Tag Archives: GMV

Momentum Works laporkan total GMV dari 9 platform e-commerce terkemuka di Asia Tenggara mencapai $99,5 miliar pada 2022

Momentum Works: Shopee Pimpin Transaksi E-commerce di Asia Tenggara

Sektor e-commerce di Asia Tenggara terus menunjukkan pertumbuhan dan persaingan yang kuat walau industri digital diterpa berbagai tantangan. Shopee tercatat memimpin pasar regional dengan kontribusi Gross Merchandise Value (GMV) sebesar $47,9 miliar, melampaui pesaingnya, seperti Lazada, Tokopedia, dan TikTok Shop.

Menurut laporan termutakhir yang dirilis Momentum Works bertajuk “Ecommerce in Southeast Asia”, sembilan platform e-commerce terkemuka di Asia Tenggara menghasilkan total GMV sebesar $99,5 miliar pada 2022, naik 1,8 kali lipat dari 2020, tahun pertama pandemi.

Dari total GMV tersebut, sebanyak 52% atau senilai $51,9 miliar berasal dari Indonesia, dan disusul Thailand ($14,4 miliar). Sementara, Singapura dan Malaysia menduduki peringkat teratas berdasarkan GMV per kapita.

Dirinci dari platformnya, Lazada mencetak GMV sebesar $20,1 miliar, disusul Tokopedia ($18,4 miliar), Bukalapak ($5,3 miliar), TikTok Shop ($4,4 miliar), dan Blibli ($2,2 miliar). Setelah Shopee, posisi kedua ditempati oleh Lazada yang bertengger di urutan yang sama di lima negara, kecuali Indonesia.

Di Indonesia, Tokopedia menempati urutan kedua setelah Shopee, dengan pangsa pasar masing-masing 35% dan 36%, diikuti Lazada (10%), Bukalapak (10%), TikTok Shop (5%), dan Blibli (4%).

Sumber: Momentum Works

Momentum Works memproyeksikan total GMV Asia Tenggara mencapai $175 miliar pada 2028 mendatang dalam skenario normal, dengan potensi kenaikan hingga $232 miliar dalam skenario kasus terbaik.

Terkait laporan ini, Founder dan CEO Momentum Works Jianggan Li menuturkan, bisnis e-commerce di Asia Tenggara kemungkinan besar akan mengikuti pertumbuhan yang normal dan sehat selama beberapa tahun ke depan. Shopee dan Lazadda akan selalu ada berbagi pangsa pasar dengan satu atau dua pemain global lainnya.

“Pemain yang berfokus pada satu negara untuk bertahan hidup, akan lebih banyak beralih ke omnichannel, di mana dalam logistik 3PL hanya 2-3 pemain regional besar dan terdiversifikasi yang akan bertahan. Pemilik merek akan terus bekerja dengan gudang pendukung/distributor, dengan lebih menekankan untuk membangun loyalitas mereka sendiri,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Li melanjutkan, “permainan akhir mungkin terjadi bukan dalam situasi yang stabil, melainkan hasil dari arus yang terus berubah, dan bagaimana platform dapat (atau tidak mampu) mengendarai arus tersebut.”

Sumber: Momentum Works

Geliat TikTok Shop

Dalam laporan tersebut juga membahas perkembangan pesat TikTok Shop di kawasan ini. Seperti diketahui, tahun lalu pengguna aktif bulanan (MAU) TikTok secara global melebihi 1 miliar, tidak seperti Meta (Facebook) yang membuat sejumlah pihak setengah hati taruhan di bisnis e-commerce sambil fokus pada periklanan.

ByteDance, induk TikTok, sangat bertekad untuk membuat keduanya bekerja secara global. Perlu juga dicatat, TikTok (versi Tiongkok disebut Douyin) sudah membuat terobosan besar di e-commerce.

Menyusul dorongan agresifnya di Indonesia, TikTok Shop berkembang masuk ke lima negara di Asia Tenggara pada 2022, yaitu Thailand, Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Singapura. Dilaporkan, TikTok menargetkan pertumbuhan GMV lebih dari tiga kali lipat pada tahun ini atau sebesar $15 miliar.

Pendekatan e-commerce yang diusung TikTok untuk pengguna berbeda dengan pemain e-commerce tradisional di kawasan ini. Beberapa inisiatif besarnya, selain andalkan video/live commerce, TikTok memperkenalkan halaman marketplace khusus di bawah tab “Shop”.

