Tag Archives: Fuse

Fuse Vietnam

Sukses Rangkul 80 Ribu Mitra Agen Asuransi di Indonesia, Fuse Replikasi Model Ini di Vietnam

Sebagai platform insurtech yang memberdayakan agen asuransi dengan platform digital, saat ini Fuse mengklaim terus mengalami pertumbuhan bisnis  positif. Meskipun menyadari masih rendahnya penetrasi asuransi di Indonesia, namun banyak peluang bagi insurtech untuk menggarap sektor ini dengan layanan yang beragam.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Fuse Andy Yeung mengungkapkan, hingga saat ini dan tahun 2023 mendatang, fokus perusahaan terus berupaya  memperkuat posisi sebagai insurtech terbesar di Indonesia.

“Kami terus berupaya memanfaatkan berbagai aspek untuk meningkatkan daya saing digital di tanah air. Beberapa caranya dengan mengoptimalkan sistem digital, proses dan saluran distribusi Fuse, serta membangun kepercayaan pelanggan terhadap ekosistem asuransi.”

Setelah meluncurkan Fuse Pro beberapa waktu lalu, mereka melihat partner/agen/broker masih punya peran penting dalam rantai nilai penjualan asuransi. Di masa mendatang peran tersebut tidak akan didisrupsi oleh teknologi. Melalui Fuse Pro diharapkan bisa membantu dan mendukung para mitra bisa melakukan transaksi asuransi secara online, serta meningkatkan keterampilan digital mereka.

Saat ini Fuse memiliki lebih dari 80 ribu partner/agen/broker terdaftar yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Fuse juga menggenjot strategi kemitraan. Salah satunya bersama Tokopedia untuk pemenuhan kebutuhan asuransi umum bagi pengguna.

Platform insurtech ini didirikan sejak 2017 oleh Andy Yeung dan Ivan Sunandar. Mereka mengklaim sebagai aplikasi pionir yang berfokus pada model keagenan. Hal ini dinilai relevan dengan kondisi di Indonesia, sebanyak 97% dari populasi masih berstatus underinsured dikarenakan kurang percaya dengan sistem perasuransian yang ada saat ini.

Selain Fuse yang mengandalkan layanan keagenan, insurtech lainnya yang menawarkan layanan serupa di antaranya adalah, PasarPolis melalui PasarPolis Mitra dan Qoala dengan Mitra Qoala Plus. Hanya saja, keduanya fokus dari ritel dulu baru ke bisnis, sementara Fuse sebaliknya.

Pertumbuhan positif di Vietnam

Tahun 2021 lalu Fuse telah merampungkan pendanaan seri B. Tidak disampaikan nominal investasi yang didapat. Adapun putaran ini dipimpin oleh GGV Capital dengan keterlibatan investor sebelumnya, termasuk East Ventures Growth, SMDV, Golden Gate Ventures, Heyokha Brothers, Emtek, dan sejumlah investor yang tidak disebut identitasnya.

Fuse berada di posisi yang tepat saat ini untuk memasuki pasar asuransi yang masih underpenetrated atau belum terlayani. Dengan menggunakan platform teknologi Fuse yang unik, yaitu menggabungkan berbagai model distribusi, menyesuaikan dengan berbagai cara-cara konsumen untuk membeli asuransi.

“Kesuksesan di Indonesia akan kami replikasikan ke banyak negara di Asia Tenggara, karena kami berharap kehadiran Fuse bisa membuat semakin banyak orang di Asia Tenggara mendapatkan perlindungan asuransi.”

Terkait dengan pertumbuhan bisnisnya di negara lain seperti Vietnam, tercatat bahwa saat ini Fuse telah menerbitkan lebih dari 5 juta polis di negeri naga biru tersebut sejak resmi hadir tahun lalu.

Di sana Fuse menawarkan produk asuransi mikro melalui kanal e-commerce dengan harga yang terjangkau bagi semua kalangan. Lantas baru- baru ini, Fuse mereplikasi model Business to Agent/Broker to Customer–yang terbukti sukses dikembangkan di pasar Indonesia–ke negara Vietnam.

Menurut data laporan e-Conomy SEA 2022 yang dipublikasikan oleh Google, Temasek dan Bain & Company. Pertumbuhan ekonomi digital Vietnam diproyeksikan akan cemerlang pada tahun 2025. Vietnam diprediksi mencapai GMV sebesar $ 23 miliar di akhir tahun 2022 dan  US$ 49 miliar di tahun 2025.

Industri asuransi umum di Vietnam juga diprediksi akan tumbuh 2 karena didukung oleh pemulihan ekonomi yang kuat, peningkatan frekuensi bencana alam, dan pertumbuhan asuransi wajib.

“Kami sangat meyakini bahwa transformasi asuransi digital dapat membantu lebih banyak orang mendapatkan proteksi asuransi, dan semoga tingkat penetrasi asuransi dapat meningkat secara substansial di tahun-tahun mendatang di Indonesia, Vietnam dan Asia Tenggara,” kata Andy.

Application Information Will Show Up Here
Cekpremi bisa dikatakan sebagai salah satu pelopor insurtech di Indonesia / Cekpremi

Upaya Cekpremi Agar Tetap Relevan sebagai Insurtech

Cekpremi bisa dikatakan sebagai salah satu pelopor insurtech di Indonesia. Mereka mengawali bisnisnya sebagai portal perbandingan produk asuransi online sejak 2014, dan kini menjadi bagian Fuse, untuk menjalankan strategi B2C dalam melengkapi rangkaian bisnis yang komprehensif. Layanan tersebut masih menjadi solusi utama di Cekpremi.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Direktur Cekpremi Ziko Goi menjelaskan secara umum masih luas potensi yang bisa dikembangkan oleh perusahaan fintech dalam meningkatkan penetrasi produk asuransi. Mengacu pada data OJK, sekitar 97% masyarakat Indonesia belum terproteksi asuransi karena kurang percaya dengan sistem yang ada.

Terlebih itu, sejumlah perusahaan asuransi juga belum mengaplikasikan teknologi, sehingga kesulitan untuk mengembangkan produk asuransi dan menyediakan akses yang mudah.

“Ekosistem digital yang dibangun asuransi bisa menjadi jawaban bagi tantangan ini dan menawarkan kanal distribusi beragam untuk memasarkan produk asuransi,” terang dia.

