Tag Archives: funding tips

Tiga eksekutif dan founder startup berbagi pengalaman soal penggalangan dana di masa tech winter seperti sekarang

Tips Penggalangan Dana di Masa Sekarang dari Kacamata Eksekutif Startup

Penggalangan dana atau fundraising adalah bagian penting dalam perjalanan founder. Namun, aktivitas ini bisa menjadi sebuah tantangan yang rumit, dan sering kali membebani founder itu sendiri. Apalagi, penggalangan dana tak lagi semudah dulu.

Sebut saja proses pitching atau negosiasi persyaratan, yang mana menuntut keuletan dan pola pikir strategis dari para founder. Dari pengalaman ini, founder mengantongi pelajaran berharga yang dapat dimanfaatkan dalam mengambil keputusan bisnis selanjutnya.

DailySocial.id berbincang dengan tiga eksekutif startup yang tengah mengejar dan sudah mencapai profitabilitas tentang lika-liku penggalangan dana, dan menawarkan tips berharga yang dapat membantu calon founder selanjutnya menavigasi industri startup.

Strategi alokasi pendanaan

Sektor P2P Lending mendapat sorotan publik dan regulator sejak beberapa tahun ini. Kredit macet, memburuknya kinerja, hingga isu usang seperti pinjol ilegal, telah menjadi alarm bagi pelaku P2P untuk memperkuat fundamental bisnisnya.

Country Head Modalku Arthur Adisusanto bilang, potensi penyaluran pinjaman masih sangat besar. Sejak 2021, ia mencatat penyaluran pinjaman Grup Modalku, baik Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam, terbilang cukup stabil dengan rata-rata pertumbuhan hampir 30% setiap tahunnya.

Namun, di situasi makroekonomi yang tidak menentu ini, pihaknya mengaku fokus mengejar profitabilitas untuk menunjukkan pertumbuhan yang positif. Ia juga berhati-hati mengelola pengeluaran untuk menjaga kesehatan keuangan perusahaan.

Tren Pendanaan Startup 2021-2023 / Sumber: Indonesia’s Startup Handbook 2023

“Kami melihat adanya peningkatan dry powder yang ditahan oleh banyak dana VC dikarenakan valuasi pasar semakin ketat. Di samping itu, di tengah situasi ekonomi global yang menantang saat ini, ekspektasi dari para investor pun mengalami perubahan, di mana banyak investor yang saat ini akan lebih fokus kepada profitabilitas,” ujar Arthur.

Langkah ini turut tercermin dari strategi Grup Modalku mencari pendanaan. Perusahaan menggalang dana dari sejumlah VC untuk pengembangan produk dan jangkauan bisnis. Sementara, debt funding yang diperolehnya baru-baru ini digunakan untuk meningkatkan fasilitas pinjaman untuk UMKM di Asia Tenggara.terutama UMKM yang masih underserved atau underbanked.

Untuk memastikan pinjaman bisa diterima oleh UMKM yang tepat, Modalku menerapkan prinsip responsible lending untuk melakukan penilaian terhadap penerima dana dan kemampuan finansial mereka melunasi pendanaan,

Pencapaian, bukan narasi

Sudah menjadi rahasia umum dulu mudahnya mendapatkan investasi dari VC. Tak sedikit startup yang mudah meyakinkan investor hanya berbekal ide. Setidaknya demikian diungkap oleh Co-Founder Eden Farm David Setyadi Gunawan saat bicara situasi fundraising startup satu dekade lalu.

Hal ini juga tak lepas dari fakta bahwa VC kala itu mengincar investasi di high growth company, dengan menggunakan metrik-metrik familiar, misalnya pendapatan atau GMV. Namun, sejak beberapa tahun terakhir, ada perubahan mindset di mana VC membidik startup yang punya arah profitabilitas yang jelas.

“Dulu, [startup] hanya menggunakan narasi, sedangkan sekarang harus ada clear and proven way, apa saja yang telah dicapai. Kami selalu memakai metrik data dari apa yang telah kami lakukan dan capai–dan terbukti hasilnya,” cerita David.

