Tag Archives: game online

Bungie Sudah Siapkan Expansion Pack Destiny 2 Sampai Dua Tahun ke Depan

Bungie meluncurkan Destiny pertama kali di tahun 2014. Lalu di tahun 2017, Destiny 2 datang menyusul. 2020 adalah tahun ketiga bagi Destiny 2, dan bersamanya muncul pertanyaan: “Apakah Bungie bakal segera merilis Destiny 3?”

Pertanyaan tersebut cukup wajar mengingat kita juga akan berjumpa dengan console generasi baru tahun ini. Destiny 3 sebagai salah satu game andalan PlayStation 5 dan Xbox Series X merupakan premis yang terdengar menjanjikan. Namun Bungie rupanya tidak sependapat.

Ketimbang merilis Destiny 3 dan melupakan Destiny 2 sepenuhnya, Bungie lebih memilih untu mengembangkan Destiny 2 lebih lanjut. Komitmen mereka tidak main-main, tiga expansion pack bahkan sudah mereka jadwalkan untuk dirilis setiap tahunnya sampai 2022: “Beyond Light” (September 2020), “The Witch Queen” (2021), dan “Lightfall” (2022).

Destiny 2 expansion packs

Singkat cerita, Bungie tidak ingin mengulangi kesalahan sebelumnya, di mana mereka menghidangkan konten baru lewat Destiny 2, tapi di saat yang sama memaksa pemain mengabaikan seluruh progresnya selama memainkan Destiny orisinal. Meski begitu, Bungie mengaku ada tantangan lain yang harus mereka hadapi dengan mengambil rute baru ini.

Tantangan yang dimaksud adalah menumpuknya konten, yang sebagian mungkin sudah tidak lagi relevan saat suatu expansion baru telah dirilis. Untuk mengatasinya, Bungie sudah menyiapkan solusi dalam bentuk Destiny Content Vault (DCV). DCV bakal menjadi sejenis wadah sirkulasi bagi konten-konten lama yang sudah jarang dimainkan.

Lewat DCV, Bungie juga berencana menghadirkan konten-konten dari Destiny pertama yang sangat populer pada masanya (yang tentu saja sudah dioptimalkan untuk Destiny 2). Menurut Bungie, sirkulasi konten ini penting demi menjaga agar Destiny 2 tidak kelewat kompleks dan tidak dibanjiri bug, tapi di saat yang sama masih bisa menyuguhkan konten-konten baru.

Beyond Light bakal menghadirkan lokasi baru bernama Europa / Bungie
Beyond Light bakal menghadirkan lokasi baru bernama Europa / Bungie

Lalu bagaimana Bungie akan mengantisipasi kedatangan PS5 dan Xbox Series X? Well, Bungie memastikan Destiny 2 bakal tersedia di kedua console tersebut, dan performanya akan dioptimalkan supaya bisa berjalan di resolusi 4K 60 fps.

Namun yang lebih penting lagi, pemain Destiny 2 di PS4 dan Xbox One tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk bisa memainkannya di PS5 dan Xbox Series X. Sederhananya, Bungie bakal menyediakan upgrade secara gratis, dan ini termasuk semua konten ekstra yang pernah pemain beli.

Lebih lanjut, fitur cross-play juga sudah Bungie rencanakan, yang berarti nantinya para pemain PS4 dan PS5 bisa saling bertemu, demikian pula para pemain Xbox One dan Xbox Series X.

Sumber: Destructoid.

Di Tahun 2017 Ini, Nilai Pasar Game Mobile dan Online di Asia Tenggara Diestimasi Sentuh Angka $ 2,2 Miliar

Belakangan, Anda mungkin melihat banyak sekali peluncuran produk gaming hingga dilangsungkannya turnamen-turnamen eSport kelas regional tanah air. Meski ekosistem gaming terlihat sangat ramai, para produsen hardware dan publisher selalu bersikeras bilang bahwa Indonesia masih menyimpan potensi yang begitu besar – menanti untuk dioptimalkan.

