Tag Archives: Game Startup

Mengunjungi kantor Agate / DailySocial

DStour #35: Menikmati Ruangan Kerja Desain Minimalis di Kantor Agate

Jika sebelumnya sudah dirilis obrolan DScussion dengan CEO Agate, edisi DStour terbaru kali ini DailySocial turut menyuguhkan pesona di kantor Agate yang terletak di Bandung Jawa Barat. Gedung kantor yang memiliki desain modern dan minimalis ini, memiliki ruangan kerja yang cukup luas menampung jumlah pegawai yang semakin banyak.

Satu keunikan yang dimiliki oleh kantor Agate adalah untuk setiap tamu yang datang wajib untuk melepaskan sepatu dan menggantinya dengan sandal Agate yang sudah disiapkan. Simak liputan selengkapnya di kantor Agate.

Kunci Pengembangan Startup adalah Fokus pada Cakupan Pasar dan Terus Bereksplorasi

Di ajang Google Playtime SEA 2017 (02/11), selain sesi keynote dari tim Google APAC, juga diadakan sesi panel diskusi dari rekanan pengembang terpilih. Salah satu sesi diskusi panel membahas ekosistem dan karakteristik pengembang di beberapa negara di Asia Tenggara. Ada empat pemateri yang dihadirkan, pertama Indonesia yang diwakili Touchten Games, Malaysia diwakili Kurechii, Vietnam diwakili Amanotes, Thailand diwakili Ookbee, dan Filipina diwakili MochiBits.

Masing-masing startup menceritakan tentang bagaimana produk mereka mampu beradaptasi dengan ekosistem pasar lokal dan regional dengan strategi dan pendekatan yang unik. Sebagai pemateri hadir Co-Founder & COO Touchten Rokimas (Roki) Soeharyo. Ia menceritakan tentang bagaimana startup yang didirikan bersama kakak kandung dan seorang saudaranya dapat berkembang hingga kini memiliki sekitar 50 pegawai.

Sebagai pengembang produk digital berbasis game, salah satu yang digarisbawahi Roki ialah pentingnya untuk memiliki keunikan dalam inovasi yang digulirkan. Touchten didirikan dari tahun 2009, sekurangnya sudah lebih dari 50 game yang berhasil diselesaikan.

Spesialis mobile game berkategori makanan

Ramen Chain, Warung Chain, Japan Food Chain, Desert Chain adalah beberapa judul produk unggulan dari Touchten. Roki menyebutnya sebagai Food Chain Series. Produk tersebut terbukti banyak diminati sejak seri pertama dikembangkan, lalu dilanjutkan dengan varian lain di kategori yang sama. Seri game tersebut kini sudah diunduh lebih dari 8 juta kali oleh pengguna. Namun untuk mencapai titik itu tidak dengan cara yang instan, terdapat riset mendalam dan berbagai perhitungan untuk mengatur strategi.

“Biasanya dalam proses pengembangan dari founders sudah memiliki guidelines tentang tema game apa yang akan dikembangkan. Setelah dipresentasikan kepada tim, biasanya masing-masing anggota akan diminta untuk presentasi dalam pitching ide. Dari seluruh ide yang masuk akan diseleksi sesuai dengan riset pasar dan temuan lain untuk pertimbangan,” ujar Roki.

Ketika produk sudah jadi dan berhasil diluncurkan di Google Play, proses monitoring tetap akan terus dilakukan untuk mengetahui ketertarikan pengguna dan segmentasi yang tepat untuk pemasaran. Karena kadang produk aplikasi tertentu akan sangat ramai di negara A, namun kurang diminati di negara B.

“Produk yang kami kembangkan pada awalnya diluncurkan global, karena dari situ kami akan tahu pasar negara mana yang lebih suka. Seperti contohnya Food Chain Series, awalnya kami mengira pasar Amerika yang akan lebih banyak menggunakan, tapi ternyata asumsi tersebut salah, yang lebih banyak menggunakan ada di Asia. Sehingga dalam seri selanjutnya produk aplikasi pun disesuaikan dengan pasar tersebut. Fokus pada cakupan pasar menjadikan kita lebih mengerti secara kental apa yang dibutuhkan user,” lanjut Roki.