Itupun, ungkapnya, memakan waktu delapan bulan untuk menutup kesepakatan pendanaan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelum pandemi di mana startup dapat menggalang dana jutaan dolar AS dan memperolehnya dalam 1-2 bulan.

“Dulu persaingan VC ketat, siapa saja bisa mudah dapat modal. Kini VC mulai berkurang, dan investor mulai mengobservasi sebelum berinvestasi, apalagi setelah The Fed menaikkan suku bunga hingga 5%.”

Pentingnya due diligence

Melakukan penggalangan dana saat menjadi solo founder tidak mudah bagi Ryan Gondokusumo. Ada 80 VC yang ia jumpai sebelum mengamankan pendanaan dari Asteria Corporation pada 2014. Akunya, saat itu tak banyak opsi dari VC lokal, kebanyakan dari luar negeri.

Selain itu, rata-rata VC yang ia temui kurang tertarik dengan due diligence yang prosesnya kompleks dan panjang. Investor bahkan tidak memahami pasar dalam negeri karena tidak pernah turun ke lapangan. Padahal, ucapnya, proses ini justru sangat penting.

Meski menghabiskan banyak waktu, ia mengaku pengalaman tersebut membantunya untuk menghindari langkah ‘ranjau’ yang berisiko bagi bisnisnya.

“Begitu saya memutuskan ke profitabilitas, apalagi kue pasar [Sribu] tidak sebesar consumer, di situlah VC tidak begitu tertarik. Ini menjelaskan kenapa investor kami adalah korporat karena mereka menuntut profit.”

Pentingnya due diligence dan mencari VC yang memahami pasar / Sumber: Pixabay

Soal pengembangan bisnis, Ryan berpesan agar founder memperbanyak gali informasi di pasar, mengenali apa mereka butuhkan. Hal ini untuk menghindari biaya mahal yang keluar untuk pengembangan produk tanpa tahu pasarnya. “Coba tes pasar dengan secepat dan semurah mungkin. Misanya, Sribu Rekrutmen belum ada produk, tapi kami punya talentanya. Start with servicing, kita tidak coba jual, tetapi ingin tahu appetite dari pasar.”

Bottom line, pastikan ke mana arah bisnis, terutama apabila harus bakar uang. Pasalnya, penggalangan dana tidak akan ada habisnya. Fokus memperkuat fundamental bisnis yang bagus, nantinya investor akan datang sendiri.

Sejumlah startup ternama berbagi pengalaman soal penggalangan dana di acara "Fundraising, It Ain't Rocket Science" yang diadakan Alpha JWC Ventures

Menemukan Investor yang Tepat Saat Menggalang Dana

Alpha JWC Ventures, perusahaan modal ventura yang fokus pada startup di Indonesia, dalam sebuah event bertajuk “Fundraising, It Ain’t Rocket Science” mengundang Co-Founder & CEO Modalku Reynold Wijaya, Co-Founder & CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata, dan AVP Corporate Finance Tokopedia Randall Aluwi untuk berbagi tentang poin-poin penggalangan dana bagi startup, khususnya startup pemula.

Tidak hanya soal angka

Penggalangan dana adalah suatu hal yang mendasar bagi perusahaan untuk mengembangkan produk dan bisnis secara keseluruhan. Banyak strategi yang digalakkan startup demi mendapatkan investasi yang tepat.

Menggalang dana tidak hanya berbicara tentang angka, tetapi juga pertimbangan lain, seperti reputasi investor. Hal ini tidak kalah penting dalam pengambilan keputusan. Untuk itu, sebuah startup tidak bisa gegabah dalam mengambil keputusan.

“Semua yang mengharuskan Anda untuk segera menandatangani kesepakatan belum tentu berujung baik. Saat seseorang melakukan investasi terhadap aset, hal itu akan berlangsung selamanya. Anda tidak akan memutuskan sesuatu yang berdampak jangka panjang dalam waktu singkat,” ujar Reynold Wijaya.