Menanggapi hal tersebut, Cekpremi terus membenahi dirinya agar tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat. Ziko menuturkan awalnya Cekpremi mempelopori penjualan asuransi kendaraan di Indonesia. Seiring berjalannya perkembangan digital, Cekpremi menyambut kesempatan tersebut dengan melakukan ekspansi ke produk asuransi lainnya, seperti properti, perjalanan, asuransi kesehatan dan jiwa, alat berat, barang bergerak, liabilitas, perkapalan, dan lainnya.

Perluasan ini berdampak pada peningkatan jumlah pengguna. Meski tidak dirinci lebih detail, disebutkan pengguna baru Cekpremi bertambah lebih dari puluhan ribu orang tiap tahunnya. Pelanggan ini datang dari kalangan individu dengan range usia generasi muda dan generasi X usia 30-45 tahun, juga nasabah korporat. “Saat ini juga mulai banyak generasi muda yang mulai mencari asuransi karena dampak Covid-19 yang membuat masyarakat semakin sadar akan pentingnya asuransi.”

Bermitra dengan Fuse

Sebagai catatan, pada 2018 Fuse bergabung dengan Cekpremi dan Ivan Sunandar (Founder Cekpremi) menjadi Co-Founder & COO Fuse. Sejak saat itu, Cekpremi yang fokus pada B2C comparison turut melengkapi dan memperkuat model bisnis di Fuse yang juga bermain di ranah B2A (business to agent/broker) dan B2B2C (asuransi mikro dan institusi finansial). “Cekpremi bermitra dengan Fuse, sebagai insurtech terbesar di Indonesia, Fuse memiliki sejumlah model bisnis dan menjadi insurtech dengan layanan paling komprehensif.”

Tak hanya bermitra dengan Fuse, Cekpremi sendiri juga melakukan langkah lainnya dengan sejumlah perusahaan asuransi untuk mengembangkan produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Mulai dari asuransi kendaraan bermotor, asuransi kesehatan, jiwa, properti, asuransi perjalanan dan lain-lain.

Perusahaan asuransi yang bekerja sama dengan Cekpremi antara lain Simas Insurtech, Etiqa, Artarindo, Staco Mandiri, Tokio Marine Insurance Group dan Zurich Insurance.

“Cekpremi akan terus berupaya untuk menyediakan akses asuransi secara mudah melalui teknologi, menghadirkan produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan dan memberikan layanan terbaik bagi nasabah.”

DailySocial.id turut mendapat informasi bahwa Cekpremi dikabarkan akan melakukan rebrand agar memiliki posisi yang jelas dibandingkan Fuse. Namun sayangnya, Ziko enggan merinci lebih lanjut terkait rumor tersebut.

Perjalanan startup insurtech, umumnya dimulai dari portal perbandingan produk asuransi, bahkan produk keuangan pada umumnya seperti yang diawali oleh CekAja, sebelum merambah ke berbagai produk lainnya. Dalam perjalanannya, Cekpremi, bersama pemain lainnya seperti Lifepal, Asuransiku, Futuready, hingga Cermati, menghubungkan perusahaan asuransi konvensional ke platform digital.

Kemudian pengalaman berasuransi semakin lama makin menyeluruh, tidak hanya pada saat pembelian saja, namun juga saat proses klaim. Juga, semakin mudah ditemukan di berbagai aplikasi konsumer populer agar penetrasinya dapat meningkat secara perlahan.

Seperti yang disebutkan dalam laporan yang disusun DSInnovate bertajuk “Insurtech Ecosystem in Indonesia Report 2021”, disampaikan bahwa memberikan pengalaman pelanggan digital yang sederhana adalah kunci di era di mana pelanggan terbiasa dengan saluran digital.

“Pendekatan yang paling efisien adalah memberikan pengalaman nyata kepada pengguna. Produk asuransi mikro dapat menjadi pilihan untuk memperkenalkan cara kerja asuransi dan manfaat yang diberikannya,” tulis laporan tersebut.

Akan tetapi, diperlukan akses yang dibutuhkan dalam siklus hidup produk asuransi. Hal tersebut meliputi, informasi dan perbandingan produk, proses pembelian dan klaim, proses pembayaran dan pencairan. “Tantangannya adalah membuat aspek-aspek ini dapat dicapai secara instan dan real-time.”

 

Fuse Closes Series B+ Round, Expanding to the Regional Market

Fuse Insurtech (12/13) announced additional series B+ funding of over $25 million (approximately 363 billion Rupiah). This round was led by an undisclosed global investor with specialization in raising funds for fintech, with the participation from previous investors such as East Ventures (Growth Fund), GGV Capital, eWTP, and EMTEK.

Over the past six months, Fuse had closed three Series B funding rounds of over $50 million (approximately 725 billion Rupiah) in total. In other words, strengthening Fuse’s position in the centaur list. The fresh funds will be used to expand to more countries in Southeast Asia. The company currently has more than 460 employees, with branch offices in Indonesia, Vietnam and China.

Fuse’s Founder & CEO, Andy Yeung expressed his delight that Fuse has been recognized by global-scale fintech investors amidst the rapid competition in Southeast Asia’s insurtech market. We are excited to gain access and insight from other fintech and insurtech portfolio companies in this global network.

“The strong interest from global investors, along with our recent achievement by entering the World’s Top 100 Insurtechs 2021 list published by Sønr Global and Ernst & Young, reaffirms our current ecosystem approach. The technology platform developed by Fuse makes insurance more accessible to people in Southeast Asia,” Yeung said in an official statement.

He continued, based on a report, Southeast Asia’s middle class is predicted to grow to 350 million consumers with $300 billion income and increasing digital literacy. He said, Fuse is well positioned to enter this large, under-penetrated insurance market through its unique technology platform, which provides a variety of distribution channels adjusting to consumer needs.

“With the investor’s trust, insurance companies, business partners and end-customers, Fuse will continue to do its best to develop the most affordable insurance products and meet their needs. We strongly believe that the transformation of digital insurance can help more people get insurance protection, and hopefully insurance penetration rates can increase substantially in the years to come in Indonesia and Southeast Asia.”

Since its debut in 2017, Fuse has taken an application approach to enable insurance sales with a B2A (Business to Agent/Broker) business model. The company has a comprehensive business model, B2A, B2C comparison, B2B2C (micro insurance and financial institute), which allows it to help partners distribute insurance products with affordable operating costs to end-customers.