TikTok Shop awalnya berfokus dorong penjualan produk ke tampilan utama konsumer melalui live streaming dan in-feed videos/ads. Lalu fitur tersebut ditingkatkan agar mampu mendukung dan mengintegrasikan beberapa saluran (seperti pencarian produk dan flash sales) untuk memenuhi kebutuhan belanja konsumen yang berbeda-beda.

Hal ini membuatnya jadi mirip dengan platform e-commerce pada umumnya dan mampu mendorong mendorong pembelian impulsif dan menanamkan kebiasaan pengguna mencari produk dan berbelanja di TikTok.

Di luar itu, TikTok Shop masih punya segudang pekerjaan rumah. Di antaranya, menambah kategori produk dengan ticket size yang lebih besar untuk mendongkrak average order value (AOV), dan yang terpenting bagaimana TikTok bisa memperkuat ekosistem e-commerce miliknya.

Pasalnya, sejauh ini TikTok masih mengandalkan kemitraan dengan perusahaan logistik, yang merupakan ekosistem yang paling melekat dengan e-commerce. Sementara, Shopee, Lazada, dan Tokopedia, sudah membangun ekosistemnya dari jauh-jauh hari. Misalnya, Shopee Xpress sudah tersebar jaringannya di 8000 titik dan mampu menerima 35%-40% pesanan.

Lazada Logistics malah lebih besar kapasitas pesanan yang dapat ditampung, sekitar 50%-60% dari total dan ditangani oleh lebih dari 400 fasilitas gudang, tempat penyortiran, dan titik pengiriman.

Fajrin Rasyid: Telkom Pertimbangkan “Spin-off” Unit Bisnis Digital di 2023

Sosok M. Fajrin Rasyid telah lama dikenal sebagai Co-founder Bukalapak, salah satu marketplace terbesar dan perusahaan teknologi yang telah melantai di bursa saham Indonesia. Pada 2020, ia diangkat menjadi Direktur Digital Business Telkom untuk memperkuat posisi perusahaan sebagai digital-telco (digico).

Telkom Group telah mencetak jejak cukup panjang dalam melahirkan berbagai inisiatif digital, seperti Blanja.com (marketplace hasil kemitraan dengan eBay) dan LinkAja. Telkom juga memiliki kendaraan investasi MDI Ventures dan incubator Indigo agar dapat berkontribusi terhadap industri kreatif digital.

Dalam perbincangan dengan DailySocial.id, Fajrin bilang unit Digital Business yang dipimpinnya sejauh ini membawa pencapaian pesat. Bahkan, tak menutup kemungkinan unit bisnis digital di dalamnya akan dieskpos ke jaringan investor atau mitra strategis yang lebih luas.

Apa agenda transformasi yang Anda bawa ke Telkom?

Jawab: Semakin ke depan, industri telekomunikasi semakin mendapat tekanan, semakin commoditized, capex semakin tinggi. Sama seperti perusahaan telekomunikasi di dunia, mereka ingin go digital.

Ada banyak yang perlu dipelajari karena telekomunikasi sedikit berbeda meski beririsan dengan digital. Saya pelajari dan beri masukan, lalu saya usulkan untuk ubah atau improve apabila kurang bagus. Ini termasuk kapabilitas hingga kultur [organisasi].

Ada dua agenda Digital Business, yakni menciptakan model bisnis baru yang dapat memberikan pendapatan dan valuasi, termasuk pada bisnis existing. Agenda kedua, kami bantu di sisi internal. Contohnya, kami membuat aplikasi myIndiHome untuk dorong business process dan customer experience. IndiHome sendiri berada di Direktorat Consumer. 

Apa saja yang perlu ditransformasi?

J: Ada dua sisi ekstrem di sini, yakni ekstrem rigid dan ekstrem agile. Startup sangat agile, sedangkan perusahaan BUMN atau publik sangat rigid dan birokratik. Bukan berarti keduanya punya sisi lebih baik dari yang lain.

Startup yang awalnya agile, pasti akan butuh good corporate governance. Di perusahaan saya sebelumnya, [laporan] tidak diaudit di tahun pertama dan kedua karena saat itu masih kecil. Namun, lama-lama investor meminta audit.

