Tag Archives: forbes

10 Daftar Orang Terkaya di Dunia 2023

Kekayaan orang terkaya di dunia begitu besar sehingga kita sering menggelengkan kepala. Namun pekerjaan dan bisnis apa yang mereka geluti hingga memiliki kekayaan triliunan rupiah?

Sesuai dengan judul artikelnya, kali ini kita akan fokus pada daftar orang terkaya di dunia dan review perusahaan yang membuat mereka sukses. Terlepas dari cerita hitam putih tentang bisnis mereka, orang-orang ini adalah pengubah permainan yang mengubah dunia, jadi mereka pantas menjadi inspirasi kita.

Melansir Forbes, Kamis (6/1), Elon Musk kini bertengger di pucuk daftar orang terkaya di dunia 2022. Diikuti oleh Bernard Arnault serta Jeff Bezos di urutan kedua dan ketiga. Setelah itu, nama siapa lagi yang sukses masuk kategori ini?

10. Mukesh Ambani

Pixabay

Anything and everything that can go digital is going digital. India cannot afford to be left behind.

Mukesh Ambani adalah seorang pengusaha miliarder India. Sumber kekayaannya berasal dari sebuah perusahaan bernama Reliance Industries Ltd. Menghasilkan omzet Rp 74 miliar. Kekayaannya saat ini bernilai US$90,7 miliar atau sekitar Rp 1.350 triliun.

Nama Perusahaan Reliance Industries Ltd. Ini beroperasi di sektor petrokimia, minyak dan gas, telekomunikasi dan ritel. Kontribusi Mukesh Ambani telah memainkan peran penting dalam perkembangan India menuju kehidupan yang lebih modern.

9. Steve Ballmer

Wikipedia

Great companies in the way they work, start with great leaders.

Orang terkaya ke-9 di dunia pada tahun 2022 adalah Steve Ballmer. Mantan CEO Microsoft, yang menghabiskan 14 tahun mendorong Microsoft menjadi bintang. Kekayaannya saat ini mencapai US$91,4 miliar atau sekitar Rp1.360 triliun. Selain karirnya di Microsoft, dia juga pemilik tim bola basket Los Angeles Clippers.

8. Larry Ellison

flickr

When people start telling you that you’re crazy, you just might be on to the most important innovation in your life.

Orang terkaya kedelapan di dunia saat ini dipegang oleh Larry Ellison, salah satu pendiri dan presiden perusahaan teknologi komputer Amerika Oracle. Kekayaan bersih Larry Ellison saat ini US$106 miliar atau sekitar Rp 1,576 triliun. Selain Oracle, kekayaan Larry Ellison juga berasal dari 98% saham Ranal Island.

7. Sergey Brin

biography.com

Obviously everyone wants to be successful, but I want to be looked back on as being very innovative, very trusted and ethical and ultimately making a big difference in the world.

Seperti yang kamu tahu, Google adalah salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia. Sergey Brin, yang ikut mendirikan dan mengembangkan Google bersama Larry Page, berada di belakang mesin pencari raksasa yang telah menyebar ke berbagai penjuru dunia. Kekayaan Sergey Brin ditaksir mencapai US$107 miliar atau sekitar Rp 1,591 triliun.

Brin adalah presiden perusahaan induk Google, Alphabet, sebelum akhirnya mengundurkan diri. Namun, dia tetap menjadi pemegang saham perusahaan.

6. Larry Page

Biography.com

You never lose a dream; it just incubates as a hobby.

Larry Page merupakan sahabat Sergey Brin yang juga mendirikan Google. Larry Page, pendiri raksasa mesin pencari global, memiliki kekayaan US$111 miliar atau sekitar Rp 1,651 triliun.

Larry Page juga mendirikan PageRank, algoritme peringkat pencarian Google, dan berinvestasi di startup mobil terbang Kitty Hawk dan Opener. Page juga memenangkanThe Marconi Prize bersama Sergey Brin atas jasa dan kontribusinya pada sektor telekomunikasi.

5. Warren Buffet

Harvard Business Review

Rational people don’t risk what they have and need for what they don’t have and don’t need.

Warren Buffett, yang dikenal di media dunia sebagai “The Astrologer” dan “The Sage”. Ketertarikannya dengan bisnis dan investasi sejak kecil ini membuatnya menjadi salah satu investor paling sukses sepanjang masa. Kekayaan Buffett kini mencapai $118 miliar, atau sekitar Rs 1,755 triliun.