There are more than 60 thousand marketers/partners are using the Fuse Pro application to market insurance products. The company also collaborates with more than 40 insurance companies, ranging from general insurance companies to life insurance companies, which supports Fuse to provide more than 300 insurance products for end-customers.

Since the third quarter of 2021, Fuse has been officially appointed by Tokopedia as a strategic insurtech partner to provide all general insurance products for Tokopedia users. As of last September, Fuse’s gross premium income (Gross Written Premium/GWP) has exceeded IDR 1 trillion, making Fuse the largest insurtech company in Indonesia.

In a previous interview with DailySocial.id, Yeung explained that agents/brokers play an important role in the insurance sales chain and they will not be disrupted by technology in the near future. Finally it was decided to build a Fuse Pro application to enable and support agents/brokers in digitization. At the same time, helping them turn their offline business into online.

“In other words, we are ‘shifting existing insurance’ online, rather than trying to ‘create’ new insurance markets like microinsurance. That’s why we focus on this agent/broker business model, especially from day one,” he said.

The agent’s essential role

Actually, insurtech startups currently also have agency services to boost sales of insurance products through agents (B2B) in addition to retail channels (B2C). PasarPolis has PasarPolis Partners and Qoala with Qoala Plus Partners. However, both of them focus from retail first to business, while Fuse is the opposite. There is nothing wrong with these two business segments as it has the same objective, to increase the penetration of insurance products in Indonesia.

Agents are at the forefront of insurance companies in driving its business. According to Indonesian Life Insurance Association (AAJI), this channel contributed to 36.1% of the total life insurance premium income until the third quarter of 2020. Moreover, followed by the bancassurance line 46.95% and the telemarketing line 1.88%, and others 15 0.06%. In total, the number of licensed insurance agents rose 2.1% to 635,326 people during the period.

AAJI’s Executive Director, Togar Pasaribu said, for life insurance companies, agents are like fresh blood. If you don’t do recruitment, it will endanger the company that adopts the agency strategy. “Please note that not all life insurance companies use agencies as their distribution channel. Therefore, this only applies to life insurance companies that use agents as salespeople,” he said as quoted from Kontan.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendanaan Fuse Seri B+

Fuse Kantongi Tambahan Dana Seri B+, Perkuat Ambisi ke Pasar Regional

Startup insurtech Fuse hari ini (13/12) mengumumkan tambahan pendanaan dalam putaran seri B+ dengan total nilai lebih dari $25 juta (sekitar 363 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh investor global spesialis penggelontor dana untuk fintech dengan identitas dirahasiakan, serta dukungan dari investor sebelumnya seperti East Ventures (Growth Fund), GGV Capital, eWTP, dan EMTEK.

Selama enam bulan ini, Fuse telah menutup tiga putaran pendanaan Seri B dengan total perolehan lebih dari $50 juta (sekitar 725 miliar Rupiah). Dengan kata lain, mengokohkan posisi Fuse ke dalam jajaran startup centaur. Dana segar yang didapat perusahaan akan digunakan untuk membawa platform Fuse ke lebih banyak negara di Asia Tenggara. Perusahaan saat ini memiliki lebih dari 460 pegawai, dengan kantor cabang di Indonesia, Vietnam, dan Tiongkok.

Founder & CEO Fuse Andy Yeung menuturkan, rasa senangnya karena Fuse mendapat pengakuan dari investor fintech skala global di tengah pesatnya persaingan insurtech di Asia Tenggara. Pihaknya bersemangat untuk mendapatkan akses dan wawasan dari perusahaan portofolio fintech dan insurtech lainnya di jaringan global ini.

“Minat yang kuat dari investor global, bersama dengan prestasi terbaru kami masuk daftar World’s Top 100 Insurtechs 2021 yang diterbitkan oleh Sønr Global dan Ernst & Young, menegaskan kembali pendekatan ekosistem kami saat ini. Platform teknologi yang dikembangkan Fuse membuat asuransi lebih mudah diakses oleh masyarakat di Asia Tenggara,” ucap Yeung dalam keterangan resmi.

Dia melanjutkan, menurut laporan yang ia kutip, pada tahun ini kelas menengah Asia Tenggara diprediksi akan tumbuh menjadi 350 juta konsumen dengan pendapatan $300 miliar dan semakin melek digital. Menurutnya, Fuse berada di posisi yang tepat untuk memasuki pasar asuransi besar yang kurang terpenetrasi ini melalui platform teknologi uniknya, yang menghadirkan kanal-kanal distribusi yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan konsumen.

“Dengan kepercayaan dari investor, perusahaan asuransi, partner bisnis dan end-customer, Fuse akan terus berusaha sebaik mungkin untuk mengembangkan produk asuransi yang paling terjangkau dan sesuai kebutuhan. Kami sangat percaya bahwa transformasi asuransi digital dapat membantu lebih banyak orang mendapatkan proteksi asuransi, dan semoga tingkat penetrasi asuransi dapat meningkat secara substansial di tahun-tahun mendatang di Indonesia maupun Asia Tenggara.”

Sejak beroperasi di 2017, Fuse mengambil pendekatan aplikasi untuk memungkinkan penjualan asuransi dengan model bisnis B2A (Business to Agent/Broker). Perusahaan memiliki bisnis model yang komprehensif, yakni B2A, B2C comparison, B2B2C (asuransi mikro dan financial institute), yang memungkinkan untuk membantu partner mendistribusikan produk asuransi dengan biaya operasional yang terjangkau kepada end-customer.

Terdapat lebih dari 60 ribu tenaga pemasar/partner yang menggunakan aplikasi Fuse Pro untuk memasarkan produk asuransi. Fuse juga bekerja sama dengan lebih dari 40 perusahaan asuransi, mulai dari perusahaan asuransi umum hingga perusahaan asuransi jiwa, yang mendukung Fuse untuk menyediakan lebih dari 300 produk asuransi bagi end-customer.

Sejak kuartal ketiga 2021, Fuse telah resmi ditunjuk oleh Tokopedia sebagai mitra insurtech strategis untuk menyediakan semua produk asuransi umum bagi user Tokopedia. Pada September lalu, pendapatan premi bruto (Gross Written Premium/ GWP) Fuse telah melampaui Rp1 triliun, yang menjadikan Fuse sebagai perusahaan insurtech terbesar di Indonesia.

