Tag Archives: free-to-play

Pro dan Kontra Game Play-to-Earn dan Keberadaan NFT di Game

Pada Desember 2021, Ubisoft meluncurkan Quartz, platform untuk membeli Digits — playable NFT dari Ubisoft. Dengan begitu, Ubisoft menjadi perusahaan game besar pertama yang mencoba untuk membuat NFT. Namun, keputusan Ubisoft justru disambut dengan protes oleh para gamers.

Ubisoft bukan satu-satunya perusahaan game besar yang tertarik dengan NFT. Di awal tahun 2022, President Square Enix juga mengungkap ketertarikan perusahaan dengan berbagai teknologi baru dalam dunia game, termasuk blockchain dan NFT. Sekali lagi, surat terbuka dari itu disambut dengan protes atau bahkan cemooh dari para gamers. Meskipun begitu, hal ini tidak menghentikan Konami untuk meluncurkan NFT sebagai perayaan dari ulang tahun ke-35 dari seri Castlevania.

Pertanyaannya, apa yang membuat banyak gamers begitu antipati dengan NFT? Dan kenapa perusahaan-perusahaan game tetap tertarik untuk menawarkan NFT walau banyak gamers yang protes?

Serba-Serbi NFT

Sebelum membahas tentang keuntungan dan kerugian dari NFT, mari kita membahas tentang NFT itu sendiri. NFT merupakan singkatan dari Non-Fungible Token (NFT). Secara harfiah, “non-fungible” berarti unik dan tidak bisa digantikan. Sebagai contoh, Bitcoin — atau uang kertas — adalah sesuatu yang “fungible“. Jadi, Anda bisa menukar satu Bitcoin dengan Bitcoin lain dan nilai Bitcoin yang Anda miliki tetap sama. Sama seperti jika Anda menukar uang Rp100 ribu dengan uang Rp100 ribu lainnya. Walau uang yang Anda miliki tidak lagi sama, nilai dari uang itu tidak berubah.

Lain halnya dengan NFT, yang lebih menyerupai collectible atau barang yang diproduksi dalam jumlah terbatas. Misalnya, Anda mengoleksi kartu Yu-Gi-Oh. Kartu 2002 Blue Eyes White Dragon 1st Edition PSA 10 dan 2002 LOB 1st Edition Exodia The Forbidden One PSA 10, keduanya sama-sama kartu Yu-Gi-Oh paling mahal di dunia. Meskipun begitu, keduanya tetaplah kartu yang berbeda, yang punya nilai yang berbeda pula. Contoh lainnya, walau Lamborghini Veneno dan Koenigsegg CCXR Trevita merupakan mobil yang diproduksi dalam jumlah terbatas, keduanya bukanlah mobil yang sama.

Koenigsegg CCXR Trevita. | Sumber: SindoNews

NFT adalah industri yang masih sangat muda. Banyak orang mulai tertarik dengan NFT pada tahun lalu. Meskipun begitu, menurut laporan CNBC, total nilai jual-beli NFT telah mencapai miliaran dollar sejak beberapa tahun lalu. Misalnya, pada 2017, total nilai jual-beli NFT mencapai US$6,2 miliar. Sebagai perbandingan, total penjualan digital art ketika itu hanya mencapai US$1,9 miliar. Data itu diungkap oleh NonFungible, yang melacak data penjualan NFT.

“Saya merasa, karya seni dan barang koleksi kini menjadi komoditas terbesar dari NFT. Karena, barang-barang itu memang memiliki kriteria yang sesuai,” kata Jon McCormack, Professor of Computer Science, Monash University, pada CNBC. “Produk digital bisa ditiru dengan mudah. Memiliki Certificate of Aunthencity menjadi penting, karena ia bisa menjadi bukti bahwa Anda merupakan pemilik yang sah dari sebuah barang digital.”

Dalam satu tahun terakhir, industri NFT juga tumbuh pesat. Menurut analisa dari DappRader — perusahaan yang bertujuan untuk melacak NFT dan aset terdesentralisasi lainnya — pada Q3 2021, volum penjualan NFT naik 38.000%. Meskipun begitu, sebagian ahli khawatir, popularitas NFT yang meroket dengan begitu cepat akan menciptakan gelembung layaknya Dotcom Bubble.

Sebagian ahli khawatir NFT akan menciptakan bubble baru. | Sumber: Flickr

Seiring dengan semakin populernya NFT, semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk ikut serta. Tak terkecuali perusahaan game, seperti Ubisoft dan Square Enix. Sayangnya, keputusan perusahaan game untuk membuat NFT menimbulkan reaksi yang terpolarisasi dari para gamers. Sebagian gamers mendukung keputusan perusahaan game untuk membuat NFT, sementara sebagian yang lain menentang.

Melalui artikel ini, saya mencoba untuk melihat sudut pandang dari kedua kubu; baik orang-orang yang pro pada NFT, maupun orang-orang yang menentang keberadaan NFT, khususnya di bidang game.

Pro dari NFT di Game

Dulu, jika Anda ingin memainkan sebuah game, Anda harus membelinya terlebih dulu. Jadi, dengan mengeluarkan uang dalam jumlah tertentu, seseorang akan bisa mendapatkan pengalaman bermain dari game yang dia beli. Namun, seiring dengan berkembangnya teknologi, muncul model bisnis baru. Salah satunya adalah free-to-play. Sesuai namanya, game free-to-play bisa dimainkan dengan gratis. Hanya saja, game free-to-play biasanya memiliki item yang bisa dibeli oleh pemain, baik item kosmetik maupun item powerup.

Dan jangan salah, model bisnis free-to-play terbukti sangat menguntungkan. Mari kita bandingkan Legend of Zelda: Breath of the Wild dengan Genshin Impact. Ketika Genshin Impact diluncurkan, banyak orang yang menganggap game buatan miHoYo itu sebagai “tiruan” dari Breath of the Wild. Sejauh ini, Breath of the Wild telah terjual sebanyak 24,13 juta unit. Di toko digital resmi Nintendo, game tersebut dihargai US$60. Jadi, total pendapatan dari game tersebut adalah US$1,45 miliar. Sebagai perbandingan, dalam waktu satu tahun, pemasukan dari Genshin Impact diperkirakan mencapai US$3,7 miliar.