Indonesia ialah salah satu negara dengan jumlah populasi gamer terbesar, menyumbang persentase signifikan di Asia Tenggara. Pertumbuhan kawasan ini juga disebut-sebut sebagai yang paling cepat di dunia (diperkuat oleh data Acer), melampaui Amerika Latin. Dan berdasarkan laporan terbaru dari tim Niko Partners, nilai pendapatan dari ranah permainan mobile dan online di Asia Tenggara berpeluang mencapai US$ 2,2 miliar di akhir 2017.

Angka menakjubkan tersebut tentu saja diiringi oleh kenaikan jumlah gamer di Asia Tenggara. Niko Partners mengestimasi, akan ada 300 juta penikmat permainan video online dan mobile di penghujung 2017. Mereka juga memperkirakan, angka itu terus bertambah hingga menyentuh 400 juta jiwa di tahun 2021 nanti. Angka tersebut lebih banyak dari penduduk Indonesia, Malaysia, ditambah Filipina.

Lalu bagaimana dengan gamer PC? Apakah jumlahnya akan berkurang karena game mobile dan online jadi kian populer? Tidak menurut Niko Partners. Mobile gaming hanya jadi faktor penambah, dan tidak akan menggerus ekosistem PC.

Dari hasil analisis Newzoo di bulan April silam, PC diestimasi menjadi  platform ketiga dengan pemasukan terbesar setelah mobile (US$ 46 miliar) dan console (merupakan jumlah dari sistem gaming berbeda, US$ 33,3 miliar), menghasilkan US$ 29,4 miliar di tahun 2017. Newzoo juga melampirkan proyeksi urutan wilayah yang paling besar menghasilkan keuntungan: Asia Pasifik (US$ 51,2 miliar), Amerika Utara (US$ 27 miliar), baru Eropa, Timur Tengah dan Afrika dengan nilai US$ 26,2 miliar.

Menurut pengamatan Niko Partners, metode distribusi game mobile di Asia Tenggara berbeda dari negara-negara Barat. Di Amerika atau Eropa, mayoritas pengguna biasanya memanfaatkan Apple app store atau Google Play buat mengakses konten. Namun di Asia Tenggara, banyak gamer mengunduh langsung permainan dari developer/publisher serta platform app Android third-party lokal. Satu nama paling besarnya adalah Garena.

Lisa Cosmas Hanson selaku managing partner Niko Partners menyampaikan bahwa faktor pendorong pertumbuhan game mobile dan online utama di Asia Tenggara tentu saja ialah eSport, khususnya berkat meledaknya kepopularitasan genre multiplayer online battle arena di sana.

Sumber: VentureBeat. Header: Vainglory.com.

Diskusi Mengenai Cara Tepat Memilih Gaming Gear Bersama Corsair, Nixia dan Inigame

Dalam beberapa tahun ke belakang, ranah penyediaan gaming gear tumbuh sangat pesat. Selain nama-nama terkenal di industri, banyak perusahaan hardware memutuskan untuk ikut berpartisipasi. Salah satu faktor pendorongnya adalah naik daunnya eSport. Dan saat ini, permintaan terhadap periferal yang andal, akurat, serta nyaman sangat tinggi.

Tentu bukan hanya gamer profesional saja yang membutuhkan gaming gear. Gamer di semua platform berhak mendapatkan aksesori berkualitas, dan prangkat-perangkat itu akan sangat membantu saat mereka menikmati permainan multiplayer. Tak cuma memberikan superioritas, aksesori seperti headset gaming juga sangat membantu proses komunikasi. Hal inilah yang mendorong DailySocial mengadakan bincang-bincang bersama para pakar buat membahas gaming gear lebih jauh.

DSGarage Corsair 7

Di acara DSGarage pertama, DailySocial mengundang Bambang Tirtawijaya dari Corsair Indonesia, Monica ‘Nixia’ Carolina dari tim NXA Ladies, dan Alvin Joseph Muliaba dari Inigame untuk berdiskusi mengenai ‘cara tepat memilih gaming gear buat permainan online.