Sebelumnya dalam wawancara bersama DailySocial.id, Yeung memaparkan bahwa agen/broker memainkan peran penting dalam rantai penjualan asuransi dan mereka tidak akan terganggu teknologi dalam waktu dekat. Akhirnya diputuskan untuk membangun aplikasi Fuse Pro untuk mengaktifkan dan mendukung agen/broker dalam digitalisasi. Sekaligus, membantu mereka mengubah bisnis offline menjadi online.

“Dengan kata lain, kami ‘menggeser asuransi yang ada’ ke online, daripada mencoba ‘menciptakan’ pasar asuransi baru seperti asuransi mikro. Itu sebabnya kami fokus pada model bisnis agen/broker ini terutama sejak hari pertama,” ujarnya.

Peran vital keagenan

Sebenarnya, startup insurtech saat ini juga memiliki layanan keagenan untuk mendongkrak penjualan produk asuransi lewat agen (B2B) selain kanal ritel (B2C). PasarPolis punya PasarPolis Mitra dan Qoala dengan Mitra Qoala Plus. Hanya saja, keduanya fokus dari ritel dulu baru ke bisnis, sementara Fuse sebaliknya. Tidak ada yang salah dengan kedua segmen bisnis ini karena semangat sama, yakni ingin meningkatkan penetrasi produk asuransi di Indonesia.

Agen adalah garda terdepan perusahaan asuransi dalam memacu bisnis. Menurut data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), jalur ini memberikan kontribusi terhadap 36,1% dari total pendapatan premi asuransi jiwa hingga kuartal III 2020. Kemudian, disusul jalur bancassurance 46,95% dan jalur telemarketing 1,88%, dan lainnya 15,06%. Secara total, jumlah agen asuransi berlisensi naik 2,1% menjadi 635.326 orang dalam periode tersebut.

Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan, bagi perusahaan asuransi jiwa, agen itu ibarat darah segar. Bila tidak melakukan rekrutmen, akan membahayakan perusahaan yang mengadopsi strategi agency. “Harap dicatat bahwa tidak semua perusahaan asuransi jiwa menggunakan agency sebagai kanal distribusinya. Jadi hal ini hanya berlaku bagi perusahaan asuransi jiwa yang menggunakan agen sebagai tenaga penjual,” ucapnya seperti dikutip dari Kontan.

Application Information Will Show Up Here

Fuse Sets Different Approach to Advance Insurance Product Literation

According to OJK, Indonesia’s insurance penetration in 2019 was at 2.81%. A year later, this value rose slightly to 2.92% and to 3.11% in June 2021. With relatively low rate, this is a positive signal for the insurance industry in the country, especially during the pandemic. In comparison, insurance penetration in Thailand reached 4.99% and Malaysia 4.72%.

The ratio of policyholders to the total population of Indonesia still considered very unequal. Many have been using this huge potential for growth, including insurtech startups, to continue to raise public awareness to have insurance in the easiest, cheapest, and most practical way. This step has been translated by intensively mixing micro-insurance products performed by many startups.

For Fuse, this approach is considered less effective to increase penetration in a short time. Founded by Andy Yeung and Ivan Sunandar, this startup actually takes a different approach, Fuse empowers insurance agents with a digital platform.

Yeung explained in an interview with DailySocial, when he first started Fuse in 2016, it was clear that agents/brokers play an important role in the insurance sales chain and they will not be disrupted by technology in the near future. Eventually, the Fuse Pro application was developed to enable and support agents/brokers in digitization. At the same time, helping them turn their offline business into online.

“In other words, we are “shifting existing insurance” online, rather than trying to “create” new insurance markets such as microinsurance. That’s why we focus on this agent/broker business model, especially from day one,” he said.

Yeung continued, microinsurance businesses require a long time to build trust with channel partners and educate its end customers. A clear example is the collaboration with Tokopedia. Fuse helped them launch its first transactional insurance top up as people buy plane tickets in 2018.

After 3 years of working together, Fuse finally won the Tokopedia’s trust and appointed it as the only insurtech service to support all general needs of insurance products offered on the Tokopedia platform starting this year.

Yeung himself is a serial entrepreneur. Previously, he has been involved in various startups. Some of them are engaged in video streaming, group buy e-commerce, mobile game publishing, and Wi-Fi sharing applications.

He shifted into establishing Fuse only because his first startup in Indonesia was not successful in monetizing. “That is why I looked into fintech and eventually ended up in the insurtech space.”

In 2018, Fuse joined Cekpremi and Ivan Sunandar (Co-founder of Cekpremi) became Fuse’s Co-Founder and COO. Ivan started Cekpremi in 2014, the startup is one of the leading insurance comparison sites in Indonesia.

Insurtech potential

Yeung said, the space for insurance and insurtech businesses growth in Indonesia is wide as there are many pain points to be resolved by entrepreneurs/insurance companies. These opportunities are infrastructure, such as payments, maturing cost-effective distribution channels, and awareness of the benefits of having insurance protection.

“However, the challenge is that more entrepreneurs/insurance companies enter this space and compete homogeneously, rather than being the pioneers to look to underserved areas.”

However, Fuse still treat insurance companies as partners to combine and underwrite various types of insurance products. Fuse becomes the party to distributes the insurance product effectively through its distribution channel partners.

He said that his team is yet to make Fuse a licensed insurance company in the near future. Therefore, it will be an independent technology platform that partners with more insurance companies. “Instead of making our own company to compete with our corporate partners.”

Currently, apart from Indonesia, Fuse also available in Vietnam since 2020. Insurance penetration and startups in that country still have huge potential for growth as it is in Indonesia, therefore, this opportunity not only worked for Fuse, but also other local startups.

Also, Yeung said his team plans to increase its presence in several other countries this year. The company has expanded its partnerships with some of its channel partners to other countries.

“In fact, we were told by potential investors looking across the insurtech space in Indonesia & Southeast Asia that we are considered one of the largest in terms of gross premium income (Gross Writing Premium/GWP) and even valuation.”

It is claimed that Fuse’s GWP will reach $50 million (more than Rp700 billion) in 2020. This year, the GWP value is targeted to reach  $100-120 million (around Rp1.4 trillion-Rp1.7 trillion).

According to DSInnovate’s data in the “Insurtech Report 2021”, Indonesia insurance industry’s GWP has reached $20.8 billion in 2020. Life insurance dominates with a value of 73.8%.

Even though it was affected by the pandemic on its entrance in Indonesia, this sector was relatively able to recover quickly as seen from the Gross Premium Income.

