Tag Archives: gaming chair

RazerCon 2021: Razer Makin Serius di Bisnis Komponen PC, Plus Ungkap Kursi Gaming Baru

Di titik ini, kita semua semestinya sudah menyadari kalau Razer bukan lagi sebatas produsen periferal. Portofolio produknya sudah meluas ke banyak kategori, bahkan sampai ke ranah masker elektronik sekalipun.

Namun Razer rupanya masih belum puas. Agenda terbarunya adalah mengusik pasar komponen PC. Tanda-tandanya sebenarnya sudah bisa diendus sejak tahun lalu, tepatnya ketika mereka merilis casing PC pertamanya, dan sekarang upaya tersebut terus dilanjutkan hingga mencakup lebih banyak kategori seperti all-in-one (AIO) liquid cooler, kipas casing, dan power supply unit (PSU).

Kita awali dari AIO liquid cooler-nya terlebih dulu, yakni Razer Hanbo. Seperti produk serupa dari banyak brand lain, Hanbo merupakan hasil kolaborasi Razer bersama Asetek. Artinya, kalau Anda sudah familier dengan mayoritas AIO liquid cooler yang beredar di pasaran, Anda pasti tidak akan kesulitan memasang Hanbo di PC Anda.

Hanbo hadir dalam dua ukuran radiator: 240 mm atau 360 mm. Wujudnya secara keseluruhan tampak sleek, khas produk-produk Razer pada umumnya. Lucunya, berhubung logo Razer tidak bisa kita bolak-balik dan akan tetap terlihat normal dalam orientasi apapun, posisi pompanya pun tidak terbatas pada satu konfigurasi casing saja.

Agar PC Anda bisa terlihat semakin meriah, ada kipas Razer Kunai yang hadir dalam ukuran 120 mm atau 140 mm. Layaknya kipas komputer modern, Kunai juga mengadopsi teknologi pulse width modulator (PWM), dan Razer pun turut menawarkan aksesori opsional PWM PC Fan Controller yang bisa mengakomodasi hingga 8 unit Kunai sekaligus. Pengaturan fan curve-nya dapat langsung diakses melalui software Razer Synapse.

Selanjutnya, ada PSU modular Razer Katana yang tingkat efisiensinya memenuhi standar 80 Plus Platinum. Razer tidak bilang siapa produsen aslinya (OEM), tapi yang pasti Katana tersedia dalam berbagai kapasitas, mulai dari 750 sampai 1.200 watt. Buat yang bujetnya tidak terbatas, tersedia pula varian 1.600 watt dengan efisiensi 80 Plus Titanium.

Kecuali Katana, Razer bakal memasarkan produk-produk komponen barunya ini di antara bulan Oktober-November tahun ini juga. Sejauh ini yang sudah punya harga resmi barulah Kunai (mulai $45) dan PWM PC Fan Controller ($50). Harga tersebut menempatkannya di segmen premium, dan saya tidak akan terkejut seandainya Hanbo dan Katana juga demikian.

Razer cukup serius menghadapi pasar komponen PC ini. Saking seriusnya, mereka tidak segan merekrut Richard Hashim untuk memimpin divisi barunya ini. Buat yang tidak tahu, Richard Hashim merupakan salah satu karyawan pertama yang direkrut oleh Corsair di tahun 1995. Pengalamannya di bidang komponen PC tentu sudah tidak perlu diragukan lagi.

Mungkin dalam beberapa tahun ke depan, bukan tidak mungkin kita bisa merakit PC sepenuhnya menggunakan produk-produk Razer.

Lineup kursi gaming baru: Razer Enki

Dalam kesempatan yang sama, Razer turut memperkenalkan lineup kursi gaming anyar bernama Enki. Kursi ini terdiri dari tiga model yang berbeda (urut dari yang paling murah): Enki X, Enki, dan Enki Pro.

Berbeda dari Razer Iskur yang berfokus pada aspek ergonomi untuk memberikan postur duduk terbaik, Enki sepenuhnya memprioritaskan aspek kenyamanan. Jadi, kalau Anda mau duduk dalam posisi yang ideal, pilih Iskur. Namun kalau Anda ingin duduk selama berjam-jam nonstop, Enki bisa menjadi pilihan yang lebih tepat.

