Tag Archives: GK Plug and Play

KLAR Is Reportedly Securing Over 91 Billion Rupiah Pre Series A Funding

Dental care startup KLAR is reported to have raised pre-series A funding. Previous investors, including AC Ventures and Kenangan Fund are participated in this round. There are also new investors such as East Ventures, Venturra Discovery, and GK-Plug and Play.

One of the representatives involved in this round has confirmed the funding to DailySocial. Meanwhile, according to data submitted to the regulator, KLAR has received up to $6.12 million or equivalent to Rp91 billion Rupiah.

Previously, KLAR had secured seed funding from AC Ventures and Kenangan Fund in June 2021. The fresh fund was used for several spots, from market research, team strengthening, increasing brand awareness, and adding new product lines.

Product and services

KLAR was founded in September 2020 by Ellen Pranata, Adelia Susanto, and David Sugiharta. All three have mutually sustainable backgrounds in this business.

Ellen was previously the director of a dental equipment importing company. Meanwhile, Adelia is an orthodontist with loads of experience in treating clear aligners. David himself is a dentist who specializes in prosthetics, aesthetics, and full mouth rehabilitations.

KLAR currently offers several products and services. The company offers two main products, Aligner and Retainer for dental care – produced independently. While the complementary services include an online consultation feature.

With the B2B2C business model, the company aims to empower doctors and clinic partners to become part of their business ecosystem. Based on its official website, there are currently almost 300 partner dental clinics spread across various cities in Indonesia.

Through the “KLAR Smile” application, dentists and patients can interact and monitor treatment status remotely. This innovation is considered to be a value proposition that distinguishes KLAR from other similar players.

According to data, the market potential for aligners in Indonesia is estimated to reach $3 billion (Rp43 trillion). With per capita GDP growth and increasing interest in personal care and aesthetics, KLAR believes the demand for aligners in Indonesia will continue to increase.

In Indonesia, apart from KLAR, there is RATA which also targeting the same segment. RATA alone has been supported by a number of investors, one of which is Alpha JWC Ventures.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendanaan Pra-Seri A KLAR

KLAR Dikabarkan Bukukan Pendanaan Pra-Seri A Lebih dari 91 Miliar Rupiah

Startup perawatan gigi KLAR dikabarkan telah menggalang pendanaan pra-seri A. Sejumlah pemodal masuk di putaran ini, termasuk investor tahap sebelumnya yakni AC Ventures dan Kenangan Fund. Adapun investor baru yang turut terlibat di antaranya East Ventures, Venturra Discovery, dan GK-Plug and Play.

Kepada DailySocial.id, salah satu pihak yang terlibat pada pendanaan ini mengonfirmasi adanya putaran tersebut. Adapun menurut data yang telah dilaporkan ke regulator, nilai yang diterima KLAR mencapai $6,12 juta atau setara Rp91 miliar Rupiah.

Sebelumnya KLAR telah membukukan pendanaan awal dari AC Ventures dan Kenangan Fund pada Juni 2021 lalu. Dana segar dimanfaatkan untuk sejumlah hal, mulai dari riset pasar, penguatan tim, peningkatan brand awareness, dan penambahan lini produk baru.

Produk dan layanan

KLAR didirikan sejak September 2020 oleh Ellen Pranata, Adelia Susanto, dan David Sugiharta. Ketiganya memiliki latar belakang yang saling berkesinambungan di bisnis ini.

Ellen sebelumnya menjadi direktur perusahaan importir peralatan dental. Sementara Adelia merupakan spesialis ortodonti yang memiliki banyak pengalaman terkait perawatan dengan clear aligners. David sendiri adalah dokter gigi yang ahli di bidang prosthetics, aesthetics, dan full mouth rehabilitations.

KLAR saat ini memiliki sejumlah produk dan layanan. Untuk produk, andalan mereka ada dua, yakni Aligner dan Retainer untuk perawatan gigi – diproduksi secara mandiri. Sementara layanan yang melengkapi ada fitur konsultasi online.

Dengan model bisnis B2B2C mereka turut memberdayakan mitra dokter dan klinik untuk menjadi bagian dalam ekosistem bisnisnya. Menurut data di situs resminya, saat ini ada hampir 300 klinik gigi rekanan yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.

Melalui aplikasi “KLAR Smile”, dokter gigi dan pasien dapat berinteraksi dan memantau status perawatan dari jarak jauh. Inovasi ini dinilai menjadi proposisi nilai yang membedakan KLAR dengan pemain sejenis lainnya.

Menurut data, potensi pasar untuk aligner di Indonesia diestimasi bisa mencapai $3 miliar (Rp43 triliun). Dengan pertumbuhan PDB per kapita dan meningkatnya minat perawatan diri dan estetika, KLAR yakin permintaan aligner di Indonesia akan terus meningkat.

Di Indonesia, selain KLAR, ada RATA juga bermain di segmen yang sama. RATA sendiri juga telah didukung sejumlah investor, salah satunya Alpha JWC Ventures.

Startup agritech budidaya unggas Chickin menerima pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasikan dipimpin oleh East Ventures

Startup Budidaya Unggas “Chickin” Terima Pendanaan Tahap Awal Dipimpin East Ventures

Startup agritech budidaya unggas Chickin menerima pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan dipimpin oleh East Ventures. Kabar ini langsung dikonfirmasi oleh petinggi Chickin saat dihubungi DailySocial.id.