In the report above, there are several important factors that can drive insurance adoption. First, the claim process should be easier (48% of respondents). Next, it is related to the service provider brand that must be convincing (39%). Also, cost issues (37%) and benefits provided (11%).

Agent significance

Actually, insurtech startups also have agency services to boost sales of insurance products through agents (B2B) in addition to retail channels (B2C). PasarPolis has PasarPolis Mitra and Qoala with Mitra Qoala Plus. However, both of them focus from retail first to business, while Fuse is the opposite. There is nothing wrong with these two business segments as the spirit is still the same, to increase the penetration of insurance products in Indonesia.

Agents are at the forefront of insurance companies in accelerating business. According to data from the Indonesian Life Insurance Association (AAJI), this channel contributed to 36.1% of the total life insurance premium income until the third quarter of 2020. Then, followed by the bancassurance line 46.95% and the telemarketing line 1.88%, and others 15 0.06%. In total, the number of licensed insurance agents rose 2.1% to 635,326 people during the period.

AAJI Executive Director Togar Pasaribu said, for life insurance companies, agents are like fresh blood. If you don’t recruit, it will endanger the company that adopts the agency strategy. “Please note that not all life insurance companies use agencies as their distribution channel. Therefore, this only applies to life insurance companies that use agents as salespeople,” he said as quoted from Kontan.

Separately reached by DailySocial, Togar reiterated that the agency model cannot be separated from Indonesian culture, therefore, all people understand the importance of life insurance protection for them and their family. This is because the insurance products are ‘sold’, not ‘purchased’.

This agency business is expensive and has a high turnover. Even so, companies that rely on this channel still have to recruit in order to keep growing under any conditions. Togar said that there is a general formula for recruiting agents, it is 10:3:1. It means, out of every 10 people invited, only three people are interested and take part in the training. However, in the end only one person was willing to become a life insurance agent.

“In an analogy, you just put instant noodles on the display, then people come to buy them. Life insurance products can’t do that. He must be offered. Well, this is why the role of life insurance marketers is important,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Model Bisnis Fuse Insurtech

Fuse Ambil Sudut Pandang Berbeda untuk Tingkatkan Literasi Produk Asuransi

Menurut data OJK, penetrasi asuransi di Indonesia pada 2019 berada di angka 2,81%. Setahun kemudian nilai ini naik tipis jadi 2,92% dan menjadi 3,11% di bulan Juni 2021. Meskipun masih terbilang kecil, peningkatan ini menjadi sinyal positif bagi industri asuransi di tanah air, apalagi terjadi selama pandemi. Sebagai perbandingan, penetrasi asuransi di Thailand mencapai 4,99% dan Malaysia 4,72%.

Rasio pemegang polis terhadap jumlah penduduk Indonesia masih sangat timpang. Potensi ruang tumbuh yang besar ini dimanfaatkan banyak pihak, termasuk startup insurtech, untuk terus menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk memiliki asuransi dengan cara yang paling mudah, murah, dan praktis. Langkah tersebut diterjemahkan dengan gencar meracik produk asuransi mikro yang dilakukan oleh banyak startup.

Bagi Fuse, pendekatan tersebut dianggap kurang efektif dalam meningkatkan penetrasi dalam waktu cepat. Startup yang didirikan oleh Andy Yeung dan Ivan Sunandar ini justru mengambil pendekatan yang beda, Fuse memberdayakan agen asuransi dengan platform digital.

Dalam wawancara bersama DailySocial, Yeung menjelaskan, saat ia pertama kali merintis Fuse pada 2016, terpampang jelas bahwa agen/broker memainkan peran penting dalam rantai penjualan asuransi dan mereka tidak akan terganggu teknologi dalam waktu dekat. Akhirnya diputuskan untuk membangun aplikasi Fuse Pro untuk mengaktifkan dan mendukung agen/broker dalam digitalisasi. Sekaligus, membantu mereka mengubah bisnis offline menjadi online.

“Dengan kata lain, kami “menggeser asuransi yang ada” ke online, daripada mencoba “menciptakan” pasar asuransi baru seperti asuransi mikro. Itu sebabnya kami fokus pada model bisnis agen/broker ini terutama sejak hari pertama,” ujarnya.

Yeung melanjutkan, bisnis asuransi mikro membutuhkan waktu lama untuk membangun kepercayaan dengan mitra penyalur dan dengan demikian mendidik pelanggan akhir mereka. Contoh yang nyata terlihat dari kerja sama dengan Tokopedia. Fuse membantu mereka meluncurkan top up asuransi transaksional pertamanya saat orang membeli tiket pesawat di 2018.

Setelah 3 tahun bekerja sama, akhirnya Fuse mendapat kepercayaan dari Tokopedia dan menunjuknya sebagai satu-satunya layanan insurtech untuk mendukung semua kebutuhan umum produk asuransi yang ditawarkan di platform Tokopedia mulai pada tahun ini.

Yeung sendiri merupakan serial entrepreneur. Sebelumnya ia telah terlibat di berbagai startup. Beberapa di antaranya bergerak di video streaming, group buy e-commerce, mobile game publishing, dan aplikasi sharing Wi-Fi.

Ia terjun mendirikan Fuse hanya karena startup pertamanya di Indonesia tidak berhasil dalam melakukan monetisasi. “Itulah sebabnya saya melihat ke fintech dan akhirnya berakhir ke ruang insurtech.”

Pada 2018, Fuse bergabung dengan Cekpremi dan Ivan Sunandar (Co-founder Cekpremi) menjadi Co-Founder dan COO Fuse. Ivan memulai Cekpremi pada 2014, startup tersebut merupakan salah satu situs perbandingan asuransi terkemuka di Indonesia.

Peluang besar di insurtech

Menurut Yeung, ruang pertumbuhan untuk bisnis asuransi dan insurtech di Indonesia masih begitu luas karena banyak pain point yang harus diselesaikan oleh pengusaha/perusahaan asuransi. Peluang tersebut adalah infrastruktur, seperti pembayaran, saluran distribusi yang hemat biaya semakin matang, serta kesadaran akan manfaat memiliki asuransi untuk terlindungi.

“Meski begitu, tantangannya adalah jadi lebih banyak pengusaha/perusahaan asuransi yang masuk ke ruang ini dan bersaing secara homogen, daripada menjadi pionir untuk melihat ke daerah-daerah yang kurang terlayani.”