Buffett menjadi jutawan pada tahun 1962. Selain berinvestasi, Buffett juga menjalankan Berkshire Hataway, sebuah perusahaan multinasional yang mengawasi GEICO, Duracell, Dairy Queen, dan lainnya.

4. Bill Gates

Gates Foundation

Money has no utility to me beyond a certain point. Its utility is entirely in building an organization and getting the resources out to the poorest in the world.

Bill Gates menempati urutan keempat dalam daftar orang terkaya di dunia. Bill Gates, pendiri Microsoft, perusahaan perangkat lunak terbesar di dunia, telah masuk dalam daftar orang terkaya di dunia sejak 1987. Total kekayaan Bill Gates saat ini bernilai $129 miliar atau sekitar Rp 1,918 triliun.

Kekayaan Microsoft tidak lantas mengaburkan Bill Gates. Melalui badan amal yang ia dirikan, Bill & Melinda Gates Foundation, salah satu organisasi filantropi swasta terbesar di dunia, ia terlibat dalam pemberian dan kerja filantropi ke berbagai organisasi dan lembaga penelitian.

3. Bernard Arnault and Family

wikipedia

In business, I think the most important thing is to position yourself for long-term and not be too impatient, which I am by nature, and I have to control myself.

Ketiga dalam daftar orang terkaya di dunia adalah seorang pengusaha Perancis bernama Bernard Arnault. Sebagai orang terkaya di Perancis, Bernard Arnault pernah bekerja untuk berbagai brand fashion mewah seperti Christian Dior, Loewe, Marc Jacobs, Sephora, Dom Perignon dan Hennessy. Aset Bernard Arnault ditaksir mencapai US$158 miliar atau sekitar Rp2,354 triliun.

Bernard Arnault memulai awal yang luar biasa sebagai CEO sebuah perusahaan barang mewah. Dia adalah seorang insinyur keluarga dan pengembang real estat. Selain itu, Bernard Arnault memiliki ambisi dan pandangan jauh ke depan terkait merek-merek yang diakuisisinya, sehingga merek-merek tersebut dikenal banyak orang.

2. Jeff Bezos

CEO Amazon Jeff Bezos / Flickr – Dan Farber

I didn’t think I’d regret trying and failing. And I suspected I would always be haunted by a decision to not try at all.

Di urutan kedua adalah Jeff Bezos, salah satu orang terkaya kedua di dunia. Jeff Bezos memulai bisnisnya dari sebuah garasi di Seattle sebelum menduduki posisinya saat ini. Kegigihan Jeff Bezos dalam mengembangkan bisnis e-commerce-nya telah menghasilkan kekayaan yang diperkirakan mencapai US$171 miliar atau sekitar Rp2,548 triliun.

Selain memiliki Amazon dan Washington Post, ia mendirikan layanan manufaktur kedirgantaraan dan menjadi astronot komersial. Bezos juga disebut sebagai “orang terkaya dalam sejarah modern”.

1. Elon Musk

Unsplash

I operate on the physics approach to analysis. You boil things down to the first principles or fundamental truths in a particular area and then you reason up from there.

Elon Musk, orang terkaya di dunia ini berfokus pada pengembangan atau perolehan produk dan layanan teknologi tinggi yang menjanjikan seperti pengembangan SpaceX dan AI. Di Tesla, Elon Musk juga merupakan investor awal produk kendaraan listrik. Saat ini, kekayaan Elon Musk mencapai $219 miliar atau sekitar Rp 3.263 miliar.

Ide-ide cemerlang Elon Musk berkontribusi pada gagasan kemajuan budaya manusia. Musk mempresentasikan konsep pertama untuk SolarCity, penyedia sistem teknologi fotovoltaik, dan membantu mendirikan Neuralink, sebuah startup neuroteknologi.

Itulah daftar sepuluh orang terkaya tahun ini versi Forbes. Tentu tidak ada diantara nama tersebut sebagai seorang pemalas. Jika masih demikian, lihatlah kesungguhan mereka atas mimpi dan kemampuan mereka.

Siapa Saja CEO Muda dan Terkaya di Dunia?

Menjadi CEO atau chief executive officer mungkin adalah impian dari banyak orang. Siapa yang tidak ingin menjadi bos dalam sebuah perusahaan? Siapa tahu kamu menjadi salah satunya. Kita juga sering melihat banyak CEO yang sukses pada usia di atas 40 tahun. Namun, ternyata banyak anak muda di dunia yang sudah menjadi CEO dan terkaya di dunia.