Screen Shot 2017-06-05 at 12.44.52 PM

 

Diskusi dimulai oleh penjelasan Alvin mengenai apa yang dimaksud dengan gaming gear. Perbedaan dasar antara aksesori gaming dan varian multimedia biasa adalah, device dari awal dirancang buat menunjang kegiatan gaming – meliputi komposisi hardware di dalam, fitur, penampilan tubuh, hingga proses riset dan pengembangan yang dilakukan produsen.

DSGarage Corsair 4

Semua hal tersebut repot-repot dilakukan untuk memberikan pemain keunggulan dari lawan – baik komputer ataupun sesama gamer. Melihat dari fungsi dasarnya, mouse gaming jauh lebih presisi dibanding mouse standar, headphone mampu menyajikan detail dan nyaman dikenakan di waktu lama, lalu keyboard gaming ber-switch mekanik tak hanya responsif, tapi juga lebih tahan terhadap perlakuan agresif para gamer.

Screen Shot 2017-06-05 at 12.31.30 PM

 

Untuk menentukan periferal yang tepat, kita tinggal menanyakan pada diri sendiri: game seperti apa yang kita sukai? Dari sana, proses penentuannya jadi lebih mudah, apalagi para produsen hardware sudah menyiapkan banyak pilihan.

Screen Shot 2017-06-05 at 12.42.47 PM

Perlu diketahui bahwa karakteristik device tiap device berbeda-beda. Misalnya untuk MOBA, mouse gaming biasanya dilengkapi fitur macro dan banyak tombol; sedangkan buat shooter, keakuratan sensor dan respons dari tombol dan scroll wheel sangatlah krusial. Kemudian, gamer FPS juga akan memperoleh keuntungan dari penggunaan keyboard dengan switch mekanik yang ringan ber-profile linear – misalnya MX Red, MX Speed dan MX Brown.

DSGarage Corsair 3

Kita mungkin juga sering mendengar istilah ‘ada harga ada kualitas’. Hal ini memang tidak bisa dibantahkan, tapi tak berarti hanya produk-produk mahal saja yang patut dibeli. Menurut para narasumber, takaran utama saat membeli aksesori gaming adalah modal Anda sendiri. Tiap brand punya produk terbaik di masing-masing tingkatan harga, dan untuk menemukan varian yang tepat, beberapa hal bisa Anda lakukan:

  • Membaca review dari media besar dan juga ulasan pengguna.
  • Berpartisipasi dalam diskusi di forum, dan meminta saran dari mereka yang lebih berpengalaman.
  • Lebih sederhana lagi: tanya pendapat teman Anda.
  • Setelah semua hal itu dilakukan, Anda tetap dianjurkan untuk datang ke toko dan mencoba produk-produk tersebut secara langsung. Alasannya, karakteristik pemakaian tiap orang berbeda-beda.

Misalnya pada mouse, gaya grip user tidak sama. Ada yang menggunakan gaya palm (hampir semua bagian telapak tangan memegang mouse), claw (seperti postur mencakar) dan tip (cuma ujung jari yang menyentuh mouse). Lalu buat headphone, umumnya gamer menyukai tipe over-ear. Tapi pikirkan juga faktor-faktor ini: bagaimana dengan sistem sirkulasi udaranya? Apakah lapisan padding-nya membuat suhu telinga jadi cepat naik? Lalu, nyamankah jika dipakai bersama kacamata?

DSGarage Corsair 6

Tiap periferal juga mempunyai hubungan tidak langsung. Contoh kecilnya: keyboard tenkeyless memberikan ruang gerak mouse lebih luas, artinya Anda bisa memilih mouse mat berdimensi lebar.

