Tag Archives: Global Brain

Startup quick commerce Radius mengumumkan pivot menjadi bisnis social commerce dan melakukan rebrand menjadi Bakool

Startup Quick Commerce “Radius” Pivot Jadi Social Commerce

Startup quick commerce Radius mengumumkan pivot bisnis ke social commerce dan rebranding menjadi Bakool. Keputusan diambil lantaran perusahaan tidak menemukan unit economics sebagai langkah prospektif mengejar keberlanjutan, mengingat bisnis ini bersifat intensif kapital pada operasional.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Co-Founder dan CEO Bakool Ivan Darmawan menerangkan selama beberapa bulan menjalankan Radius, ternyata ditemukan sebanyak 80% transaksi itu berasal dari barang-barang segar daripada sembako kering (dry goods) lainnya.

“Radius termasuk disiplin dalam menjalankan bisnis, tanpa promo berlebihan, overhire, dan sebagainya. Hanya saja, kami lihat untuk memenuhi ekspektasi investor yang mau growth kencang ke depannya akan sulit untuk maintain growth positif karena kalau ekspansi butuh buka toko baru. Jadi perlu untuk pivot,” ujarnya, Senin (19/12).

Radius memperkenalkan diri secara publik pada awal 2022. Mereka memosisikan diri sebagai quick commerce yang menjual kebutuhan sehari-hari, mulai dari kebutuhan pokok, makanan instan dan ringan, rumah tangga, kosmetik dan perawatan diri, susu dan olahan, minuman, serta kebutuhan anak. Solusi ini ditawarkan bagi masyarakat yang tinggal di kota lapis dua dan tiga, butuh pemerataan solusi digital dan selama ini terpusat di Jakarta saja.

Menurut pengakuan Ivan, produk segar itu baru diperkenalkan di Radius, tetapi dalam dua bulan transaksinya tembus ribuan, mampu menyaingi kategori non-segar. Saat ditelusuri lebih dalam, ternyata pemenuhan kebutuhan bahan segar di kota lapis dua itu menjadi masalah menahun. Lantaran untuk mendapatkan produk yang segar dan berharga murah, masyarakat harus bangun dini hari untuk belanja ke pasar.

Bakool sudah diperkenalkan sejak lima bulan lalu, setelah melalui dua bulan lewat proyek pilot. Konsepnya sama seperti ChiliBeli yang kini menjadi WeBuy pasca-akuisisi pada Maret 2022. Selain Ivan, Co-Founder Radius Stephanie Wongsoredjo juga turut bergabung di Bakool.

Bakool Mitra / Bakool

Model bisnis Bakool

Bakool adalah platform pembelian kelompok (group buying) untuk produk segar yang menargetkan kota-kota yang memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) lebih rendah dari $7.500 atau sekitar Rp117 juta per tahun. Di kota-kota ini, sebagian besar produk segar masih diakses melalui pasar basah tradisional. Kota-kota ini juga memiliki pendapatan 50% lebih rendah, tetapi membayar harga yang sama untuk mendapatkan barang dengan kualitas yang sama dengan Jakarta.

“UMR di luar Jakarta itu terpaut jauh, tapi belanja kebutuhan dapur harganya mirip-mirip. Jadi mereka itu purchasing power-nya kecil, tapi pasti tiap hari ada transaksi. Karena behaviour seperti ini, banyak provider yang enggak mau layanin karena enggak menutup [operasionalnya]. Tapi kami liat di sini ada kesempatan dan mau kami solve. Makanya, kami masuk dengan group buying.”

Dengan bekerja menggunakan model jaringan berbasis business-to-agent-to-consumer (B2A2C), Bakool memungkinkan pembelian dan pengiriman produk segar untuk rumah tangga kota lapis dua, sehingga meningkatkan produktivitas rumah tangga. Rumah tangga ini dapat menghemat hingga 15% untuk biaya barang dan transportasi, serta menghemat hingga lima jam sehari karena mereka tidak perlu lagi pergi ke pasar malam.

Agen Bakool juga diuntungkan, dengan membuat produk segar lebih mudah diakses dan nyaman bagi komunitas mereka, para agen ini yang biasanya adalah ibu rumah tangga dan tokoh masyarakat, mampu menghasilkan pendapatan hingga tiga kali lipat.

