Tag Archives: gigel

Berikut ini 10 layanan femtech potensial yang didirikan oleh Founder perempuan atau ditujukan ke pasar perempuan.

10 Startup “Femtech” Berpotensi di Indonesia

Riset yang dilakukan Frost & Sullivan menyebutkan female technology (femtech) secara global bisa menjadi pasar bernilai $50 miliar hingga tahun 2025 mendatang. Femtech bisa berarti bisnis yang didirikan oleh perempuan dan kebanyakan menyasar kebutuhan khusus untuk kalangan perempuan.

Di Indonesia sendiri, perlahan tapi pasti, sudah mulai banyak startup yang didirikan perempuan. Beberapa startup di antaranya diprediksi bakal meluncur mulus dalam waktu 2 hingga 3 tahun ke depan, termasuk yang menyasar produk kecantikan, layanan e-commerce dan marketplace fashion, kebutuhan produk segar, dan makanan dan keperluan bayi.

Menyambut peringatan hari Kartini bulan April ini, berikut adalah rangkuman 10 startup yang didirikan dan dipimpin perempuan dan menyediakan layanan dan produk untuk perempuan Indonesia.

1. Base

CEO Base Yaumi F. Sugiharta
CEO Base Yaumi F. Sugiharta

Base adalah layanan e-commerce kecantikan yang memberikan rekomendasi produk berdasarkan kondisi kulit pengguna. Rekomendasi akan muncul setelah konsumen mengisi seluruh pertanyaan yang ditanyakan. Startup ini didirikan oleh Yaumi Fauziah Sugiharta dan Ratih Permata Sari.

Seluruh produk kecantikan Base diproduksi sendiri. Akhir tahun 2019 lalu startup produk kecantikan berbasis metode direct-to-consumer (DTC) ini mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal yang dipimpin oleh East Ventures dan Skystar Capital.

“Industri kecantikan di Indonesia saat ini sedang tumbuh dengan cepat. Hal tersebut terjadi seiring dengan berkembangnya kebutuhan konsumen dan juga kemajuan teknologi. Dengan mudahnya akses informasi dan jual beli produk dari luar negeri, saat ini konsumen memiliki demand produk dengan kualitas tinggi. Fenomena tersebut mendorong para pemain industri kecantikan untuk meningkatkan standar kualitas produknya. Audiens Gen Z dan juga milenial adalah segmen yang dapat kami kategorikan sebagai smart buyer, ingin mengenal dengan cermat tentang produk yang mereka gunakan dan terliterasi dengan baik,” kata Yaumi.

Tahun 2020 ini Base memiliki target pengembangan produk baru sesuai dengan masukan konsumen dan mengenalkan brand serta edukasi kepada audiens yang lebih luas. Perusahaan juga akan melakukan penyempurnaan teknologi untuk mengoptimalkan analisis data menggunakan Artificial Intelligence, yang kemudian digunakan untuk pengembangan produk dan strategi pengembangan perusahaan.

2. Sayurbox

CEO Sayurbox Amanda Cole
CEO Sayurbox Amanda Susanti Cole

Sayurbox hadir mencoba memenuhi kebutuhan buah segar dan produk sayuran berkualitas kepada warga ibukota. Platform online ini menyediakan bahan segar dan produk sehat berkualitas dari petani dan produsen lokal Indonesia. Sayurbox awalnya didirikan Amanda Susanti Cole dan Rama Notowidigdo, kemudian Metha Trisnawati bergabung ke tim sebagai COO.

Sayurbox mengusung konsep bisnis farm-to-table yang memungkinkan konsumen mendapatkan berbagai bahan segar dan produk berkualitas langsung dari petani dan produsen lokal. Sayurbox merupakan salah satu startup yang telah menerima beberapa putaran pendanaan, termasuk dari Patamar Capital di tahun 2018 dan kemungkinan Tokopedia tahun lalu.