Sebaliknya, perusahaan telekomunikasi yang ingin go digital harus ke arah yang lebih agile. Saat hiring orang, startup biasanya lebih cepat. Di [Telkom] harus buat proposal dulu untuk justifikasi kebutuhan. Langkah ini sebetulnya masuk akal bagi perusahaan besar [untuk hindari risiko] seperti KKN.

Buat proposal bisa lama, begitu jadi, baru mulai hiring. Realitanya, mencari orang butuh waktu. Saya usul lakukan secara paralel. Jangan tunggu proposal jadi, kita bisa sambil cari orangnya. Ini salah satu aspek yang kami tingkatkan.

Lalu, saya memperkenalkan metode Objective Key Result (OKR) ke organisasi daripada memakai metrik pencapaian (achievement). Di e-commerce, OKR-nya berbasis Gross Merchandise Value (GMV), atau daily active user untuk video.

Ketika bikin aplikasi, lalu undang acara launching. Apakah bulan depan masih ada yang pakai aplikasinya? Kalau belum ada, berarti belum sesuai target. Bagi saya oke saja tidak buat acara [peluncuran] selama GMV naik terus.

Apa ada pertentangan dengan metrik yang Anda perkenalkan?

J: Pasti ada dinamika di dalamnya, banyak yang bertanya. Jika bicara digital, yang terpenting adalah customer. OKR itu merupakan terjemahan dari [kebutuhan] customer.

Saya memberi contoh ini ke diri sendiri. Saya jarang minta tim untuk mengembangkan fitur di aplikasi A, misalnya. Belum tentu fitur itu dibutuhkan customer atau sama dengan saya. Dengan mengacu pada data, kita tahu apa yang dibutuhkan. Ini saya coba tularkan ke organisasi, baik direktorat maupun grup.

Bagaimana struktur organisasi hingga pengembangan Digital Business ke depan?

J: Mengubah unit bisnis di Telkom butuh prosedur. Namun, kami kelola secara agile. Kami bentuk tribe yang dedicated membuat suatu produk. Chapter itu functional, semacam horizontalnya, terdapat manager, engineer, atau designer. Masing-masing punya tribe. Saat ini, ada 20 tribe, mulai dari logistik, agrikultur, health, dan education.

Pengembangan produknya dibagi dalam dua kategori, yakni internal dan eksternal. Di internal, tujuannya untuk dorong customer experience atau business process. Di eksternal, pengembangan produk bertujuan pada growth sehingga tribe bisa capai pendapatan dan valuasi. Ini menjadi justifikasi investasi yang telah dikelarkan. Perusahaan besar umumnya menghitung pendapatan per karyawan, EBITDA per karyawan.

Bagi tribe yang belum menghasilkan pendapatan karena masih di growth stage atau EBITDA masih negatif, kami ukur valuasi per karyawan. Jadi, kami tahu valuasi untuk tribe dengan 100 orang sekian atau tribe 50 orang sekian. Telkom punya Digital Investment Committee (DIC) untuk mengevaluasi kinerja dan metrik ini. Kalau tidak bagus, opsinya bisa tutup atau garap peluang baru. Jadi, tidak perlu ubah organisasi, geraknya lebih cepat.

Untuk mengukur keberhasilan bisnis digital, kami pakai metrik RBV atau revenue, benefit, dan valuation. Hasilnya bisa berupa pendapatan, efisiensi, atau peningkatan customer experience. Biasanya, produk startup-based belum ada pendapatan, tetapi baru GMV. Ini menghasilkan valuasi. Nah, untuk mencapai OKR, parameter ini tidak harus terpenuhi ketiganya.

Sejak tahun lalu, Digital Business mengalami pertumbuhan pesat. Kami telah mengembangkan Logee (logistik), Agree (Agrikultur), dan Pasar Digital (UMKM). GMV Logee dan PaDi sudah capai triliunan Rupiah per tahun, sedangkan Agree sudah ratusan miliar Rupiah per tahun. Agree kini tak hanya bermain di pertanian saja, tetapi juga ke perikanan.

Saya melihat ketiga sektor di atas punya potensi besar ke depannya. Secara umum, biaya logistik Indonesia masih tinggi, banyak ruang untuk digitalisasi. Industrinya juga sangat besar, mulai dari first mile, middle, dan last mile. Ada pandemi atau tidak, orang tetap butuh logistik. Sejumlah riset juga menyebut logistik sebagai sektor dengan pertumbuhan tercepat beberapa tahun terakhir.

