Tag Archives: gamer profesional

Bagaimana Rasanya Jadi Orangtua dari Gamer Profesional?

Game masih menjadi momok bagi orangtua. Tak sedikit orangtua yang percaya, game bisa menyebabkan kecanduan dan membuat anak menjadi lebih agresif. Di negara maju sekalipun, seperti Amerika Serikat, game masih sering dijadikan kambing hitam akan tragedi penembakan massal. Padahal, menurut Rachel Kowert, peneliti game online dan penulis buku “A Parent’s Guide to Video Games”, dugaan bahwa game menyebabkan kecanduan atau membuat pemain menjadi lebih agresif telah terbantahkan. “Jika Anda membaca ribuan studi tentang efek game pada sesuatu, baik positif atau negatif, hasil studi biasanya netral,” kata Kowert yang telah meneliti hubungan game dengan kecanduan dan perilaku agresif selama lebih dari 20 tahun, lapor The Washington Post. “Game tidak memberikan dampak apa-apa, atau terkadang, game memberi dampak positif walau tak signifikan.”

Manusia biasanya menakuti apa yang mereka tidak mengerti. Bagi orangtua yang tidak paham, tak heran jika game dan esports terlihat seperti sesuatu yang menakutkan. “Jika Anda tidak tahu tentang teknologi atau apa yang anak Anda lakukan, tentu saja itu membuat Anda merasa takut,” kata Kowert. “Itu bisa dimengerti. Tapi, semakin Anda memahami dan membiasakan diri Anda, rasa takut itu akan terkikis.” Inilah alasan mengapa Christine Yankel, ibu dari seorang pemain profesional Overwatch League, mencoba untuk mengerti pekerjaan anaknya, Ethan “Stratus” Yankel. Christine menjelaskan, Ethan mengungkap rencananya untuk menjadi gamer profesional dua tahun lalu, ketika dia masih berumur 16 tahun. Christine memberikan izin dengan beberapa syarat. Salah satunya, Ethan harus menyelesaikan SMA terlebih dulu. Selain itu, saat latihan di malam hari bersama tim semi-profesionalnya, Ethan juga diawasi.

Sumber: The Washington Post / Ian Cunningham
Ethan “Stratus” Yankel. Sumber: The Washington Post / Ian Cunningham

“Rasanya sulit untuk dipercaya,” kata Christine pada The Washington Post. “Anda sering dengar tentang gamer profesional dan bagi kami, menjadi pemain profesional seperti mimpi yang tak mungkin jadi nyata, seperti jika anak Anda menjadi pemain sepak bola profesional. Rasanya seperti itu.” Sekarang, Ethan telah berumur 18 tahun. Dia merupakan bagian dari tim Washington Justice, salah satu dari 20 tim yang bertanding di Overwatch League.

Christine mengaku, pada awalnya, banyak orangtua yang tidak paham dengan keputusan Ethan untuk berkarir sebagai pemain profesional. Namun, belakangan, sentimen akan gamer profesional mulai menjadi positif. “Dua tahun lalu, ketika Ethan pertama kali bermain, ada banyak sentimen negatif tentang esports,” ujar Christine. “Sekarang, anggapan orang-orang telah menjadi lebih positif karena esports adalah industri yang tengah berkembang dan masyarakat akhirnya mengenal orang-orang di balik tim-tim besar.”

Christine berkata, gaming adalah bagian dari budaya keluarga Yankel. Ini memudahkannya untuk memahami esports. Christine sendiri memainkan Clash Royale dan game mobile lainnya, sementara nenek Ethan, Kay Yankel memainkan Candy Crush. Ethan dan kakaknya pernah memainkan Counter-Strike: Global Offensive sebelum Ethan memutuskan untuk bermain Overwatch. Untuk memahami pekerjaan Ethan, Christine bahkan mencari nasehat dari para pengacara, ahli industri esports, dan orangtua dari pemain esports lainnya. Dia juga mencoba untuk mengerti gameplay dari Overwatch. “Awalnya, sulit untuk mengerti siapa yang bermain dengna baik dan siapa yang mati,” akunya. “Saya perlu waktu agak lama, tapi saya mulai mengerti sekarang.”

Sumber: overwatchleague.com
Sumber: overwatchleague.com

Bagi Christine, momen yang membuka matanya tentang esports adalah ketika dia menghadiri turnamen esports di Montreal. Ketika itu, dia menyadari besarnya industri game dan esports serta potensi dari karir Ethan sebagai gamer profesional. “Saat kami melihat para fans di sana, kami melihat panggung yang disediakan, kami melihat para profesional di balik tim esports, itu semua membuat esports terasa semakin nyata bagi kami,” kata Christine. “Tak lama setelah itu, Ethan mendapatkan kontrak untuk masuk dalam tim profesional. Para pengacara turun tangan. Dan pemain profesional menjadi karir yang masuk akal.”

Walau gaming merupakan bagian dari budaya keluarga Yankel, Ethan dan Christine mengerti bahwa karir sebagai gamer profesional tak berlangsung lama. Menurut CNBC, rata-rata pemain esports mengundurkan diri pada akhir 20-an atau awal 30-an. Bagi pemain esports yang telah mengundurkan diri, salah satu opsi karir yang bisa mereka ambil adalah menjadi streamer.

Namun, Ethan mengatakan, dia mempertimbangkan untuk kembali berkuliah setelah dia mengundurkan diri sebagai pemain profesional. Alasannya, karena semakin banyak universitas yang menawarkan beasiswa bagi pemain esports. “Saudara saya berkata, Carnegie Mellon University telah memulai jurusan Overwatch,” kata Ethan. “Jika saya bisa masuk ke universitas itu dengan beasiswa, saya akan melakukan itu. Tergantung pada kesempatan apa yang ada untuk saya.”