Dalam informasi yang kami dapat, selain East Ventures dalam putaran tersebut juga terdapat investor lain, seperti 500 Startups dan GK-Plug and Play.

Pada saat yang bersamaan, petinggi Chickin juga menyampaikan pihaknya sedang menggalang putaran seri A bernilai berkali-lipat dari yang diperoleh saat ini. Rencananya proses tersebut bakal rampung pada kuartal ketiga tahun ini.

Menurut perusahaan, dana segar ini akan dimanfaatkan untuk mempercepat misi Chickin meningkatkan ketahanan pangan Indonesia dengan meningkatkan kinerja pertumbuhan, manusia, teknologi, akuisisi mitra, pemberdayaan petani untuk menghasilkan produksi dalam jumlah dan kualitas yang maksimal.

Sebelumnya startup budidaya ternak Pitik juga telah membukukan pendanaan seri A $14 juta. Inovasi mereka turut membantu peternak unggas untuk memaksimalkan produktivitasnya.

Solusi yang ditawarkan Chickin

Chickin didirikan pada 2018 di Klaten, Jawa Tengah oleh tiga kawan, yakni Ashab Al Kahfi, Tubagus Syailendra, dan Ahmad Syaifulloh yang sebelumnya adalah peternak unggas. Dari pengalaman yang dirasakan sebagai pembudidaya, data adalah isu terpenting untuk mengatasi permasalahan di lapangan.

Pemanfaatan data yang akurat dapat membantu evaluasi demi mencegah kegagalan panen dan bisa memprediksi kira-kira hasil panen bisa dihasilkan untuk apa. Terlebih itu, adopsi teknologi sangat penting bagi peternak karena burung itu sangat rentan terhadap risiko penyakit. “Forecasting di supply chain dapat membantu proses matchmaking antara supply dan demand,” ucap Tubagus dalam wawancara bersama DailySocial.id beberapa waktu lalu.

Isu lainnya yang turut menjadi perhatian adalah indeks konsumsi daging protein hewani yang masih kalah dibandingkan negara ASEAN lainnya. Menurut OECD-FAO, konsumsi daging ayam dan daging sapi oleh masyarakat Indonesia masih rendah dibandingkan negara tetangga. Konsumsi per kapita daging ayam baru menyentuh 11,6 kilogram, sedang daging sapi lebih rendah, yaitu 2,7 kilogram.

Dalam menjawab kebutuhan tersebut, Chickin menawarkan perangkat IoT dan SaaS untuk mengumpulkan data dan matchmaking data apa yang ada di dalam kandang untuk kebutuhan bisnis B2B. Dengan teknologi digitalnya, Chickin menawarkan solusi untuk peternak unggas di Indonesia tentang cara mengurangi kesalahan manusia, limbah pakan, dan biaya listrik. Solusi membantu mereka berubah dari manajemen tradisional hingga manajemen berbasis digital.

Chickin menyediakan solusi sistem manajemen perkandangan cerdas terintegrasi berbasis IoT melalui Chickin App – Micro Climate Controller (MCC) dan Chickin Smart Farm yang diharapkan dapat menekan angka FCR sehingga berdampak pada efisiensi pakan yang semakin baik. Dengan manajemen perkandangan berbasis IoT dan AI support, mereka memudahkan para peternak melakukan budidaya secara optimal, produktif, dan efisien.

Untuk model bisnisnya, Chickin menyediakan suplai daging ayam berkualitas ke konsumen B2B (Chickin Fresh). Ibaratnya seperti e-commerce B2B untuk daging ayam saja, seperti Aruna yang menjadi B2B untuk ikan. Kemudian, monetisasi terjadi di sektor hilirnya. Para mitra bisnis Chickin datang dari beragam vertikal, ada e-grocery, ritel, kuliner, korporasi, hingga jaringan waralaba.

Menurut data terbaru yang dibagikan perusahaan, diklaim perusahaan telah mengakuisisi ribuan peternak dan lebih dari 150 lokasi peternakan dengan kapasitas populasi lebih dari 2,6 juta ayam. Chickin juga telah dipercaya oleh lebih dari 200 klien yang terdiri dari brand F&B terkemuka, katering, dan juga food processing. Kinerja yang kinclong ini terefleksi langsung dengan pendapatan yang diklaim tumbuh 50 kali lipat dalam setahun terakhir.

Tubagus juga menyampaikan ambisi Chickin ke depannya untuk membidik pertumbuhan dari bisnis vertikal, lewat akuisisi dari hulu ke hilir. Kemudian, masuk ke downstream dengan menguasai demand agregasi ayam. Selanjutnya masuk ke midstream (rumah potong), ke upstream (kandang ayam).

“Tujuannya agar kami bisa supply farm input, seperti pakan dan bisnis, sembari masuk ke sektor horizonal di luar ayam. Sebab kami rencananya mau leading meat e-commerce B2B di Indonesia,” pungkasnya.

GajiGesa Secures Pre Series A Funding Worth of $6,6 Million Led by MassMutual Ventures

Fintech startup GajiGesa announced a pre-series A funding of $6.6 million or equivalent to 94.5 billion Rupiah. MassMutual Ventures led this round with the participation of some new investors, including January Capital, Wagestream, Bunda Group, and Smile Group. There are also individual investors, such as Oliver Jung, Northstar Group’s Partner Patrick Walujo, Ula’s CEO, Nipun Mehram, and Stripe’s Business Lead for APAC, Noah Pepper.