DSGarage Corsair 8

Pada narasumber, saya juga sempat bertanya apakah tingkat DPI tinggi membuat mouse jadi lebih baik? Angka DPI tinggi tentu saja tidaklah buruk, namun agar bekerja optimal, mouse membutuhkan sistem sensor yang tak kalah canggih – misalnya memastikan ia bisa membaca titik satu per delapan pixel. Masalahnya, mayoritas mouse gaming (terutama tipe laser) masih memanfaatkan tipe sensor yang terbilang lawas. Jika teknologi sensor dan ukuran DPI timpang, kinerja perangkat malah jadi buruk.

Screen Shot 2017-06-05 at 12.33.43 PM

 

Angka besar untuk menunjukkan kecanggihan tak cuma digunakan di gaming gear. Hal serupa umumnya kita temui pada ukuran megapixel kamera ponsel atau DSLR. Mendekati penghujung acara diskusi, para narasumber menekankan agar kita sebaiknya lebih bijak dan jangan mudah tergoda dengan jumlah angka besar atau istilah-istilah marketing lain.

Screen Shot 2017-06-05 at 12.31.00 PM

Contoh: sebutan switch ‘semi-mechanical‘ di keyboard garapan merek terkenal. Alvin menjelaskan, buat sekarang hanya ada dua tipe keyboard: dengan membran silikon dan switch mekanik di dalam. Meski keyboard memberikan resistensi atau sensasi clicky ala switch mekanik, jika perangkat masih memanfaatkan membran, maka ia tetaplah keyboard membran.

Screen Shot 2017-06-05 at 12.41.44 PM

Terima kasih pada tim Corsair Indonesia, Nixia dan Alvin Joseph Muliaba dari Inigame.

Semua Game VR Keluaran Ubisoft Akan Membawa Dukungan Cross-Platform Multiplayer

Memainkan game virtual reality itu asyik, namun akan lebih seru lagi jika dimainkan bersama teman-teman. Pertanyaannya, apakah teman Anda harus memiliki VR headset yang sama, entah itu Oculus Rift, HTC Vive atau PlayStation VR? Kalau iya, berarti ini bakal jadi pertimbangan ekstra sebelum membeli salah satu dari ketiga VR headset tersebut.

Namun semua ini tak perlu dipermasalahkan seandainya developer mengambil jalan yang sama seperti Ubisoft. Publisher dengan markas utama di Perancis tersebut baru-baru ini mengumumkan bahwa semua game VR-nya akan dibekali dengan dukungan cross-platform multiplayer, yang berarti pengguna Rift, Vive maupun PS VR bisa berjumpa secara virtual dan bermain bersama-sama.

Sebelum Ubisoft, CCP Games sudah mengambil jalan cross-platform terlebih dulu dengan game EVE: Valkyrie yang banyak menuai respon positif dari konsumen maupun media. Cross-platform penting mengingat jumlah VR gamer sendiri belum sebanyak console atau PC gamer, sehingga kalau terbatas platform, pemain mungkin akan kesulitan menemukan rekan atau lawan tandingnya.

Dari sisi pemasaran, dukungan cross-platform juga dapat membantu meningkatkan angka penjualan. Contoh yang paling gampang bisa kita lihat dari industri aplikasi smartphone, dimana umumnya ketersediaan di Android sekaligus iOS kerap menjadi nilai plus di mata konsumen.

Sejauh ini baru ada tiga judul game VR Ubisoft yang akan mendukung multiplayer cross-platform, yaitu Eagle Flight, Werewolves Within dan Star Trek: Bridge Crew. Dua judul yang terakhir tersebut baru akan dirilis pada 6 Desember 2016 dan 14 Maret 2017 mendatang.

Sumber: UploadVR dan Ubisoft.

Studi: Ada Hubungan Antara Hobi Bermain Game Online dan Prestasi di Sekolah

Karena ketidaktahuan, sudah lama video game jadi kambing hitam atas peristiwa buruk yang terjadi di masyarakat: menyebabkan anak-anak malas belajar dan mudah terpecah perhatiannya, serta dituduh sebagai pemicu perilaku agresif. Saya yakin Anda punya banyak argumen untuk membantahnya. Bukan hanya keliru, faktanya malah bertolak belakang dari anggapan banyak orang.