Sumber header: The Washington Post / Ian Cunningham

Melbourne Esports Open 2018 - Photo 2

Atlet Esports Pensiun di Usia Muda, Lalu Apa?

Batas usia pensiun BPJS Ketenagakerjaan adalah 57 tahun. Atlet olahraga, seperti pemain sepak bola, biasanya dapat pensiun pada umur yang jauh lebih mudah. Menurut Profesional Footballers’ Association (FPA), rata-rata, para pemain sepak bola pensium ketika mereka berumur 35 tahun. Umur pensiun para atlet esports biasanya lebih muda dari pemain sepak bola. Memulai karir ketika umur masih di bawah 20 tahun, pemain profesional bisa mengundurkan diri ketika mereka masih berumur 20-an tahun.

Ialah Michael “Shroud” Grzesiek, mantan pemain profesional Counter-Strike: Global Offensive, yang kini menjadi streamer. Dia memulai karirnya pada 2014 ketika dia masih berumur 19 tahun. Bersama dengan Cloud9, dia berhasil menjadi juara dua di ESL One Cologne 2017 dan menjadi juara pertama ESL Pro League Season 4 pada 2016. Meskipun karirnya terbilang sukses, dia memutuskan untuk mengundurkan diri pada 2018, saat dia masih berumur 23 tahun. Kepada The Hollywood Reporter, Grzesiek mengatakan, dia sering harus berpergian ke berbagai kota dan negara ketika dia masih aktif sebagai atlet esports. Saat itu, dia merasa tidak keberatan. Namun, sekarang, dia mengaku tak lagi ingin melakukan itu.

Setelah mengundurkan diri sebagai pemain profesional, Grzesiek memutuskan untuk menjadi streamer. Sejak itu, dia sukses menjadi salah satu streamer paling terkenal dengan lebih dari 6,9 juta pengikut di Twitch. Tidak hanya itu, dia juga sukses mendapatkan kontrak sponsorship dengan Postmates dan Madrinas Coffee. Dia mengaku, dia tidak akan bisa sesukses sekarang sebagai streamer jika dia tak pernah bergabung dengan Cloud9. Namun, dia baru bisa sukses sebagai streamer setelah dia memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai pemain profesional karena sukses menjadi streamer memang bukanlah hal yang mudah.

Sumber: Twitter
Setelah mengundurkan diri, Shroud memutuskan untuk jadi streamer. Sumber: Twitter

“Seseorang yang bekerja sebagai streamer full-time harus berinteraksi dengan fans mereka setiap hari,” kata Head of Esports, United Talent Agency, Damon Lau, seperti dikutip dari THR. “Setiap para pemain esports pasti tahu bahwa menjadi streamer adalah karir alternatif yang bisa mereka ambil. Namun, terkadang, langkah untuk menjadi streamer membingungkan.” Untuk bisa menjadikan streamer sebagai pekerjaan utama, seseorang harus dapat membangun audiens mereka. Bagi pemain profesional, mereka harus melakukan itu sebelum mereka berhenti menjadi atlet esports. Itu artinya, mereka harus dapat menyeimbangkan jadwal latihan wajib bersama dengan tim dan waktu untuk membuat konten.

Jadwal latihan untuk masing-masing tim memang berbeda-beda. Bagi tim esports besar seperti divisi League of Legends 100 Thieves, berlatih enam sampai delapan jam sehari selama lima hari dalam seminggu adalah hal yang wajar. Sementara pada akhir pekan, terkadang para pemain profesional harus berlaga dalam pertandingan. Ini membuat waktu luang para pemain profesional semakin terbatas. “Mereka harus bisa menyeimbangkan waktu, fokus pada kompetisi dan pada saat yang sama, membangun popularitas mereka sendiri,” kata Brice Paccento, Co-founder Bad Moon Talent, badan agensi esports yang baru didirikan. Pria berumur 22 tahun itu memutuskan untuk menjadi pelatih setelah berhenti sebagai pemain profesional.

Pemain 100 Thieves, Bae “Bang” Jun-sik and Zaqueri “Aphromoo” Black| Sumber: Riot Games via The Verge
Pemain 100 Thieves, Bae “Bang” Jun-sik and Zaqueri “Aphromoo” Black| Sumber: Riot Games via The Verge

Lalu, bagaimana dengan tim esports profesional? Apakah mereka mengizinkan para pemainnya menjadi kreator konten? Jacob Toft-Andersen, VP Esports, 100 Thieves mengatakan bahwa pihak manajemen tim tidak keberatan jika para pemain juga membuat konten sebagai streamer. “Kami tidak memaksakan pemain kami untuk melakukan streaming, tapi kami mendorong mereka untuk melakukan itu dan mencoba untuk mengedukasi mereka tentang cara untuk membangun personal brand dan menempatkan diri mereka untuk karir di masa depan,” ujarnya. Selain menjadi streamer, opsi karir lain bagi pemain esports adalah menjadi analis di ESPN atau channel khusus game dan esports seperti VENN, yang baru akan diluncurkan pada tahun depan.