Jalan sudah ada, tinggal cara meyakinkannya

Randall Aluwi mengungkapkan bahwa penggalangan dana saat ini relatif lebih mudah jika dibandingkan tahun-tahun awal Tokopedia berdiri.

Fundraising pada tahun 2009 sangat berbeda dengan tahun 2014 ke atas. Pada saat itu belum ada VC dan tantangannya kami harus mendapatkan kepercayaan dan kenyamanan dari para investor, sementara industri digital belum semarak saat ini. Sekarang, jalannya sudah ada, tinggal bagaimana cara meyakinkannya,” ungkapnya.

Mengenai waktu yang tepat untuk penggalangan dana, ia menyebutkan tidak ada waktu yang tidak tepat. Penggalangan dana bisa dilakukan kapan saja.

“Penggalangan dana itu tidak sulit, yang sulit adalah menemukan investor yang tepat, dengan nilai investasi yang sesuai,” ungkap Reynold.

Siap dengan tiga hal fundamental

Persaingan ketat di era digital mengharuskan para pemain industri untuk lebih giat dalam usaha menggalang dana dan menyusun strategi yang tepat untuk bisa membangun bisnis yang berkelanjutan.

Menurut Reynold, dalam menggalang dana tidak perlu takut gagal mendapat investasi. Selama ada tiga hal fundamental: pasar yang baik, tim yang solid, dan didukung dengan data yang valid; investor akan berminat untuk menanamkan modal.

“VC tidak pernah takut kehilangan uang, tetapi mereka takut melewatkan kesepakatan yang bagus,” ujarnya.

Memahami Pola Pikir Investor Startup di Indonesia

Agar startup berkembang, umumnya butuh sokongan kapital untuk membantu melancarkan eskalasi. Startup bisa mengandalkannya dari perputaran uang secara organik ataupun anorganik. Akan tetapi, ketika ingin mencoba cara anorganik artinya perlu mencari investor yang tepat, tak sekadar mengincar uangnya saja.

Kapan saat yang tepat mencari investor? Menurut CEO MerahPutih Incubator & Investment Partner GDP Venture Antonny Liem, jawaban yang tepat adalah saat startup sedang tidak butuh uang. Dalam #SelasaStartup edisi (30/1), Antonny hadir dan memberikan tips apa saja yang sebenarnya dalam pikiran investor untuk diketahui dan dipersiapkan sebelum bertemu dengan mereka.

Tipe investor

Antonny menerangkan satu per satu jenis investor. Pertama adalah angel investor. Menurutnya, angel investor adalah orang yang paling “mudah percaya” kepada founder. Maka dari itu biasanya mereka cenderung investasi ke diri founder itu sendiri, bukan ke perusahaannya. Biasanya besaran suntikan yang mereka berikan berkisar antara US$50 ribu sampai US$100 ribu.

Kedua, ada venture capital. Mereka memiliki fund manager yang mengelola uang dari investor yang sudah dikumpulkan. Karena berinvestasi di startup berisiko tinggi, umumnya VC juga mengejar imbal hasil yang tinggi antara 4 sampai 20 kali lipat.

“Di Indonesia ada banyak VC karena industri startup kita masih awal, makanya banyak VC yang sangat aktif berinvestasi,” ucap Antonny.

Keempat, ada corporate VC. Biasanya mereka adalah bagian dari suatu grup besar yang sengaja dibentuk untuk mengelola uang dan diinvestasikan ke startup. Lalu kelima, ada private equity (PE). Mereka lebih menyukai perusahaan yang sudah ada di tahap akhir, misalnya IPO. PE membeli penuh perusahaan tersebut untuk kemudian dikelola sendiri.

Keenam, terdapat pula family office. Sumber dananya berasal dari kantong sendiri. GDP Ventures tergolong ke dalam jenis ini. Ketujuh, investment bank. Mereka menjual jasa sebagai perantara antara emiten sekuritas dan investor, melakukan underwriting dan bertindak sebagai broker. Terakhir, adalah pemegang saham publik yang dilakukan lewat IPO.