Walau harus diakui, Genshin Impact juga menggunakan model bisnis gacha — yang menyerupai judi dan bisa mendorong pemainnya untuk menghabiskan jutaan atau bahkan puluhan juta rupiah. Dan model bisnis ini memang menimbulkan kontroversi sendiri, yang pernah kami bahas di sini. Terlepas dari model bisnis yang kontroversial, keberadaan game seperti Genshin Impact menunjukkan bahwa gamers tidak segan-segan untuk menghabiskan uang demi mendapatkan karakter atau item dalam game. Sayangnya, saat ini, tidak peduli berapa banyak uang yang seseorang habiskan untuk membeli item dalam game, item itu akan hilang ketika server game ditutup.

Golden Pharaoh X-Suit. | Sumber: Facebook

Sebagai contoh, jika seseorang membeli skin X-Suit Firaun Emas di PUBG Mobile — yang dihargai Rp32 jutaskin tersebut akan hilang begitu saja jika PUBG Mobile tutup. Nah, di sinilah salah satu keuntungan NFT dalam game. Jika item dalam game dibuat menjadi NFT, maka pemilik akan tetap bisa menyimpan item tersebut dalam bentuk NFT di wallet mereka walau game sudah tutup. Dalam kasus skin X-Suit Firaun Emas yang saya contohkan, pemilik skin akan tetap memiliki versi NFT dari skin tersebut meski PUBG Mobile telah tutup.

Keuntungan lain yang bisa didapat oleh gamers dengan adanya NFT dalam game adalah munculnya model bisnis play-to-earn. Dengan memainkan game play-to-earn, pemain bisa mendapatkan uang, bahkan tanpa harus menjadi pemain profesional. Bagaimana mekanisme game play-to-earn? Sederhananya, pemain akan mendapatkan aset digital ketika bermain game. Aset digital itu bisa ditukar dengan cryptocurrency, yang nantinya, bisa ditukar dengan mata uang tradisional. Untuk lebih lengkapnya, Anda bisa membaca artikel kami tentang blockchain gaming di sini.

Keuntungan NFT untuk Developer Game

Adanya NFT di game tidak hanya bisa menguntungkan pemain, tapi juga kreator game. Salah satu keuntungan untuk developer game adalah potensi sumber pemasukan baru, yaitu biaya transaksi. Jika pemain bisa memperjual-belikan NFT di sebuah game, developer bisa memungut biaya dari setiap transaksi yang pemain lakukan. Dan hal ini bisa menjadi pemasukan baru untuk sang developer.

Keuntungan lain yang bisa didapat oleh developer adalah pemain punya alasan untuk bermain game. Selama ini, biasanya, orang-orang bermain game sebagai pelepas penat. Namun, dengan adanya model bisnis play-to-earn, ada hal lain yang bisa mendorong orang-orang untuk bermain game, yaitu untuk mendapatkan uang. Hal ini sempat dibahas oleh President Square Enix, Yosuke Matsuda, dalam sebuah surat terbuka.

“Baik dalam game online atau game single-player, pada awalnya, hubungan antara gamers dan kreator game adalah hubungan satu arah: kreator seperti kami menciptakan game yang akan dimainkan oleh konsumen,” kata Matsuda. “Sementara itu, blockchain game — yang baru muncul dan kini sedang tumbuh, –dibangun berdasarkan konsep token economy, yang membuka potensi untuk mendorong pertumbuhan industri game yang mandiri dan berkelanjutan.”

Yosuke Matsuda. | Sumber: VG247

Lebih lanjut Matsuda menjelaskan, salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan industri blockchain game adalah keberagaman, baik dalam cara pemain berinteraksi dengan game maupun alasan pemain bermain game. “Perkembangan token economy akan mendorong momentum dari keberagaman ini,” ujarnya. “Contohnya adalah konsep ‘play to earn‘ yang membuat orang-orang menjadi tertarik untuk bermain game.”

Axie Infinity adalah salah satu contoh game dengan model bisnis play-to-earn. Game itu sangat populer di Filipina. Menurut laporan Niko Partners, per April 2021, Axie Infinity telah diunduh sebanyak 70 ribu kali dan sebanyak 29 ribu downloads berasal dari Filipina. Sementara per Oktober 2021, jumlah pemain Axie Infinity di Filipina naik menjadi sekitar 300 ribu orang. Di bulan yang sama, total volum jual-beli di game itu telah menembus US$25 juta. Setiap harinya, total NFT yang terjual di Axie Inifity melebihi 50 ribu tokens.

Axie Infinity menjadi sangat populer di Filipina sehngga pemerintah pun memutuskan untuk mengeluarkan regulasi tentang cryptocurrency yang didapat pemain dari game tersebut. Hal ini menjadi bukti bahwa keberadaan game play-to-earn memang bisa mendorong orang-orang untuk bermain game demi mendapatkan uang. Pada saat yang sama, model play-to-earn juga menciptakan masalah tersendiri, yang saya akan bahas dalam segmen berikut.

Argumen Kontra tentang NFT di Game

Menyertakan NFT dalam game memang memiliki keuntungan tersendiri. Namun, sebagian gamers tampaknya justru tidak suka jika perusahaan game membuat atau berencana untuk memasukkan NFT ke game mereka. Sebagai contoh, ketika Ubisoft meluncurkan platform Quartz — bersamaan dengan tiga NFT pertama mereka — reaksi gamers terpolarisasi.

Sebagian gamers, khususnya yang percaya dengan masa depan blockchain, menganggap bahwa keputusan Ubisoft akan membawa perubahan besar ke industri game. Karena, Ubisoft menjadi publisher game besar pertama yang memutuskan untuk membuat NFT. Di sisi lain, tidak sedikit gamers yang justru mengecam Ubisoft. Buktinya, video peluncuran Quartz — yang sekarang sudah menjadi menjadi video unlistedmendapatkan 40 ribu dislikes dan hanya 1,6 ribu likes.