Umur atlet esports memang tidak panjang. Hal ini juga diakui oleh CEO RRQ, Andrian Pauline. Menurutnya, karir pemain profesional biasanya tak lebih dari tiga sampai empat tahun. Karena itu, dia menyebutkan, penting bagi tim esports untuk membuat siklus regenerasi yang baik. Setelah selesai berkarir sebagai atlet esports, seorang pemain bisa masuk ke bagian manajemen, seperti menjadi pelatih atau manajer. Untuk RRQ, mengingat tim itu ada di bawah naungan MidPlaza Holding, mereka juga bisa menawarkan pekerjaan di perusahaan-perusahaan mereka.

‘Padat’ dan Bertenanga, Laptop Omen by HP 15 Baru Siap Jadi Rekan Andal Gamer Pro

Langkah akuisisi yang dilakukan HP terhadap VoodooPC memang cukup unik karena perusahaan IT Amerika itu memutuskan untuk mempertahankan branding, dan kini menggunakannya di keluarga Omen mereka. Perjalanan Omen by HP di Indonesia sendiri masih terbilang cukup baru, dimulai pada bulan Agustus tahun lalu melalui peluncuran desktop, laptop serta sejumlah aksesori gaming.

Saat itu, Hewlett-Packard menyampaikan bahwa brand Omen sengaja mereka siapkan bagi kalangan millennial. Omen memang kental dengan tema gaming, tetapi susunan hardware berperforma tinggi di dalam tentu bisa digunakan buat mendukung aktivitas produktif dan kreasi konten. Kali ini, sebuah tren populer di segmen gaming mendorong sang produsen meluncurkan generasi baru Omen by HP 15 di tanah air.

Omen 11

Marketing development manager HP Edo Jonathan menjelaskan bagaimana lineup Omen by HP 15 anyar ini sangat ideal bagi mereka yang berpartisipasi di ranah esports. Perangkat tersebut punya rancangan lebih ‘padat’ sehingga ideal dibawa-bawa ketika para gamer pro mengikuti turnamen, juga disertai teknologi panel yang memungkinkan pengguna menikmati lebih banyak frame per detik – karena mulusnya pengalaman bermain sama sekali tidak bisa dikompromi.

 

Rancangan baru

Mempertahankan identitas desain pada varian baru Omen 15 tetap jadi perhatian utama HP. Pengguna kembali disuguhkan tubuh bertema oktagonal, lalu di sisi punggungnya, kita dapat menemukan lid khas laptop Omen dengan tekstur ala serat karbon yang dibubuhkan pada dua zona terpisah, juga dihias logo tribal VoodooPC merah. Namun jika Anda perhatikan lebih teliti, ukuran Omen by HP 15 baru tersebut lebih mungil.

Omen 2

Alasannya adalah karena Hewlett-Packard telah menekan ukuran bingkai layar serta memadatkan bagian papan ketik. Kabar gembiranya, tidak ada pemangkasan jumlah tombol, lalu baik tuts huruf maupun numerical pad mempunyai panjang dan lebar serupa. Walaupu begitu, pengurangan ukuran tombol tetap ada, diterapkan pada empat tombol arah. Saya belum menanyakan alasan HP melakukannya, mengingat tak sedikit gamer yang masih memanfaatkan tombol kursor buat bermain.

Omen 9

Omen 1

Omen by HP 15 baru itu mempunyai bingkai layar 7,03mm di sisi horisontal dan bezel atas setebal hanya 12,8mm. Dengan begini, HP bisa membenamkan layar 15,6-inci dalam notebook ber-form factor 14-inci. Perubahan lain juga diaplikasikan pada bagian engsel, kali ini menggunakan dua engsel terpisah buat menyambungkan layar ke tubuh. Kemudian masih berada di dekatnya, sang produsen mencantumkan speaker Bang & Olufsen.

Omen 7

Omen 4

Laptop memiliki dimensi 360x263x25-milimeter serta berat 2,24kg, dengan konstruksi dari bahan logam. Khusus untuk varian berkartu grafis lebih high-end, ketebalan dan bobotnya sedikit lebih besar, masing-masing bertambah 0,1mm dan 160-gram.

Omen 3

Untuk mempercantik penampilannya, HP turut meng-upgrade sistem pencahayaan backlight keyboard dari warna merah menjadi RGB – diterapkan pada tiga zona plus tombol WASD. Perlu diketahui bahwa laptop belum menggunakan sistem RGB Per-Key. Pencahayan per zona itu sendiri dapat dikustomisasi melalui software Omen Command Center.

 

Sususnan hardware

Lewat Omen by HP 15 baru, produsen menawarkan tiga pilihan kartu grafis, yaitu Nvidia GeForce GTX 1050 Ti, GTX 1060, dan GTX 1070 Max-Q. Semua model sudah diotaki prosesor Intel Core generasi kedelapan i7-8750H, dan kita dapat mencantumkan memori RAM DDR4 2666MHz sampai 32GB (via dual channel)

Omen 8

Untuk menangani panas yang dihasilkan hardware-hardware di dalam, HP memanfaatkan sepasang kipas dengan bilah berukuran besar. Menariknya, struktur fan tersebut juga dirancang buat mendinginkan bagian penyimpanan. Dan berbicara soal storage, Omen by HP 15 dibekali SSD PCIe NVMe M.2 sampai 512GB dan hard disk 1TB 7200 RPM. Kemudian demi menunjang penyajian konten hiburan dan aktivitas live stream, Omen by HP 15 turut dilengkapi teknologi DTS Headphone:X dan Omen Stream.

