Tag Archives: future creative network

Creative Gorilla Capital Fokus Investasi di Sektor “Consumer Goods”

Pemasaran berperan penting dalam kesuksesan startup. Namun, banyak startup mengabaikan upaya pemasaran karena keterbatasan sumber daya, waktu, atau pemahaman akan pentingnya kegiatan pemasaran. Padahal, kampanye pemasaran yang dijalankan dengan baik dapat membantu startup menjangkau target audiens, membangun kesadaran merek, dan mendorong penjualan.

Creative Gorilla Capital (CGC) merupakan salah satu perusahaan modal ventura yang fokus membantu startup melancarkan kegiatan pemasarannya. CGC didukung oleh para pendiri yang memiliki pemahaman dan pengalaman luas di bidang pemasaran. Misinya adalah membantu perusahaan di sektor consumer untuk menerapkan startegi pemasaran yang akurat dan relevan.

Kepada DailySocial.id, Founding dan Managing Partner CGC Benz Julio Budiman, mengungkap rencana investasi ke startup Indonesia, dan upayanya membantu portofolio dalam mengembangkan bisnis melalui pemasaran.

Strategi pemasaran startup

Kampanye pemasaran yang dibuat dengan baik dapat menentukan pertumbuhan positif startup. Sementara, startup sering kali terhambat kendala dalam menampilkan produk atau layanan kepada calon pelanggan. Untuk itu, CGC fokus membantu startup untuk memahami secara jelas kegiatan pemasaran yang ideal untuk bisnis mereka mengingat consumer goods banyak bersinggungan langsung dengan konsumen.

CGC didukung oleh Future Creative Network (FCN) yang selama ini telah berpengalaman membantu perusahaan FMCG hingga perusahaan consumer goods lokal hingga global melancarkan kegiatan pemasaran mereka. Sejauh ini, CGC telah berinvestasi di sejumlah startup di antaranya Offmeat, Ringkas, Kynd, dan Allura.

“Kami terinspirasi oleh beberapa platform luar yang melakukan pendekatan seperti ini. CGC ingin menjadi mitra bisnis yang ingin melancarkan kegiatan pemasaran. Dilihat dari ekosistem yang dimiliki, yaitu FCN, kami bisa memberikan advise yang relevan untuk bisnis. Didukung Vynn Capital, kami memahami benar struktur dan cara kerja VC secara umum,” kata Benz.

Kampanye pemasaran yang dibuat dengan baik dapat membantu bisnis menjangkau audiens target, membangun brand awareness, dan mendorong penjualan. Dilihat dari portofolio CGC saat ini, tidak harus berbasis teknologi.

“Teknologi tetap mereka manfaatkan, tetapi kebanyakan di belakang layar. Misalnya, Offmeat salah satu portofolio CGC memanfaatkan teknologi untuk membantu perusahaan melakukan efisensi produksi daging,” jelasnya.

Untuk berinvestasi sesuai dengan kriteria CGC, kebanyakan pihaknya mendapatkan rekomendasi atau referral. Dalam hal ini due diligence pada latar belakang calon investee menjadi penting bagi CGC, terutama di consumer goods.

“Kebanyakan [portofolio] startup berasal dari referral. Kami juga menerima melalui pitching, tetapi lewat referral lebih spot on karena kami benar-benar melakukan pengecekan saat berinvestasi. Hal itu dilakukan karena sulit untuk membangun consumer product, mereka harus memiliki strategi untuk bisa memenangkan pasar,” tuturnya.

Dalam berinvestasi, CGC didukung oleh Limited Partner (LP) dari luar negeri dan dana kelolaan Gorilla Silverback Fund sebesar Rp300 miliar Rupiah. Pihaknya menargetkan 5-10 portofolio investasi di bidang consumer goods tahun ini.

“Target bergantung pada supply di pasar. Kami tidak mau terlalu terburu-buru. Saat ini kondisinya sudah semakin baik jika melihat nilai valuasi [startup] yang lebih realistis. Kami targetkan investasi di 5-10 perusahaan. Kami akan handle pemasaran mereka. Kalau terlalu banyak brand juga tidak terlalu bagus untuk kami handle,” kata Benz.