Langkah-langkah menggalang dana


Pertama, membuat presentasi dan pitching ke investor. Antonny menerangkan ini adalah proses yang cukup lama karena jarang sekali bisa langsung dapat. Untuk itu, tips yang perlu dilakukan adalah terus memperbaiki cara presentasi saat bertemu investor. Karena prosesnya yang lama, untuk itu memulai proses penggalangan dana harus dimulai lima bulan sebelum founder merasa butuh uang.

“Kalau mau pitching ke corporate VC malah akan lebih lama lagi prosesnya. Untuk itu harus spesifik mengejar investor apalagi ketika sudah ada tanda-tanda positif [setelah pitching].”

Kedua, membuat term sheet. Ketika sudah capai proses ini, kata Antonny, kemungkinan besar investor sudah tertarik dengan perusahaan Anda. Tapi dana segar tersebut belum cair, maka dari itu jangan senang dulu.

Dalam tahap ini, saat membuat term sheet dokumen harus menguraikan persyaratan finansial dari sebuah proposal investasi, terkait aksi perusahaan, kontrol perusahaan, perjanjian kerja, dan harus mencantumkan tanggal kedaluwarsa ditakutkan bila transaksi batal.

Ketiga, proses due dilligence. Dalam proses ini semakin awal usia sebuah perusahaan, maka semakin cepat prosesnya. Investor akan melihat dokumen internal, bagaimana laporan keuangannya, apakah ada hutang, struktur pemegang sahamnya akan di cek kembali, dan sebagainya.

“Kira-kira proses due dilligence bisa selesai dalam 1-2 bulan. Tapi tergantung seberapa kompleks, nanti ketika sudah selesai akan buat term sheet baru.”

Keempat, membuat definitive documents yang di dalamnya terdapat share subscription aggreement (SSA) dan shareholders’ agreement (SHA). Terakhir, tahap closing dan eksekusi. Setelah tahapan mencapai garis akhir, uang investasi umumnya akan cair dan masuk ke rekening bank sekitar tiga sampai enam bulan setelah tahap keempat diterima.

Angel investor biasanya lebih cepat cairnya, corporate VC justru akan lebih lama karena prosesnya yang berjengjang. Karena prosesnya cairnya yang lama, sebaiknya jangan langsung diumumkan ke publik. Kalau bisa, uang investasi jangan dihambur-hamburkan untuk kebutuhan yang tidak relevan dengan eskalasi bisnis.”

Isi pikiran investor

Yang pasti, kata Antonny, dalam pikiran investor adalah mengincar imbal hasil (return of investment/ROI) dari setiap investasi yang dilakukan. Tapi yang membedakan adalah besaran ROI dari masing-masing tipe investor. Misalnya, untuk VC yang pasti adalah ROI dan kinerja dari hasil portofolio investee-nya.

Sementara, corporate VC melihat strategi, inovasi, dan branding bagaimana investee-nya tersebut dapat berkontribusi ke bisnis grup. Sementara untuk ROI-nya dilihat di bagian terakhir.

“Makanya corporate VC itu hanya berinvestasi ke startup-startup yang sejalan dengan core bisnis grup. Semisal, Mandiri Capital yang hanya investasi di sekitar fintech saja.”

Adapun untuk angel investor melihat brand, eksekusi bisnis dari startup tersebut, dan ROI. Sedangkan, family office melihat ROI, mengambil kontrol, dan brand.

“Sedangkan PE melihat bagaimana kontrol perusahaan karena dia beli perusahaan. Misal perusahaan yang mereka ambil sedang persiapan IPO, mereka persiapkan return yang mau diambil, persentase ROI-nya memang kecil tapi nilai uangnya yang besar.”

Antonny melanjutkan, mengingat setiap investor itu memiliki pandangan yang berbeda-beda. Untuk itu, founder startup harus tahu tipe investor apa yang akan dibidik. Jangan asal sembarang saja.