Ubisoft Quartz dapat protes dari para gamers.

Salah satu hal yang membuat gamers tidak suka dengan potensi adanya NFT dalam game adalah karena keberadaan NFT membuka peluang bagi developer untuk mendorong pemain mengeluarkan uang. Seperti yang disebutkan oleh Economic Times, ketika bermain game, khususnya game AAA, pemain tidak hanya harus mengeluarkan uang, tapi juga menginvestasikan waktunya.

Tentunya, gamers ingin mendapatkan pengalaman bermain yang memuaskan. Dan pengalaman bermain itu bisa berkurang ketika developer masih mengharuskan pemain untuk membeli NFT. Masalah ini serupa dengan keberadaan microtransactions atau lootbox dalam game premium. Sebagai contoh, Star Wars Battlefront II. Game itu dijual dengan harga Rp479 ribu di Steam. Namun, game tersebut masih dipenuhi dengan lootbox dan microtransactions. Dan hal itu ini menuai kontroversi ketika Electronic Arts meluncurkan game tersebut di 2018.

Masalahnya, game NFT dengan model play-to-earn memang didesain sedemikian rupa agar gamers mau melakukan jual-beli dari aset digital yang ada. Alhasil, tujuan pemain untuk bermain tak lagi untuk bersenang-senang, tapi untuk mendapatkan uang. Pada akhirnya, hal ini bisa membuat kepuasan bermain game menjadi berkurang.

Tiga “pendiri” Fame Lady Squad. | Sumber: InputMag

Alasan lain mengapa para gamers tidak suka akan keberadaan NFT dalam game adalah karena banyaknya penipuan di ranah NFT. Jenis penipuan yang ada pun beragam, mulai dari giveaways palsu di Twitter untuk mendapatkan banyak retweets dan followers, tautan berbahaya yang disebarkan agar orang-orang mengklik tautan tersebut, sampai metode rug pull.

Secara sederhana, skema penipuan rug pull adalah ketika developer membawa lari uang investor tanpa menyelesaikan proyek yang mereka janjikan. Salah satu contoh model penipuan rug pull adalah Fame Lady Squad, yang mengklaim sebagai proyek NFT untuk pemberdayaan perempuan. Proyek itu diklaim dibuat oleh tiga perempuan, yaitu Cindy, Andrea, dan Kelda.

Ketiga perempuan itu memiliki avatar yang dibuat ke dalam NFT, yang kemudian bisa dibeli. Secara total, Fame Lady Squad berhasil mengumpulkan hampir US$1,5 juta dari investor dan komunitas sebelum mereka melarikan diri. Dan setelah diselidiki, diketahui bahwa Fame Lady Squad bahkan tidak didalangi oleh tiga perempuan, tapi oleh sekelompok pria asal Rusia, seperti yang dilaporkan oleh InputMag.

Pada awalnya, Evil Ape berjanji akan membuat fighting game, Evolved Apes. Dalam game itu, para pemain akan mengadu kera yang mereka miliki dengan satu sama lain. Pemain yang keluar sebagai pemenang akan mendapatkan Ethereum sebagai hadiah. Untuk bisa bermain, pemain harus membeli NFT dari karakter Evolved Apes, yang dijual di marketplace NFT, OpenSea.

Namun, untuk bisa membangun game Evolved Apes, Evil Ape akan memerlukan biaya. Karena itu, mereka menjual NFT dari karakter di Evolved Apes. Uang itu diklaim akan digunakan untuk biaya pengembangan dan marketing game. Namun, Evil Ape justru membawa kabur uang yang terkumpul — senilai US$2,7 juta — tanpa pernah meluncurkan game yang dijanjikan. Kabar baiknya — jika hal ini bisa disebut kabar baik — pemain yang sudah terlanjur membeli NFT masih dapat menyimpan NFT tersebut.

Evolved Apes. | Sumber: PC Gamer

Masalah penipuan terkait NFT diperburuk oleh fakta bahwa belum ada banyak regulasi yang mengatur teknologi tersebut. Faktanya, Evil APe dilaporkan ke kepolisian di Inggris, yang merupakan markas dari kru Evolved Apes. Dan pihak kepolisian menyebutkan bahwa kasus ini mungkin akan sulit untuk diprotes. Karena, orang-orang yang sudah membeli NFT memang mendapatkan NFT yang mereka inginkan. Sementara masalah janji untuk membuat game yang tidak terpenuhi, pihak kepolisian menyebutkan bahwa game itu memang tidak menjadi bagian dari apa yang pemain beli, seperti dikutip dari PC Gamer.

Dampak Buruk NFT ke Seniman dan Lingkungan

Selain gamers, kelompok yang cenderung menentang NFT adalah digital artists dan aktivis lingkungan. Bagi para digital artists, NFT memang sering disebutkan akan bisa menjadi mata pencaharian baru. Hanya saja, keberadaan NFT juga menimbulkan masalah tersendiri, yaitu membuat pencurian seni menjadi semakin marak. Memang, sebelum keberadaan NFT pun, pencurian karya digital adalah hal yang lumrah. Meskipun begitu, setelah NFT menjadi populer, tidak sedikit orang yang mencuri karya digital orang lain untuk menjadikannya sebagai NFT.

Masalah pencurian karya ini begitu marak sehingga salah satu comic artist dari DC Comics, Liam Sharp, memutuskan untuk menutup akun DevianArt miliknya. Melalui Twitter, dia menjelaskan, dia mengambil langkah drastis itu karena ada banyak karyanya yang dijadikan NFT tanpa izinnya. Seolah hal ini tidak cukup buruk, ketika dia melaporkan masalah ini ke pihak DeviantArt, laporannya justru diacuhkan, seperti yang dilaporkan oleh Futurism.