Dari sisi operasional pun jauh lebih efisien, dari awalnya untuk mencapai target pengiriman dalam hitungan menit perlu bangun hub-hub kecil, kini hanya perlu bangun satu hub di tiap provinsi. “Kontrol di Bakool berbeda sekali, kami akan banyak investasi di sini sebab kami sudah kuat di pengantaran.”

Seluruh suplai produk segar di Bakool akan disediakan oleh para petani dan pengepul yang bermitra langsung dengan perusahaan. Bakool berupaya memotong ketidakefisienan supply chain yang berdampak pada melonjaknya harga jual di konsumen akhir, bahkan naik sampai 700%. Melalui ribuan agen Bakool yang masih terkonsentrasi di Semarang dan sekitarnya, pihaknya dapat mengurangi biaya transportasi dan pasokan, tanpa mengorbankan kualitas.

“Visi kami berbeda dibandingkan pemain e-grocery atau agritech lainnya yang mau menyetarakan harga pangan, memotong tengkulang, dan bantu petani. Kami ingin meningkatkan produktivitas masyarakat dengan group buying, ibu-ibu yang menjadi agen bisa mendapatkan penghasilan tambahan.”

Dalam jangka panjang, pihaknya ingin menjadi perusahaan penyuplai makanan segar untuk pedesaan Indonesia tanpa harus memiliki atau membangun toko offline.

Menurut laporan DSInnovate, group buying menjadi salah satu model bisnis social commerce yang mulai populer di Indonesia. Selain Echo, saat ini ada sejumlah startup yang juga bermain di ranah tersebut, misalnya Grupin, Kitabeli, CrediMart, hingga Mapan.

Gambaran proses kerja umum di platform group buying / DSInnovate

Potensi social commerce di Indonesia juga cukup besar, diperkirakan tahun ini kapitalisasi pasar bisnis tersebut akan mencapai $8,6 miliar. Diproyeksikan bertumbuh dengan CAGR 47,9% hingga menghasilkan nilai $86,7 miliar di 2028. Konsep social commerce juga dapat menjembatani gap yang ada di kota lapis dua dan tiga, sebagai basis pengguna yang belum dioptimalkan sepenuhnya oleh pemain e-commerce sebelumnya.

Terima pendanaan tahap awal

Di saat yang bersama, Bakool mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dengan nominal dirahasiakan. Investor yang berpartisipasi dalam putaran tersebut di antaranya, Kleiner Perkins, Goodwater, Insignia Ventures, Global Brain, mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, dan lainnya.

Dalam keterangan resmi, Mari menyampaikan misi Bakool untuk meningkatkan produktivitas rumah tangga adalah fokus yang sangat dibutuhkan oleh bisnis teknologi di tanah air. Misi ini akan memberikan dampak jangka panjang bagi perekonomian nasional dan memiliki dampak potensial bagi generasi mendatang untuk memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

“Saya menantikan kemajuan yang akan dilakukan Ivan, Stephanie, dan tim mereka untuk mewujudkan dampak ini bagi kota dan ekonomi yang kurang terlayani di seluruh Indonesia,” kata Mari.

Selanjutnya, Founding Managing Partner Insignia Ventures Yinglan Tan menambahkan, Bakool memanfaatkan peluang besar yang belum terlayani seputar aksesibilitas produk segar untuk kota tingkat 2, 3, dan pedesaan di Indonesia, yang sudah menjadi bisnis yang signifikan bahkan merebut sebagian pasar.

Ivan dan Stephanie berbekal pengalaman selama lebih dari 15 tahun di bidang ritel, pertanian, dan rantai pasokan, pengalaman kepemimpinan di unicorn, dan kemajuan serta pembelajaran signifikan untuk menumbuhkan Radius.

“Kami yakin mereka berada di posisi utama untuk berevolusi pada peran ini guna meningkatkan, tidak hanya cara orang Indonesia di kota-kota ini mengakses produk segar, tetapi juga memengaruhi produktivitas rumah tangga secara keseluruhan di negara ini, dengan penghematan biaya pembelian kelompok, penghematan waktu pengiriman, dan pendapatan untuk agen mereka.” Tutup Tan.