Menurut Razer, rahasianya terletak pada distribusi berat yang optimal. Bagian dudukan Enki telah dirancang supaya tekanan pada area panggul bisa merata di antara sisi kiri dan kanan, dan ini diyakini bisa membuat pengguna lebih nyaman duduk berlama-lama tanpa perlu mengubah posisinya.

Lebih lanjut, area dudukan Enki cukup lebar di angka 21 inci, dan kadar empuk bantalannya berbeda dari yang disematkan di bagian sandaran. Bagian yang menempel ke punggung ini sendiri tetap dilengkapi penopang lumbar, meski memang tidak adjustable seperti milik Iskur. Kemiringannya (recline) bisa diatur sampai 152°.

Enki memiliki sandaran punggung yang cukup lebar dan berkontur. Di bagian kepala, terdapat bantalan memory foam yang bisa dilepas-pasang. Untuk materialnya, Enki menggunakan kain sekaligus kulit sintetis. Lalu untuk sandaran tangannya, Enki sudah dibekali 4D armrest.

Kalau mau material yang lebih premium, maka konsumen bisa melirik Enki Pro yang menukar bahan kain tersebut dengan alcantara. Bantalan di sandaran punggungnya juga mempunyai tingkat kepadatan yang berbeda; agak keras di bagian pinggir, tapi lebih empuk di area tengah. Agar lebih praktis, bantalan untuk kepalanya bisa dilepas-pasang secara magnetis ketimbang mengandalkan strap.

Selisih harga di antara keduanya cukup jauh; Enki dibanderol $399, sementara Enki Pro dipatok $999. Alternatifnya, tersedia pula Enki X yang dihargai cuma $299. Khusus model termurah ini, ia tidak punya bantalan kepala dan hanya dibekali dengan 2D armrest.

Sumber: Razer.

Razer Pamerkan Konsep Kursi Gaming Futuristis, Project Brooklyn

Razer meluncurkan kursi gaming pertamanya pada bulan Oktober 2020. Baru beberapa bulan berselang, mereka rupanya sudah punya gambaran ke mana kategori produk ini bakal mengarah ke depannya. Gambaran itu mereka tuangkan dalam wujud konsep kursi gaming canggih bernama Project Brooklyn.

Dalam posisi normal, Project Brooklyn tampak seperti kursi gaming standar yang dibekali aksen pencahayaan RGB. Namun senjata rahasianya tersembunyi pada bagian yang menopang punggung pengguna, yakni sebuah layar OLED fleksibel berukuran 60 inci yang bisa diposisikan persis di depan pengguna, menyuguhkan visual yang lebih immersive dari monitor gaming tradisional.

Bukan hanya itu, di dalam sandaran tangannya juga tersembunyi meja lipat untuk menaruh keyboard dan mouse. Lalu supaya pengalaman bermain yang dirasakan jadi kian immersive, Razer turut menyematkan teknologi haptic feedback HyperSense ke sandaran punggung kursi berangka serat karbon ini.

Secara keseluruhan, premisnya cukup mirip seperti yang ditawarkan oleh Predator Thronos, kursi gaming seharga Rp200 juta yang Acer perkenalkan dua tahun silam. Bedanya, Acer memanfaatkan teknologi yang sudah ada, sedangkan Project Brooklyn masih berstatus konsep karena memang layar yang sefleksibel itu belum eksis sampai saat ini.

Kapan konsep ini bisa direalisasikan menurut saya sepenuhnya bergantung pada perkembangan teknologi display. Seandainya produsen panel OLED macam Samsung atau LG sudah siap memproduksi layar secanggih itu secara massal, saya kira sah-sah saja Razer menawarkan produk semacam ini ke publik.

Untuk sekarang, yang mungkin sudah bisa diterapkan adalah inovasi-inovasi macam meja lipat dan sistem haptic feedback itu tadi. Pencahayaan RGB pun tentu juga sangat memungkinkan, dan saya tidak akan terkejut seandainya kursi gaming kedua Razer hadir mengusung elemen dekorasi warna-warni tersebut.

Rencananya, Razer akan terus mengembangkan konsep kursi gaming futuristis ini, mengujinya bersama atlet-atlet esport kenamaan dan kalangan influencer guna mendapatkan tolok ukur performa, kenyamanan, dan kelayakannya. Harapannya tentu adalah supaya masukan-masukan yang ditampung bisa Razer terapkan ke portofolio kursi gaming-nya dalam waktu dekat.

Sumber: PC Gamer dan Razer.