Sebuah studi yang dilaksanakan oleh Alberto Posso dari Royal Melbourne Institute of Technology Australia memperlihatkan adanya hubungan positif antara ranking di sekolah dengan waktu bermain game. Hasilnya, bisa Anda baca lengkap lewat tautan ini, menunjukkan bahwa anak-anak yang gemar menikmati permainan online ternyata lebih berprestasi di bidang IPA, matematika serta tes membaca.

Berdasarkan data dari 12.000 siswa sekolah menengah atas, Royal Melbourne Institute of Technology menemukan bahwa pelajar yang gemar bermain game  online setiap hari memperoleh nilai 15 poin di atas rata-rata dalam mata pelajaran matematika serta membaca, dan 17 poin di bidang ilmu pengetahuan. Data tersebut merupakan hasil dari Program for International Student Assessment tahun 2012, dikelola oleh Organisation for Economic Cooperation and Development.

Selain nilai, ada sejumlah aspek yang juga jadi pertimbangan peneliti, contohnya hobi para siswa, aktivitas di luar rumah, hingga durasi pemakaian internet. Meski para gamer umumnya mendapatkan skor tinggi di test PISA, sayang sekali metode studi tersebut belum bisa membuktikan apakah peningkatan prestasi betul-betul disebabkan karena hobi bermain video  game.

Dalam tulisannya, Posso menyampaikan, “Saat bermain game  online, Anda [sebetulnya mencoba] memecahkan teka-teki agar bisa mencapai level selanjutnya. Untuk melakukan hal itu dibutuhkan pengetahuan secara umum dan kemampuan matematika, skill membaca dan sains yang didapat [dari belajar] di siang hari.”

Tentu saja ada probabilitas lain, yaitu anak-anak yang berbakat di matematika, IPA dan membaca cenderung menyukai permainan online. Alternatifnya, karena lebih pintar, mereka dapat menyelesaikan tugas sekolah lebih cepat, sehingga mempunyai lebih banyak waktu luang buat bermain. Di skenario ini, video game bukanlah pemicu prestasi murid.

Dan ada sedikit kabar buruk bagi mereka yang gemar menghabiskan waktu di jejaring sosial. Lewat penilaian serupa, pengguna Facebook dan Twitter memperoleh hasil tes PISA 4 persen di bawah rata-rata. Di sana, 78 remaja mengaku mereka menggunakan sosial media setiap hari.

Yup, sudah saatnya Anda menutup tab Facebook serta Twitter dari browser dan mulai mengunduh Dota 2.

Sumber: The Guardian.

Apakah Dengan Memblokir, Masalah ‘Game-Game Berbahaya’ Bagi Anak Dapat Teratasi?

Sudah cukup lama Kemendikbud mengumumkan daftar 15 permainan video yang dianggap berbahaya bagi anak. Namun kabar menjadi sorotan saat KPAI menanggapi hal tersebut dengan mengungkap rencana pemblokiran. Ternyata langkah ini mendapatkan kritik keras dari netizen. Banyak orang meluapkannya di sosial media, beberapa pihak bahkan mengambil tindakan dramatis.

Melihat melalui perspektif kalangan awam, tak ada yang salah dengan niatan Pemerintah melindungi generasi muda. Perkembangan teknologi hiburan begitu pesat, dan dengannya meningkat pula tuntutan bagi lembaga negara untuk menyaring konten. Tapi terkait agenda pemblokiran, mengapa respons khalayak begitu negatif? Di artikel ini, saya mencoba mendalaminya.