3. Love and flair

Co-founder & CEO LOVE AND FLAIR Emily Jaury
Co-founder & CEO LOVE AND FLAIR Emily Jaury

Didirikan oleh Emily Jaury, Love and Flair merupakan layanan e-commerce multibrand yang dikurasi untuk perempuan Indonesia. Dengan menerapkan bisnis berorientasi konsumen, semua masukan dari konsumen menjadi fokus perusahaan. Selain bisa diakses secara online, Love and Flair juga telah memiliki toko permanen di mall terkemuka Jakarta.

Tahun 2018 lalu Love and Flair tergabung dalam program akselerator besutan Gojek dan Digitaraya, Gojek Xcelerate batch kedua, yang fokus ke startup karya founder perempuan Indonesia dan Asia Pasifik.

4. Kotoko

CEO Kotoko Cynthia Krisanti
CEO Kotoko Cynthia Krisanti

Didirikan di Singapura tahun 2019 lalu oleh Cynthia Krisanti, Kotoko adalah startup di bidang ritel dan teknologi yang menyediakan ekosistem online dan offline bagi brand-brand independen, termasuk DTC, di Indonesia untuk memasarkan produk-produk mereka ke lebih banyak konsumen. Perusahaan mendapatkan dana awal dari Antler.

Saat ini Kotoko telah memiliki sekitar 60 brand independen ternama dengan jumlah kumulatif 1 juta pengikut di Instagram. Perusahaan telah membuka multibrand store pertama di Plaza Indonesia dan mempersiapkan ekspansi ke kota-kota besar di luar Jabodetabek, seperti Bandung, Surabaya, Makassar, dan Bali.

5. Gigel

Co-founder Gigel Putri Arinda
Co-founder Gigel Putri Arinda

Gigel didirikan oleh pasangan suami istri Putri Arinda dan Muhammad Syahdani. Platform ini berisi penyewaan produk yang banyak dibutuhkan pasangan muda yang baru memiliki anak, seperti stroller, mainan, dan lain-lain.

Awal tahun ini Gigel gencar mengembangkan cakupan layanan dan model bisnis marketplace penyewaannya. Tidak hanya produk untuk bayi, pengguna bisa menyewa barang seperti winter jacket, koper untuk wisata, atau kamera. Gigel mengklaim telah memiliki sekitar 500 mitra dan 15 ribu pengguna aktif. Masih terbatas di kawasan Jabodetabek, tahun ini Gigel memiliki rencana untuk memperluas layanan ke kota-kota besar lainnya.

“Saat ini kami telah memiliki angel investor dan belum berencana untuk melakukan penggalangan dana. Masih fokus kepada traksi dan melayani lebih banyak pengguna. Diharapkan tahun ini kami juga bisa menambah pilihan produk untuk pengguna,” kata Arinda.

6. Rata

CMO RATA Drg. Deviana Maria A
CMO RATA drg. Deviana Maria A

Startup Rata didirikan oleh drg. Edward Makmur, Danny Limanto, Jason Wahono, dan drg. Deviana Maria A untuk mengatasi permasalahan estetika gigi yang dibantu teknologi artificial intelligence.

“Kami ingin menciptakan clear aligner yang bisa dijangkau semua orang, dan pastinya much better than using braces. Permasalahan seperti kawat gigi yang menusuk, harus datang ke klinik dental secara rutin dan mengganggu penampilan yang pada akhirnya membuat orang menjadikan permasalahan estetika gigi kebutuhan kesekian,” ujar Deviana.

Mendapat investasi dari Alpha JWC Ventures, Rata juga memberikan kesempatan konsultasi online secara gratis dan melakukan engagement langsung memanfaatkan media sosial.

7. Bubays

CPO Bubays Ifatul Khasanah
CPO Bubays Ifatul Khasanah

Bubays didirikan oleh pasangan suami istri Ifatul Khasanah dan Muhammad Faiz Ghifari. Platform ini menjual produk makanan pendamping air susu ibu (MPASI). Ide pengembangan usaha tersebut muncul ketika founder mengikuti program startup generator Antler di Singapura. Bubays juga sudah membukukan pre-seed funding dari Antler senilai 1,5 miliar Rupiah.