Apa yang investor lihat

Setiap investor, menurut Antonny, selalu melihat pertama kali dari sisi founder-nya itu sendiri. Seberapa besar kemampuannya untuk mengeksekusi suatu ide dan apakah dia memiliki passion untuk menyelesaikan problem dengan berbagai solusi yang akan dimunculkan.

Tak hanya itu, founder yang dilihat investor adalah mereka yang tidak terlalu bangga dengan ide, mau menerima masukan, dan yang terpenting siap untuk selalu belajar.

Berikutnya, melihat pangsa pasar apakah berhubungan dengan bisnis model. Seberapa besar pangsa pasar yang bisa disasar lewat produk. Pasalnya, produk itu selalu berubah demi beradaptasi dengan kondisi pasar dan kompetitor. Tidak ada produk yang selalu sama dari waktu ke waktu.

Terakhir melihat partner investornya. Siapa saja yang sudah investasi ke perusahaan tersebut. Kalau sudah ada nama investor besar yang terlibat, investor baru biasanya akan lebih yakin dengan startup tersebut ke depannya. Tak hanya itu, perlu di cek pula dari isi term sheet, hak-hak apa saja yang dipegang investor. Hal ini erat kaitannya dengan manajemen risiko.

Cara menghitung valuasi

Tidak ada rumus pasti dalam menghitung valuasi perusahaan. Setiap investor memiliki benchmark yang berbeda-beda. Namun bila dilihat secara piramida, di posisi terbawah ada seed round, yang dihitung ke dalam valuasi adalah gabungan metode yang dipersentasekan.

Lalu di atasnya ada posisi scaling, yang dihitung mulai dari traksi, benchmark, dan multiple. Posisi paling atas ada exit, menghitung valuasi dari benchmark, multiple, dan aset.

“Semakin ke atas posisi startupnya, makin mudah membuat valuasi. Namun semakin ke bawah semakin susah karena early stage itu makin berseni, hingga susah untuk dijelaskan.”

Namun yang pasti, nilai valuasi itu adalah angka yang disepakati oleh investor dan founder. Sehingga, menurutnya sangat disarankan untuk startup yang masih early stage untuk tidak ketinggian dalam menilai perusahaannya, ditakutkan ketika penggalangan dana berikutnya nilai valuasi turun, akan berbahaya bagi perusahaan.

“Valuasi itu adalah harga yang disepakati founder dan investor. Lagipula kebanyakan uang saat masih early stage itu tidak baik. Untuk startup yang raise money besar, seperti Go-Jek itu buat kebutuhan kompetisi dengan pasar,” pungkas Antonny.

Lima Alasan Mengapa Startup Tahap Awal Harus Bootstrapping

Ketika Anda ingin merintis startup, butuh semangat kewirausahaan untuk mewujudkannya, sebab akan ada banyak hal yang harus dikerjakan. Perlu disadari juga dari awal, untuk merintis suatu bisnis baru butuh dana investasi yang nilai tidak kecil.

Berapa banyak yang harus Anda investasikan untuk membuat situs? Haruskah Anda beli peralatan? Ruang kantor macam apa yang perlu Anda sewa? Bagaimana Anda harus gaji diri sendiri?

Jika Anda masih ada di titik ini, disarankan untuk tidak berpikir mengambil kredit, melainkan bangun usaha sepenuhnya dari kantung sendiri. Ada lima alasan mengapa startup pada tahap awal harus bootstrapping. Berikut rangkumannya:

1. Model bisnis biasanya berubah pada tahap awal

Alasan pertama adalah karena sangat mungkin saat Anda mengembangkan gagasan dan model bisnis akan berfluktuasi, sementara Anda harus tetap fleksibel dengan hal tersebut. Biasanya rencana yang Anda siapkan matang-matang sebelum benar-benar diimplementasikan tidak selalu berjalan sesuai rencana. Hal ini disebabkan ada faktor X, Anda pun harus siap dengan kondisi tersebut.