Kendati begitu, bagi Fuse, tetap memperlakukan perusahaan asuransi sebagai mitra untuk meracik dan underwrite berbagai jenis produk asuransi. Fuse menjadi pihak yang mendistribusikan produk asuransi tersebut secara efektif melalui mitra saluran distribusinya.

Ia menuturkan, pihaknya belum ingin menjadikan Fuse sebagai perusahaan asuransi berlisensi dalam waktu dekat. Justru tetap ingin menjadi platform teknologi independen yang bermitra dengan lebih banyak perusahaan asuransi. “Daripada membuat sendiri untuk bersaing dengan mitra perusahaan kami.”

Saat ini, Fuse tidak hanya beroperasi di Indonesia namun juga sudah hadir di Vietnam sejak 2020. Penetrasi asuransi dan startup di sana masih punya ruang tumbuh yang besar sama seperti Indonesia, makanya kesempatan tersebut juga digarap tak hanya Fuse, tapi juga startup lokal lainnya.

Bahkan, menurut Yeung, pihaknya berencana untuk menambah kehadiran di beberapa negara lainnya pada tahun ini. Perusahaan telah memperluas kemitraannya dengan beberapa mitra salurannya ke negara lain.

“Faktanya, kami diberitahu oleh calon investor yang melihat ke seluruh ruang insurtech di Indonesia & Asia Tenggara bahwa kami termasuk yang terbesar dalam hal pendapatan premi bruto (Gross Writing Premium/GWP) dan bahkan secara valuasi.”

Diklaim GWP Fuse mencapai angka $50 juta (lebih dari Rp700 miliar) pada 2020. Nilai GWP tersebut ditargetkan sepanjang tahun ini menembus kisaran $100-120 juta (sekitar Rp1,4 triliun-Rp1,7 triliun).

Menurut data yang diolah DSInnovate dalam “Insurtech Report 2021”, GWP yang telah dibukukan industri perasuransian di Indonesia telah mencapai $20,8 miliar pada tahun 2020. Asuransi jiwa mendominasi dengan nilai 73,8%.

Kendati sempat terdampak pandemi di awal kemunculannya di Indonesia, namun sektor ini relatif bisa cepat pulih jika dilihat dari Gross Premium Income yang didapat.

Dalam laporan di atas, ada beberapa faktor penting yang dapat mendorong adopsi asuransi. Pertama, isi proses klaim yang harus memudahkan (48% responden). Kemudian yang kedua terkait brand penyedia layanan yang harus meyakinkan (39%). Lalu dilanjutkan biaya (37%) dan manfaat yang diberikan (11%).

Peran vital keagenan

Sebenarnya, startup insurtech saat ini juga memiliki layanan keagenan untuk mendongkrak penjualan produk asuransi lewat agen (B2B) selain kanal ritel (B2C). PasarPolis punya PasarPolis Mitra dan Qoala dengan Mitra Qoala Plus. Hanya saja, keduanya fokus dari ritel dulu baru ke bisnis, sementara Fuse sebaliknya. Tidak ada yang salah dengan kedua segmen bisnis ini karena semangat sama, yakni ingin meningkatkan penetrasi produk asuransi di Indonesia.

Agen adalah garda terdepan perusahaan asuransi dalam memacu bisnis. Menurut data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), jalur ini memberikan kontribusi terhadap 36,1% dari total pendapatan premi asuransi jiwa hingga kuartal III 2020. Kemudian, disusul jalur bancassurance 46,95% dan jalur telemarketing 1,88%, dan lainnya 15,06%. Secara total, jumlah agen asuransi berlisensi naik 2,1% menjadi 635.326 orang dalam periode tersebut.

Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan, bagi perusahaan asuransi jiwa, agen itu ibarat darah segar. Bila tidak melakukan rekrutmen, akan membahayakan perusahaan yang mengadopsi strategi agency. “Harap dicatat bahwa tidak semua perusahaan asuransi jiwa menggunakan agency sebagai kanal distribusinya. Jadi hal ini hanya berlaku bagi perusahaan asuransi jiwa yang menggunakan agen sebagai tenaga penjual,” ucapnya seperti dikutip dari Kontan.

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial, Togar kembali menegaskan model keagenan tidak bisa dipisahkan dari budaya masyarakat Indonesia hingga seluruh masyarakat memahami pentingnya proteksi asuransi jiwa bagi dia dan keluarganya. Sebab, produk asuransi sampai saat ini masih ‘dijual’, bukan ‘dibeli’.

Bisnis keagenan ini termasuk mahal dan memiliki turnover yang tinggi. Kendati begitu, perusahaan yang mengandalkan kanal ini tetap harus melakukan perekrutan agar tetap tumbuh dalam kondisi apapun. Togar menyebut ada rumusan umum dalam merekrut agen, yakni 10:3:1. Artinya, dari setiap 10 orang yang diundang, hanya tiga orang yang tertarik dan mengikuti pelatihan. Namun pada akhirnya hanya satu orang yang bersedia menjadi agen asuransi jiwa.

“Kalau dianalogikan, mie instan itu tinggal taruh di-display, lalu orang datang membelinya. Produk asuransi jiwa enggak bisa begitu. Dia harus ditawarkan. Nah, inilah yang menyebabkan kenapa peranan tenaga pemasar asuransi jiwa menjadi penting,” katanya.

Startup insurtech Fuse umumkan tambahan pendanaan Seri B (extended Series B) dari eWTP Technology and Investment Fund, CE Innovation Capital (CEIC), dan Saratoga Investama Sedaya

Startup Insurtech Fuse Terima Tambahan Pendanaan Seri B

Startup insurtech Fuse mengumumkan perolehan tambahan pendanaan seri B (extended series B) dari eWTP Technology and Investment Fund, CE Innovation Capital (CEIC), dan Saratoga Investama Sedaya. Tidak disebutkan nominal dana yang didapat.

Pengumuman ini disampaikan selang satu bulan setelah Fuse mengumumkan pendanaan seri B yang dipimpin oleh GGV Capital dengan keterlibatan investor sebelumnya. Di antaranya adalah East Ventures Growth, SMDV, Golden Gate Ventures, Heyokha Brothers, dan lainnya.

eWTP merupakan salah satu investment arm yang di-backup oleh Alibaba dengan dana kelolaan sebesar $600 juta. Fund tersebut menargetkan investasi startup di negara-negara berkembang, seperti India, Vietnam, dan Thailand. Fuse adalah portofolio pertama eWTP di Indonesia.