Bubays menghadirkan makanan bayi sehat untuk keluarga muda di Indonesia, yang bisa diantar hingga ke rumah. Platform ini memastikan makanan yang dibuat dengan bahan-bahan segar, lezat, dan bernutrisi tinggi yang diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Platform ini memungkinkan pengguna untuk secara khusus memesan makanan bayi mereka berdasarkan usia bayi, alergi, dan juga membantu melacak tumbuh kembang bayi mereka.

Saat ini cakupan pangsa pasar Bubays baru di seputar Jabodetabek.

8. Greenly

Co-founder Greenly Liana Gonta Widjaja
Co-founder Greenly Liana Gonta Widjaja

Greenly didirikan oleh Liana Gonta Widjaja dan Edrick Joe Soetanto. Liana adalah sarjana di bidang nutritional science, dietetics, dan juga telah menjalani karier sebagai ahli nutrisi kesehatan.

Konsep new retail yang diadopsi Greenly menawarkan aneka makanan dan minuman sehat. Selama satu tahun perjalanannya, Greenly mengklaim berhasil mengalami pertumbuhan hingga lima kali lipat dengan ratusan pesanan tiap harinya.

Memasuki tahun keduanya, Greenly berhasil mendapatkan pendanaan tahap awal yang dipimpin East Ventures. Dana segar yang didapat rencananya akan digunakan perusahaan untuk menginovasi produk, pengembangan teknologi, dan memperluas jaringannya di Surabaya, termasuk juga ekspansi di kota-kota lainnya.

9. Style Theory

Co-founder dan COO Style Theory Raena Lim
Co-founder dan COO Style Theory Raena Lim

Diluncurkan pada 2016 di Singapura oleh Raena Lim dan Chris Halim, platform penyewaan produk fesyen Style Theory hadir menawarkan opsi penyewaan lebih dari 50 ribu koleksi busana yang dapat diakses melalui aplikasi. Perusahaan menawarkan langganan bulanan dan resmi hadir di Indonesia sejak tahun 2017 lalu. Perusahaan ingin mengurangi konsumsi busana (dalam bentuk pembelian) di kalangan masyarakat, yang pada akhirnya diharapkan berpengaruh ke lingkungan.

Saat ini Style Theory telah memiliki lebih dari 13 ribu pengguna yang tersebar di Indonesia, Singapura, hingga Hong Kong. Awal bulan Desember lalu Style Theory mengantongi pendanaan putaran Seri B yang dipimpin SoftBank Ventures Asia.

10. Woobiz

Co-founder Woobiz Putri Noor Shaqina / SWA
Co-founder Woobiz Putri Noor Shaqina / Photo credit : SWA

Woobiz didirikan oleh Putri Noor Shaqina, Rorian Pratyaksa, Josua Sloane, dan Hendy Wijaya pada bulan Desember 2018. Platform ini menawarkan akses teknologi bagi para perempuan Indonesia untuk bisa menjadi pengusaha mikro. Salah satunya adalah menghubungkan mitra, yang kebanyakan ibu rumah tangga, dengan brand. Woobiz mengklaim bisnis yang dijalankan, sebagai social commerce, memiliki misi untuk memberdayakan perempuan Indonesia, khususnya ibu rumah tangga, agar bisa meningkatkan kualitas hidup serta mandiri secara finansial.

“Dalam ekosistem kita, mitra atau user akan berjualan menggunakan channel social neighbourhood community dan kita dukung dengan fitur untuk social sharing secara online,” kata Chief Growth and Marketing Woobiz Putri Noor Shaqina.

Dari sisi pendanaan, Woobiz telah mendapatkan pendanaan sejak akhir tahun 2018. Untuk monetisasi bisnis, pihaknya mengaku juga mendapat bagian dari produk yang berhasil didistribusikan. Sejauh ini, mereka telah bekerja sama dengan pihak ketiga yang mempunyai infrastruktur logistik.

“Ke depannya, kita berencana untuk memperkuat sendiri, membangun hub atau pick-up point,” ujar Putri.