Ketika Anda mendanai startup dari kantung sendiri, Anda akan berpikir dua kali sebelum berkomitmen untuk menghabiskan uang yang begitu berharga.

2. Fase yang bisa menyeimbangkan pro kontra menjadi karyawan vs pengusaha

Ada pepatah yang menyebutkan, “Jangan tenggelamkan kapal Anda,”. Pepatah ini maksudnya jangan berhenti dari pekerjaan terlalu cepat. Ada risiko signifikan yang terkait apabila Anda bekerja dari kerja kantoran terlalu cepat, sebab Anda harus bertanggung jawab penuh atas seluruh biaya overhead. Mulai dari peralatan, perawatan, komputer TI, staf. Belum lagi hal-hal lainnya yang sering dianggap remeh, seperti asuransi kesehatan, tunjangan pekerjaan, gaji lembur, dan sebainya.

Jika Anda menyubsidi seluruh pertumbuhan awal startup Anda dengan pinjaman, Anda dapat dengan mudah kehilangan jalur dari bisnis sebenarnya. Maka itu, pastikan bisnis Anda memiliki progres hingga mampu menghidupi diri Anda dan karyawan sebelum meninggalkan pekerjaan yang selama ini sudah menghidupi Anda.

3. Menjadi batu loncatan sebelum memutuskan untuk scale up

Bila bisnis Anda hidup karena disubsidi oleh dana eksternal, Anda mungkin tergoda untuk scale up sebelum berhasil membuktikan model bisnis diterima di pasar. Katakanlah bisnis Anda menyediakan layanan kelas seni untuk pasangan di malam hari. Dengan uang sendiri, Anda bisa menguji model bisnis tersebut dengan menyewa ruangan di kedai kopi selama beberapa kali pertemuan.

Selama waktu tersebut, Anda perhatikan apakah model bisnis ini akan melahirkan pengguna loyal? Jika terbukti ada hasilnya, Anda bisa perlahan-lahan menyewa tempat tersebut untuk beberapa bulang sebelum memutuskan untuk sewa penuh. Langkah ini akan meminimalkan dana Anda terbuang sia-sia.

4. Ada hubungan emosional ketika menghabiskan tabungan sendiri

Anda memiliki keterikatan emosional dengan uang sendiri. Setiap kuitansi, pengeluaran, belanja perusahaan dan lain-lain harus membuat Anda mengatakan ke diri sendiri, “Apakah saya memerlukan ini?.”

Ada banyak pemilik usaha yang berjuang menjalani bisnisnya dengan strategi bakar uang, ambil kredit untuk kebutuhan yang tidak penting, seperti makan siang bisnis, beriklan, membuat merchandise, dan lainnya. Biaya seperti ini padahal tidak pernah mereka lakukan jika sedang bersama keluarga mereka dari tabungan sendiri.

Untuk itu, Anda perlu mulai membuat anggaran dengan nominal budget yang konservatif jika hal-hal seperti ini terjadi. Dengan demikian Anda bisa melanjutkan bisnis yang bisa membuat arus kas kembali positif.

5. Anda pegang kendali atas uang sendiri

Bila bisnis yang dirintis malah membawa hutang, berarti Anda membawa risiko yang mana harus menyerahkan bunga untuk memuaskan kreditur. Ini sama saja artinya Anda kehilangan kendali.

Ada istilah bisnis yang biasa digunakan untuk perusahaan publik terkait hal ini, disebutnya rasio hutang terhadap modal. Rasio ini dihitung untuk mengukur rasio semua kewajiban perusahaan terhadap semua aset atau ekuitas.

Bila bisnis berada di atas rasio hutang, bisa menjadi tanda bahwa perusahaan Anda sekarat. Kemungkinan startup Anda ini dimulai dengan modal yang sangat kecil. Dalam hal ini, hutang yang Anda keluarkan akan menyebabkan rasio hutang terhadap modal melonjak dengan sangat cepat. Artinya ini risiko besar.