Dalam keterangan resmi, Partner & CFO eWTP Jiang Dawei mengatakan, Fuse memiliki proposisi nilai unik yang dapat memberdayakan kanal penjualan tradisional dengan menghubungkan berbagai perusahaan asuransi. Selama ini perusahaan asuransi tersebut tersebar dengan jaringan agennya dan menyediakan produk asuransi yang komprehensif bagi agen/broker.

“Fuse juga telah mendemonstrasikan kemampuan untuk memanfaatkan produk asuransi inovatif dan mutakhir dari negara lain untuk menciptakan keunggulan kompetitif yang istimewa. Oleh karena itu, kami melihat Fuse sebagai pemain regional yang kuat di Asia Tenggara dalam waktu dekat,” kata Dawei, Kamis (16/9).

Partner CEIC Xiaolin Zheng menambahkan, Fuse memiliki keunggulan kompetitif di distribusi omnichannel dan inovasi teknologi. Mereka memosisikan diri dengan model “To Agent” yang telah meningkatkan efisiensi rantai pasok asuransi dalam bentuk digital.

“Kami percaya hal tersebut membuat Fuse berada di jalur yang tepat untuk meningkatkan skala bisnis di jangka panjang. Rendahnya penetrasi produk asuransi di Indonesia mengakibatkan prospek pertumbuhan yang menjanjikan dan peningkatan kebutuhan dari konsumen selama masa pandemi,” tutur dia.

CEO Fuse Andy Yeung mengatakan, pihaknya menyambut eWTP, CEIC, dan Saratoga sebagai investor karena mereka adalah pemimpin di sektor masing-masing. “Kami menantikan pengalaman-pengalaman berharga yang akan diperoleh dari mereka.”

Yeung mendirikan Fuse bersama Ivan Sunandar pada 2017, keduanya adalah veteran di industri asuransi. Diklaim, Fuse telah memiliki lebih dari 60 ribu mitra agen/broker dan bekerja sama dengan lebih dari 30 perusahaan asuransi memasarkan lebih dari 300 produk asuransi di dalam platform.

Total Pendapatan Premi Bruto (Gross Written Premium/GWP) yang telah diproses Fuse mencapai lebih dari $50 juta (Rp720 miliar) pada tahun lalu. Angka tersebut diklaim membuat Fuse menjadi perusahaan insurtech terbesar di Indonesia. Akan tetapi, potensi tersebut dapat tergali lebih dalam karena Fuse ingin menyelesaikan permasalahan kepercayaan di antara 97% orang Indonesia yang belum memiliki asuransi.

Fuse meluncurkan aplikasi Fuse Pro yang memungkinkan mitra agen/broker menutup polis secara instan dan mudah bagi konsumen.

Operasional Fuse tak hanya di Indonesia saja, tapi juga sudah melebar ke Vietnam dan Tiongkok dengan total 28 kantor cabang dan memiliki lebih dari 460 pegawai.

Kompetisi pasar

Startup insurtech memang sedang mendapat traksi yang tinggi selama pandemi. Pencapaian startup dari Indonesia kemudian direplikasi saat masuk ke pasar regional. Langkah tersebut juga dilakukan oleh pesaing Fuse, seperti PasarPolis dan Qoala.

PasarPolis yang juga sudah melebarkan sayapnya ke Thailand dan Vietnam. Startup ini mengklaim telah memroses lebih dari 300 juta polis pada akhir Agustus 2021. PasarPolis juga telah mengantongi pendanaan tambahan seri B pada awal tahun ini sebesar Rp70 miliar dari IFC.

Selain kedua pemain tersebut, ada Qoala yang juga telah mengantongi pendanaan seri A senilai Rp209 miliar yang dipimpin MDI Ventures melalui Centauri Fund. Startup ini juga sudah masuk ke Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Pada Maret 2020, Qoala mengklaim telah memroses lebih dari 2 juta polis per bulan, naik dari bulan yang sama di tahun sebelumnya sebanyak 7 ribu polis.

Menurut data yang diolah DSInnovate dalam “Insurtech Report 2021“, GWP yang telah dibukukan industri perasuransian di Indonesia telah mencapai $20,8 miliar pada tahun 2020. Asuransi jiwa mendominasi angka dengan persentase 73,8%.

Kendati sempat terdampak pandemi di awal kemunculannya di Indonesia, namun sektor ini relatif bisa cepat pulih jika dilihat dari Gross Premium Income yang didapat. Dalam laporan di atas, ada beberapa faktor penting yang dapat mendorong adopsi asuransi.

Pertama, isi proses klaim yang harus memudahkan (48% responden). Kemudian yang kedua terkait brand penyedia layanan yang harus meyakinkan (39%). Lalu dilanjutkan biaya (37%) dan manfaat yang diberikan (11%).

Application Information Will Show Up Here

Fuse Insurtech Announces the Closing of Series B Funding

Fuse insurtech today (09/8) announced the closing of its series B funding with an undisclosed amount. The round was led by GGV Capital with the participation of previous investors, including East Ventures Growth, SMDV, Golden Gate Ventures, Heyokha Brothers, Emtek, and some undisclosed investors.

The fresh funds will be focused on developing its digital platform and continuing the expansion to other countries in Southeast Asia, outside of Indonesia and Vietnam. Previously, Fuse has secured series A funding in late 2019, led by EV Growth.

This insurtech platform was founded in 2017 by Andy Yeung and Ivan Sunandar. The company claimed to be a pioneer application that focuses on the agent-base model. This is considered relevant to Indonesia, as 97% of the population is still underinsured due to lack of confidence in the current insurance system.

Using the approach, the company is said to record Gross Written Premium (GWP) exceeding $50 million or equivalent to Rp720 billion in 2020 and is confident enough to claim as the largest insurtech platform in Indonesia [by transaction].

Fuse has partnered with 30 insurance companies, offering more than 300 products, including through employee benefit programs and integrated e-commerce sites.

“We always focused on product innovation and will continue to invest in developing platforms that make insurance accessible and affordable to everyone in Southeast Asia. A total of 7 insurance companies have chosen Fuse to be their strategic insurtech partner in Indonesia,” the CEO, Andy Yeung said.

Market competition

Discovering the current insurtech landscape in Indonesia, Fuse’s two closest competitors, in terms of business size, are PasarPolis and Qoala. With different metrics, PasarPolis confirmed, as of August 2020 they had issued 70 million new policies every month. The total successful policies released in 2019 reached 650 million in its operational countries, Indonesia, Thailand and Vietnam.

