Geliat pertumbuhan e-commerce Indonesia masih belum padam. Perusahaan yang bergerak di bidang kosultasi bisnis dan manajemen Frost & Sullivan memperkirakan bahwa ukuran pasar e-commerce Indonesia di tahun 2019 bisa mencapai $3,8 miliar (sekitar Rp 52 triliun) dengan pertumbuhan sebesar 31,1 persen. Diperkirakan juga bahwa transaksi online (cashless, biasanya berbasis kartu kredit dan debit) akan menyalip cash on delivery (COD) sebagai metode pembayaran standar di Indonesia.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa Indonesia adalah pasar yang besar bagi pelaku industri e-commerce. Meski kini ukuran pasarnya masih kecil, namun ruang untuk tumbuh masih sangat besar. idEA sendiri memperkirakan pasar e-commerce Indonesia bisa mencapai 130 milliar USD di tahun 2020.
Pun nilainya terus naik, bukan berarti tak ada hambatan yang menghadang. Bila di tahun awal pertumbuhannya e-commerce berhadapan dengan trust atau kepercayaan, kini hambatan utama lebih kepada logistik dan pembayaran.
Country Director Frost & Sullivan Indonesia Spike Choo dalam keterangannya menyebutkan bahwa infrastruktur yang buruk dan tidak dapat diaksesnya layanan perbankan dengan baik adalah beberapa tantangan utama yang masih membutuhkan investasi tambahan dan waktu sebelum industri e-commerce dapat benar-benar lepas landas.
Seperti yang diketahui, saat ini pembayaran tunai melalui cash on delivery untuk transaksi e-commerce masih menjadi salah satu pilihan utama di Indonesia. Namun, Choo optimis bahwa ke depannya adopsi kartu kredit, kartu debit, dan e-money akan terus naik dengan dorongan dari bank dan operator seluler sebagai penyedia layanan. Choo memperkirakan bahwa transaksi online bisa menyalip cash on delivery di masa depan.
Sebagai informasi, Bank Permata belum lama ini ikut memperpanjang daftar bank yang menyediakan layanan untuk transaksi e-commerce melalui kartu debit selain Mandiri Visa dan BNI Master Card. Selain itu, startup yang bergerak di bidang fintech juga diprediksikan mulai merangkak ke permukaan di tahun ini.