Pendanaan Seri C Sayurbox

Sayurbox Umumkan Pendanaan Seri C Senilai 1,7 Triliun Rupiah

Sayurbox mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri C senilai $120 juta atau setara 1,7 triliun Rupiah. Putaran investasi ini dipimpin oleh Northstar dan Alpha JWC Ventures, dengan partisipasi dari International Finance Corporation (IFC). Investor sebelumnya turut terlibat, di antaranya Astra, Syngenta Group Ventures, Global Brain, dan beberapa investor lainnya.

Pendanaan seri C ini didapat kurang dari setahun setelah pendanaan Seri B senilai $15 juta yang dipimpin oleh Astra. Perolehan tersebut makin mengokohkan perusahaan di jajaran centaur lokal dengan estimasi valuasi sekitar $200 juta-$400 juta.

Dana segar yang didapat akan digunakan untuk mempercepat penetrasi layanan Sayurbox di kota-kota baru seperti Bandung dan beberapa kota lainnya, serta memperluas rantai pasokan end-to-end Sayurbox secara nasional.

Sayurbox mengatakan telah mengalami pertumbuhan eksponensial melalui penambahan produk, ekspansi cakupan wilayah dari Jabodetabek ke Surabaya dan Bali, serta membangun jaringan gudang mikro untuk layanan cepat (quick commerce) Sayurbox dan SayurKilat.

“Sayurbox didirikan dengan misi sosial untuk memberikan akses pasar kepada petani lokal melalui digitalisasi rantai pasok pertanian Indonesia. Sistem dan ekosistem yang kami kembangkan memungkinkan kami untuk memiliki visibilitas penuh dari seluruh rantai pasokan pertanian, memberikan pengalaman terbaik bagi pelanggan dalam hal pilihan produk, kesegaran, harga, dan pengiriman tepat waktu,” ujar Co-Founder & CEO Sayurbox Amanda Susanti.

Didirikan pada tahun 2017, Sayurbox kini menyediakan lebih dari 5.000 produk hasil pertanian, daging dan ikan, serta makanan jadi, dengan cakupan pengantaran di Jabodetabek, Surabaya, dan Bali. Sayurbox saat ini melayani sekitar 1 juta pelanggan serta bekerja sama dengan lebih dari 10.000 petani di seluruh Indonesia.

Online grocery di Indonesia

Sayurbox juga telah memulai model bisnis quick commerce / Sayurbox

Layanan online grocery menjadi salah satu model bisnis yang berkembang pesat selama pandemi. Mobilitas masyarakat yang terbatas membuat mereka mencari alternatif untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Namun demikian, untuk memenangkan pangsa pasar online grocery bukan perkara mudah. Tantangannya mulai dari penyediaan infrastruktur, sistem rantai pasok, sampai dengan persaingan yang semakin ketat – baik dengan para pendatang baru maupun raksasa ritel sebelumnya.

“Berkembang di sektor online grocery bukanlah sesuatu yang mudah, mengingat risiko besar operasional dan logistik, serta perbedaan perilaku konsumen yang beragam. Namun, Sayurbox telah menemukan kunci dan solusi mengatasi tantangan ini dan berhasil berkembang pesat serta berkelanjutan. Sayurbox kini telah menjadi perusahaan berkelas dunia, tak kalah dengan startup-startup online grocery unggul lainnya di dunia, dengan operasional yang memungkinkan mereka mengantarkan produk segar dari petani ke konsumen hanya dalam 12 jam,” ujar Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi.

Sepanjang tahun 2022 ini, industri online grocrey di Indonesia memang menjadi lebih menarik untuk diperhatikan. Januari lalu, Kedai Sayur baru umumkan dana segar 50 miliar Rupiah dan mengokohkan diri menjadi bagian Triputra Group. Dilanjutkan CT Corp dan Bukalapak yang meluncurkan AlloFresh — terafiliasi dengan bisnis ritel Transmart. Astro dan Bananas juga bukukan pendanaan untuk penetrasi lebih dalam layanan quick commerce mereka. Terakhir Traveloka kenalkan fitur serupa online grocery sebagai bagian dari lifestyle superapp.