Earlier this year, PasarPolis secured IDR 70 billion funding from IFC, following the IDR 796 billion Series B round which was announced in September 2020. The startup is backed by several investors, including LeapFrog Investments, SBI Investment, Alpha JWC Ventures, Intudo Ventures, etc.

Another insurtech startup is Qoala. Last April 2020 the firm announced 209 billion Rupiah series A funding led by MDI Ventures through the Centauri Fund. Also participated several investors including Sequoia India, Flourish Ventures, Kookmin Bank Investments, Mirae Asset Venture Investment, Mirae Asset Sekuritas, Central Capital Ventura, SeedPlus, etc.

Since March 2020, the company claims to have proceed more than 2 million policies per month, the number increased from the previous one 7,000 policies per month in March 2019.

Market potential

According to DSInnovate data in the “Insurtech Report 2021“, the GWP recorded by the insurance industry in Indonesia has reached $20.8 billion in 2020. The number is dominated by Life insurance with 73.8%.

Although the pandemic has affected its emerging penetration in Indonesia, this sector was relatively able to recover quickly as viewed from the Gross Premium Income.

The insurtech potential to democratize the insurance business in Indonesia is wider than ever, including in the context of capturing new users and educating the market. Further from the report, there are several important factors to encourage insurance adoption in Indonesia in relation to digital services.

First, in terms of the claim process, convenience is the key (48% of respondents). Moreover, the service provider brand must be convincing (39%). Furthermore, proceed with costs (37%) and benefits provided (11%).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Seri B Fuse

Startup Insurtech Fuse Umumkan Perolehan Pendanaan Seri B

Startup insurtech Fuse hari ini (09/8) mengumumkan penutupan pendanaan seri B. Tidak disampaikan nominal investasi yang didapat. Adapun putaran ini dipimpin oleh GGV Capital dengan keterlibatan investor sebelumnya, termasuk East Ventures Growth, SMDV, Golden Gate Ventures, Heyokha Brothers, Emtek, dan sejumlah investor yang tidak disebut identitasnya.

Dana segar yang didapat akan difokuskan untuk pengembangan platform digital mereka dan melanjutkan ekspansi ke negara lain di Asia Tenggara, di luar Indonesia dan Vietnam. Sebelumnya Fuse mendapatkan pendanaan seri A pada akhir 2019, dipimpin oleh EV Growth.

Platform insurtech ini didirikan sejak 2017 oleh Andy Yeung dan Ivan Sunandar. Mereka mengklaim sebagai aplikasi pionir yang berfokus pada model keagenan. Hal ini dinilai relevan dengan kondisi di Indonesia, sebanyak 97% dari populasi masih berstatus underinsured dikarenakan kurang percaya dengan sistem perasuransian yang ada saat ini.

Dengan pendekatan tersebut, perusahaan juga mengatakan telah mampu membukukan Gross Written Premium (GWP) melebihi $50 juta atau setara Rp720 miliar pada 2020 dan cukup percaya diri untuk mengklaim jadi platform insurtech terbesar di Indonesia [secara transaksi].

Fuse juga telah bermitra dengan 30 perusahaan asuransi, menyajikan lebih dari 300 produk, termasuk melalui program employee benefit dan terintegrasi di situs e-commerce.

“Kami selalu fokus pada inovasi produk dan akan terus berinvestasi dalam mengembangkan platform yang membuat asuransi dapat diakses dan terjangkau oleh semua orang di Asia Tenggara. Sebanyak 7 perusahaan asuransi telah memilih Fuse untuk menjadi mitra strategis insurtech mereka di Indonesia,” kata CEO Andy Yeung.

Kompetisi pasar

Melihat lanskap insurtech di Indonesia saat ini dua pesaing terdekat Fuse, jika dilihat dari sisi ukuran bisnis, adalah PasarPolis dan Qoala. Dengan metrik yang berbeda, PasarPolis menyebut, per Agustus 2020 mereka telah menerbitkan 70 juta polis baru setiap bulan. Adapun total polis yang berhasil dirilis pada tahun 2019 mencapai 650 juta polis di negara mereka beroperasi, yakni Indonesia, Thailand, dan Vietnam.

PasarPolis awal tahun ini mendapatkan pendanaan 70 miliar Rupiah dari IFC, melanjutkan perolehan pendanaan 796 miliar Rupiah untuk putaran seri B yang diumumkan pada September 2020 lalu. Startup ini didukung beberapa investor, termasuk LeapFrog Investments, SBI Investment, Alpha JWC Ventures, Intudo Ventures, dll.

Adapun startup insurtech lainnya ada Qoala. April 2020 lalu mereka membukukan pendanaan seri A senilai 209 miliar Rupiah yang dipimpin MDI Ventures melalui Centauri Fund. Turut mendukung beberapa investor termasuk Sequoia India, Flourish Ventures, Kookmin Bank Investments, Mirae Asset Venture Investment, Mirae Asset Sekuritas, Central Capital VEntura, SeedPlus, dll.

Sejak Maret 2020, perusahaan mengklaim telah mampu memroses lebih dari 2 juta polis per bulan, naik dari sebelumnya sebanyak 7.000 polis per bulan pada Maret 2019.

Potensi pasar

Menurut data yang diolah DSInnovate dalam “Insurtech Report 2021“, GWP yang telah dibukukan industri perasuransian di Indonesia telah mencapai $20,8 miliar pada tahun 2020. Asuransi jiwa mendominasi angka dengan persentase 73,8%.

Kendati sempat terdampak pandemi di awal kemunculannya di Indonesia, namun sektor ini relatif bisa cepat pulih jika dilihat dari Gross Premium Income yang didapat.

Potensi insurtech untuk mendemokratisasi bisnis asuransi di Indonesia masih terbuka sangat lebar, termasuk dalam rangka menjaring pengguna baru dan mengedukasi pasar. Masih dari laporan di atas, dari survei yang dikutip terdapat beberapa faktor penting yang dapat mendorong adopsi asuransi di Indonesia, dalam kaitannya dengan layanan digital.

Pertama dari sisi proses klaim yang harus memudahkan (48% responden). Kemudian yang kedua terkait brand penyedia layanan yang harus meyakinkan (39%). Lalu dilanjutkan biaya (37%) dan manfaat yang diberikan (11%).

Application Information Will Show Up Here