Consumer goods di Indonesia

Indonesia adalah salah satu ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Dengan populasi lebih dari 270 juta orang dan kelas menengah yang berkembang, Indonesia menawarkan peluang yang signifikan bagi perusahaan barang konsumsi.

Tercatat saat ini sudah mulai banyak perusahaan consumer goods lokal dari skala menengah hingga besar yang berhasil menarik perhatian konsumen. Tidak hanya meraup keuntungan di pasar lokal, tetapi di antara mereka mulai bisa bersaing secara global. Mulai dari Kopi Kenangan hingga Lemonilo dan produk kecantikan lokal yang mulai banyak dicari oleh konsumen lokal.

“Hal menarik yang kami lihat ada demand besar, tetapi akan terus mengalami perubahan. Bahkan perushaaan sebesar Unilever harus terus melakukan inovasi. Permintaan dari konsumen selalu beruah dan perusahaan consumer goods harus berinovasi,” ucapnya.

Saat ini, bisnis consumer goods menghadapi tantangan yang signifikan dengan perubahan industri ritel yang cepat saat ini. Dengan munculnya layanan e-commerce dan pergeseran perilaku konsumen, perusahaan harus menyesuaikan strategi mereka agar tetap kompetitif.

Salah satu pendekatan efektif adalah menerapkan strategi omnichannel, yang memungkinkan bisnis memberikan pengalaman pelanggan yang mulus di berbagai channel. Di Indonesia sendiri channel penjualan melalui gerai offline seperti Alfamart dan Indomaret, masih menjadi channel paling efektif untuk mendorong penjualan.

Creative Gorilla Capital Umumkan Dana Kelolaan 300 Miliar Rupiah untuk Investasi ke Startup D2C

Creative Gorilla Capital (CGC) mengumumkan debut dana kelolaan Gorilla Silverback Fund sebesar 300 miliar Rupiah. Dana ini akan dialokasikan untuk investasi startup di sektor Direct-to-Consumer (D2C) atau consumer-focused di Indonesia.

CGC merupakan platform modal ventura baru hasil kolaborasi dari Future Creative Network (FCN), Vynn Capital, dan startup pengembang omnichannel Pomona. CGC berfokus mendukung startup potensial kreatif dan pemasaran dalam mencapai hypergrowth.

Founding dan Managing Partner CGC Benz Julio Budiman menyebut bahwa pihaknya memiliki posisi berbeda dibandingkan Venture Capital (VC) pada umumnya, yakni sebagai mitra pada pemasaran dan jaringan bisnis konsumen. Pihaknya akan membuka akses startup terpilih ke ekosistem kreatif yang diklaim terbesar di Indonesia.

Tak hanya memberikan pendanaan dan pendampingan dari para mitra, CGC juga akan mengekspos mereka ke jaringan profesional pemasaran kelas dunia dan solusi berbasis data sehingga dapat meningkatkan peluang startup untuk berkembang dan berhasil.

“Startup dapat mengakses semua sumber daya yang diperlukan untuk menciptakan winning brand sejak hari pertama. Kami akan membantu startup pemula menerapkan consumer insight dan pemikiran yang brand-led untuk mendorong pertumbuhannya. Keahlian yang biasanya diberikan kepada pemegang jabatan/brand yang sudah mapan, akan tersedia untuk semua portofolio kami,” tuturnya dalam keterangan resmi.

Sebagai informasi, Future Creative Network (FCN) adalah pakar ekosistem pemasaran yang menaungi lebih dari 42 perusahaan dan agensi. Dalam kolaborasi ini, FCN akan menyediakan akses terhadap keahlian terintegrasi serta solusi kreatif branding dan layanan digital untuk mengembangkan D2C.

Sementara, Vynn Capital akan memanfaatkan pengalaman investasinya yang disebut telah teruji hingga level regional. Beberapa portofolio Vynn Capital, yakni car marketplace Carsome, dan platform manajemen properti Travelio. Pomona yang juga terlibat dalam kolaborasi CGC ini juga disuntik pendanaan oleh Vynn Capital pada 2019 lalu.