Omen 5

Omen 6

Ketiga varian laptop didukung oleh kelengkapan konektivitas yang hampir serupa. Di sana ada USB 3.1, mini DisplayPort, HDMI 2.0, LAN dan audio 3.5mm. Perbedaan terbesarnya terletak pada eksistensi dari port ThunderBolt 3.0 via USB type-C. Koneksi ini cuma tersedia pada model berkartu grafis GTX 1070 Max-Q dan GTX 1060.

Omen 10

Untuk layar 15,6-incinya, Hewlett-Packard memilih jenis ‘IPS-level’ WLED beresolusi 1920×1080 dengan refresh rate 144Hz dan ditunjang pula oleh teknologi Nvidia G-Sync. Refresh rate tinggi memungkinkan kita melihat detail secara jelas di objek atau karakter yang bergerak cepat, lalu kehadiran G-Sync sendiri sangat efektif menumpas efek tearing dan stuttering terlepas dari frame rate yang bisa hardware hasilkan.

Omen 14

 

Ketersediaan dan harga di Indonesia

Sang marketing development manager menyampaikan pada saya bahwa Omen by HP baru ini sudah dipasarkan secara resmi di Indonesia. Tim Hewlett-Packard juga memastikan mereka membanderolnya di harga yang kompetitif dan masuk akal. Produk bisa Anda miliki dengan mengeluarkan uang mulai dari Rp 19,8 juta.

Evil Controllers Perkenalkan Evil Shift, Gamepad Spesialis eSport Untuk Seluruh Platform Game

Ketika produsen periferal game umumnya mengajukan desain produk mereka sendiri, perusahaan asal Arizona bernama Evil Controllers menawarkan pendekatan berbeda: yaitu dengan memodifikasi produk yang sudah ada. Fitur-fitur di gaming gear mereka sangat lengkap dan canggih, tak jarang membuat lawan main mengeluh dan menuduh Anda menggunakan cara curang.

Kini arahan unik tersebut Evil Controllers coba salurkan ke ranah gaming kompetitif. Di tanggal 7 Juni 2017 kemarin, mereka memperkenalkan Evil Shift, controller yang sengaja dirancang untuk menunjang atlet eSport, baik di console Microsoft dan Sony, serta PC. Seperti penjelasan sebelumnya, Evil Shift tidak betul-betul menyajikan rancangan baru, wujudnya sekilas menyerupai controller Xbox One dan DualShock 4.

Meski begitu, perbedaan antara Evil Shift dengan gamepad standar bisa segera Anda rasakan begitu menggunakannya. Bobotnya lebih ringan, tombolnya lebih responsif, rancangan tubuhnya lebih ergonomis terlepas dari penampilan yang familier, lalu pengguna diberi keleluasaan untuk mengkonfigurasi kembali fungsi tombol dan paddle. Menurut Evil Controller, semua itu ditujukan demi meningkatkan performa bermain.

“Komitmen Evil Controllers terhadap faktor durabilitas, teknologi tinggi dan kebebasan kustomisasi didorong oleh antusiasme dan pemahaman kami terhadap kebutuhan komunitas eSport,” ungkap founder dan CEO Evil Controllers Adam Coe di rilis pers. “[Lewat Evil Shift] gamer kini memperoleh akses ke unit controller paling canggih di pasar yang dapat membuat mereka unggul dalam pertandingan.”

Evil Shift 1

Di Evil Shift, Evil Controller mengurangi resistensi tombol hingga 50 persen sehingga input jadi lebih sensitif – betul-betul merespons perintah dalam sekejap. Melengkapi layout tombol ‘reguler’, gamepad dibekali empat tombol paddle di dekat ujung jari yang menyimpan teknologi instant touch. Paddle ini dapat merespons tekanan, sentuhan, ataupun dorongan secara horisontal.

Evil Shift 2

Berkat rancangan controller yang lebih baik, peluang salah tekan tombol jadi berkurang, sembari tetap mempertahankan faktor kenyamanan. Lalu seluruh thumbstick Evil Shift bisa diganti, tersedia tiga pilihan ukuran. Dan uniknya lagi, tombol-tombol paddle dapat diprogram ulang secara on-the-fly tanpa memerlukan tool ataupun aplikasi khusus, sehingga sama sekali tidak menginterupsi permainan.

Evil Controllers belum menginformasikan berapa harga dari kedua jenis gamepad Evil Shift ini. Berdasarkan wawancara bersama Polygon, Adam Coe memperkirakan harganya kemungkinan berkisar antara US$ 165 sampai US$ 250. Produk rencananya akan hadir di ‘musim panas’ 2017.

Via Polygon. Sumber: PR News Wire.

Simpan Teknologi Akustik High-End, Sennheiser GSP 350 Siap Jadi Teman Setia Gamer

Butuh lebih dari dua dekade bagi Sennheiser buat memperkenalkan open headphone pertama mereka sejak didirikan beberapa minggu seusai Perang Dunia kedua. Puluhan tahun setelahnya, perusahaan Jerman spesialis produk audio hi-fidelity ini terus beradaptasi mengikuti perkembangan tren di ranah itu. Dan belakangan, gaming menjadi salah satu perhatian mereka.

Di acara Gamescom 2016 bulan Agustus silam, Sennheiser menyingkap sebuah headphone dan dua amplifier baru yang mereka racik khusus buat para gamer profesional. Sepertinya ekspansi sang produsen di tahun ini tidak berhenti sampai di sana karena belum lama Sennheiser mengumumkan headset GSP 350, yaitu versi lebih premium dari GSP 300. Senjata andalan mereka kali ini adalah teknologi akustik high-end dan sistem surround sound 7.1.