In the Hype of “Sharing Economy”, Gigel Introduces Baby Equipment Rental Marketplace

It begins with Muhammad Syahdani and Putri Arinda experience as a married couple, they are then founded the baby equipment rental named Gigel. The platform offered lists of products for young couples with newborn children, such as baby walker, stroller, toys and many more.

The CEO, Syahdani told DailySocial, the high demand and big potential of this business has made its services quite popular, particularly in the Greater Jakarta. Earlier this year, Gigel also aggressively expanded its service coverage and rental marketplace business model. Currently, it’s not only baby’s products but they also rent such items as winter jackets, travel luggage, and cameras.

“We present all items by partnerships with merchants across Jabodetabek. We also have a strategic partnership with GoSend for shipping and payment using GoPay digital wallet,” Dani said.

Gigel claims to have 500 partners, 30 thousand registered users, and 15 thousand active users. It’s currently available in the Greater Jakarta, this year Gigel has plans to expand services to other large cities.
“Currently, we are still preparing things to expand to Bandung. Our target for Gigel to launch in Yogyakarta, Surabaya, and Bali this year,” he added.

Gigel website interface
Gigel website interface

Challenge for rental marketplace

One reason to create Gigel is that there are no local players dominating the business model. While the trend among millennials who prefer the concept of sharing economy and smart buying, become a great opportunity to be further developed. In addition, there are other rental services, such as Cumi.id, and Sevva which was renamed into nyewain.com.

Arinda’s thought as the CMO, is that there is countless problems in purchasing goods for the needs of mothers and children, that could end up useless and costs money. With the rental concept, Gigel offers users the freedom within a certain period of time to use a product.

“We currently have angel investors and have no plan to raise funds. Still focusing on traction and serving more users, it is expected this year to add more products for users,” she added.

Most (60%) of the products rented are Gigel’s personal inventories. However, to grow the business and reach more users, they decided to add a variety of products from partners interested in renting goods. Gigel also requests a deposit with all user requirements and agreements are determined by the merchant.

In terms of future consolidation with other players or be willing to be acquired with a larger marketplace, is possible, it all depends on the current conditions and agreements. For now, Gigel, with 30 of its team, is still focused on developing the business and expanding.

Gigel team and management
Gigel team and management

Part of Gojek Xcelerate’s third round

As part of the effort to develop business, Gigel is incorporated with Gojek Xcelerate acceleration program. In accordance with the program’s current theme, which is daily consumer innovation, it is expected that Gigel to gain more insight as well as open access to Gojek’s ecosystem network.

“We see the program and speakers by Gojek Xcelerate very compelling, practical and fit the needs in developing startups at this early stage,” Dani said.

Inviting mentors from Gojek’s internal team and curriculum specifically created for this accelerator program, Dani also realize the insights from during the program were similar to the conditions of the current Gigel business.

“I think one of the important and useful lessons for me and Gigel is the strategy planning and problem analysis taught by the McKinsey consulting team,” he added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Situs Sewa Perlengkapan Bayi Gigel

Manfaatkan Momentum “Sharing Economy”, Gigel Hadirkan Marketplace Penyewaan Perlengkapan Bayi

Berawal dari pengalaman pribadi pasangan suami istri Muhammad Syahdani dan Putri Arinda, mereka mendirikan layanan penyewaan perlengkapan bayi bernama Gigel. Platform tersebut berisikan produk yang banyak dibutuhkan oleh pasangan muda yang baru saja memiliki anak seperti baby walker, stroller, mainan dan masih banyak lagi.

Kepada DailySocial, Syahdani (Dani) selaku CEO mengungkapkan, besarnya permintaan dan potensi bisnis ini menjadikan layanannya sejauh ini cukup diminati, terutama di kawasan Jabodetabek. Awal tahun ini Gigel juga gencar mengembangkan cakupan layanan dan model bisnis marketplace penyewaannya. Kini bukan hanya produk untuk bayi, pengguna bisa menyewa barang seperti winter jacket, koper untuk wisata hingga kamera.