Para CEO muda tersebut membanggun dan menjalankannya sebuah perusahaan di usia yang belum genap 30 tahun. Bahkan, di antara mereka juga ada beberapa public figure yang akhirnya terjun ke dunia bisnis sembari menjalankan karirnya sebagai selebritis.

Penasaran siapa saja CEO muda dan terkaya di dunia? Berikut daftar namanya:

CEO muda dan terkaya di dunia

Mendengar kata CEO muda dan terkaya di dunia pasti kamu terpikirkan adalah Mark Zuckerberg, seorang founder dan chief executive officer dari media sosial Facebook. Selain, Mark Zuckerberg juga masih ada anak muda yang berhasil menjadi CEO sukses pada usia di bawah 30 tahun. 

1. Pete Cashmore

Mashable adalah salah satu situs web berbasis blog yang berfokus pada teknologi dan entertainment, ternyata didirikan oleh seorang anak muda bernama Pete Cashmore. Mashable dirintis pada tahun 2005, yang berarti saat itu Cashmore berusia 19 tahun.

Saat ini Mashable juga masuk ke dalam salah satu blog terbaik di dunia versi majalah Times. Bahkan, pendapatan dari Mashable juga sudah menyentuh angka Rp4 triliun.  Perjalanan Cashmore membangung Mashable juga tidak selalu mulus, di tahun pertamanya domain Mashable masih berbentuk WordPress. Bahkan, pembuatan blognya ini menghabiskan waktu 20 jam. Selain itu, Cashmore sendiri yang mengisi artikel-artikel di blog tersebut.

Hingga beberapa bulan kemudian, setelah ia bisa menempatkan iklan di Mashable, Cashmore mulai merekrut penulis-penulis artikel terkait media sosial. Pengikut Mashable di Instagram sudah mencapai 985.000 pengguna. Pada tahun 2012 juga Pete Cashmore masuk ke dalam jajaran 100 orang paling berpengaruh versi majalah Times.

2. Kylie Jenner

Siapa yang tidak kenal dengan Kylie Jenner? Yaitu model dari keluarga Kardashian. Selain menjadi seorang model dan aktris, Kylie juga adalah seorang membuat bisnis kecantikan dengan nama perusahaan Kylie Cosmetic.

Kylie Cosmetic didirikan sejak tahun 2015 dan pada tahun 2018 Kylie Cosmetic sudah mendapatkan penghasilan dari penjualannya sebesar $360. Kemudian, beberapa waktu setelah itu Forbes juga menyatakan jika Kylie Cosmetic memiliki penilaian sebesar $800. Hal ini menjadikan Kylie Jenner sebagai miliarder termuda. Selama empat tahun berdirinya Kylie Cosmetic, Kylie mendapatkan 100% penghasilan dari Kylie Cosmetic, sampai di tahun 2019 Kylie menjual sebesar 51% saham Kylie Cosmetic ke perusahaan Coty. 

3. Top Ittipat

CEO muda berikutnya adalah Top Ittipat, pengusaha muda dari Thailand. Top adalah CEO dan founder dari brand makanan ringan yaitu Tao Kae Noi yang identik dengan cemilan rumput laut gorengnya. 

Awal mula Top menjalankan bisnis ini adalah awalnya ia hanya penyuka game online. Kemudian, menjual berbagai item dari game online yang ia mainkan sampai terjual laris. Namun, ternyata transaksi tersebut adalah ilegal hingga akhirnya ia membuka franchise chestnut, tetapi penjualannya juga semakin turun hingga akhirnya ia memutuskan untuk memproduksi makanan kering dari rumput laut.

Top akhirnya sukses menjadi miliarder sebelum usia 30 tahun dengan pendapatan sebesar $600 dan ia juga masuk ke dalam peringkat 50 orang terkaya di Thailand versi Forbes. Kisah Top Ittipat juga dituangkan dalam buku dan film.

4. Evan Spiegel

Beberapa tahun terakhir aplikasi Snapchat sempat booming di Indonesia, mungkin kamu salah satu penggunanya atau bisa jadi kamu masih menggunakan aplikasi ini sekarang. Ternyata aplikasi yang identik dengan berwarna kuning ini diciptakan oleh generasi muda yang saat ini belum genap 30 tahun bernama Evan Spiegel.

Selain sebagai founder, ia juga berperan sebagai CEO di perusahaan yang ia rancang. Kekayaan Evan Spiegel dilansir dari Forbes juga mencapai $6,6 miliar.