Sennheiser GSP 350 1

Dari sisi penampilan, GSP 350 hampir identik dengan GSP 300 – desainnya terinspirasi dari headset penerbang. Perangkat tersebut mudah disesuaikan ke telinga, seperti apapun bentuk kepala Anda. Sennheiser mengerti gamer mudah terbawa suasana dan sering kali ’emosional’. Oleh karena itu, headphone dibuat dari bahan yang kuat serta telah lulus uji ekstensif. Sennheiser juga memberikan garansi internasional selama dua tahun. Perbedaan utama dari GSP 300 hanya penggunaan warna merah – bukan biru – di sisi dalam tubuh hitamnya.

Headphone dilengkapi bantalan telinga ergonomis dengan memory foam. Fungsi utamanya tentu saja adalah untuk memastikan Anda mendapatkan kenyamanan maksimal saat harus ber-gaming di waktu lama. Kegunaan kedua dari bahan ini ialah sebagai sistem noise cancelling pasif.

Sennheiser GSP 350 2

Selain itu, GSP 350 turut dibekali Surround Dongle, dan di dalamnya-lah Sennheiser menyematkan teknologi akustik. Dongle berperan sebagai ‘jembatan’ antara headphone dan PC, tersambung via colokan audio dan USB. Dengannya, Anda bisa mengkatifkan mode stereo atau Dolby 7.1 Surround Sound. GSP 350 turut ditopang software yang memungkinkan Anda mengustomisasi setting sesuai game dan memilih preset equalizer: netral/normal, gaming, eSport, dan mode premium untuk menikmati musik.

Buat fungsi komunikasi, Sennheiser membubuhkan microphone noice-cancelling, mampu menyingkirkan gangguan suara-suara eksternal. Kemudian, ‘lengan’ mic boom pendek di sana dimaksudkan untuk meminimalisir suara nafas, sehingga obrolan jarak jauh bersama kawan jadi lebih jelas. Fungsi mute bisa diaktifkan cukup dengan mengangkat microphone ke atas.

Sennheiser GSP 350 3

Perlu Anda ketahui, Sennheiser GSP 350 kompatibel ke platform gaming berbeda, namun fitur Dolby 7.1 Surround Sound hanya bisa diakses dari PC. Sang produsen belum memberi tahu kapan GSP 350 akan meluncur, tapi mereka sudah menginformasikan harganya, yaitu US$ 140.

Sumber: Sennheiser.

Sennheiser Perkenalkan Headset dan Sepasang Amplifier Baru Untuk Gamer Pro

Potensi gaming yang menggiurkan berhasil menggoda sejumlah nama tersohor di bidang audio untuk turut berkecimpung. Sennheiser sendiri bukanlah pemain baru di sana, berbekal pengalaman puluhan tahun, tak butuh waktu lama bagi mereka buat menyaingi brand-brand gaming populer. Dan Senheisser baru saja memperkuat lini tersebut dengan tiga device baru.

Di acara Gamescom 2016 minggu lalu, perusahaan perangkat audio asal Jerman itu memperkenalkan headphone bernama GSP 300 dan dua amplifier, GSX 1000 serta GSX 1200 Pro. Meski ditargetkan buat gamer, tidak mengherankan jika mereka turut menarik perhatian konsumen audio secara umum. Alasannya, device-device ini merupakan produk pertama yang ditopang algoritma Sennheiser 7.1.

Sennheiser GSP 300

Headphone ini diracik buat menyuguhkan depth of field detail serta bass membahana demi memastikan pengalaman gaming yang lebih realistis. Bagian ear cup dan extender dicengkram oleh engsel bulat, sehingga pengguna bisa mudah menyesuaikannya dengan kepala mereka. Device dibekali bantalan memory foam – selain membuat GSP 300 nyaman dikenakan, bahan ini juga efektif untuk mengisolasi suara. Headband mengusung wujud ‘split‘ demi meminimalisir tekanan ke bagian atas kepala Anda.

Sennheiser GSP 300 1

GSP 300 turut dilengkapi teknologi noise-cancelling di boom mic-nya, membantu mengurangi gangguan dari bunyi-bunyian di sekitar Anda. Bagian ini juga dirancang lebih pendek agar suara nafas tidak tertangkap microphone. Untuk mengaktifkan mute, cukup tarik mic ke atas.

Headset mewakilkan sebuah era baru dan juga sebuah cara memperlihatkan komitmen kami di bidang gaming,” kata product manager gaming Sennheiser Andreas Jessen. “Filosofi produk kami ialah berkonsentrasi buat mendukung gamer, mengombinasikan desain tangguh dengan fitur dan performa yang konsumen harapkan dari headset Sennheiser.”

Sennheiser GSX 1000 & GSX 1200 Pro

Dalam meramu kedua amplifier ini, Sennheiser mencoba menawarkan audio kelas profesional pada gamer. Perangkat dibuat agar ergonomis, ditopang bermacam-macam software dan hardware khusus, dari mulai sistem surround sound anyar sampai metode agar sistem kendali device tidak memecah konsentrasi Anda. Sesuai namanya, tipe GSX 1200 Pro sendiri tujukan bagi para atlet eSport.

Sennheiser GSX 1200

Kedua amplifier ditenagai chip digitalto-analog converter (DAC) yang tidak memerlukan driver tambahan. Beberapa elemen audio di kendaraan turut digunakan di sana, misalnya penempatan bagian display agar mudah dilihat, serta pemakaian panel touch LED berwarna merah di latar belakang hitam, dikelilingi kenop volume. Saat tidak dipakai, layar secara otomatis akan berubah lebih redup.