Menurut studi yang dilakukan L.E.K. Consulting, layanan online grocery di Indonesia nilai pasarnya telah mencapai $1 miliar di tahun 2021, diproyeksikan akan bertumbuh pesat sampai $6 miliar pada 2025 mendatang.

Potensi nilai yang besar tersebut turut dilihat raksasa teknologi lokal sebagai sebuah kesempatan. Misalnya dilakukan Blibli dengan mengakuisisi induk Ranch Market untuk perkuat penetrasi produk bahan makanan segar. GoTo sebelumnya mengakuisisi 6,74% saham jaringan ritel Hypermart untuk perkuat strategi omnichannel di kebutuhan pokok. Terakhir ada Traveloka yang mulai kenalkan fitur serupa online grocery di aplikasinya.

Application Information Will Show Up Here

AwanTunai Scores Series A3 Funding in the Form of Equity and Debt

AwanTunai fintech lending service has received another funding. Based on the data submitted to the regulator, the value is around $8.5 million or equivalent to 121.5 billion Rupiah. Several investors participated, including International Finance Corporation (IFC), Global Brain, Insignia Ventures, OCBC NISP Ventures, and others.

DailySocial.id confirmed with AwanTunai’s Co-Founder & CEO Dino Setiawan about the new funding, which was part of the Series A3. He also explained that the investment consisted of two types, equity funding and loan (debt facilities). The above value is equity funding, while the debt facility is yet to be disclosed.

In this round, IFC became the largest contributor around 50% of the total value of equity funding. The participation of a financial institution under the World Bank in AwanTunai’s funding round adds to the list of its portfolio in Indonesia. Previously, IFC also invested in PasarPolis, ASSA, and eFishery. Part of its mission is to seek impactful investment projects, such as to increase financial inclusion and digitalization in the real sector.

AwanTunai announced a series A2 funding of $56.2 million (over 811 billion Rupiah) in equity and loan facilities in mid-2021. Equity funding of $11.2 million was provided by new investors BRI Ventures and OCBC NISP Ventura, as well as participation from previous investors, including Insignia Ventures and Global Brains.

AwanTunai specializes in supply chain financing, targeting micro-enterprises in the regions. As of June 2021, the company has collaborated with more than 160 supplier partners to help traditional wholesalers digitize and finance their businesses. AwanTunai has served more than 8,000 micro merchants as users, with an increasing number of users coming from tier 2 and 3 cities in Indonesia.

Pendanaan AwanTunai IFC

AwanTunai Bukukan Pendanaan Seri A3, Berbentuk Ekuitas dan Debt

Layanan fintech lending AwanTunai kembali mendapatkan pendanaan. Berdasarkan data yang diinputkan ke regulator, nilainya berkisar $8,5 juta atau setara 121,5 miliar Rupiah. Sejumlah investor turut terlibat, termasuk International Finance Corporation (IFC), Global Brain, Insignia Ventures, OCBC NISP Ventures, dan beberapa lainnya.

Ketika dihubungi DailySocial.id, Co-Founder & CEO AwanTunai Dino Setiawan membenarkan adanya pendanaan baru tersebut, yang masuk dalam seri A3. Ia juga menjelaskan, bahwa investasi yang didapat terdiri dari dua jenis, yakni pendanaan ekuitas dan fasilitas pinjaman (debt facility). Untuk nilai di atas adalah pendanaan ekuitas, sementara debt facility belum disebutkan nilainya.

Di putaran ini, IFC menjadi penopang dana terbesar, menyubang sekitar 50% dari total nilai pendanaan ekuitas yang didapat. Masuknya institusi keuangan di bawah Bank Dunia tersebut di AwanTunai menambah daftar portofolionya di Indonesia. Sebelumnya IFC juga berinvestasi ke PasarPolis, ASSA, dan eFishery. Sebagian misinya untuk mencari proyek investasi berdampak, seperti untuk meningkatkan inklusi keuangan dan digitalisasi di sektor riil.