Memiliki game berseri ini juga tidak diputuskan begitu saja. Traksi game pertama yang sangat tinggi, dan mendapatkan antusias luar biasa menjadikan Touchten mengembangkan lebih banyak lagi game tentang makanan. Di lain sisi juga menjadi branding yang bagus untuk Touchten sebagai pengembang game spesialis kategori makanan.

Persepsinya semua benci iklan, pengembang dituntut kreatif

Dari tiga pilihan populer monetisasi produk apps atau games, yakni model iklan, in-app pruchase atau premium, Touchten lebih banyak mengusung model iklan, karena kebanyakan game yang diterbitkan dapat diunduh pengguna secara gratis. Roki juga menyadari tentang sebuah persepsi bahwa pada dasarnya pengguna mobile tidak suka dengan iklan. Cukup mengganggu pengalaman saat menggunakan aplikasi. Dari situ strategi kreatif dibutuhkan, agar proses bisnis tetap berjalan, namun kenyamanan pengguna tetap diutamakan.

Roki menjelaskan, “Kalau kita sedang asyik bermain, terus keluar pop-up iklan pasti akan sangat terganggu, kami menyadari itu. Apa yang kami lakukan menampilkan iklan itu secara halus, misalnya dalam sesi tertentu di permainan ada sebuah billboard yang menyatu dengan tampilan sebuah perkotaan, di sana iklan tersebut dipasangkan. Jadi lebih ke pendekatan native advertising. Prisipnya selama iklan itu tidak mengganggu pengguna, dapat dimaksimalkan developers untuk mencari uang.”

Belum lama ini Touchten juga mengeksplorasi “gaya baru”, menjalin kerja sama dengan Deddy Corbuzier untuk mengembangkan game berjudul “Fist of Rage”. Diceritakan Roki, ini adalah sebuah kolaborasi mutualisme. Deddy dianggap memiliki personality dan follower yang kuat, sedangkan Touchten memiliki kapabilitas untuk pengembangan produk digital interaktif.

“Kerja sama dengan Deddy Corbuzier adalah sebuah win-win collaboration. Dari sisi Deddy dengan adanya produk digital yang interaktif dia bisa lebih engage dengan followers dan komunitasnya, sedang dari sisi Touchten tentu terbantu dengan sebaran pengguna dari komunitas yang dimiliki Deddy. Selebriti sudah seharusnya open dengan yang seperti ini, sekarang konsumen semua ke mobile, dan game menjadi salah satu media paling interaktif untuk menjangkau pangsa pasar masa kini,” jelas Roki.

Penguatan ekosistem menjadi wujud komitmen yang sangat berarti

Google Playtime adalah acara tahunan untuk pengembang di platform Android
Google Playtime adalah acara tahunan untuk pengembang di platform Android

Selain bersama Roki, DailySocial juga sempat berbincang dengan Calvin Kizana selaku Founder & CEO Picmix dan Andi Taru Nugroho selaku Founder & CEO Educa Studio yang turut diundang secara khusus untuk menjadi peserta di acara ini. Secara singkat mereka mengungkapkan bahwa ekosistem mobile yang ada saat ini begitu berarti bagi para pengembang. Cakupan pasar yang sangat besar membuat inovasi menjadi lebih mudah didistribusikan kepada pangsa pasar.

“Google Playtime 2017 spesial bagi saya, karena yang mendapatkan undangan adalah developer terpilih. Di sini banyak insight yang saya dapat, termasuk salah satu yang paling menarik tadi berkaitan dengan pemaparan data saat ini sudah ada 2 miliar pengguna aktif bulanan di Google Play. Menjadi trigger kami untuk terus mengkreasikan produk,” ujar Andi.

Sedangkan Calvin mengungkapkan, “Acara tahunan Google Play ini sangat berguna bagi pelaku startup seperti saya. Banyak masukan menarik, informasi tentang tools dan tips pengembangan yang disampaikan dari para expert. Di lain sisi, acara ini sangat membantu kami sebagai ajang networking untuk mendekatkan diri dengan Google dan rekan startup lainnya.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Tiga Hal yang Perlu Diperhatikan sebelum Memulai Startup Game

Banyak pilihan produk yang dapat dikembangkan oleh startup digital, salah satunya game. Di Indonesia sendiri startup game juga cukup berkembang, tidak hanya di Jakarta melainkan sampai di daerah seperti Bandung ataupun Yogyakarta. Kesempatannya cukup terbuka lebar, karena disasarkan langsung kepada konsumen –khususnya pengguna ponsel pintar. Dan untuk produk game sendiri, lifecycle-nya cukup kencang, sehingga membuka kesempatan kepada para pengembang untuk menghadirkan inovasinya.

