Perkembangan e-commerce di Indonesia berhasil membentuk ekosistem yang matang bagi pelaku startup lain yang ingin menjajal bisnis baru. Jika e-commerce sempat didominasi oleh marketplace di kategori produk fashion, kini semakin banyak startup yang bermain di vertikal bisnis yang berbeda.
Salah satunya adalah platform jual-beli produk furnitur. Pemainnya terus bertambah dan bisnisnya kian bertumbuh dalam beberapa tahun terakhir. Ini menandakan adanya antusiasme pasar terhadap pembelian furnitur dengan cara yang tidak lagi konvensional.
Pada sesi #SelasaStartup kali ini, DailySocial membahas seputar membangun bisnis furnitur yang sustain melalui platform digital. Simak selengkapnya sharing menarik dari Co-founder dan CEO Fabelio Marshall Tegar Utoyo.
Tantangan bisnis furnitur via platform digital
Bagi Marshall, bisnis akan selalu berkembang, demikian juga masalah yang akan dihadapi kemudian. Dalam membangun furnitur dengan brand Fabelio dan memasarkannya lewat platform digital, ia mengaku bahwa standarisasi produk yang akan dijual menjadi salah satu tantangan terbesar. Ia harus memastikan mitranya dapat memproduksi furnitur dengan kualitas konsisten.
Tantangan lainnya adalah persoalan logistik untuk memudahkan pengiriman dan penerimaan barang. “As we grow, kami sadar bahwa furnitur itu barang besar. Pengirimannya tidak bisa begitu saja menggunakan kurir instan dan ditinggal di lobi. Di sini kami berupaya untuk memudahkan proses pengiriman hingga penerimaan barang bagi customer,” tuturnya.
Adopsi teknologi yang punya impact bagi pembeli
Dukungan teknologi canggih sering diklaim dapat meningkatkan sebuah layanan. Implementasi Artificial Intelligence (AI) atau Virtual Reality (VR) banyak disebut dapat meningkatkan customer experience, terutama pada produk retail besar, seperti furnitur.
Marshall menilai hal tersebut bisa saja benar, dengan catatan teknologi tersebut dapat memberikan dampak terhadap customer. Menurutnya, apabila sebuah teknologi punya high impact ke customer, proses switch-nya bakal lebih mudah. Ambil contoh, teknologi AI dapat menganalisis apakah customer memiliki high intent/low intent saat browsing barang.
“Kami tidak ingin membebankan customer dengan jargon semacam itu agar terlihat smart. Bagi kami yang terpenting adalah menghadirkan platform yang nyaman untuk bertransaksi. Ini kenapa kebanyakan inovasi kami tidak monumental, seperti AI atau VR,” ungkap Marshall.
Menurutnya, adopsi teknologi dapat dikatakan memberikan impact apabila dapat memberikan hasil secara organik dari transaksi. Pada kasus Fabelio, pihaknya selalu melakukan upgrade berkala pada website-nya agar customer nyaman browsing produk sebelum berinteraksi dengan virtual assistant buying.
Strategi mendongkrak repeat purchase
Seperti disebutkan sebelumnya, business nature produk furnitur cukup berbeda dengan produk-produk yang biasa kita temui di e-commerce. Hal ini karena furnitur merupakan produk berukuran besar.
Demikian juga dengan customer behavior-nya. Menurut Marshall, produk furnitur cenderung dibeli dari hasil browsing, bukan searching. Nilai pembeliannya juga besar untuk satu barang.
Lalu, bagaimana strategi untuk menjaga repeat purchase agar tetap tinggi? Menurut Marshall, sebetulnya average order value bisa saja dikurangi, tetapi harus ada ekspansi kategori produk sehingga memperluas segmen pasar. Alhasil, konsumen bisa melakukan pembelian lebih sering.
“Ini sebetulnya soal permainan product management. Dalam capital business, ini bisa dilakukan jika ada modal. Bagi kami, saat ini Fabelio ingin manage supaya customer ada high purchase. [Jika ingin ekspansi kategori], ini bisa kolaborasi dengan mitra supply chain lain, seperti produsen gelas. Mereka lebih jago dibandingkan jika kami harus produksi sendiri,” jelasnya.
Bisnis furnitur di masa Covid-19 dan new-normal
Di masa pandemi ini, Marshall mengaku ada banyak penyesuaian dilakukan untuk menjaga agar bisnis tetap berjalan. Apalagi, bagi bisnis ritel yang utamanya bergantung pada engagement di toko fisik.
Pada kasus Fabelio yang juga memiliki offline, Marshall menyebutkan bahwa pihaknya terpaksa harus menutup sekitar 20 tokonya selama masa pandemi ini. Akan tetapi, pihaknya melakukan inovasi dengan mengembangkan virtual assistant buying atau check agent untuk meningkatkan customer experience tanpa harus tatap muka. Inovasi lain yang dapat dilakukan pada bisnis ini adalah menyediakan protokol khusus pada pengiriman dan penerimaan barang.
“Di situasi sekarang, tidak mungkin kita linger lama-lama di toko. Kami harus tahu apa yang nyaman bagi customer. Makanya, pengiriman barang pun harus disesuaikan dengan kondisi tertentu, seperti waktu instal furnitur dan memastikan situasi rumah tidak dalam keadaan ramai. Harusnya, strategi ini bisa berhasil untuk semua brand retail,” ungkapnya.