Risiko akan semakin besar ketika pada tahap awal Anda mengajak investor dan menukarnya dengan saham perusahaan. Anda akan kehilangan kendali, bahkan bisa jadi dipaksa keluar dari jabatan oleh investor.

Lima alasan ini secara langsung mendorong Anda untuk tidak meminjam uang sama sekali dari pihak mana pun. Juga jangan mengandalkan investor. Ketika bisnis Anda telah menemukan pasarnya, namun dapat diandalkan berarti Anda ada potensi untuk scale up.

Tahap Pendanaan dan Peranannya dalam Roda Bisnis Startup

Pendanaan saat ini menjadi hal yang sangat umum dibutuhkan startup untuk akselerasi. Dengan banyaknya dana yang didapat membuat startup menjadi produktif dan berkembang pesat. Bagi startup pendanaan dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal, seperti untuk hasil dari menyewa kantor yang lebih luas, membayar pekerja, serta menyiapkan dana untuk kampanye pemasaran, dan sebagainya.

Pendanaan sebagai investasi startup sendiri sebenarnya dapat didefinisikan lebih luas. Biasanya terbagi menjadi dua hal:

  1. Anda bisa mendapatkan pendanaan dari hasil tabungan Anda atau keluarga. Istilah ini biasa digunakan startup sebagai bootstrapping, yaitu menggunakan dana pribadi untuk tahap awal kelangsungan startup.
  2. Dengan mencari atau pitching ke investor sebagai bagian dari usaha investasi startup untuk mendapatkan dana dengan pembagian kepemilikan dalam startup yang Anda jalani.

Itulah mengapa startup membutuhkan pendanaan untuk bertahan dari tahap investasi. Namun, lebih beruntung lagi di era sekarang ini, banyak investor baik asing maupun lokal yang berani investasi pada startup.

Akses dan pitching ke investor pun tidak sesulit dulu, berkat kesuksesan para Founder hebat dari startup lokal. Maka dari itu, investor akhirnya melihat potensial startup di Indonesia sebagai target investasi.

Jika ingin mencari investor untuk pendanaan, ada baiknya Anda memahami beberapa stage dalam mendapatkan investasi ini:

Pre-Seed Funding

Pendanaan tahap awal ini menjadi angin segar bagi para founder startup. Namun, cara tersebut bukan dengan gegabah untuk bertemu investor skala besar. Ada cara lain yang bisa dilakukan startup dengan berkenalan dengan pihak angel investor, yang biasa tidak memiliki dana besar, tapi setidaknya mampu membiayai keperluan Anda di tahap awal.

Seed Funding

Melalui tahap ini lah kisaran dana investor bisa menyokong dana berkisar antara USD500 – 1 juta. Namun, pada putaran ini investor lebih memperhatikan startup yang Anda bentuk sesuai harapan. Beberapa startup di antaranya masih berada dalam seed funding adalah Taralite, KitaBisa, Kakoa Chocolate.

Adapun angel investor yang berada di tahapan ini, yaitu Cyber agen Venture, Fenox, East Venture, GEPI, ANGIN.

Pendanaan seri A sampai seri berikutnya

Tahap berikutnya dalam pendanaan startup setelah seed funding adalah pendanaan seri A. Startup ini pada umumnya sudah memiliki beberapa produk yang matang dan mendapat banyak klien, namun masih membutuhkan inovasi untuk terus growth. Kunci kesuksesan dalam tahap seri A ini adalah menemukan VC yang tepat, melihat dan mencari partner yang sesuai.

Setelah lanjutan dari pendanaan serieA, pada tahap seri B startup biasanya  sudah berumur 2-4 tahun dengan keuangan perusahaan akan diaudit oleh auditor publik sebelum dana masuk oleh investor untuk mengetahui kondisi riil kas startup.

Sehingga pada tahap seri C ini, startup sudah memasuki tahap dewasa. Umumnya dana funding ini digunakan untuk ekspansi produk dan membuka cabang secara nasional atau internasional.