Game-game berbahaya

Berdasarkan laman Sahabat Keluarga Kemendikbud, list permainan berbahaya sebetulnya sudah dipublikasi semenjak 15 Maret 2016. Di sana, penulis Yohan Rubiyantoro mengutip hasil penelitian Iowa State University yang menyebutkan bahwa ‘bermain game dengan unsur kekerasan dapat mematikan rasa’.

Selanjutnya direktur Indonesia Heritage Foundation Wahyu Farrah Dina turut menyampaikan, gara-gara video game-lah anak mudah melakukan kekerasan dan kehilangan empati.

Permainan-permainan tersebut meliputi:

  1. World of Warcraft
  2. Grand Theft Auto
  3. Call of Duty
  4. PointBlank
  5. CrossFire
  6. War Rock
  7. Counter-Strike
  8. Mortal Kombat
  9. Future Cop
  10. Carmageddon
  11. Shellshock
  12. Raising Force
  13. Atlantica
  14. Conflict: Vietnam
  15. Bully

Para orang tua mungkin akan segera menandai nama-nama ini, atau langsung mengecek isi PC buah hati mereka. Namun gamer akan segera melihat masalah: list di atas tidak up-to-date.

Shellshock serta Conflict Vietnam (2004) bukanlah permainan populer bahkan saat mereka dirilis bertahun-tahun silam, dan saya ragu masih ada yang memainkan War Rock (2007). World of Warcraft (2004)? Gamer muda kita pasti lebih memilih game  free-to-play dibanding harus mengeluarkan belasan dolar per bulan buat langganan. Terlebih lagi, judul-judul seperti Future Cop (1998) dan Carmageddon (1997) dirilis hampir dua dekade lalu.

Saya setuju Grand Theft Auto, Bully, Mortal Kombat, dan game-game bertema kekerasan tidak boleh disentuh anak kecil; namun begitu pula dengan ratusan permainan lain. Banyak orang menilai penjabaran tersebut memperlihatkan ketidakpahaman pihak Kemendikbud serta KPAI mengenai apa yang sedang mereka bahas.

Memahami sistem rating video game

Bukan hanya sekarang video game menimbulkan polemik. Di masanya, Doom mendapat kecaman dari berbagai pihak karena selain sadis, permainan mengusung ‘simbol-simbol iblis’. Tapi kendala ini sudah memperoleh solusi semenjak belasan tahun silam. Faktanya, Doom merupakan salah satu permainan pertama yang mendapatkan rating M oleh ESRB. Dan fungsi lembaga seperti Entertainment Software Rating Board dan sejenisnya-lah yang perlu kita pahami.

Setidaknya ada dua organisasi global raksasa yang bertugas memberi rating pada software hiburan: ESRB meliputi wilayah Amerika Serikat, Kanada serta Meksiko; dan PEGI atau Pan European Game Information di Eropa. Cara mengetahui buat siapa permainan itu ditujukan sangat mudah, Anda tinggal melirik badge-nya – baik di boks fisik maupun di platform distribusi digital (Steam tak lupa akan menanyakan tanggal lahir Anda).

Ada tujuh rating ESRB, ditandai dengan huruf:

  • RP (Rating Pending): belum ada sertifikasi final, muncul saat game masih diiklankan
  • EC (Early Childhood): untuk usia tiga tahun ke atas atau periode pra-sekolah
  • E (Everyone): siapapun bisa menikmatinya selain kategori EC
  • E 10+ (Everyone 10+): umur 10 tahun ke atas
  • T (Teen): minimal 13 tahun, biasanya sudah mulai berisi kekerasan tingkat menengah dan lelucon kasar
  • M (Mature): 17 tahun ke atas, menampilkan kekerasan dan elemen seks secara lebih gamblang
  • AO (Adults Only): 18 tahun ke atas, lebih tinggi lagi dari Mature

Sertifikasi PEGI malah lebih mudah dipahami karena menunjukkan angka umur: 3, 7, 12, 16 sampai 18. Fungsi sejumlah icon juga perlu Anda ketahui, menandakan adanya unsur perjudian, diskriminasi ras, penggunaan narkotika serta kata-kata makian, dan lain sebagainya.

