakan hotel.

Perusahaan membuat program dining voucher yang lebih fleksibel untuk membantu mitra restoran terhindar dari pembatalan dan konsumen yang tidak jadi datang (no-show). “Cara ini efektif menurunkan angka pembatalan karena konsumen dapat mengganti tanggal kedatangan. Tidak perlu membatalkan jika ada hal darurat.”

Ke depannya, Chope ingin memperkuat teknologinya untuk membantu lebih banyak restoran yang terdampak pandemi. Mitra dapat memaksimalkan pendapatannya dengan memanfaatkan sistem manajemen reservasi meja, membangun database yang dipersonalisasi dengan sistem CRM, dan mengantarkan lebih banyak pelanggan ke restoran. Tidak hanya berbentuk visibilitas pemasaran, tetapi juga melacak dan mengirim pelanggan ke restoran.

“Dalam jangka panjang, kami akan perluas layanan ke semua kota tier 1 dan 2 di Indonesia serta dengan perkembangan pesat di industri F&B di negara lainnya.”

PergiKuliner tetap bertahan sebagai direktori

Tim PergiKuliner / PergiKuliner
Tim PergiKuliner / PergiKuliner

DailySocial juga berkesempatan untuk mewawancarai CEO PergiKuliner Oswin Liandow. Ia menceritakan saat PSBB ketat diberlakukan pada Maret kemarin, traffic PergiKuliner terus berkurang. Sebulan setelah pandemi, traffic turun hingga minus 65% atau tersisa hanya sepertiga.

Buruknya kinerja ini harus diantisipasi secara cepat dengan berinovasi. “Kami memperkirakan kapan pandemi berakhir, bagaimana perubahan behavior user saat dan setelah pandemi, apa yang bisa kami lakukan, dan akhirnya ada banyak keputusan yang kami ambil,” tuturnya.

Keputusan terberat akhirnya harus diambil pada awal April dengan efisiensi karyawan. Oswin tidak menyebut berapa banyak karyawan yang terkena dampak. “Ini adalah keputusan terberat yang pernah saya ambil selama membangun PergiKuliner. Namun dengan semua pertimbangan yang ada, kami harus mengambil langkah ini.”

Berikutnya adalah memikirkan apa yang bisa dilakukan untuk mitra restoran. Akhirnya PergiKuliner memutuskan membantu mereka yang membuka jasa pengiriman gratis dengan membuat laman direktori khusus dengan tagar BebasOngkir. Program ini diklaim sukses. Ada ribuan restoran ikut berpartisipasi.

Setelah PSBB mulai dilonggarkan, perusahaan membuat QR Code untuk melihat menu restoran secara online melalui situs atau aplikasi PergiKuiliner. Diklaim ada ribuan restoran yang sudah menggunakan QR Code dan jumlahnya terus bertambah setiap harinya.

Logo PergiKuliner

Saat PSBB transisi dan mulai dibukanya makan di restoran secara terbatas, traffic PergiKuliner diklaim hampir kembali normal atau 90% dari sebelum pandemi. Oswin meyakini strateginya untuk tetap berada di direktori dan review tempat makan adalah benar karena selalu dibutuhkan.

“Ke depannya kami menyiapkan beberapa proyek baru untuk meningkatkan excitement user. Salah satunya PergiKuliner Berburu Kopi yang akan launch awal Desember. Pengguna bisa mendapatkan gratis satu kopi setelah pergi ke lima coffee shop berbeda. Mereka bisa memilih dari ratusan tenant yang berpartisipasi,” tutupnya.

Qraved Peroleh Pendanaan Seri B Sebesar 109 Miliar Rupiah

Layanan pencarian restoran Qraved mengumumkan perolehan pendanaan Seri B sebesar $8 juta (Rp 109 miliar) dari sejumlah investor yang dipimpin oleh Richmond Global Ventures dan Gobi Partners. Juga turut berpartisipasi dalam putaran pendanaan kali ini investor baru GWC dan investor terdahulu Covergence Ventures, 500 Startups, Toivo Annus, dan M&Y Partners. Pengumuman dilakukan CEO Qraved Steven Kim di sela-sela kunjungan rombongan Indonesia ke Silicon Valley.

Seperti dikutip dari e27, Steven berkomentar:

“Seperti halnya aplikasi transportasi dan chat telah mentransformasi cara kita berkomunikasi dan bepergian setiap hari, visi saya untuk Qraved adalah menjadi platform eksklusif bagi orang Indonesia untuk berhubungan soal makanan. Dengan putaran pendanaan terbaru ini, saya percaya kami dalam posisi yang bagus untuk sukses di pasar ini.”

Qraved sebelumnya memperoleh pendanaan Seri A sebesar $1,3 juta (sekitar 17 miliar) setahun yang lalu dan seed funding dua tahun yang lalu. Dalam enam bulan terakhir, mereka mengklaim telah menambah lebih dari 1 juta kunjungan setiap bulannya.

Dikutip dari Tech In Asia, Steven menyebutkan pendanaan ini bakal digunakan untuk pengembangan fitur-fitur situs dan aplikasi mobile, mengembangkan jangkauan perusahaan ke seluruh Indonesia, dan usaha-usaha pemasaran.

Perolehan pendanaan ini menarik karena diumumkan beberapa saat setelah penutupan Abraresto yang mengalami kesulitan keuangan. Setidaknya hal ini mengukuhkan kepercayaan investor terhadap segmen layanan makanan. Di Indonesia sendiri Qraved berkompetisi dengan Zomato dan OpenRice.

Pihak Richmond Global Ventures dan Gobi Partners memastikan pemberian pendanaan kali didasari faktor solidnya tim dan pertumbuhan layanan yang dianggap bagus. Managing Partner Gobi Partners Thomas G. Tsao menyebutkan, “Dengan pertumbuhan perusahaan yang sangat bagus selama setahun terakhir dan tim manajemen yang solid, kami percaya Qraved siap untuk menjadi sukses di masa depan.”