Sennheiser GSX 1200 1

Ketiga produk akan mulai tersedia di akhir bulan September 2016. Daftar harganya dapat Anda lihat di bawah:

  • Sennheiser GSP 300 – US$ 100
  • Sennheiser GSX 1000 – US$ 230
  • Sennheiser GSX 1200 Pro – US$ 250

Sumber: press release & Sennheiser.

Kondisi Ekosistem eSport di Indonesia Menurut Pandangan Tim NXL

Penetrasi eSport di tanah air yang terbilang cepat merupakan dampak dari beberapa aspek: lebih banyak orang kini memahami potensi gaming, pemerintah mulai mengakuinya, dan makin banyak gamer lokal mengerti cara menakar kualitas permainan video. Namun rasanya belum lengkap jika kita belum meminta pendapat dari salah satu pemain berpengalaman di ranah itu.

Belum lama, saya mendapatkan kesempatan untuk berbincang-bincang bersama founder sekaligus kapten tim NXL, Richard Permana terkait kondisi eSport di Indonesia. Ayo disimak.

NXL 6

Menurut Anda, apakah ekosistem eSport di negara ini sudah ideal? Dan melihat kecemasan orang tua, apakah dunia pro-gaming bisa dijadikan karier?

Bagi kebanyakan tim tentu belum ideal. Hanya mereka yang benar-benar berani berjuang serius yang dapat menikmati hasilnya, itu pun mungkin belum seberapa.

Tapi beberapa judul permainan seperti League of Legends dan PointBlank terbukti sangat menjanjikan karena Garena berkomitmen penuh untuk memajukan eSport. Dalam kasus ini, eSports bisa dijadikan karier mereka karena game-game tersebut merupakan judul global dan didukung publisher-nya.

Di permainan yang saya geluti, yaitu CS:GO, ekosistemnya belum cukup memuaskan. Di sini, ia minim turnamen online dan belum banyak konten lokal. Jumlah penonton live-stream pun belum optimal.

NXL 5

Bagaimana perbedaan keadaan eSport ketika Anda pertama terjun di dalamnya dengan kondisi saat ini? Sudah adakah perkembangan signifikan?

Tentu saja ada perbedaan. Buat sekarang, tersedianya jejaring sosial sangat membantu, terutama untuk berinteraksi dan bertukar informasi dengan para fans. Pemerintah sendiri hadir dalam sebuah wadah bernama IeSPA, dan pelan-pelan dukungan mereka bisa kami rasakan. Oh, bulan Oktober nanti kebetulan akan ada event World Championship di Ancol.

NXL 4

Selain dukungan sponsor, sebetulnya apa yang paling dibutuhkan tim eSport lokal saat ini?

Dalam game yang kami geluti, Counter-Strike: Global Offensive, komunitas merasa rindu pada event-event besar rutin setiap bulan, juga pertandingan level menengah atau kecil setiap dua minggu, dan sebagainya. Kalaupun event sudah ada, kita butuh penonton untuk memuaskan sponsor acara tersebut, bukan hanya fokus pada peserta pertandingan.

Kehadiran pemerintah melalui IeSPA sudah sangat kami syukuri, dan kami tidak mau menaruh harapan terlalu tinggi. Saya rasa saat ini masih banyak hal penting yang perlu pemerintah benahi selain eSport, kecuali mereka serius untuk terjun langsung dalam pengembangan industri ini.

NXL 3

Untuk Anda sendiri, seperti apa keadaan paling ideal yang dapat membuat eSport berkembang subur di Indonesia?

Mungkin di setiap kota besar, pemerintah menyediakan bangunan khusus untuk eSports, di mana di dalamnya komunitas bisa bebas berlatih tanding secara rutin dan profesional. Kami sendiri melihat kebutuhan akan perlengkapan turnamen berstandar high-end, contohnya PC berspesifikasi mumpuni, monitor dengan refresh rate tinggi, dukungan caster dan lokasi yang menarik, serta tersedianya ‘coaching clinic‘ buat membantu para pemain baru.

NXL 2

Apakah Anda tidak merasa khawatir jerih payah tim NXL akan terlupakan oleh pemerintah di masa yang akan datang?

Ketika kami berlatih, bertanding dan menjadi juara di luar negeri, kami selalu bentangkan bendera Merah Putih. Kami semua sudah tahu dan sepakat, besar peluang kami tidak akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk apapun. Jujur saja kami tidak berharap apa-apa, perjuangan ini murni untuk sumbangsih bagi negeri dan tim, keluarga, sponsor, serta memberikan contoh yang baik buat fans dan komunitas eSport Indonesia.

Terima kasih Richard!

Catatan: DailySocial ialah media partner tim NXL.

Menguak Rahasia di Balik Performa MSI Aegis

Diungkap pada bulan April silam, Aegis boleh dikatakan menjadi salah satu produk primadona MSI di Computex Taipei 2016. Penampilan Aegis sangat distingtif dibanding PC barebone sejenis ciptaan produsen, dan di booth MSI selama pameran, saya melihat perangkat tersebut dipakai buat menangani HTC Vive. Jadi sebenarnya, seberapa kuat performa Aegis?

MSI Aegis Computex 2016 6
HTC Vive, ditenagai MSI Aegis X.

Aegis didesain sebagai dekstop PC gamer profesional dengan memaksimalkan keseimbangan antara ruang hardware dan kinerja. Penampilannya yang terinspirasi dari pedang katana cukup ringkas dibawa-bawa di event LAN party, dan terlihat keren saat ditaruh di atas meja di ruang gaming Anda (berkat kehadiran Mystic Light). Untuk sekarang, ada dua tipe Aegis: varian standar serta Aegis X. Varian terakhir itu sengaja disiapkan buat mentenagai headset VR.