Meanwhile, also participated the previous investors, including Defy.vc, Quest Ventures, GK Plug and Play, and Next Billion Ventures.

“GajiGesa’s integrated platform can combine customer-centric product design and world-class technology infrastructure to ensure its unique position to empower underserved markets and help expand financial resilience for millions of people in Southeast Asia,” MassMutual Ventures’ Managing Director, Anvesh Ramineni said in the release.

Wagestream’s Co-Founder & CEO, Peter Briffet said that he was amazed by GajiGesa’s innovative product roadmap and marketing speed. “We are currently accelerating our shared mission to improve the financial health of workers around the world,” he said.

Recently, GajiGesa also received an additional strategic investment four months after announcing its seed funding of $2.5 million. The fresh money comes from OCBC NISP Ventura and several angel investors, one of which is Edward Tirtanata through Kenangan Kapital.

An interesting fact, Bunda Group is listed as one of GajiGesa’s recent pre-series A investors. According to DailySocial.id’s data, GajiGesa is Bunda Group’s second portfolio which also an affiliate of PT Bundamedik Tbk (IDX: BMHS), the owner of an integrated health service ecosystem, from a network of hospitals, clinics, laboratories, and medical evacuations.

Multiplying business growth

Since the last year, digital transformation has becoming a significant trend within the company’s scope. The adoption of various digital solutions is required to reduce physical interactions and accelerate business processes constrained by the Covid-19 pandemic.

On a general note, GajiGesa is an integrated platform that allows partner companies to manage workforce and cash flow, also to empower the employers with services related to financial management.

One of its solutions is the Earned Wage Access (EWA) which allows employees to make payroll withdrawals on demand and faster than the traditional monthly payment cycle. This solution was developed to reduce dependence on illegal lenders.

Based on the company’s data, EWA has recorded 40-fold growth since January 2021, and has been used by various industrial sectors, such as plantations, retail, hospitals, restaurants, technology, and manufacturing. Currently, GajiGesa has partnered with 120 companies and serves hundreds of thousands of employees in Indonesia.

GajiGesa’s Founders, Vidit Agrawal and Martyna Malinowska discover an explosive growth trend in 2021 in line with the increasing interest of domestic and international investors in this funding round. Moreover, Indonesia becomes the main target market in Southeast Asia.

In addition, his team projects more large companies are starting to use a holistic approach to improve employee welfare.

Agrawal said that this investment is a proof that his team has built a business with strong fundamentals. Therefore, GajiGesa will double its business growth through this investment to expand financial stability for millions of workers in Southeast Asia.

“GajiGesa has doubled its team member over the past six months. We want to use this fresh fund to accelerate product development, grow our business across Indonesia, and expand our market throughout Southeast Asia,” he said.

Malinowska added, “in these turbulent times, our platform has become a valuable tool for employers to provide simple solutions and reduce financial burdens. The pandemic has emphasized the essential of having an empowered workforce and the benefits of a holistic workplace,” she said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Pra-Seri A GajiGesa

GajiGesa Memperoleh Pendanaan Pra-Seri A 94,5 Miliar Rupiah Dipimpin MassMutual Ventures

Startup fintech GajiGesa mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A senilai $6,6 juta atau sekitar 94,5 miliar Rupiah. MassMutual Ventures memimpin putaran ini dengan partisipasi dari sejumlah investor baru, antara lain January Capital, Wagestream, Bunda Group, dan Smile Group. Kemudian, investor individual, yaitu Oliver Jung, Partner Northstar Group Patrick Walujo, CEO Ula Nipun Mehram, serta Business Lead Stripe untuk APAC Noah Pepper.

Sementara itu, ada beberapa investor sebelumnya yang kembali berpartisipasi dalam pendanaan kali ini, antara lain defy.vc, Quest Ventures, GK Plug and Play, dan Next Billion Ventures.

“Platform terintegrasi GajiGesa dapat menggabungkan desain produk yang berpusat pada pelanggan dan infrastruktur teknologi kelas dunia, serta untuk memastikan posisi unik mereka dalam memberdayakan pasar yang kurang terlayani dan membantu memperluas ketahanan finansial bagi jutaan orang di Asia Tenggara,” ujar Managing Director MassMutual Ventures Anvesh Ramineni dalam keterangan resminya.

Co-Founder & CEO Wagestream Peter Briffett mengatakan bahwa pihaknya kagum dengan peta jalan produk inovatif dan kecepatan pemasaran yang dibuat oleh GajiGesa. “Saat ini kami mempercepat misi bersama kami untuk meningkatkan kesehatan keuangan pekerja di seluruh dunia,” tuturnya.

Beberapa waktu lalu, GajiGesa mendapatkan tambahan investasi strategis selang empat bulan usai mengumumkan pendanaan tahap awal sebesar $2,5 juta. Tambahan investasi ini diperoleh dari OCBC NISP Ventura dan sejumlah angel investor, salah satunya adalah Edward Tirtanata melalui Kenangan Kapital.

Menariknya, pada jajaran investor baru pra-seri A ini, terdapat Bunda Group yang kembali terlibat dalam pendanaan startup. Menurut catatan DailySocial.id, GajiGesa menjadi portofolio kedua yang diinvestasikan oleh Bunda Group yang merupakan afiliasi dari PT Bundamedik Tbk (IDX: BMHS), pemilik ekosistem layanan kesehatan terintegrasi, mulai dari jaringan rumah sakit, klinik, laboratorium, dan evakuasi medis.