Tidak cukup berbekal kemampuan teknis dan desain saja, ternyata ada beberapa hal lain yang perlu dimatangkan sebelum seseorang memutuskan untuk membangun startup yang fokus pada produk game. DailySocial berkesempatan untuk mewawancara beberapa pengembang game yang sudah terbukti mampu menghasilkan produk bagus. Ketika mengawali debut, mereka mengaku, ada banyak aspek yang perlu dipertimbangkan. Salah satunya seperti yang diungkapkan oleh Frida Dwi atau akrab dipanggil Ube, seorang pengembang game dari Yogyakarta.

“Langkah awal dapat dimulai dengan jeli melihat kesempatan yang ada, sehingga memicu inovasi untuk mengembangkan produk yang disukai. Termasuk mengamati kemampuan internal, terkait kelebihan dan kelemahan tim, sampai strategi monetisasi yang akan dilakukan kelak,” ujar Ube.

Lebih lengkapnya, berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seseorang yang ingin mengembangkan startup dengan produk game, berkaca pada fase awal yang pernah dilalui beberapa pengembang gam lokal.

Diawali dengan menganalisis pasar

Analisis pasar perlu dilakukan untuk mengawali debut, karena dasarnya startup game adalah perpaduan yang kental antara bisnis dengan kreativitas. Dari sisi kreativitas, debut pertama startup game adalah membangun awareness, salah satu strategi yang bisa dilakukan ialah melihat tren terkini. Seperti dicontohkan beberapa game yang diluncurkan menyesuaikan “isu terkini” di masyarakat, contohnya Tahu Bulat.

Secara bisnis startup pengembang game juga perlu menyadari dari awal tentang potensi pasar yang ada. Hal ini memicu munculnya beberapa pertanyaan, contohnya: jika mengembangkan game untuk anak-anak bagaimana prospeknya? Apakah game tersebut lebih baik dibuat dalam model gratis atau freemium? Dan lain sebagainya.

Menentukan konsep pengembangan

Setelah tahap analisis pasar, di tengah persaingan industri game, yakinkan diri sebelum bersaing. Jika tim yang dapat sudah berjalan buatlah konsep, sehingga tim dapat mencairkan ide untuk buat prototipe yang sekaligus menjadi ilustrasi game yang akan di luncurkan.

Setelah tahap analisis pasar, langkah selanjutnya ialah menentukan konsep. Dalam sebuah startup game, konsep tersebut akan berpengaruh secara keseluruhan. Jika konsep yang dipilih adalah game kasual, maka diperlukan tim yang mampu berkreasi –baik dari sisi desain, cerita ataupun pemrograman—untuk menyusun genre tersebut. Konsep dalam startup game adalah sebuah visi.

“Tim yang dibentuk haruslah solid, punya satu visi yang sama untuk project yang dibuat, karena tim yang berisi individu kuat, tidak selalu berarti akan menghasilkan produk yang baik dalam waktu yang reasonable. Diperlukan seorang project manager yang mampu mengelola flow dari proses produksi,” terang Dicky selaku Co-Founder Visionesia.

Menciptakan strategi pemasaran

Setelah konsep direncanakan dengan baik, selanjutnya tim perlu memikirkan strategi distribusi atau pemasaran yang akan dilakukan. Ini berkaitan erat dengan konsep dan riset pasar yang sebelumnya dilakukan. Pemasaran kadang harus dilakukan secara spesifik, menyesuaikan target pasar.

“Cara pemasaran yang kami tempuh saat ini dengan menggunakan media sosial, membangun Fans Page, dan mempublikasikan kemajuan dari proses development. Juga aktif di forum-forum yang berhubungan dengan pengembang game, baik regional maupun internasional,” ungkap Dicky.