MSI Aegis Computex 2016 3
MSI Aegis X di booth MSI di Computex 2016.

Sebelum membahas jeroan, kita harus tahu dulu bagaimana MSI merancang case-nya. Produsen dari Taiwan itu memastikan bahwa tak ada kompromi terhadap performa terlepas dari wujud Aegis yang kecil. Ia mengusung form mini-ITX, tetapi tetap dapat dipasangkan kartu grafis Nvidia GeForce high-end. Seperti Nightblade X, MSI menyediakan handle untuk memudahkan kita mengangkatnya.

MSI Aegis Computex 2016 5
Sisi samping MSI Aegis.

Fitur-fitur baru tak lupa produsen mampatkan di dalam. Aegis mengusung PCI-E Gen3, memanfaatkan teknologi SSD M.2, di mana waktu load game dijanjikan lima kali lebih cepat dibanding SSD SATA3. Ia menyimpan posesor Intel generasi ke-6 (i7-6700 atau i5-6400 dan motherboard B150 di Aegis, dan i7-6700K atau i5-6400K dan motherboard Z170 di Aegis X), serta tentu saja dukungan modul memori DDR4 2133MHz sampai 32GB. Untuk motherboard-nya, Aegis dibekali tipe Military Class 4, buat menjamin kestabilan sistem serta efisiensi penggunaan listrik.

MSI Aegis Computex 2016 4
MSI Aegis dengan GTX 1080 Armor 8G.

Resiko PC bervolume kecil adalah temperatur yang tinggi karena jarak komponen lebih berdekatan. Sebagai solusinya, MSI memanfaatkan sistem pendingin Silent Storm Cooling 2, menggunakan ruang-ruang terpisah yang menangani suhu panas di hardware berbeda (contohnya PSU, CPU, serta GPU) dalam Aegis.

MSI Aegis Computex 2016 1
Anda bisa melihat sendiri fitur dan spesifikasi Aegis X.

Aegis X bisa kompatibel ke lebih banyak varian kartu grafis dibanding tipe standar, dari mulai GeForce GTX 960 sampai GTX 980Ti. Berdasarkan bincang-bincang bersama staf MSI, kemungkinan besar ia mendukung GTX 1080 meskipun saat itu produsen belum mengonfirmasi tipe spesifiknya. Rancangan Aegis dan Aegis X hampir serupa, hanya dibedakan oleh kehadiran port HDMI di area bawah.

MSI Aegis Computex 2016 7
MSI Aegis dan Nightblade MI yang sudah dimodifikasi.

Tak seperti Vortex, MSI berupaya mengemas kedua Aegis ini agar lebih bersahabat bagi kantong konsumen. Aegis dan Aegis X masing-masing dijajakan mulai harga US$ 400 dan dibanderol US$ 500. Tapi berdasarkan press release, harga tersebut belum termasuk komponen kartu grafis.

Berbincang Santai Dengan Tim Esport NXL

Dengan keberhasilan mengumpulkan penghargaan serta reputasi sejak pertama berdiri, NXL kini menjadi panutan para pemuda-pemudi Indonesia yang memimpikan esport sebagai karier mereka. Jika ditanya mengenai rahasia kesuksesan, keuletan dan kerja keras biasanya menjadi jawaban jawaban sang founder, Richard Permana. Tapi untuk sekarang, saya akan membahas tema yang lebih ringan.

Buat menulis artikel ini saya menghubungi Richard dan kawan-kawan untuk berbincang santai dengan NXL, serta bertanya-tanya mengenai perubahan yang terjadi di tim mereka. Beberapa minggu silam, Agung ‘Sys’ Frianto dikabarkan mengundurkan diri, digantikan oleh Bagas ‘Banteng’ Gunadi. Pertanyaan sama saya ajukan pada ke lima anggota NXL, terkait aktivitas sehari-hari dan hobi.

NXL Article 1 04
Dari kiri ke kanan: Richard Permana, Vega Tanaka, Albert Giovanni, Baskoro Dwi Putra.

Meskipun anggota termudanya bahkan belum menyentuh usia 20 tahun, layaknya pekerjaan profesional, NXL dan Counter-Strike: Global Offensive menuntut perhatian penuh serta waktu kerja yang konsisten. Mereka ‘bekerja’ delapan jam sehari sebagai pro-gamer, lima kali seminggu. Jika ada jadwal turnamen saat weekend, maka itulah tuntutan pekerjaan.

Baskoro Dwi Putra menceritakan pengalamannya. Sewaktu dahulu kuliah, Ujian Tengah Semester bentrok dengan agenda kejuaraan di India. Lalu di tengah kesibukan membuat skripsi dan revisi, NXL harus berangkat ke TWC di Serbia. Namun semua akhirnya dapat diselesaikan dengan baik. Khususnya untuk gamer pro yang masih berkuliah, Baskoro memberi saran, “Kalau bisa selesaikan tugas-tugas dulu baru main, biar ketika main tidak kepikiran. Intinya, jalankan saja.”

NXL Article 1 03
Roseau dan FrostMisty sedang bermain.

Ternyata menjadi atlet esport tidak menghilangkan kecintaan tim NXL terhadap gaming. Albert Giovanni sekarang lagi sering memainkan Fallout 4 dan Grand Theft Auto V. Di luar boot camp, FrostMisty gemar pergi ke gym. Saya bertanya apakah bermain game lain akan mempengaruhi performa, dia menjawab riang, “Mestinya sih tidak ya. Tidak ngaruh, kalau mau jago mah jago saja.”