Menggandakan pertumbuhan bisnis

Tren transformasi digital di lingkup perusahaan mulai terakselerasi secara signifikan sejak tahun lalu. Adopsi berbagai solusi digital dibutuhkan untuk mengurangi interaksi fisik dan mempercepat proses bisnis yang terkendala akibat pandemi Covid-19.

Seperti diketahui, GajiGesa merupakan platform terintegrasi yang memungkinkan perusahaan mitra untuk mengelola tenaga kerja dan arus kas hingga memberdayakan pemberi kerja dengan layanan terkait manajemen keuangan.

Salah satu solusinya adalah Earned Wage Access (EWA) yang memungkinkan karyawan untuk melakukan penarikan gaji sesuai permintaan dan lebih cepat dari siklus pembayaran tradisional secara bulanan. Solusi ini dikembangkan untuk mengurangi ketergantungan pada pemberi pinjaman ilegal.

Berdasarkan data perusahaan, solusi EWA telah mencatatkan pertumbuhan sebesar 40 kali lipat sejak Januari 2021, dan telah digunakan oleh berbagai sektor industri, seperti pabrik, perkebunan, ritel, rumah sakit, restoran, teknologi, dan manufaktur. Saat ini, GajiGesa telah bermitra dengan 120 perusahaan dan melayani ratusan ribu karyawan di Indonesia.

Para Founder GajiGesa, yakni Vidit Agrawal dan Martyna Malinowska melihat tren pertumbuhan eksplosif di 2021 sejalan dengan meningkatnya minat investor domestik dan internasional terhadap putaran pendanaan ini. Terlebih Indonesia merupakan target pasar utama di kawasan Asia Tenggara.

Selain itu, pihaknya melihat semakin banyak perusahaan besar yang mulai menggunakan pendekatan holistik untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan.

Vidit mengatakan bahwa investasi ini menjadi bukti bahwa timnya telah membangun bisnis dengan fundamental kuat. Maka itu, GajiGesa akan menggandakan pertumbuhan bisnis melalui investasi ini untuk memperluas stabilitas keuangan bagi jutaan pekerja di Asia Tenggara.

“Tim GajiGesa telah bertambah dua kali lipat selama enam bulan terakhir. Kami ingin menggunakan dana segar ini untuk mempercepat pengembangan produk, menumbuhkan bisnis di seluruh Indonesia, dan ekspansi pasar di seluruh Asia Tenggara,” ucapnya.

Sementara Martyna menambahkan, “di masa yang penuh gejolak ini, platform kami menjadi tool yang sangat berharga bagi pengusaha untuk dapat memberikan solusi sederhana dan mengurangi beban keuangan. Pandemi telah menekankan pentingnya memiliki tenaga kerja yang berdaya dan manfaat tempat kerja yang holistik,” ungkapnya.

Application Information Will Show Up Here
Fintech Lending DanaBijak

Fokus danabijak Setelah Perolehan Lisensi dan Pendanaan External

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sempat menyebutkan bahwa fintech lending termasuk industri yang tergolong cepat pulih di masa pandemi ini. Studi yang dilakukan Bank Dunia pada tahun 2020 menunjukkan pertumbuhan volume transaksi sebesar 11% dan jumlah transaksi sebesar 13% pada perusahaan fintech global secara agregat.

Dalam rilis yang dikeluarkan Kominfo terkait industri fintech lending di Indonesia bulan Agustus lalu, disampaikan distribusi pinjaman yang diberikan sampai dengan Juni 2021 sudah menjangkau 25,3 juta masyarakat dengan total penyaluran dana sebesar Rp14.793 triliun.

Di sisi lain, masih banyak masyarakat yang belum dapat pendanaan dari bank (unbanked) dan potensial untuk digarap perusahaan fintech. Salah satunya, pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang belum terintegrasi dengan ekosistem digital.

Di Indonesia, sudah ada beberapa pemain yang menyasar pasar mikro seperti ini, sebut saja Modalku, Investree, Akseleran, juga danabijak yang pada tanggal 8 September 2021 lalu resmi mengantongi lisensi dari OJK.

Lisensi OJK

Dalam wawancara singkat bersama DailySocial.id, menurut pihak danabijak, OJK sedang berupaya keras untuk membangun industri jasa keuangan yang terukur (scalable) dan berkelanjutan.

Dalam upaya mereka baru-baru ini, OJK memberi tekanan lebih untuk menutup platform pinjaman fintech ilegal yang menyebabkan banyak masalah untuk pengguna dan industri, dan mereka terus mengatur batas suku bunga maksimum (interest rate cap) untuk menawarkan layanan yang lebih baik kepada para pengguna.

Sepanjang tahun 2021, sudah ada 42 fintech lending yang mengembalikan tanda terdaftarnya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ini membuat jumlah pemain fintech di tanah air tinggal 107 pemain per 8 September 2021.

CEO danabijak Markus Prommik mengungkapkan, “Dengan maraknya kehadiran pinjaman online yang ilegal, lisensi resmi dari OJK yang sudah didapat ini tentunya akan memperkuat posisi danabijak sebagai perusahaan fintech yang legal, kredibel dan dapat dipercaya oleh masyarakat luas.”