Keempat generasi muda tersebut membuktikan bila mereka bisa menjadi salah satu dari CEO muda dan terkaya di dunia. Walaupun, di antara mereka ada yang seorang public figure, bukan berarti mereka tidak berusaha untuk mencapai kedudukannya saat ini.

Benarkah Bisnis Esports di Asia Lebih Menguntungkan daripada Amerika Serikat?

Industri esports saat ini dipercaya sedang tumbuh di seluruh dunia, termasuk di Amerika Serikat. Akan tetapi menurut Mark Cuban, sebetulnya esports masih belum bisa dibilang bisnis yang sehat. Lebih tepatnya, menjadi pemilik organisasi esports, kata pemilik klub NBA Dallas Mavericks itu, adalah sebuah kesalahan besar. Ia juga berkata bahwa uang industri esports adanya di Eropa dan Asia, terutama di Korea Selatan.

Sebagai seorang miliarder dan pemilik tim besar di dunia olahraga, Mark Cuban jelas merupakan orang yang pendapatnya patut didengar. Ini masih ditambah lagi dengan beberapa kasus yang menggambarkan beratnya ekosistem esports Amerika Serikat, seperti organisasi NRG Esports yang beberapa waktu lalu menjual tim Counter-Strike: Global Offensive mereka ke Evil Geniuses.

Akan tetapi tak semua orang setuju dengan pandangan tersebut. Christina Settimi, penulis topik bisnis olahraga di Forbes, menunjukkan beberapa bukti yang menampik pendapat Cuban. Ia mencatat 13 organisasi esports di Amerika yang memiliki nilai valuasi di atas US$100.000.000, beserta perkiraan revenue yang dimiliki masing-masing di tahun 2019 ini. Angka perkiraan revenue itu didapat dari hasil wawancara dengan para investor dan eksekutif organisasi, juga informasi dari para analis industri dan sponsor. Termasuk di dalamnya adalah uang sponsorship, revenue sharing dari liga, penjualan merchandise, dan lain-lain.

Berikut daftar organisasinya:

1. Team SoloMid

Valuasi: US$400.000.000

Perkiraan revenue: US$35.000.000

2. Cloud9

Valuasi: US$400.000.000

Perkiraan revenue: US$29.000.000

3. Team Liquid

Valuasi: US$320.000.000

Perkiraan revenue: US$24.000.000

4. FaZe Clan

Valuasi: US$240.000.000

Perkiraan revenue: US$35.000.000

5. Immortals Gaming Club

Valuasi: US$210.000.000

Perkiraan revenue: US$11.000.000

6. Gen.G

Valuasi: US$185.000.000

Perkiraan revenue: U$9.000.000

7. Fnatic

Valuasi: US$175.000.000

Perkiraan revenue: US$16.000.000

Team SoloMid
Team SoloMid, juara LCS 6 kali | Sumber: Rift Herald

8. Envy Gaming

Valuasi: US$170.000.000

Perkiraan revenue: US$8.000.000

9. G2 Esports

Valuasi: US$165.000.000

Perkiraan revenue: US$22.000.000

10. 100 Thieves

Valuasi: US$160.000.000

Perkiraan revenue: US$10.000.000

11. NRG Esports

Valuasi: US$150.000.000

Perkiraan revenue: US$20.000.000

12. Misfits Gaming

Valuasi: US$120.000.000

Perkiraan revenue: US$8.000.000

13. OverActive Media

Valuasi: US$120.000.000

Perkiraan revenue: US$5.000.000

Menariknya, Mark Cuban pernah menyatakan dalam sebuah wawancara bahwa ia percaya tentang besarnya pertumbuhan industri esports. Cuban juga merupakan investor di perusahaan startup Unikrn, yang bergerak di bidang siaran dan judi esports. Dallas Mavericks pun memiliki tim esports yang bermain di NBA 2K League, bernama Mavs Gaming.

Salah satu organisasi esports Amerika yang saat ini tampaknya sedang sangat sehat adalah Gen.G. CEO Gen.G, Chris Park, bahkan berkata bahwa organisasi mereka sedang “over-subscribed”. Artinya terlalu banyak partner yang ingin mengajak Gen.G bekerja sama, sampai-sampai akhirnya mereka harus memilih-milih partner. Tentu saja itu bukan sebuah masalah, atau andai disebut masalah pun maka itu merupakan masalah yang baik.