Silakan kunjungi Steam, dan Anda akan langsung melihat bahwa Grand Theft Auto dan Mortal Kombat masuk dalam kategori PEGI 18. Counter-Strike: Global Offensive sendiri ialah permainan Mature. Mereka sama sekali bukan santapan anak kecil.

Bagaimana jika belum mendapatkan rating?

Sejumlah permainan belum mendapatkan sertifikasi PEGI atau ESRB, umumnya game-game dari publisher-publisher negeri timur. Dan sayangnya, mereka ini memenuhi game center dan warnet secara tak terbendung. Dan di sinilah pentingnya peran orang tua, keluarga dan para pengajar untuk selalu mengetahui apa yang dikonsumsi oleh generasi muda kita.

Bagi saya, mengenal siapa yang anak-anak temui secara online tak kalah krusial dari mengetahui permainan apa yang sering mereka mainkan.

Blokir?

Blokir memang terlihat seperti jalan keluar sederhana, dan sangat mudah menyalahkan sesuatu yang belum betul-betul dipahami. Tapi ia tidak memberikan pemecahan fundamental terhadap masalah ini: masih minimnya pengetahuan banyak orang, termasuk generasi pendidik dan instansi pemerintah, terhadap industri gaming. Lagi pula, bukankah video game turut mengharumkan nama Indonesia di kancah global?

Langkah pertama buat mengatasi dampak buruk video game terhadap generasi muda: pahami benar cara kerja sistem rating, kemudian sampaikan pengetahuan tersebut ke seluruh kalangan. Sudah saatnya semua orang mengerti potensi gaming di negara dengan populasi gamer aktif lebih dari 28 juta jiwa ini.

Lalu bagaimana jika ditemukan game tanpa rating? Inilah PR buat Pemerintah: menciptakan standar atau sistem sertifikasi, khususnya bagi permainan-permainan yang belum tersaring ESRB dan PEGI. Update: Seperti yang dikutip dari Duniaku.net, akhir tahun lalu pembahasan tentang rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik atau Sistem Rating Game Indonesia telah bergulir.

Idle Choco Tycoon, Game Adiktif Menjadi Pengusaha Coklat

Maulidan Games baru saja meluncurkan game terbaru mereka yang berjudul Idle Choco Tycoon. Dengan game ini, tercatat dalam bulan September mereka telah meluncurkan dua buah game. Sebelumnya mereka meluncurkan game RPG berjudul Imperial Battle Tactic. Continue reading Idle Choco Tycoon, Game Adiktif Menjadi Pengusaha Coklat

MMORPG Lego Minifigures Online Tiba di Android dan iOS

Sekitar bulan Oktober tahun kemarin, Lego bekerja sama dengan game developer Funcom untuk menghadirkan MMORPG bernama Lego Minifigures Online. Sama seperti MMORPG lainnya, dalam game tersebut Anda juga akan berpetualang bersama seorang karakter. Bedanya, karakter yang digunakan adalah Lego Minifigure. Continue reading MMORPG Lego Minifigures Online Tiba di Android dan iOS

Game Online Ini Bisa Membantu Menghijaukan Bumi

Tidak bisa dipungkiri bahwa cukup banyak orang yang beranggapan negatif terhadap sebuah game. Yang paling umum, game dinilai sangat mudah membuat anak ketagihan, menggiring fokus sang anak sehingga ia bisa terus mengejar berbagai achievement yang ada dalam game tersebut. Continue reading Game Online Ini Bisa Membantu Menghijaukan Bumi

Improbable Ingin Permudah Proses Pengembangan Game Online

Mengembangkan game online itu tidak mudah. Bahkan perusahaan sebesar Sony pun harus merelakan divisi game online mereka, Sony Online Entertainment (SOE), untuk berpindah tangan ke pihak lain. Continue reading Improbable Ingin Permudah Proses Pengembangan Game Online