Herman Miller Luncurkan Kursi Gaming Perdananya Hasil Kolaborasi Bersama Logitech

Februari lalu, produsen kursi kantor premium Herman Miller mengumumkan bahwa mereka siap menekuni bidang gaming bersama Logitech. Buah kolaborasi mereka tersebut akhirnya sudah bisa dinikmati oleh gamer berkantong tebal. Perkenalkan Herman Miller Embody Gaming Chair.

Di saat mayoritas kursi gaming terlihat seperti jok mobil di film Fast & Furious, kursi gaming perdana Herman Miller ini mungkin terlihat sedikit membosankan. Untungnya tema hitam-biru yang biasa kita jumpai pada produk-produk Logitech G ikut hadir di sini, dan itu setidaknya bisa memperkuat auranya sebagai sebuah produk untuk pasar gaming.

Herman Miller sejak awal memang sudah bilang bahwa fokus utama mereka adalah aspek kenyamanan dan bukan estetika belaka. Ketimbang merancang kursi baru dari nol, Herman Miller memilih untuk memakai salah satu kursi populernya sebagai basis, dan untuk produk debutannya, pilihan mereka jatuh pada Herman Miller Embody.

Dari sudut pandang teknis, sejatinya tidak banyak perbedaan antara Embody Gaming dan Embody versi biasa. Satu-satunya perbedaan paling signifikan kalau menyangkut aspek ergonomi justru tersembunyi di balik kulit luarnya: busa bantalan yang terbentuk dari empat lapisan yang berbeda, salah satunya partikel berisi tembaga untuk mengurangi panas. Busa pendingin ini diletakkan di bagian dudukan sekaligus sandaran, memastikan pemain tetap merasa sejuk selama bermain.

Selebihnya, kursi ini menyimpan segala keunggulan Embody biasa. Fitur-fitur standar yang umum kita jumpai pada kursi premium tentu tersedia, mulai dari fitur reclining sampai sandaran lengan yang bisa diatur tinggi-rendahnya. Andai pengguna tidak terbiasa menumpukan lengannya, turunkan saja arm rest-nya sampai hampir rata dengan dudukan.

Singkat cerita, Embody versi biasa sudah terbukti sangat unggul soal kenyamanan sekaligus dipercaya mampu menyempurnakan postur duduk para penggunanya, dan sebelum dimodifikasi dengan embel-embel gaming pun kursi ini sudah cukup populer di kalangan gamer kalau berdasarkan riset yang dilakukan Herman Miller sendiri. Itulah mengapa evolusi yang ditawarkan Embody Gaming tergolong minimal.

Kenyamanan jelas merupakan topik yang sangat subjektif dan sulit untuk diukur. Kendati demikian, kiprah Herman Miller selama lebih dari satu abad di industri furnitur kantor dan fokus mereka terhadap riset-riset ilmiah selama mengembangkan produk semestinya bisa menjadi jaminan atas kualitas dari kursi berharga mahal ini.

Semahal apa memangnya? $1.495, dan itu tentu saja harga sebelum masuk ke pasar Indonesia. Saya tidak tahu apakah Rifyo, dealer resmi Herman Miller di tanah air, bakal memasukkan produk ini atau tidak. Satu hal yang pasti, harganya bakal jauh lebih mahal. Sebagai referensi, Embody versi biasa mereka jual di sini seharga Rp 35 jutaan.

Namun kursi baru satu bagian dari penawaran lengkap Herman Miller di ranah gaming. Mereka turut memperkenalkan produk lain berupa meja dan monitor arm. Bukan cuma satu meja, melainkan tiga sekaligus, yaitu Motia, Ratio, dan Nevi Gaming Desks. Harganya sudah pasti tidak kalah mahal: Motia dibanderol $1.295, sedangkan monitor arm-nya yang bernama Ollin dihargai $295, setara harga monitor gaming mainstream.

Sumber: Engadget dan Herman Miller.

Gandeng Logitech G, Herman Miller Siap Ciptakan Kursi Gaming Premium

Meledaknya industri esports berhasil melahirkan sejumlah kategori produk baru di ranah gaming. Dua yang paling aneh menurut saya adalah sepatu gaming dan kursi gaming, tapi mungkin itu karena saya yang terlalu tua untuk memahami kebutuhan para atlet esports profesional.