Dengan ini, perusahaan melihat bahwa pasar fintech sedang mengalami perubahan dan akan menyesuaikan bisnis untuk terus memenuhi kebutuhan pengguna seperti membangun produk-produk keuangan digital yang disesuaikan dengan setiap segmen pengguna sebagai bentuk komitmen terhadap inklusi keuangan di Indonesia.

Pertumbuhan bisnis

Setelah tiga tahun beroperasi, startup lending yang fokus pada pinjaman yang bersifat mikro ini berhasil mencatat pertumbuhan sebesar 4,5 kali untuk angka disbursement bulanan dalam waktu kurang dari setahun di tengah pandemi. Secara keseluruhan, perusahaan telah menyalurkan lebih dari 300,000 pinjaman ke lebih kurang 100,000 peminjam konsumtif dan produktif di Indonesia dan mempertahankan TKB90 di angka 95,55%.

Perusahaan mengakui, sumber dana yang digunakan kebanyakan datang dari institutional lender baik dari Indonesia maupun luar negeri. Namun, perusahaan belum bisa mempublikasikan informasi terkait jumlah dan institusi apa saja yang telah menyalurkan dana melalui platformnya.

Terkait penyaluran bulanan, saat ini danabijak telah menyalurkan lebih dari US$ 2,000,000 setiap bulannya “Target kami selanjutnya adalah mencapai US$ 10,000,000 penyaluran bulanan pada 2022.” tambah Markus

Terdapat berbagai metode pencairan dan pelunasan pinjaman dalam model bisnis fintech lending. Platform danabijak mengizinkan para penggunanya untuk melakukan pelunasan lebih awal tanpa biaya penalti guna menawarkan fleksibilitas serta menjadikan pinjaman sesuai dengan kebutuhan setiap pengguna.

Semua proses ini dijalankan secara aman sesuai dengan standar industri serta jaminan keamanan data pengguna yang ketat sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Perusahaan juga menyediakan berbagai opsi seperti perpanjangan, restrukturisasi atau perubahan pada jadwal angsuran sehingga masyarakat dapat memahami kemampuan dalam membayar angsuran, mengatur pengeluaran bulanan mereka serta menerapkan literasi keuangan yang baik.

Selain itu, salah satu proposisi nilai yang ditawarkan danabijak yang membedakan dari perusahaan P2P lainnya adalah fokus kepada kesejahteraan finansial (financial well-being) dari seluruh pelanggan. Perusahaan saat ini masih fokus untuk menggarap kelompok underbanked dan pelaku UMKM.

Markus turut menyampaikan, “Kami juga selalu membagikan ilmu finansial dan memberikan pendidikan kepada setiap peminjam mengenai manajemen keuangan yang baik. Melalui produk digital finance, kami menemani pelanggan membangun sejarah kredit yang baik agar mereka dapat meningkatkan kehidupan mereka.”

Target ke depan

Ketika disinggung mengenai rencana ke depan, timnya mengungkapkan bahwa visi dan tujuan utama perusahaan adalah untuk mempercepat akses kredit bagi 5 juta orang dan bisnis di Indonesia pada tahun 2025.

Dari sisi pendanaan, danabijak telah mengamankan pendanaan dari GK Plug and Play, buah dari program akselerator yang diikuti pada tahun 2018. Di pertengahan tahun 2021, perusahaan disebut telah membukukan pendanaan dari beberapa investor, di antaranya adalah Kristjan Kangro (CEO dari Change Invest), serta investor baru seperti Walter Marke de Oude (Founder & Chairman dari Singlife).

“Kami menginvestasikan dana dari hasil fundraising untuk mendorong pertumbuhan, pengembangan produk, dan peningkatan data science untuk menunjang kredit skoring. Sebagai contoh, saat ini kami sudah meluncurkan beberapa produk baru (contoh: Pinjaman cicilan 3-12 bulan) dan meningkatkan kapabilitas kredit skoring.”

Mengenai rencana masa depan, danabijak mengaku akan terus membentuk kemitraan, dalam hal layanan teknologi, dengan berbagai lembaga keuangan, bank, perusahaan pembiayaan (multi-finance), dan perusahaan teknologi. “Kami percaya bahwa kolaborasi dan upaya membangun sebuah ekosistem yang menguntungkan semua orang merupakan kunci untuk pertumbuhan dan perkembangan Indonesia,” tutup Markus.

Application Information Will Show Up Here
DailySocial mewawancarai Wesley Harjono dari GK Plug and Play Indonesia/ DailySocial

[VIDEO] Kiat Sukses Startup agar Tak Tumbang di Masa Pandemi

Sektor ekonomi mengalami dampak yang cukup parah akibat pandemi Covid19, termasuk bagi startup. Pada 2020 lalu, beberapa startup mengumumkan penutupan bisnisnya lantaran tak lagi bisa menyeimbangkan kinerja di masa pandemi.

DailySocial bersama Wesley Harjono, Managing Partner GK Plug and Play Indonesia, berbagi tips untuk para pebisnis startup agar tetap bertahan di masa pandemi ini.

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.

Jajaran tim Jagofon / Jagofon

Jagofon Hadirkan Platform E-commerce Ponsel Bekas, Fasilitasi Pengujian Kualitas

Besarnya permintaan produk smartphone bekas di Indonesia, memberikan inspirasi kepada Stéphane Becquart untuk meluncurkan platform e-commerce Jagofon. Nilai unik dari layanan ini, setiap barang tangan kedua yang mereka suguhkan telah melalui uji kualitas dan orisinalitasnya — verifikasi tersebut diharapkan dapat memberikan keyakinan lebih kepada calon pembeli.