Adapun, Pomona akan berperan sebagai data-core untuk mengakomodasi kebutuhan internal dan portofolio CGC, baik dalam bentuk riset data maupun insight untuk mengidentifikasi tren produk selanjutnya yang berpotensi berkembang di skala nasional hingga global.

Hipotesis D2C

Dalam laporan whitepaper Accenture, pasar barang dan jasa tumbuh enam kali lipat menjadi $7,9 miliar pada periode 2015-2020. Nilai ini diperkirakan terus tumbuh yang akan dipengaruhi oleh populasi penduduk, pesatnya urbanisasi, dan peningkatan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia. 

Bagi CGC, faktor-faktor di atas akan mendorong bisnis D2C berbasis teknologi dan digital di Indonesia. Terlebih, sektor e-commerce di Indonesia telah memasuki fase matang sehingga membuat rantai pasok menjadi lebih efisien dan mengandalkan solusi berbasis teknologi. 

Kendati begitu, perlu diketahui bahwa sektor D2C masih terbilang baru di Indonesia. Butuh pendekatan berbasis omnichannel agar para pemainnya tidak melulu bergantung pada kanal e-commerce, melainkan mengkombinasikannya dengan kanal tradisional/modern.

Dalam berinvestasi, CGC akan mengandalkan indikator utama pada proses seleksinya, mulai dari jalur profitabilitas yang jelas, product market-fit, dan kecakapan distribusi. Peserta juga diharuskan memiliki visi keberlanjutan, kesetaraan sosial, dan konsumerisme yang bertanggung jawab.

“Sejah ini, CGC telah berinvestasi di sejumlah startup di antaranya Offmeat, Ringkas, Kynd, dan Allura. Terlepas dari fase ‘winter‘ yang sedang terjadi, kami meyakini dapat melihat keberlangsungan startup selama mungkin. Dalam tiga tahun ke depan, kami ingin bekerja secara selektif dan erat dengan pemimpin masa depan untuk membangun winning brand yang dapat bertahan lama.”

Meski tergolong baru, startup di sektor D2C Indonesia cukup berkembang pesat dan menghasilkan produk di beragam kategori di antaranya Filmore (femcare), Saturday (lifestyle), dr. Soap (personal dan household care), dan mohjo (F&B).

Startup kreator meta human GENEXYZ mengumumkan pendanaan pra-awal dari Future Creative Network (FCN), EBIT, Infia Group, dan Benz Budiman

Pengembang “Meta Human” GENEXYZ Umumkan Pendanaan Pra-Awal

Startup kreator meta human GENEXYZ mengumumkan perolehan pendanaan pra-awal dengan nominal dirahasikan. Sejumlah investor berpartisipasi dalam putaran tersebut, yakni Future Creative Network (FCN), PT Ekonomi Baru Investasi Teknologi (EBIT) sebagai anak perusahaan BOLA (Bali United), Infia Group (media holding dari Dagelan, Volix, dan Folkative), dan Benz Budiman (Creative Gorilla Capital sebagai strategic investor).

Dana segar akan dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi agar semakin mutakhir dan merekrut lebih banyak talenta — tak hanya untuk teknologi juga seni, yang merupakan bagian terpenting dari GENEXYZ. Perusahaan akan melakukan berbagai kolaborasi menerbitkan IP (intellectual property) unik bersama jajaran investor, mengingat mayoritas investor GENEXYZ adalah pembuat konten.

Secara bersamaan, perusahaan juga mengumumkan kehadirannya ke publik. Startup ini mendeklarasikan diri sebagai pionir untuk agregator virtual influence/human IPs di Indonesia.

GENEXYZ didirikan oleh tiga orang, yakni Belinda Luis (CEO), Christian Melvin (CPO), dan Adrianka (Creative Director) pada pertengahan tahun ini. Mereka bertiga datang dari berbagai latar industri yang saling mendukung satu sama lain dalam meluncurkan GENEXYZ. Belinda lama berkecimpung di dunia teknologi. Sementara, Melvin merupakan pendiri agensi OU Creative, bagian dari FCN dan Anka berprofesi sebagai digital imaging artist.