Sementara bagi aktivis lingkungan, alasan mereka menjadi antipati dengan NFT adalah karena ia memberikan dampak buruk pada lingkungan. Seperti yang disebutkan oleh Wired, marketplace besar untuk menjual NFT — seperti MakersPlace, Nifty Gateway, dan SuperRare — menggunakan Ethereum. Sama seperti Bitcoin, proses penambangan Ethereum memerlukan komputer yang bisa memproses kriptografi kompleks. Dan komputer itu biasanya membutuhkan energi besar.

Sebagai ilustasi, energi yang dihabiskan oleh penambang Bitcoin setiap tahunnya diperkirakan mencapai empat sampai lima terawatt-jam, atau sama seperti listrik yang dihabiskan oleh Hong Kong pada 2017. Sementara itu, daya listrik yang dihabiskan oleh penambang Ethereum setiap tahunnya diperkirakan sama seperti penggunaan listrik Libia. Dan semakin besar listrik yang penambang cryptocurrency habiskan, semakin banyak pula polusi yang dihasilkan.

Penutup

Teknologi baru biasanya menciptakan disrupsi di industri yang sudah ada. Namun, masyarakat cenderung enggan untuk mengadopsi teknologi baru. Sebagai contoh, sekarang, orang-orang sudah terbiasa untuk berbelanja melalui platform e-commerce. Tapi, beberapa tahun lalu, platform e-commerce sibuk untuk melakukan edukasi, meyakinkan konsumen bahwa mereka tidak akan tertipu jika mereka berbelanja secara online.

Saya rasa, hal yang sama juga berlaku untuk NFT. Mengingat betapa barunya industri NFT, tidak heran jika banyak orang yang masih sangat was-was, apalagi karena belum banyak atau bahkan belum ada regulasi yang mengatur tentang industri tersebut. Kabar baiknya, industri NFT masih terus berevolusi. Jadi, tidak tertutup kemungkinan, masalah-masalah yang muncul saat ini bisa diselesaikan di masa depan.

Satu hal yang harus diingat, tidak semua teknologi baru akan diadopsi secara massal. Tidak peduli seberapa besar hype dari teknologi baru, terkadang, teknologi itu memang hanya bisa menargetkan pasar niche. Salah satu contohnya adalah teknologi mixed reality. Jadi, walau industri NFT memang tengah menarik perhatian saat ini, tidak ada jaminan bahwa industri itu akan bertahan atau menjadi mainstream di masa depan. Saya rasa, hal ini akan tergantung pada pelaku industri NFT itu sendiri.

Sumber header: Pixabay

5 Game Keluaran Tahun 2021 dengan Jumlah Pemain/Unduhan Terbanyak

Sudah bukan rahasia apabila game free-to-play (F2P) selalu juara dalam hal banyak-banyakan pemain. Namun pada kenyataannya, game premium pun juga bisa memiliki jumlah pemain yang masif, terutama jika dibarengi dengan strategi pemasaran yang apik, seperti misalnya mengikutkan game-nya ke dalam sebuah layanan subscription.

Di artikel ini, saya telah merangkum 5 game keluaran tahun 2021 dengan jumlah pemain/unduhan terbanyak. Berhubung yang masuk hitungan hanyalah game yang dirilis di tahun 2021, Anda jelas tidak akan menemukan game-game yang sudah lama eksis dan masih sangat populer seperti Fortnite atau Apex Legends di sini. Namun seperti yang saya bilang, game yang tercantum tidak semuanya F2P.

Pokémon Unite – 50 juta unduhan

Diluncurkan lebih dulu di Nintendo Switch pada bulan Juli 2021, Pokémon Unite merupakan salah satu fenomena industri video game tahun ini. Per Desember 2021 ini, game tersebut sudah diunduh sebanyak 50 juta kali. Cukup mengesankan mengingat versi Android dan iOS-nya baru dirilis pada bulan September.

Selain sangat populer, Pokémon Unite juga berhasil menyabet gelar prestisius game Android terbaik 2021 versi Google Play. Demam MOBA memang masih belum menunjukkan tanda-tanda bakal mereda, dan game ini hanya semakin memopulerkan tren tersebut, sekaligus menginspirasi franchise besar lain untuk ikut berpartisipasi.

PUBG: New State – 45 juta unduhan

Game anyar lain yang luar biasa populer tahun ini adalah PUBG: New State. Hanya sekitar satu bulan lebih sejak peluncurannya di tanggal 11 November 2021, game ini rupanya telah menerima lebih dari 45 juta unduhan. Hype seputar game ini memang sudah dibangun sejak pertengahan tahun, jadi tidak heran apabila popularitasnya langsung meledak dalam waktu yang singkat.

Menjelang pergantian tahun, PUBG: New State juga baru kedatangan update besar pertamanya. Salah satu fitur baru yang paling menarik adalah Merit Point System, yang dirancang untuk mengurangi kebiasaan toxic para pemain.

Forza Horizon 5 – 10 juta pemain

Seperti yang saya bilang di awal, menawarkan game premium via layanan subscription merupakan cara yang sangat efektif dalam membangun userbase yang besar, dan Forza Horizon 5 adalah contoh terbaiknya. Game ini dirilis pada tanggal 9 November 2021 lalu di PC, Xbox Series X/S, Xbox One, dan layanan subscription Xbox Game Pass sekaligus. Dalam kurun waktu hanya 10 hari, game ini rupanya berhasil menggaet lebih dari 10 juta pemain.

Forza Horizon 5 merupakan sukses besar bagi Xbox Game Studios. Di ajang The Game Awards 2021, game ini membawa pulang tiga penghargaan sekaligus: Best Sports/Racing Game, Best Audio Design, dan Innovation in Accessibility. Menariknya, seri game balap yang amat sukses ini sebenarnya berawal dari sebuah spin-off.