Prosesnya meliputi dua aspek utama, yakni pemeriksaan IMEI untuk memastikan barang tersebut legal. Dan yang kedua pemeriksaan fungsionalitas dari perangkat, termasuk kamera, mikrofon, baterai, sensor, layar dll. Harga jual akan disesuaikan dengan hasil penilaian akhir.

Mereka memiliki 4 jenis penilaian terhadap produk yang dijual, dari yang paling rendah ke paling tinggi, meliputi Fair, Good, Very Good, dan Mint. Status tersebut akan melekat ke produk dan berpengaruh pada persentase depresiasi atau penurunan dari harga awal.

“Indonesia adalah pasar yang ideal untuk smartphone bekas, yang hingga saat ini masih menjadi pasar yang besar, terfragmentasi, dan disfungsional. Setidaknya 20% ponsel diimpor, dicuri, atau dipalsukan secara ilegal, menurut sebuah studi oleh Kementerian Perindustrian & Qualcomm. Oleh karena itu, ada peluang besar untuk memberikan nilai yang lebih baik kepada konsumen Indonesia,” ujar Stéphane.

Melalui layanan iklan digital ala OLX atau Kaskus, sebenarnya proses jual-beli ponsel bekas sudah cukup ramai dipraktikkan di Indonesia. Namun sejauh ini faktor “kepercayaan” masih menjadi variabel utama dalam transaksi, alih-alih penilaian sistematis terhadap kondisi barang.

“Secara umum kebanyakan pasar tidak melakukan kontrol kualitas. Kami mencatat 40% smartphone di pasar pada umumnya tidak lulus pengujian dari kami, karena itu kurang baik kondisinya,” imbuh Stéphane.

Lebih lanjut ia mengatakan, “Secara khusus kami menerapkan strategi monetisasi berdasarkan komisi dari setiap transaksi. Kami juga menambahkan jaminan untuk perangkat di platform kami.”

Rencana penggalangan dana

Saat ini Jagofon memiliki sekitar 35 ribu pengguna aktif dan telah menjual 3 merek smartphone premium terpopuler di Indonesia, yakni Apple, Samsung dan Oppo. Ke depannya mereka secara bertahap akan menambah tipe dan merek barang yang dapat dijual dalam platform.

Meskipun hanya menjual dalam situs milik mereka sendiri, Jagofon juga saat ini tengah melakukan uji coba untuk mengintegrasikan dengan layanan onliine marketplace ternama di Indonesia, sebagai opsi kepada pelanggan untuk mengakses semua produk yang mereka jual.

“Sejak diluncurkan bulan Oktober 2020 lalu hingga saat ini kami masih fokus kepada wilayah Jabodetabek. Rencana ke depannya kami juga ingin memperluas area layanan,” kata Stéphane.

Jagofon telah mengantongi pendanaan pre-seed senilai $254.000 dari angel investor. Selanjutnya perusahaan juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tambahan hingga $500.000 dalam waktu dekat. Rencananya dana segar tersebut akan digunakan Jagofon untuk memperluas area layanan. Startup ini juga sebelumnya merupakan peserta program akselerasi GK-Plug and Play di batch ke-8.

“Kami ingin bekerja sama dengan Plug & Play Corporate Partners di bidang pembiayaan (untuk menawarkan solusi angsuran yang lebih baik kepada pelanggan kami), pemasaran (promosi lintas-pemasaran misalnya), dan sourcing (bagi mereka yang memiliki akses ke inventaris barang bekas ),” kata Stéphane.

Fintech Startup GajiGesa Provides Early Access to Salary for Employees

The thing is, the monthly payroll system in Indonesia held an issue for most workers. According to BPS data, Indonesia has at least 129 million workers, many of whom face financial pressures and difficulties caused by irregular cash flow, monthly payment schedules, unexpected expenses, and limited financial access.

The World Bank FINDEX estimates that 70% of Indonesians borrow money from informal institutions, often with high-interest rates and super-tense collection systems. GajiGesa intends to solve this issue, which was initiated at the end of 2020 by Martyna Malinowska (previously Standard Chartered Bank’s Product Lead and LenddoEFL’s Product Director ) and Vidit Agrawal (formerly APAC Strap’s Head of Business Development, CARRO’s COO , and Uber’s first employee in Asia).

In an interview with DailySocial, Agrawal explained that the idea was first initiated by Martyna, she had to work extensively with blue-collar employees at LenddoEFL, most of whom were unbanked since 2016. Martyna saw firsthand that the challenges to factory workers in gaining financial access were very limited, especially when getting additional capital.

If possible, they choose to take short tenors because of liquidity problems. However, this is contrary to the principle of loans in financial institutions in general, they are required to take long-term loans with higher nominal loans or short-term loans with high-interest rates.

At the same time, Agrawal was working in Southeast Asia for Uber. The average driver earns $250 per month, excluding Singapore. The main issue also concerns harassment by lenders. “Observing the many challenges faced by blue-collar workers to complete short-term access to capital that is fair and reliable is an inspiration for GajiGesa,” Agrawal explained.

GajiGesa provides services for employers and employees in speed up cash flow with financial products, including flexible salary access or what is known as Flexible Earned Wage Access (FEWA), financial education, bill payments, real-time analysis, and more.