Ketiganya bertemu pada tahun lalu dan membahas soal ruang lingkup konten, interaksi, dan fungsi pemengaruh yang tak luput dari keterbatasan akses dan skalabilitas. Keterbatasan tersebut, mereka menilai bahwa Indonesia memerlukan solusi berdasarkan teknologi untuk menghubungkan setiap orang secara optimal dan merepresentasikan kredibilitas perusahaan dalam jangka panjang.

Menghadirkan cara baru menjangkau target pengguna

Dalam konferensi pers yang digelar kemarin (30/8), Co-founder dan CEO GENEXYZ Belinda Luis menyampaikan pihaknya meluncurkan GENEXYZ sebagai solusi bagi setiap brand yang membutuhkan voice of market secara optimal di industri kreatif, periklanan, dan ekosistem Web3. Dengan demikian, brand dapat menemukan cara baru dalam menjangkau target konsumer secara tepat dan efisien lewat teknologi meta human.

Perusahaan telah diintegrasikan dengan fitur IP dan teknologi meta human dan memiliki kemampuan untuk dapat bekerja nonstop layaknya robot pintar. Di samping itu, perusahaan juga dilengkapi dengan sistem berbasis data yang memungkinkan pengguna dapat menentukan IP DNA mereka sendiri berdasarkan alur cerita hidup karakter masing-masing dari virtual influencer atau customer service yang ingin dibangun.

“Keunggulan lainnya adalah untuk mengetahui voice of market dan mengontrol narasi, serta keterlibatan komunitas di dalamnya,” kata Belinda.

Melvin melanjutkan, dalam pengembangan meta human, perusahaan memanfaatkan sejumlah teknologi mutakhir yang memungkinkan proses pembuatan lebih cepat. Di antaranya, Unreal Engine yang merupakan alat pembuatan 3D real-time untuk visual foto riil dan pengalaman imersif.

Selanjutnya, Rokoko yang menggunakan teknologi gerak dan sensor grafis 3D yang dapat dipakai untuk membuat adegan kompleks secara langsung, memungkinkan pembuat konten mengubah ruang apapun menjadi tahap penangkapan gerak profesional untuk merekam, memvisualisasikan, dan mengekspor momen.

“Dalam membangun meta human kami ingin hyper realistic, jadi kami mempelajari anatomi tubuh manusia asli dan mengekstraknya agar hasil lebih detail.”

Baru-baru ini, perusahaan merilis IP pertama, hasil berkolaborasi dengan salah satu platform digital musik terbaru, Ujung-ujungnya Dangdut (UUD) dengan menghadirkan penyanyi dangdut virtual pertama yaitu Laverda Salsabila, yang akrab dipanggil Lavcaca. Ke depannya, UUD dan GENEXYZ akan memperkenalkan kecanggihan teknologi ini di generasi muda melalui Mega Tour ke beberapa wilayah Indonesia.

Tidak hanya itu, GENEXYZ juga turut menghadirkan karakter IP lainnya lewat sederet virtual influencer terbaru, melalui kolaborasi epik bersama Infia dan Volix di tahun ini, serta beberapa rencana pipeline IP lainnya yang masih berlanjut dengan target market e-sport, lifestyle, film, entertainment, dan lainnya.

CEO dan Creative Chairman Future Creative Network Ivan Hadywibowo turut menambahkan, pihaknya sebagai jaringan ekosistem yang menjangkau para pelaku bisnis di bidang teknologi dan kreativitas, akan terus mendukung secara penuh langkah yang dilakukan oleh GENEXYZ dalam melakukan pembaruan-pembaruan fitur di dalam platformnya.

“Kami juga sangat optimis, prospek dalam mengembangkan teknologi meta human ini mampu meningkatkan performa pasar digital secara baik dan menyeluruh,” ucapnya.