Back 4 Blood – 6 juta pemain

Contoh lain game premium dengan userbase yang besar berkat keterlibatan layanan subscription adalah Back 4 Blood. Seperti Forza, penerus tak resmi seri Left 4 Dead ini juga dirilis di Xbox Game Pass di hari pertama peluncurannya pada 12 Oktober 2021 kemarin. Sekitar dua minggu kemudian, Back 4 Blood dikabarkan telah dimainkan oleh lebih dari 6 juta pemain.

Kesuksesan Forza Horizon 5 dan Back 4 Blood ini semestinya bisa memicu ketertarikan developer dan publisher lain untuk mempertimbangkan layanan subscription dalam strategi pemasarannya, khususnya buat game-game premium yang memiliki elemen multiplayer. Pasalnya, seperti yang kita tahu, userbase yang besar memang merupakan salah satu kunci keberhasilan dari suatu game multiplayer.

FIFA 22 – 9,1 juta pemain

2021 punya dua game sepak bola baru, yakni FIFA 22 dan eFootball 2022, akan tetapi yang bernasib mujur cuma satu. Di saat eFootball 2022 banyak dianggap sebagai salah satu game tergagal tahun ini, FIFA 22 justru bisa dibilang cukup berhasil. Dalam kurun waktu cuma seminggu sejak dirilis pada 1 Oktober kemarin, FIFA 22 diklaim sudah memiliki 9,1 juta pemain.

Ketersediaannya di beberapa platform sekaligus tentu menjadi salah satu alasan di balik kesuksesannya — FIFA 22 bahkan juga tersedia di layanan cloud gaming Google Stadia. Namun menariknya, FIFA 22 sebenarnya mempunyai perbedaan yang cukup drastis antara versi konsol last-gen dan next-gen, utamanya terkait pergerakan dan animasi pemain, yang terkesan lebih realistis di konsol next-gen berkat pemanfaatan teknologi Hypermotion.

Tahun Depan, PUBG: Battlegrounds Jadi Game Free-to-Play

Sebagian besar orang mungkin mengenal PUBG sebagai game free-to-play (F2P). Mereka tidak salah, kalau yang dimaksud adalah PUBG Mobile. Lain cerita untuk PUBG: Battlegrounds yang tersedia di PC, PlayStation dan Xbox, sebab versi ini dari awal dan hingga sekarang masih merupakan game premium.

Semua itu bakal berubah mulai tahun depan. Lewat acara The Game Awards 2021, PUBG Studios mengumumkan bahwa PUBG: Battlegrounds bakal bertransisi menjadi game F2P mulai 12 Januari 2022. Versi F2P-nya ini bakal tersedia di PC via Steam, PS5, PS4, Xbox Series X/S, dan Xbox One.

Pasca transisinya menjadi game F2P, PUBG: Battlegrounds bakal menawarkan upgrade akun bersifat opsional yang diberi nama Battlegrounds Plus. Upgrade ini wajib dimiliki apabila pemain ingin berpartisipasi dalam Ranked Mode maupun Custom Match. Kabar baiknya, Battlegrounds Plus hanya perlu dibeli satu kali seharga $13, dan para pembelinya juga bakal mendapat bonus sejumlah in-game item.

Bagaimana nasib mereka yang sudah membeli PUBG: Battlegrounds dari jauh-jauh hari? Well, mereka secara otomatis bakal mendapatkan PUBG – Special Commemorative Pack yang mencakup sejumlah item kosmetik, plus upgrade Battleground Plus itu tadi. Jadi tidak perlu menyesal seandainya Anda baru membeli game-nya kemarin.

PUBG Studios memang tidak menyebutkan alasan mereka mengubah karya pertamanya ini menjadi game F2P. Namun kalau kita amati, sebagian besar game di kategori battle royale memang banyak yang berstatus F2P, mulai dari Fortnite, Apex Legends, sampai Call of Duty: Warzone. Jadi wajar kalau PUBG sekarang ingin ikut menyesuaikan.l

Perubahan PUBG: Battlegrounds menjadi game F2P secara langsung bakal mendatangkan banyak pemain baru, dan itu berarti peluang adanya cheater pun semakin besar. Tim PUBG Studios sadar betul akan hal itu, dan mereka sudah punya rencana besar untuk mengantisipasinya.

Yang paling utama adalah dengan menyempurnakan solusi anti-cheat rancangan mereka sendiri, Zakynthos. Mulai tahun depan, Zakynthos bakal menerima sejumlah fungsionalitas baru, di antaranya analisis otomatis berbasis machine learning, serta monitoring selama 24 jam untuk Ranked match di kalangan upper rank.

Zakynthos juga bakal menerapkan algoritma hardware ban baru yang lebih efektif dan mampu mencegah celah-celah yang sebelumnya masih bisa dibobol. Singkat cerita, tim PUBG Studios bakal lebih serius lagi memerangi cheater pasca transisi ini.

Sumber: PUBG Studios.

Battlefield Mobile Muncul, Pemain Indonesia Bisa Ikut Uji Coba

Langkah EA untuk menjajaki pasar mobile kelihatannya semakin kuat. Karena, tanpa pengumuman apa-apa versi mobile dari Battlefield tiba-tiba mengemuka di Google Play Store. Indonesia ternyata memang menjadi satu negara yang mendapat akses pada uji coba pertamanya bersama dengan Filipina.

Game mobile ini tetap dikembangkan oleh Industrial Toys dan akan menjadi game free-to-play. Dalam laman game-nya di Play Store, EA menampilkan beberapa screenshot dari game-nya yang cukup memperlihatkan bagaimana penampakan dari Battlefield Mobile nantinya.

Image Credit: EA

Bisa terlihat bahwa Battlefield Mobile nantinya akan memiliki visual yang mirip dengan Battlefield versi PC/konsol namun tentunya dengan berbagai penyerdahaan elemen grafis agar tetap ringan untuk dimainkan di perangkat mobile. Mirip dengan apa yang dilakukan oleh Activision terhadap COD: Mobile.