AwanTunai mengumumkan pendanaan seri A2 senilai $56,2 juta (lebih dari 811 miliar Rupiah) dalam bentuk ekuitas dan fasilitas pinjaman pada pertengahan tahun 2021 lalu. Pendanaan ekuitas sebesar $11,2 juta diberikan oleh investor baru BRI Ventures dan OCBC NISP Ventura, serta partisipasi dari investor sebelumnya, antara lain Insignia Ventures dan Global Brains.

Spesialisasi AwanTunai adalah pada pembiayaan rantai pasok, menyasar kalangan pelaku usaha mikro di daerah. Hingga Juni 2021, perusahaan telah bekerja sama dengan lebih dari 160 mitra supplier untuk membantu pedagang grosir tradisional melakukan digitalisasi dan pembiayaan usaha mereka.  AwanTunai telah melayani lebih dari 8.000 pedagang mikro sebagai pengguna, dengan peningkatan jumlah pengguna yang berasal dari kota tier 2 dan 3 di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Seri B1 Qlue

Selain KDDI, Pendanaan Seri B1 Qlue Didukung ASLI RI dan Telkomsel Mitra Inovasi

Qlue hari ini (04/6) mengumumkan perolehan pendanaan seri B1. Seperti diberitakan sebelumnya, Global Brain melalui KDDI Open Innovation Fund III memimpin putaran ini. Sementara investor lain yang turut terlibat adalah startup pengembang layanan biometrik ASLI RI dan juga Telkomsel Mitra Inovasi.

Founder & CEO Qlue Rama Raditya mengatakan, masuknya investasi ini memungkinkan Qlue memiliki skalabilitas yang semakin tinggi dalam memberikan solusi smart city di berbagai kota di Indonesia. Selain itu pihaknya akan memanfaatkannya untuk penguatan kapabilitas AI dan IoT yang dimiliki platformnya.

“Kami sangat antusias dengan pendanaan dari KDDI [..] Sinergi ini terjalin karena Qlue dan KDDI memiliki visi yang sama dalam mengakselerasi pembangunan kota berbasis teknologi smart city. Dengan dukungan KDDI yang memiliki jaringan bisnis secara global ini akan mendorong penetrasi pasar Qlue di luar negeri,” ujar Rama.

Qlue akan menggarap pasar Asia secara agresif sebagai basis utama pengembangan solusi smart city, dengan menjadikan Jepang, Malaysia, dan Filipina sebagai fokus utama. Untuk pasar dalam negeri, peningkatan skalabilitas ini juga bisa mendorong perluasan industri ke sejumlah sektor, seperti jasa kesehatan, pengelola kawasan industri, perhotelan, pengembang properti, BUMN, hingga berbagai sektor lainnya.

Hadirnya ASLI RI juga menarik, sebelumnya mereka dikenal sebagai pengembang platform keamanan berbasis biometrik; mereka juga terkorelasi dengan startup pengembang layanan tanda tangan digital TekenAja. Masuknya ASLI RI akan menghadirkan sinergi tersendiri dalam penguatan ragam solusi smart city yang dikembangkan Qlue.

“Kemampuan teknologi Qlue dalam mencerdaskan kamera CCTV sangat strategis dengan rencana bisnis kami sehingga sinergi ini bisa memberikan nilai tambah baik bagi ASLI RI maupun Qlue. Kami yakin kemitraan strategis ini juga akan memberikan dampak positif bagi pelaku industri di Indonesia karena pemanfaatan teknologi akan semakin masif dalam beberapa tahun ke depan,” ujar COO ASLI RI Rionald Soerjanto.

Rama dan tim Qlue cukup yakin bahwa potensi smart city masih sangat besar. Di Indonesia sendiri, menurut data yang mereka kutip, prediksi pangsa pasarnya akan mencapai $820 miliar pada tahun 2025 mendatang.

Sejak didirikan pada tahun 2016 lalu, Qlue cukup agresif melakukan ekspansi bisnis. Kini mereka sudah diaplikasikan di 58 kota di Indonesia dan memiliki pengguna di luar negeri dengan jumlah total mencapai lebih dari 133 klien. Per 2020, bisnis Qlue juga diklaim mengalami pertumbuhan 70% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Application Information Will Show Up Here