Kalau Anda berpikiran serupa, mungkin sudah waktunya kita membuka mata lebih lebar. Kursi gaming eksis dan akan terus berevolusi ke depannya. Kalau tidak, mustahil nama sebesar Herman Miller memutuskan terjun ke bidang ini. Mereka pun tidak sendirian, ada Logitech yang mendampinginya.

Buat yang tidak tahu, Herman Miller merupakan produsen furnitur kantor kenamaan asal Amerika Serikat. Perusahaan ini sudah berdiri selama satu abad lebih, dan deretan cubicle yang tiap hari Anda jumpai di kantor itu ada karena merekalah yang pertama kali menciptakannya di tahun 1968.

Singkat cerita, Herman Miller merupakan salah satu merek kursi kantor paling bergengsi di dunia, dan tidak lama lagi mereka juga akan membuat kursi gaming-nya sendiri dengan bermitra bersama Logitech G. Mengapa kemitraan seperti ini penting? Karena ini salah satu cara bagi Herman Miller untuk mendengarkan langsung masukan dari tim-tim esports profesional yang disponsori oleh Logitech G.

Aeron, salah satu kursi kantor terpopuler buatan Herman Miller / Herman Miller
Aeron, salah satu kursi kantor terpopuler buatan Herman Miller / Herman Miller

Bukan rahasia apabila produsen periferal (termasuk Logitech sendiri) bekerja sama dengan atlet esports selama mengembangkan produknya, dan Herman Miller pun ingin mengambil jalur yang sama. Lebih lanjut, Herman Miller selama ini juga memang sudah terbiasa melakukan banyak riset selama merancang deretan furniturnya.

Menurut mereka, sebagian besar kursi gaming yang ada di pasaran sekarang hanya mengedepankan aspek estetika saja. Padahal, yang berdampak langsung pada performa (konsentrasi) pemain justru adalah aspek kenyamanan, dan itulah yang bakal menjadi fokus utama Herman Miller dan Logitech.

Rencananya, kursi gaming pertama Herman Miller akan diluncurkan dalam waktu dekat (musim semi 2020). Juga menarik adalah bagaimana kursi gaming ini disebut sebagai “produk pertama dari kemitraannya”, mengindikasikan kalau ke depannya mereka juga akan merambah kategori lain. Gaming desk mungkin?

Sumber: Herman Miller via VentureBeat.

Acer Predator Thronos Adalah Kursi Gaming Kelas Sultan

Bagi sebagian besar orang, yang dimaksud kursi gaming tidak lebih dari kursi yang mereka pakai di depan komputer. Namun bagi sebagian kecil gamer yang sangat berdedikasi – serta berkantong amat tebal – mereka butuh sesuatu yang spesial seperti persembahan terbaru Acer berikut ini.

Namanya Acer Predator Thronos, dan seperti yang bisa Anda lihat, ia bukan sembarang kursi gaming. Dari gambar render-nya mungkin ia kelihatan seperti sebuah VR headset yang diletakkan di atas stand, akan tetapi pada kenyataannya ia memiliki struktur utama setinggi 1,5 meter yang terbuat dari baja, dengan kisaran bobot 220 kilogram.

Acer Predator Thronos

Masuk ke dalam ‘kabinnya’, Anda akan langsung disambut oleh kursi yang dapat dimiringkan sampai 140 derajat ke belakang. Supaya lebih nyaman, ada sebilah pijakan kaki yang akan muncul secara otomatis saat kursinya dimiringkan. Setelahnya, dengan satu klik tombol, sepasang ‘lengan’ raksasa akan bergerak membawa monitor dan meja kecil ke hadapan Anda.

Meja kecil itu secara keseluruhan dilapis oleh mousepad, sedangkan monitornya adalah tiga monitor curved 27 inci yang diposisikan berjejer. Seketika itu pula, pengguna akan merasa seperti berada di dalam sebuah kepompong. Selagi bermain, kursinya akan bergetar mengikuti aksi dalam game. Sayang sekali audionya masih harus mengandalkan headset, bukan sistem surround terintegrasi layaknya di sebuah home theater.

Predator Thronos sejauh ini belum memiliki banderol resmi maupun jadwal rilis, tapi harganya sudah pasti mahal, dan itu belum termasuk semua perangkat yang diusungnya, mulai dari ketiga monitor itu tadi sampai gaming PC-nya.

Sumber: Mashable dan The Verge.