Battlefield Mobile mengatakan bahwa game-nya masih membawa esensi yang disukai para fans dari game utamanya ke dalam game mobile ini, mulai dari map berukuran besar hingga skala destruktif yang juga masif meskipun untuk game mobile

Image Credit: EA

Dalam beberapa tangkapan layar juga diperlihatkan bahwa kendaraan-kendaraan militer yang ikonik dari seri utamanya seperti tank dan ATV juga dapat dikendarai. Hal ini membuka kemungkinan kendaraan lain juga bisa ikut masuk ke dalam game-nya nanti untuk membuat pertempuran semakin dinamis.

Untuk uji cobanya, pihak Battlefield Mobile hanya akan menyediakan satu map yaitu Grand Bazaar yang telah muncul di Battlefield 3 dan juga satu mode permainan yaitu Conquest yang bisa dicoba. Sama seperti versi utamanya, pemain nantinya akan dapat memilih satu dari empat kelas yang tersedia yaitu assault, recon, support, dan medic.

Image Credit: EA

Developer Industrial Toys memang masih terus mengembangkan Battlefield Mobile karena proyek ini dipimpin langsung oleh Alex Seropian, salah satu pendiri dari Bungie yang terkenal dengan seri Halo-nya. Mirip dengan game-game shooter free-to-play lainnya, game ini akan memiliki berbagai item kosmetik, battle pass, item koleksi, dan juga item unik yang bisa didapatkan oleh para pemain. 

Dari pengumuman awal, Battlefield Mobile menyebut bahwa game-nya akan membutuhkan perangkat minimal dengan OS Android 7.0 atau lebih tinggi, RAM 3GB atau lebih, serta penyimpanan minimal 4GB. Sedangkan beberapa detail lebih lanjut akan diumumkan berdekatan dengan peluncuran game-nya

eFootball Pamerkan Gameplay Baru, Tunjukkan Mekanisme yang Lebih Detail

Pasca pengumuman perubahan nama dari seri game sepak bola andalan Konami, dari Pro Evolution Soccer atau PES menjadi eFootball pada Juli lalu, memang muncul sejumlah kekhawatiran dari para fans atas masa depan game ini. Apalagi selain nama, eFootball juga mengubah sistem game tahunannya menjadi free-to-play.

Seakan menjawab semua pertanyaan dari para fans, Konami akhirnya merilis video gameplay baru pada gelaran Gamescom. Dalam video berdurasi hampir 7 menit tersebut Konami cukup blak-blakan memamerkan berbagai hal baru yang akan mereka suntikkan ke dalam eFootball.

https://www.youtube.com/watch?v=K84Mt8FhgME

Yang pertama tentunya adalah implemetasi engine baru yaitu Unreal Engine 4 yang menggantikan Fox engine. Pergantian engine ini tentu memberikan Konami berbagai keunggulan dari sisi visual maupun mekanis gameplay ketimbang Fox Engine yang telah digunakan sejak PES 2014.

Meskipun begitu, Konami tetap lebih memfokuskan videonya pada perkembangan mekanis gameplay yang akan ditawarkan pada eFootball nantinya. Sebelumnya Konami juga mengatakan akan merombak ulang animasi serta kontrol yang akan digunakan pemain dalam menyerang dan juga bertahan.

Salah satu yang menjadi prioritas Konami kelihatannya ada pada konfrontasi duel satu lawan satu yang sering terjadi di sepak bola. Sistem pengendalian bola kini dibuat lebih luwes untuk memungkinkan penyerang dapat bergerak lebih bebas untuk melewati para bek.

Image credit: Konami

Di sisi lain bek kini juga bisa mengantisipasi serangan baik itu dengan memotong umpan atau bahkan kini berduel fisik dengan penyerang untuk mendapatkan bolanya. Konami juga ikut merombak ulang sistem pelanggaran yang akan menyesuaikan dengan sistem duel baru tersebut.

Selain itu, eFootball juga menjanjikan berbagai update di masa depan termasuk “sharp kick“, kemampuan untuk mengecoh pertahanan yang lebih bebas, tendangan spesial yang nantinya akan memberikan kemampuan khusus untuk mengeksekusi tendangan, umpan, ataupun umpan lambung yang butuh waktu untuk dieksekusi.

Image credit: Konami

Dan yang terakhir adalah Konami menjanjikan adanya implementasi fitur haptic feedback dan adaptive trigger kepada para pemain PlayStation 5 yang memainkan eFootball menggunakan DualSense.

Sayangnya Konami masih belum memiliki tanggal rilis pasti untuk game eFootball ini. Mengingat game-nya kini beralih menjadi game-as-service maka kemungkinan besar game ini tidak akan memiliki fitur lengkap saat dirilis, namun berbagai fitur baru akan disuntikkan sebagai update di masa depan.

Konami menjanjikan bahwa eFootball ini nantinya akan tersedia di hampir semua platform mulai PC, PlayStation 4, PlayStation 5, Xbox One, Xbox Series X|S, dan bahkan untuk Android serta iOS.

PUBG PC Dikabarkan Ingin Beralih jadi Game Gratis

Menjadi pelopor genre battle royale ternyata bukan jaminan bagi PlayerUnknown’s Battlegrounds atau yang lebih dikenal dengan PUBG untuk tenang dengan posisinya sekarang. Apalagi untuk versi PC yang menjadi satu-satunya versi berbayar.

Status berbayar yang dimiliki memang seakan menjadi pagar yang membatasi potensi jumlah pemain PUBG. Apalagi selain versi mobile dan Lite-nya telah gratis, hampir semua game battle royale lain di masa sekarang juga berstatus free-to-play.

Hal inilah yang kelihatannya mendasari keinginan PUBG PC ingin menjadi game gratis. Setidaknya dari apa yang diklaim oleh leaker bernama PlayerIGN ini. Dalam cuitannya di Twitter, @PlayerIGN menjelaskan rencana PUBG yang akan melihat respon pemain saat PUBG digratiskan bulan depan.