Selain Forbes, pihak lain yang memberikan sanggahan terhadap pernyataan Cuban adalah Michael Cohen, seorang business strategist di bidang esports dari Belanda. Dalam artikel yang ditulisnya, Cohen mengatakan bahwa sebagian ucapan Cuban memang benar—menjadi pemilik tim adalah usaha yang penuh risiko. Terutama untuk organisasi baru yang tidak menjadi pemenang turnamen, pasti sulit menumbuhkan brand atau mendatangkan revenue.

Contoh kasusnya adalah 100 Thieves yang mengalihkan fokus dari dunia kompetitif ke arah penjualan merchandise dan kreator konten (streamer). Ini untuk menutup kelemahan sebab tim mereka kurang berprestasi di League of Legends Championship Series (LCS). Cohen juga mengiyakan pendapat Cuban bahwa perubahan meta dalam sebuah game memberi risiko yang sangat besar, apabila anggota tim tidak bisa beradaptasi dengan meta terbaru itu.

Namun di sisi lain, Cohen menunjukkan bahwa pasar Asia sebenarnya juga mengalami masalah, sama seperti Amerika Serikat. Bila “pemain” industri esports di Amerika ingin melakukan ekspansi ke Asia, para pelaku esports di Asia justru ingin memperluas brand ke level internasional. Ia mengibaratkan fenomena ini seperti peribahasa, “Rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau.”

Mengapa demikian? Alasannya adalah karena bisnis esports di Asia (terutama Korea Selatan dan Tiongkok) sudah “mentok”. Asia punya kultur game kompetitif yang lebih kuat dari Amerika, dan brand esports sudah lebih dahulu berkembang bahkan sejak sebelum era StarCraft II. Perkembangan ini termasuk dalam hal kualitas pemain, peran sponsor non-endemic, pembangunan markas tim, dan sebagainya.

Karena sudah berkembang hingga mentok di negara sendiri, mereka pun mencari cara untuk ekspansi ke negara barat. Contohnya yang dilakukan oleh OGN, T1 Entertainment & Sports, serta Gen.G. Harapannya, dengan menjangkau pasar internasional, nilai sponsorship yang bisa diraih pun akan lebih besar. Dan dengan menjadi organisasi pertama yang punya jangkauan global, mereka ingin bisa membangun posisi brand lebih kuat dibanding kompetitornya.

LGD International
LGD International, usaha LGD mengembangkan sayap yang akhirnya gagal | Sumber: Liquipedia

Sementara itu Tiongkok, kata Cohen, punya masalah di mana modal yang diperlukan untuk menggaji pemain serta mendirikan organisasi telah sampai di titik yang lebih tinggi daripada potensi revenue yang dihasilkan. Ini ditambah lagi dengan kendala-kendala lain, misalnya birokrasi. Karena itu para pelaku esports di Tiongkok pun ingin melebarkan sayap ke luar negeri, tapi mereka ingin melakukannya dengan risiko sesedikit mungkin. Kerja sama klub bola Paris Saint-Germain (PSG) dan LGD adalah contoh kasus yang sukses hingga sekarang, namun sebetulnya baik PSG maupun LGD sudah sempat gagal beberapa kali dalam usaha mereka melakukan penetrasi ke barat dan timur sebelum akhirnya berjodoh.

Pada akhirnya, Cohen menyimpulkan bahwa esports adalah bisnis yang berharga, namun memang berisiko dan setiap wilayah punya risiko sendiri-sendiri. Tidak ada wilayah/negara yang bisa dibilang paling bagus, tapi memang setiap wilayah itu punya karakteristik berbeda-beda. Kita juga tidak bisa memandang seluruh industri esports sebagai satu industri yang sama rata, karena situasi pasarnya bisa berbeda-beda tergantung dari game, tren, atau platform yang sedang ramai di suatu wilayah.

Mark Cuban kemudian mengekspresikan rasa setujunya terhadap tulisan Cohen, dan membagikan tulisan tersebut di akun Twitter miliknya. Ia juga mengakui bahwa Cohen punya analisis yang lebih baik terhadap pasar Asia. Bila Anda tertarik untuk membaca analisis tersebut lebih dalam, Anda bisa mengunjungi tulisan Michael Cohen di situs tortedelini.com.

Sumber: Michael Cohen, Forbes, Psyonix

Samsung Hentikan Produksi Blu-ray Player 4K

Perlahan-lahan, konsumen mulai menyambut baik metode penjualan digital, terlepas dari masih banyaknya orang yang menginginkan disc dalam boks; mungkin karena alasan belum optimalnya koneksi internet atau mereka berambisi untuk melengkapi koleksi film yang ditaruh rapi di rak. Namun suka tak suka, ‘kebiasaan’ ini akan jadi semakin sulit dilakukan di masa depan.