For employees, GajiGesa provides real-time access to early salaries for employees for the current month, which can be used to pay bills, buy credit and data packages, and access financial education.

Meanwhile, for employers, the GajiGesa analysis platform provides the HR team to measure the effectiveness of financial health strategies, get real-time visibility into engagement, maintain retention and productivity, and employee financial health.

Employers have the flexibility and control to offer FEWA to all employees, able to decide whether they want to take this service to employees for an additional fee or as part of a benefits package.

Agrawal emphasized that the GajiGesa concept is different from cash loans like those run by most lending companies in Indonesia. The company actually collaborates with various multi-industry companies, integrating with corporate partners HRIS and payroll systems, ensuring efficient and fast integration.

Regarding license, he said that the company currently has a good relationship with OJK and is eager to continue working with regulators to ensure that the technology can benefit as many Indonesians as possible.

Currently, the company has partnered with 30 companies with tens of thousands of employees served in Indonesia.

Seed funding

GajiGesa announced seed funding of $2.5 million led by defy.vc and Quest Ventures. GK Plug and Play, Next Billion Ventures, Alto Partners, Multifamily Office, Kanmo Group, and several strategic angel investors participated in the round.

In an official statement, devy.vc’s Partner Bob Rosin said, “Lack of safe and reliable access to consumer credit is a critical problem in emerging markets. The majority of Indonesia’s 129 million workers are in the unbanked category. It is an honor to work with GajiGesa to support their mission of helping millions of hard workers achieve prosperity and financial security at work.”

Quest Ventures partner, Yiping Goh added, “GajiGesa helps middle to lower-income workers who live from paycheck to paycheck, deal with often stressful cash flow problems by providing the financial stability that employers and their employees urgently need, during times of the current economic uncertainty.

With this fresh fund, Agrawal will use it to expand its range of services, including investment in sales and customer success, and expand its technology team in Jakarta. “GajiGesa wants to add more wellness features for employees to provide a better experience when using the platform,” he concluded.

Global trend

A study conducted by Gartner predicted there will be 20% of US companies with the majority of hourly-paid workers by 2023, implementing flexible salary access solutions as part of efforts to improve worker experience, engagement, and retention.

Various companies have responded to this initiative through partnerships with fintech. Among other things, Square launched salary on-demand products, Visa and PayPal in collaboration with flexible payroll access providers, and Wagestream which also took advantage of this opportunity in Europe.

A study conducted by GajiGesa showed that more than 85% of workers admitted the ease of financial stress after getting access to flexible wages whenever they needed it. Then, the most common reasons for workers to access immediate salaries, including for investment purposes, paying debts, home renovations, vehicle repairs, and medical expenses.

Unfortunately, not all companies can provide this because it is thought to threaten the sustainability of the company’s cash flow. With the same spirit, KoinWorks has also explore this solution, through KoinGaji.

In terms of stage, KoinWorks, which is now a Super Financial App, has been registered as an IKD organizer in the Aggregator cluster at OJK. For the p2p lending product alone, we already have a license.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup fintech penyedia akses gaji lebih awal untuk karyawan GajiGesa peroleh investasi tahap awal $2,5 juta dipimpin oleh defy.vc dan Quest Ventures

Startup Fintech GajiGesa Sediakan Akses Gaji Lebih Awal untuk Karyawan

Sistem penggajian bulanan di Indonesia di satu sisi memiliki isu buat sebagian besar pekerja. Menurut data BPS, Indonesia setidaknya memiliki sekitar 129 juta pekerja, banyak di antaranya menghadapi tekanan dan kesulitan finansial yang disebabkan oleh arus kas yang tidak teratur, jadwal pembayaran bulanan, pengeluaran tak terduga, dan akses finansial yang terbatas.

Bank Dunia FINDEX memperkirakan 70% masyarakat Indonesia meminjam uang dari lembaga tidak resmi, kerap kali dengan tingkat bunga tinggi dan sistem penagihan yang mencekam. Isu tersebut dicoba dijawab oleh GajiGesa yang dirintis pada akhir 2020 oleh Martyna Malinowska (sebelumnya Product Lead Bank Standart Chartered dan Product Director LenddoEFL) dan Vidit Agrawal (sebelumnya Head of Business Development APAC Strap, COO CARRO, dan karyawan pertama Uber di Asia).

Dalam wawancara bersama DailySocial, Agrawal menerangkan ide awal pertama kali dikemukakan oleh Martyna, saat di LenddoEFL ia harus bekerja ekstensif dengan karyawan kerah biru yang kebanyakan adalah unbanked sejak 2016. Martyna melihat langsung bahwa tantangan yang dihadapi pekerja pabrik untuk mendapat akses finansial sangat terbatas, terutama saat mendapatkan tambahan modal.

Bila dapat pun, mereka memilih untuk mengambil tenor pendek karena ada masalah likuiditas. Namun hal ini bertentangan dengan prinsip pinjaman di lembaga keuangan pada umumnya, mereka diharuskan untuk mengambil dalam jangka panjang dengan nominal pinjaman lebih tinggi atau jangka pendek dengan suku bunga yang tinggi.

Pada saat yang sama, saat Agrawal bekerja di Asia Tenggara untuk Uber. Rata-rata penghasilan para pengemudi adalah $250 per bulan, tidak termasuk Singapura. Isu utama yang mereka hadapi juga mengenai pelecehan oleh pemberi pinjaman. “Melihat banyak masalah tantangan bagi pekerja kerah biru untuk menyelesaikan akses modal jangka pendek yang adil dan andal menjadi inspirasi bagi GajiGesa,” terang Agrawal.