Beberapa startup di Indonesia yang sudah mencapai pendanaan tersebut misalnya aCommerce, HappyFresh, YessBoss, eFishery, Jualo, Fabelio, HijUp.

IPO

IPO (Initial Public Offering) adalah tahap akhir “pendanaan” startup oleh investor, perusahaan Anda akan go public dan dijual sahamnya di pasar terbuka. Dengan adanya ini, startup Anda memiliki tahap yang paling lama untuk mendapat pendanaan. Biasanya, 5-10 tahun sebelum akhirnya startup memberanikan diri untuk IPO.

Dari pendanaan tahap akhir ini, startup yang akan melantai di bursa efek Indonesia, yaitu PT Mcash Integrasi (MCI) dan Kioson.

Mendapatkan Terlalu Banyak Modal di Awal Tak Menjamin Kesuksesan Startup

Sebagai perusahaan rintisan, sangat wajar startup menginginkan penambahan dana dari investor. Beberapa menginginkannya untuk mengakselerasi bisnis dengan menambah talenta profesional, atau menaruh lebih banyak aset untuk kebutuhan pemasaran. Tapi terlalu banyak mendapatkan uang untuk early stage juga bisa membahayakan sebuah startup jika tidak disiasati dengan baik.

General Partner Upfront Ventures Mark Suster dalam sebuah laman menjelaskan bahwa terlalu banyak kemungkinan risiko yang menghadang sebuah startup jika terlalu banyak berfokus mendapatkan pendanaan di awal. Alih-alih bisa mengakselerasi bisnis, hal tersebut justru bisa membawa hal buruk bagi startup.

Ada beberapa hal yang disoroti Mark dalam permasalahan ini. Yang pertama adalah mengenai seberapa pun besar pendanaan didapat, umumnya akan habis dalam tempo 12 sampai 18 bulan. Namun tak jarang yang mampu bertahan lebih lama. Dalam hal ini yang berperan adalah pengelolaan.

Sebagai startup, yang tentu memiliki ambisi besar, mendapatkan modal besar di awal tentu menimbulkan keinginan untuk segera melakukan akselerasi bisnis. Misalnya dengan merekrut profesional, membayar biaya pemasaran, bahkan mengadakan event besar. Jika ini dilakukan secara terburu-buru tanpa mengabaikan perhitungan pasar dan validasi ide, akan menjadi sia-sia alias buang-buang uang.

Isu selanjutnya adalah mengenai beban dan tanggung jawab yang diperoleh. Semakin besar yang didapatkan akan semakin besar tuntutan untuk mengembangkan bisnis ke depan. Investor tentu memiliki ekspektasi, semakin tinggi ia menanam modal tentu semakin tinggi ekspektasi yang diinginkan dari sebuah bisnis. Jika startup mendapatkan cukup banyak dana di awal tentu akan menjadi beban tersendiri dalam mengembangkannya. Ini akan membawa masalah, kecuali bagi yang menyukai bentuk tekanan seperti ini.

Ada argumen bahwa keterbatasan bisa memacu kreativitas. Dalam startup, di tahap awal yang minim modal misalnya, founder tentu akan memutar otak untuk menekan pengeluaran dengan memperhatikan biaya-biaya dengan detil. Misalnya untuk merekrut talenta profesional dengan gaji yang masuk akal atau memilik saluran pemasaran yang benar-benar tepat sasaran bukan asal buang-buang uang. Founder harus kreatif mencari jalan keluar dan tentu bukan uang.

Mark menilai beberapa orang perlu “melewatkan” pendanaan pertama yang terlalu besar untuk beberapa hal. Di dalam startup, memenangkan pasar atau setidaknya mempunyai posisi di pasar tanpa bolak-balik melakukan pitch dengan perusahaan pemodalan akan lebih baik untuk nilai sebuah startup. Jadi pikiran baik-baik berapa besar uang yang akan Anda terima. Karena yang menentukan bisnis Anda adalah pasar dan konsumen, bukan seberapa besar modal Anda.