Dikatakan juga bahwa PUBG sebenarnya telah berencana untuk menjadi free-to-play pada tahun 2019 silam. Namun keinginan dari PUBG Corp dan KRAFTON tersebut tidak mendapat respon yang mereka inginkan dari para pemain. Sehingga rencana transisi tersebut tidak jadi dilakukan.

Sayangnya tidak dijelaskan apa alasan PUBG Corp dan KRAFTON kembali berencana untuk beralih ke free-to-play. Atau bahkan mungkin mereka kini merasa sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengajak para pemain PC menuju free-to-play.

PUBG Lite sendiri sebenarnya adalah versi gratis dari PUBG yang dirilis sejak 2019 lalu. Seperti namanya game ini merupakan ‘versi ringan’ yang tidak membutuhkan spesifikasi PC seberat versi standarnya. Namun dikarenakanan pandemi Covid-19, PUBG Lite harus menutup layanannya pada 29 April 2021 lalu.

PUBG memang masih memiliki masa depan yang sangat panjang, mengingat PUBG Corp terlah menyiapkan berbagai update dan juga berbagai tambahan untuk memperluas semestanya seperti serial animasi, komik, dan bahkan serial TV.

KRAFTON juga dikabarkan tengah mempersiapkan beberapa game baru untuk ke depannya, seperti PUBG New State yang membawa game-nya ke masa depan dengan tampilan futuristis. Sedangkan The Callisto Protocol akan membawa semestanya ke genre survival-horror fiksi ilmiah. Ada juga PUBG Cowboy yang menjadi spin-off dari PUBG untuk masuk ke dalam genre survival seperti DayZ dan Rust. Dan terakhir ada Projek TITAN yang masih misterius.

Memang keputusan sebuah game beralih menjadi free-to-play menimbulkan banyak kekhawatiran, terutama untuk para pemain lama. Dengan beralih menjadi gratis maka game tersebut juga memiliki resiko lebih besar untuk dieksploitasi dan diserang oleh para cheater seperti yang dialami CS:GO sebelumnya.

Developer Splitgate Tidak Menyangka Gamenya Laris Manis

Di tengah gempuran game-game multiplayer dari beragam developer, mendapat hype dari gamer memang bukan hal yang mudahn. Apalagi bila game baru tersebut datang dari pengembang atau seri yang belum dikenal.

Namun berbeda dengan apa yang terjadi pada game FPS free-to-play terbaru milik 1047 Games, Splitgate. Game yang dideskripsikan sebagai perpaduan antara game “Portal dan Halo” ini mendadak populer dan ramai dimainkan saat open crossplay beta untuk platform konsol.

Padahal game ini sebenarnya telah meluncur di PC sejak Mei 2019 lalu namun jumlah pemainnya hanya sedikit. Ledakan pemainnya terjadi ketika mereka membuka akses crossplay yang membuat setengah juta gamer mengunduh game-nya.

Namun permasalahan muncul ketika jumlah maksimal pemain yang bisa ditampung oleh game mereka hanyalah 65.536 pemain secara bersamaan. Ketika jumlah pemainnya terus melonjak melebihi batas tersebut, 1047 Games mau tidak mau harus menghentikan beta test yang berlangsung.

Dalam cuitan terbarunya, 1047 Games mengatakan bahwa mereka harus menutup sever mereka hingga Selasa ini. Mereka juga meminta maaf bagi para pemain yang tidak banyak bermain.

Mereka juga berterima kasih kepada para pemain yang membuat Splitgate berhasil menjadi game nomor 1 di berbagai platform mulai Steam hingga PlayStation. Pasalnya, lonjakan pemain terjadi tidak hanya di konsol saja namun juga di PC.

Image Credit: 1047 games

Sayangnya tidak dijelaskan apa strategi yang akan diimplementasikan oleh 1047 Games. Mengingat hari Selasa, 27 Juli besok juga bertepatan dengan tanggal peluncuran game-nya di konsol yang beresiko mendatangkan pemain lebih banyak.

Hal tersebut memang menjadi tantangan berat bagi developer 1047 Games. Apalagi mereka juga telah menyatakan bahwa mereka hanyalah tim kecil yang terdiri dari 4 orang. Namun mereka juga menyatakan bahwa mereka telah merekrut back-end engineer tambahan untuk membantu.

Gundam Evolution Adalah Game Gundam FPS Free-to-Play Mirip Overwatch

Kabar baik bagi seluruh fans Gundam di seluruh dunia, karena Bandai Namco secara resmi mengumumkan game Mobile Suit Gundam terbarunya yang berjudul Gundam Evolution. Dan Bandai-Namco menghadirkan gameplay yang benar-benar baru untuk game satu ini.

Game ini merupakan kelanjutan dari informasi sebelumnya mengenai rencana besar Bandai Namco untuk Gundam, termasuk game baru yang difokuskan untuk esports.

Berbeda dengan game-game Gundam sebelumnya yang selalu menggunakan sudut pandang orang ketiga, Gundam Evolution akan menggunakan sudut pandang orang pertama yang otomatis membuat game-nya menjadi sebuah first-person shooter.

Banyak yang beranggapan bahwa gameplay dari Gundam Evolution ini mirip dengan game Overwatch. Anggapan tersebut muncul karena memang dari video gameplay trailer-nya ada beberapa aspeknya yang punya kemiripan dengan game FPS milik Blizzard tersebut.

https://www.youtube.com/watch?v=5N76riih95A

Yang paling terlihat tentu adalah sistem permainannya, dengan 6vs6 pemain di dalam sebuah arena sempit yang membuat pertarungannya lebih konstan dan intens. Tampilan UI yang diusung pun memiliki kemiripan ala game shooter kompetitif lainnya yang memang mudah dibaca untuk para pemainnya.

Akan ada 3 mode yang telah dikonfirmasi yaitu ‘Point Capture‘, yang akan membuat kedua tim bertarung untuk mempertahankan kontrol terhadap area tertentu dalam map. Sedangkan ‘Domination‘ mengharuskan kedua tim untuk mendominasi 3 titik dalam map.