Setelah rumornya beredar sejak berbulan-bulan silam, Samsung mengonfirmasi keputusan mereka untuk menghentikan produksi perangkat Blu-ray player 4K. Informasi mengenainya terdengar pertama kali oleh pihak retailer. Selain itu, orang-orang juga melihat absennya produk Blu-ray player baru di acara IFA Berlin 2018 serta CES Las Vegas 2019 kemarin. Kabar tersebut akhirnya dibenarkan sang produsen pada Forbes.

Sejauh ini, Samsung belum memberikan penjelasan atas alasan penyetopan produksi Blu-ray player 4K. Menurut analisis Forbes, raksasa elektronik asal Korea Selatan itu kemungkinan melihat kecilnya kesempatan bagi produk mereka untuk merebut pangsa pasar agar bisa berkembang. Blu-ray player boleh dikatakan sebagai produk niche, dan saat ini segmennya sudah dikuasai oleh dua brand besar, yakni Sony dan Panasonic.

Berdasarkan laporan narasumber Forbes, Samsung tadinya punya agenda buat memperkenalkan Blu-ray player high-end dalam waktu dekat. Tapi kemudian rencana tersebut dibatalkan. Samsung pertama kali masuk ke segmen Blu-ray player UHD lewat peluncuran UBD-K8500 di bulan Februari 2016. Waktu itu, produk disiapkan sebagai solusi all-in-one. Ia tetap bisa menjalankan disc Blu-Ray reguler, DVD, CD, dan 3D. Kemudian perangkat juga dapat men-stream konten UHD dari penyedia layanan seperti Netflix.

Ada pola menarik bisa kita lihat di sini. Samsung ialah salah satu perusahaan yang paling pertama berkecimpung di segmen Blu-ray 4K. Saat itu, bahkan film-film pendukung resolusi ultra high definition seperti The Martian dan Kingsmen: The Secret Service belum betul-betul tersedia. Dua tahun setelahnya, Samsung tiba-tiba memilih untuk tidak lagi bermain di sana, menyusul Oppo yang mengundurkan diri dari bidang penyediaan Blu-ray player di bulan April 2018.

Di kuartal kedua 2018, perusahaan riset Nielsen mengabarkan bahwa permintaan terhadap perangkat DVD dan Blu-ray mengalami penurunan, tergerus oleh meningkatnya minat konsumen pada device serta layanan streaming. Laporan Nielsen di masa itu menyebutkan, hanya 66 persen rumah di wilayah Amerika yang kini mempunyai DVD/Blu-ray player, menurun 6 persen dari 72 persen di tahun sebelumnya.

Rata-rata, konsumen dewasa di Amerika Serikat hanya menghabiskan waktu lima menit dalam sehari untuk menonton konten via DVD atau Blu-ray player.

Via The Verge.

In 2014, Lazada and Zalora Experienced Three Trillion Rupiah of Loss

Having a lead in Southeast Asian market doesn’t make Rocket Internet’s e-commerce giants, Lazada and Zalora, enjoy the profit. Having operated in six biggest markets in the region, both experienced (in total) $235,3 million (around 3,1 trillion Rupiah) of loss in 2014. Continue reading In 2014, Lazada and Zalora Experienced Three Trillion Rupiah of Loss

Seven Things that Keep You Away From Success

Quitting from Success Illustration / shutterstock

One can have his own secrets of success, while some others may have another. One thing for sure; there is no single definite formula of success that flawlessly works. However, success is not a coincidence. Successful individuals work hard for themselves and their own business. They also learn to keep themselves away from these seven barriers: Continue reading Seven Things that Keep You Away From Success

Forbes Pecat 9 Karyawan & Merger

Forbes telah memecat 19 pekerjanya hari ini dan mengumumkan penggabungan bagian Forbes Magazine dengan Forbes.com (online). Merger ini dilakukan Forbes akibat dampak krisis ekonomi global, sehingga harus mengurangi biaya operasional. Dengan langkah ini para jurnalis di Forbes Magazine secara otomatis juga menjadi jurnalis di Forbes.com. Proses re-strukturisasi staff editorial ini diyakini mampu memaksimalkan konten baik majalah maupun online kepada 40 juta pembacanya di seluruh penjuru dunia.