Pemain startup home & living memang sudah ada beberapa yang muncul di Indonesia. Renos hadir menawarkan pendekatan yang berbeda dengan konsep marketplace, yang menjembatani produsen, penyedia layanan, dan pemilik rumah dengan teknologi AI.
Startup yang terafiliasi dengan dengan nocnoc (Thailand) ini beroperasi di Indonesia sejak Juli 2021 menerapkan model bisnis B2B dan B2C sebagai langkah agar menjadi perusahaan berkelanjutan. Tak hanya menjual produk furnitur, solusi Renos dinilai lebih komprehensif karena menyediakan kategori yang beragam, seperti material bangunan hingga solusi layanan rumah.
Dalam wawancara bersama DailySocial.id, CCO Renos Nathaniel Adi Putra menyampaikan pihaknya meyakini potensi yang ditawarkan dari bisnis home & living ini masih besar. Menurutnya, ada segmen pasar yang belum terpenuhi oleh pemain yang ada, sehingga dibutuhkan solusi yang lebih komprehensif.
“Kami melihat masyarakat Indonesia masih kesulitan untuk bisa mendapatkan layanan komprehensif untuk rumah mereka. Biasanya solusinya terpecah-pecah, tapi kami tawarkan end-to-end untuk home & living, dari home improvement hingga home service solution,” ujarnya.
Brand yang bergabung sebagai merchant di Renos pun beragam, di antaranya Vivere, Aqua, Courts, Bosch, HomeMaster, dan lainnya. Adapun untuk solusi home improvement ini, perusahaan bekerja sama dengan Siam Cement Group (SCG). Bila ditotal, terdapat ratusan merchant dari berbagai kategori home living yang sudah bergabung dengan puluhan ribu SKU.
“Kami menyediakan konsumen yang tertarik untuk renovasi rumah bisa dengan platform kami, bisa cari desain yang pas dan cocok, lalu didiskusikan dan diimplementasikan.”
Dalam menjaring merchant home & living, Nathan mengaku pihaknya mengkurasi selama proses onboarding. Merchant dilihat kualitas produknya, harga, dan kemampuan operasionalnya. Hal tersebut dilakukan sebagai langkah kontrol, mengingat perusahaan menganut konsep marketplace.
Perusahaan selalu memantau setiap transaksi yang masuk, lalu memastikan setiap pesanan dan bagaimana merchant tersebut memenuhinya. “Kami juga menyiapkan call center kalau misalnya ada kendala, mau minta update order-nya, dan sebagainya.”
Ia menerangkan, perusahaan saat ini tidak memiliki gudang sendiri, alias seluruh penyimpanan stok barang disimpan dan pengadaannya dilakukan oleh merchant itu sendiri. “Produk home & living itu unik karena belum tentu diproduksi secara massal. Jadi solusi terbaik untuk saat ini adalah pakai warehouse seller.”
Tidak hanya kemudahan dalam memasarkan produk dan mendapatkan calon konsumen, didukung dengan teknologi AI, merchant dapat menganalisis kinerja penjualan, sehingga ada wawasan pasar yang lebih baik untuk mereka dalam mengembangkan bisnisnya.
Strategi selanjutnya
Di tahun keduanya di Indonesia, perusahaan bakal memperkuat rangkaian SKU dan kemitraan dengan berbagai brand home & living agar dapat menjadi pilihan utama konsumen saat mencari produk furnitur dan aksesoris rumah. Peluncuran aplikasi mobile juga sedang direncanakan agar perusahaan semakin dekat dengan konsumen.
Perusahaan juga akan memperkuat teknologi terkini agar pengalaman konsumen semakin kaya saat berkunjung ke platform Renos. Lantaran, perjalanan awal konsumen sebelum memutuskan untuk beli barang furnitur dan sebagainya itu panjang.
Mereka butuh riset, cari tahu material yang dipakai, pilihan warna, hingga ukurannya apakah tepat atau tidak. Karena basis Renos adalah perusahaan teknologi, perusahaan akan memanfaatkan kapabilitasnya tersebut untuk meracik inovasi yang tepat.
Belakangan para pemain sejenis, seperti Dekoruma masuk ke showroom offline. Dekoruma Experience Center (DEC) hadir sejak 2019 dan kini sudah tersebar di 22 lokasi. Toko tersebut menyediakan berbagai macam furnitur dan aksesoris rumah yang bisa langsung dicoba sebelum membelinya. Alhasil, konsumen dapat menentukan mana produk yang paling tepat untuk huniannya.
Terdapat pula Mitraruma, startup yang disuntik SCG, yang menyediakan showroom di beberapa titik juga. Di luar itu, terdapat pemain besar seperti Informa dan IKEA dengan konsep serupa.
“Kalau masuk ke gerai offline, kami masih perlu melihat dinamikanya seperti apa. Saat ini banyak teknologi yang menarik untuk mempermudah konsumen mendapatkan experience, masih kita lihat inovasinya ke sana ketimbang buka gerai.”
Tidak hanya mengandalkan model bisnis B2C (marketplace), Nathan menjelaskan pihaknya juga punya bisnis B2B yang menyasar para korporasi. Solusi yang tersedia, seperti jasa servis dan konstruksi, bahkan kalau ada bug order untuk produk home & living di hunian mereka juga memungkinkan.
Selain memperkuat operasional dan inovasi bisnis, perusahaan melakukan strategi bakar duit melalui promosi diskon di kanal digital dan offline untuk meningkatkan awareness di kalangan konsumen ritel.