Vega Tanaka juga menggemari video game. Ia menyukai RPG dan action-RPG, contohnya seri Final Fantasy atau Star Ocean. Hobi lain Vega yang tidak melibatkan keyboard dan mouse meliputi olahraga sepakbola, basket dan ping-pong. Untuk kehidupan pribadi, gamer ber-nickname Soifong itu cukup beruntung karena ‘kebetulan’, belahan hatinya ialah sesama pro gamer, anggota tim CS:GO Female Fighters.

NXL Article 1 05
Vega Tanaka A.K.A Soifong.

Menjawab pertanyaan saya bertanya soal siapa yang suka menjadi target kelakar, Albert dan Baskoro kompak bahwa Vega-lah orangnya. Ia adalah ‘bagian kena bully‘. “Paling santai dan paling sering dikerjain itu Vega. Saking seringnya, dia tidak merasa sedang dikerjain,” tutur Albert.

Dan akhirnya, saya bertanya pada Richard (sang sosok kepala sekolah, begitu menurut Bagas Gunadi), bagaimana proses NXL menentukan personel baru buat jadi pengganti. Pertama-tama, mereka harus mengeksplorasi karakter bermainnya – apa saja kelemahan, kekuatan, serta senjata favoritnya. Selanjutnya tim akan berunding dan mengajak calon anggota bermain bersama. Pelan-pelan, ia bisa beradaptasi, walaupun boleh jadi butuh waktu sampai beberapa bulan hingga ia benar-benar membaur.

NXL Article 1 02
Anggota terbaru tim NXL, Bagas ‘Banteng’ Gunadi.

Richard, Vega, Baskoro dan Albert setuju bahwa Bagas ialah sosok yang tepat menggantikan Agung. Mereka juga memberi komentar senada: skill individunya sangat tinggi. Sys sendiri juga merekomendasikan Bagas karena pada saat latihan, ia sering menjadi korban headshot sang Banteng…

NXL Article 1 06
NXL dalam sesi latihan.

Disclosure: DailySocial adalah media partner tim NXL. Gambar: Facebook NXL.

iBuyPower Ramu Gaming PC Spesialis Esport, Revolt 2

Berbeda dari gamer hardcore, menyediakan perangkat yang tepat bagi atlet esport memerlukan sentuhan khusus. Mereka memang sangat menuntut produk berperforma tinggi, tapi tak seperti para antusias hardware, kebanyakan gamer profesional tak mau ambil pusing dalam menyiapkannya. Hal ini mendorong iBuyPower memperkenalkan generasi kedua PC small form factor mereka.

Dinamai Revolt 2, ia sudah mulai menampakkan diri di penghujung 2015. Sang produsen asal Amerika itu menghadirkannya sebagai solusi dari kendala umum pemakaian PC desktop: komponen-komponen penting tertutup dan sulit dijangkau. Revolt 2 didesain agar kompatibel dengan hardware berukuran penuh, tapi tetap berprinsip pada pengoptimalan penggunaan ruang.

iBuyPower Revolt 2 01

Lalu apa hubungannya hal tersebut dengan esport? Tyrone Wang selaku manager of esports development iBuyPower memberikan penjelasan pada Polygon, “Masalah besar [saat turnamen atau streaming] adalah para pemain menggunakan setting sendiri. Kadang mereka perlu membongkar-pasang SSD. Artinya, sekrup dan panel samping harus dilepas. Kami mendapatkan ide untuk menaruhnya di depan [via fitur SSD Swapping] supaya proses hanya memakan waktu 20 detik.”

Rancangan Revolt 2 sendiri fokus pada kartu grafis. Di website, iBuyPower menyatakan bahwa PC SFF tersebut memastikan GPU Anda jadi pusat perhatian. Sebagai bumbu penampilan, produsen turut membubuhkan fitur smart light RGB. Saat sistem aktif, kita bisa melihat komponen itu bekerja, dipadu efek-efek pencahayaan – warna-warni dapat berubah, berputar-putar atau mengeluarkan pola pulsing.

iBuyPower Revolt 2 03

Untuk panel penutup hardware, iBuyPower menggunakan jenis plastik non-transparan. Bagian ini dapat dijadikan wadah branding, memungkinkan kita untuk membubuhkan logo tim esport atau sekedar menyesuaikannya warna luar dengan jeroan di dalam. Lighting sendiri bisa dikonfigurasi melalui app. Di sana terdapat pilihan 16 juta warna.

Penempatan kartu grafis di sisi atas membuat ruang di dalamnya lapang. Revolt 2 mendukung motherboard jenis mini-ITX serta sistem pendingin ‘full-sized‘. Ia mempunyai dimensi 45,7×22,9×38,1cm, mampu menyimpan dua buah SSD di depan dan satu hard drive 3,5-inci di dalam, serta cocok ke hampir semua tipe GPU Nvidia maupun Radeon (kecuali PowerColor Devil 13).

iBuyPower Revolt 2 02

Tersedia tiga model Revolt 2, yaitu varian standard, Pro serta Extreme dalam dua opsi warna – hitam dan putih. Tentu saja konsumen dipersilakan mengkustomisasi susunan hardware-nya sesuai kebutuhan. Revolt 2 dijajakan seharga mulai dari US$ 900 sampai US$ 1.900.

Sumber: iBuyPower.com.