Dan terakhir adalah ‘Destruction‘ yang mirip dengan sistem klasik Counter Strike yang mengharuskan satu tim untuk menyerang dan menghancurkan objektif sedangkan tim lainnya bertahan.

Gundam Evolution nantinya akan menghadirkan berbagai mecha Gundam dari berbagai seri yang nantinya akan memiliki kemampuan uniknya masing-masing. Untuk awalnya, setidaknya sudah ada 12 Gundam yang telah resmi dikonfirmasi dalam website resminya, yaitu:

  • RX-78-2
  • Barbatos
  • ZakuII
  • Sazabi
  • ∀ Gundam
  • GM Sniper II
  • Methuss
  • Pale Rider
  • Asshimar
  • Dom Trooper
  • Guntank
  • GM

Gundam: Evolution direncanakan untuk meluncur  pada tahun 2022 mendatang dan akan menjadi game free-to-play untuk platform PC. Sayangnya Bandai Namco hanya mengkonfirmasi jadwal rilis untuk Jepang dan belum ada kejelasan kapan game ini akan dirilis untuk wilayah di luar Jepang.

Seri Far Cry Dikabarkan Akan Berganti Haluan di Far Cry 7

Menjadi salah satu seri andalan dari Ubisoft, Far Cry memang terus mendapatkan game terbarunya. Layaknya franchise berumur panjang milik Ubisoft lainnya seperti Assassin’s Creed, seri Far Cry juga menderita stagnasi pada gameplay yang diusungnya.

Terutama untuk game-game setelah seri ke 3-nya yang mengulang terus formula yang telah ada. Anda menjadi seseorang yang terjebak di sebuah area baru dan dipaksa untuk mengeksplorasi dunianya guna memburu sang musuh utama. Di luar misi utama, pemain akan melakukan aktivitas sampingan seperti merebut pos penjagaan, berburu binatang untuk melakukan upgrade, dan berulang-ulang hingga akhir cerita game-nya.

Untungnya Ubisoft memberikan beberapa inovasi pada instalasi terbarunya yaitu Far Cry 6 dengan beberapa fitur baru yang membuat game-nya terlihat lebih segar dan menarik dari beberapa game sebelumnya.

https://www.youtube.com/watch?v=1v0tf9yfVP8

Untuk seri selanjutnya di masa mendatang, yang kemungkinan besar akan melanjutkan judulnya ke Far Cry 7, Ubisoft ternyata memiliki rencana perubahan besar untuk seri game ini. Laporan ini berdasarkan dari pernyataan dari jurnalis Bloomberg Jason Schreier ketika mengisi podcast Triple Click.

Schreier memang sudah menjadi langganan mendapatkan informasi dari ‘orang dalam’ industri video game. Ia memberikan informasi bahwa Ubisoft akan mengambil arah yang sangat berbeda untuk Far Cry.

“Dari apa yang saya dengar, jika saya ingat dengan benar, mereka tengah menarget ke arah yang sangat berbeda untuk Far Cry setelah Far Cry 6,” ujar Schreier.

Sayangnya, tidak ada detail tambahan apapun mengenai rencana terhadap untuk Far Cry 7 ini. Namun melihat bahwa Ubisoft berencana untuk mengganti strateginya untuk lebih fokus ke game free-to-play, ada kemungkinan bahwa Far Cry juga akan menggunakan strategi yang sama.

Ubisoft juga perlahan-lahan membawa satu per satu seri game-nya mulai dari game shooter Hyper Scape, Tom Clancy’s The Division: Heartland, dan Tom Clancy’s Elite Squad untuk mobile.

Cukup masuk akal untuk menjadikan dunia Far Cry menjadi sebuah game free-to-play mengingat map luas yang disediakan dapat digunakan untuk berbagai aktivitas online. Sistem RPG seperti levelling, upgrade senjata dan skill, berburu dan juga crafting juga sangat sesuai diimplementasikan untuk sebuah game online.

Riot Resmi Umumkan Valorant Mobile

Kesuksesan game free-to-play FPS Valorant di platform PC kelihatannya membuat publisher Riot Games tertarik untuk membawa gamenya ke platform lain.

Setelah sebelumnya muncul berbagai rumor mengenai game ini akan menuju platform lain, Riot Games secara resmi mengumumkan bahwa game Valorant akan menuju platform mobile.

“Salah satu tujuan kami di tahun pertama ini adalah untuk mendapatkan kepercayaan dan rasa hormat dari komunitas FPS di seluruh dunia,” ungkap sang eksekutif produser, Anna Donlon.

Pengumuman tersebut sekaligus menjadi perayaan ulang tahun pertama dari Valorant pada 2 Juni lalu. Riot mengonfirmasi bahwa Valorant Mobile akan dirilis baik untuk Android maupun iOS.

Meskipun akan mengusung game yang serupa dengan versi PC-nya, Riot Games mengatakan bahwa Valorant tidak akan mendukung fitur cross-play antara PC dan mobile. Karena versi mobile-nya ini diposisikan sebagai perluasan pasar dari Valorant PC dan bukan untuk mengarahkan para pemain yang sudah bermain di PC untuk berpindah ke mobile.

Ini juga bukanlah kali pertama bagi Riot Games membawa gamenya ke platform mobile karena sebelumnya mereka juga sudah sukses membawa game MOBA mereka, League of Legends, menuju mobile dengan judul Wild Rift.

Image credit: Riot Games

Dengan keberhasilan Wild Rift yang semakin populer di platform mobile. Tentunya tidak mengejutkan bahwa Valorant memilih platform mobile sebagai rumah keduanya, apalagi dari versi PC-nya saja Valorant kini bisa mendapatkan hingga 14 juta pemain aktif per bulannya.

Sayangnya, Riot Games belum memberikan detail lebih lanjut mengenai Valorant Mobile ini selain bahwa versi mobile-nya akan memiliki semua yang didapat ketika bermain di PC. Begitu juga dengan tanggal rilis yang masih belum diumumkan oleh pihak Riot.