“Semua kami hadirkan dengan memanfaatkan kemitraan dengan merchant yang tersebar di Jabodetabek. Kami juga menjalin kemitraan strategis dengan GoSend untuk pengiriman hingga menghadirkan pembayaran dompet digital GoPay,” kata Dani.

Gigel mengklaim telah memiliki sekitar 500 mitra, 30 ribu pengguna yang terdaftar dengan 15 ribu pengguna aktif. Masih terbatas di kawasan Jabodetabek, tahun ini Gigel memiliki rencana untuk memperluas layanan ke kota-kota besar lainnya.

“Saat ini kita masih melakukan persiapan untuk hadir di Bandung. Target kami tahun ini Gigel bisa meluncur di Yogyakarta, Surabaya dan Bali,” kata Dani.

Tampilan situs Gigel
Tampilan situs Gigel

Tantangan marketplace penyewaan

Salah satu alasan mengapa Gigel diciptakan adalah, masih belum adanya pemain lokal yang mendominasi model bisnis tersebut. Sementara ada tren di kalangan milenial yang lebih menggemari konsep sharing economy hingga smart buying, menjadi peluang yang cukup menarik untuk dikembangkan. Selain Gigel ada layanan penyewaan lain, misalnya Cumi.id dan Sevva yang sudah berganti nama menjadi nyewain.com.

Menurut Arinda selaku CMO, saat ini masih banyak ditemui persoalan pembelian barang untuk kebutuhan ibu dan anak yang tidak bisa maksimal digunakan, sehingga menjadi percuma dan menghabiskan uang saja. Dengan konsep penyewaan, Gigel memberikan kebebasan kepada pengguna untuk menggunakan dalam jangka waktu tertentu produk yang sedang dibutuhkan.

“Saat ini kami telah memiliki angel investor dan belum berencana untuk melakukan penggalangan dana. Masih fokus kepada traksi dan melayani lebih banyak pengguna, diharapkan tahun ini kami juga bisa menambah pilihan produk untuk pengguna,” kata Arinda.

Sebagian besar (60%) produk yang disewakan adalah inventori pribadi milik Gigel. Namun untuk mengembangkan bisnis dan merangkul lebih banyak pengguna, mereka memutuskan untuk menambah produk yang bervariasi dari mitra yang berminat menyewakan barang. Gigel juga menerapkan deposit yang semua persyaratan dan kesepakatan kepada pengguna ditentukan langsung oleh merchant.

Disinggung apakah ada rencana untuk Gigel melakukan konsolidasi dengan pemain lainnya atau bersedia diakuisisi dengan marketplace yang lebih besar, proses tersebut bisa saja dilakukan, tergantung dari kondisi dan kesepakatan yang ada. Namun saat ini Gigel yang telah memiliki 30 tim, masih fokus untuk mengembangkan bisnis dan melakukan ekspansi.

Tim dan manajemen Gigel
Tim dan manajemen Gigel

Peserta Gojek Xcelerate putaran ketiga

Sebagai upaya untuk mengembangkan bisnis, Gigel juga tengah tergabung dalam program akselerasi Gojek Xcelerate. Sesuai dengan tema dari program kali ini yaitu daily consumer innovation, diharapkan Gigel bisa mendapatkan wawasan lebih sekaligus akses terbuka kepada jaringan ekosistem miliki Gojek.

“Kita melihat program dan pemateri yang ditawarkan oleh Gojek Xcelerate ini sangat menarik, praktikal dan cocok dengan kebutuhan dalam mengembangkan startup di tahap early stage ini,” kata Dani.

Memanfaatkan mentor dari tim internal Gojek dan kurikulum yang dibuat secara khusus untuk program akselerator ini, Dani juga melihat ilmu yang telah diperoleh selama program serupa dengan kondisi dari bisnis Gigel saat ini.

“Menurut saya salah satu pelajaran penting dan bermanfaat untuk saya dan Gigel adalah strategi planning dan analisa masalah yang diajarkan oleh tim konsultan McKinsey.