GajiGesa memberikan layanan untuk pemberi kerja dan karyawan dalam memperlancar arus kas dengan produk finansial, termasuk akses gaji yang fleksibel atau disebut dengan Flexible Earned Wage Access (FEWA), edukasi finansial, pembayaran tagihan, analisa real-time, dan lainnya.

Bagi karyawan, GajiGesa memberikan akses gaji lebih awal untuk karyawan bulan berjalannya secara real-time, yang dapat digunakan untuk membayar tagihan, membeli pulsa dan paket data, dan akses terhadap edukasi finansial.

Sementara bagi pemberi kerja, platform analisa GajiGesa memberikan tim HR untuk mengukur efektivitas strategi kesehatan finansial secara efektif, mendapatkan visibilitas real-time terhadap engagement, menjaga retensi dan produktivitas, dan kesehatan keuangan karyawan.

Pemberi kerja punya fleksibilitas dan kontrol untuk menawarkan FEWA kepada seluruh karyawan, dapat menentukan apakah mereka mau mengambil layanan ini untuk karyawan dengan biaya tambahan atau sebagai bagian dari paket manfaat.

Agrawal menegaskan, konsep GajiGesa berbeda dengan pinjaman cash loan seperti yang dijalankan perusahaan lending kebanyakan di Indonesia. Perusahaan justru bekerja sama dengan berbagai perusahaan multi industri, integrasi dengan mitra perusahaan sistem HRIS dan payroll, memastikan integrasi yang efisien dan cepat.

Terkait izin di OJK, dia hanya menuturkan saat ini perusahaan memiliki hubungan yang baik dengan OJK dan bersemangat untuk terus bekerja dengan regulator untuk memastikan teknologinya dapat bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang Indonesia.

Saat ini perusahaan telah bermitra dengan 30 perusahaan dengan total puluhan ribu karyawan terlayani di Indonesia.

Kantongi pendanaan tahap awal

GajiGesa mengumumkan pendanaan tahap awal sebesar $2,5 juta dipimpin oleh defy.vc dan Quest Ventures. GK Plug and Play, Next Billion Ventures, Alto Partners, Multifamily Office, Kanmo Group, dan beberapa angel investor strategis turut berpartisipasi dalam putaran tersebut.

Dalam keterangan resmi, Partner devy.vc Bob Rosin mengatakan, “Kurangnya akses kredit konsumen yang aman dan terpercaya merupakan permasalahan kritis di pasar negara berkembang. Mayoritas dari 129 juta pekerja di Indonesia termasuk kategori unbanked. Merupakan sebuah kehormatan untuk bekerja sama dengan GajiGesa untuk mendukung misi mereka membantu jutaan pekerja keras mencapai kesejahteraan dan keamanan finansial dalam pekerjaannya.”

Partner Quest Ventures Yiping Goh turut menambahkan, GajiGesa membantu para pekerja berpenghasilan menengah ke bawah yang hidup dari gaji ke gaji, menangani masalah arus kas yang sering kali membuat stres dengan menyediakan stabilitas keuangan yang sangat dibutuhkan oleh pemberi kerja dan karyawan mereka, selama masa ketidakpastian ekonomi seperti sekarang ini.

Dengan dana segar ini, Agrawal akan menggunakannya untuk perluas jangkauan layanan, termasuk investasi pada penjualan dan kesuksesan pelanggan, dan perbesar tim teknologinya di Jakarta. “GajiGesa ingin menambahkan lebih banyak fitur wellness untuk karyawan demi memberikan pengalaman yang lebih baik saat menggunakan platform,” tutupnya.

Tren global

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Gartner, diprediksi pada 2023 mendatang ada 20% perusahaan Amerika Serikat dengan mayoritas pekerja yang dibayar per jam akan menerapkan solusi akses gaji yang fleksibel sebagai bagian dari upaya meningkatkan pengalaman, keterlibatan, dan retensi pekerja.

Inisiatif tersebut dijawab oleh berbagai perusahaan di sana lewat kemitraan bersama fintech. Di antaranya, Square meluncurkan produk gaji on demand, Visa dan PayPal bekerja sama dengan penyedia akses gaji fleksibel, dan Wagestream yang juga memanfaatkan peluang ini di Eropa.

Dalam penelitian yang dilakukan GajiGesa ditemukan, bahwa lebih dari 85% pekerja mengaku stres finansialnya berkurang setelah mendapatkan akses gaji fleksibel kapan pun mereka butuhkan. Lalu alasan paling umum dari para pekerja untuk mengakses gaji lebih awal, di antaranya adalah untuk keperluan investasi, bayar utang, renovasi rumah, perbaikan kendaraan, dan biaya medis.

Namun, sayangnya tidak semua perusahaan bisa menyediakan hal ini karena diperkirakan dapat mengancam keberlangsungan arus kas perusahaan. Dengan semangat yang sama, solusi ini sebenarnya juga sudah dilirik oleh KoinWorks, melalui produk KoinGaji.

Secara status di OJK, KoinWorks yang kini menobatkan diri sebagai Super Financial App telah tercatat sebagai penyelenggara IKD dalam klaster Agregator di OJK. Untuk produk p2p lending itu sendiri, sudah mengantongi izin.