Di agrikultur, setiap orang butuh makan, itu kebutuhan dasar meski ada pandemi atau resesi. Potensi UMKM juga masih besar. Untuk jump start, PaDi masuk ke segmen BUMN, tetapi kami perluas juga nanti untuk enterprise.

Bagaimana strategi eksekusinya?

J: Essentially, kami menerapkan strategi buy, build, and borrow. Kami bangun kapabilitas internal, misalnya melalui training. Namun, bangun kapabilitas itu butuh waktu, apalagi untuk level senior. Dalam hal ini, kami coba model borrow dan buy. Bisa lewat kerja sama atau membeli perusahaan yang punya keahlian. SDM juga dikombinasikan antara internal dan prohire.

Strategi ini untuk mengkomplemen kapabilitas sebagaimana yang saya jelaskan di awal. Bagaimana ke depannya? Ketiga cara tersebut akan terus kami lakukan untuk memastikan kapabilitas tercapai. Tentu ini tergantung pada justifikasi investasi, karena tidak bisa bakar uang terus kalau tidak menghasilkan.

Apakah ada rencana untuk spin off unit bisnis digital?

J: Sebagai bagian dari BUMN, membentuk anak usaha harus melalui justifikasi menyeluruh. Kami sedang menganalisis karena ada kemungkinan ke sana. Opsi ini makes sense karena spin-off dapat membuka kolaborasi dengan partner, baik melalui investasi maupun kerja sama mendalam.

Technically, saat ini sulit kalau ada yang mau berinvestasi [ke unit bisnis] karena berarti investasinya masuk ke Telkom dong. Jika di-spin off, investor bisa menjadi pemegang saham di perusahaan. Unit mana yang akan dilepas duluan? Tentu saja yang paling siap. Namun, jika lihat skala atau ukuran [bisnisnya], yang sudah triliunan itu Logee dan PaDi UMKM. Apalagi, PaDi sedang dipersiapkan untuk ekspansi ke luar segmen BUMN saja.

Sebagai perusahaan digital-telco, kami tak hanya menawarkan produk digital saja, tetapi juga platform dan infrastruktur. Ini menjadi kelebihan kami jika bicara kebutuhan yang sifatnya terintegrasi. Satu hal yang kami lakukan di Digital Business dan Direktorat Strategic Portfolio adalah mengorkestrasi portofolio digital di Telkom Group untuk memastikan terciptanya kolaborasi.

Bagaimana rencana spin-off IndiHome ke  Telkomsel?

J: IndiHome sebetulnya berada di Direktorat Consumer, tetapi the digital strategy  will follow the business. Kami belum tahu rencana detail pengembangan dari sisi digital [setelah bergabung dengan Telkomsel].

Bisa saja namanya nanti bukan IndiHome lagi. Ini belum diputuskan, masih didiskusikan. Yang pasti, salah satu premisnya adalah kolaborasi produk IndiHome dan Telkomsel akan lebih baik dengan penggabungan ini.

Apa sektor lain yang ingin Anda eksplorasi selanjutnya?

J: Telkom banyak terekspos dengan tren di green economy. Personally, saya memang tertarik untuk mengeksplorasi. Ini sesuatu yang sedang kami pelajari. How can we play, apa yang dapat Telkom bantu untuk digitalisasi.

Kami mulai ngobrol dengan Gesists, anak usaha BUMN di bidang motor listrik. Mereka memproduksi motor listrik, tapi barangkali ada kebutuhan aplikasi untuk enhance layanannya. Kami sedang analisis posisi Telkom dengan melihat tren-tren besar ini. Kami tak mau masuk ke bisnis kalau tidak punya kapabilitas.

Who knows ke depannya Telkom akan menyasar bisnis lain yang adjacent atau berdampingan.

Tokopedia’s GMV in 2019 Projected to Reach 222 Trillion Rupiah

Tokopedia’s prediction on the GMV (Gross Merchandise Value) this year exceeds Rp222 Trillion or equivalent to 1.5% of Indonesia’s GDP. Last year, Tokopedia’s GMV is at Rp73 trillion (0.5% of GDP). This is bigger than FEB UI’s Economic and Community Inquiry Department (LPEM FIB UI) prediction at Rp170 trillion.

Tokopedia’s Co-Founder & CEO, William Tanuwijaya said, it’ll be fascinating once the projection comes true, the Indonesian economy could be centralized on Tokopedia’s platform. Without producing any goods, the company can make a significant impact through millions of people doing business on its platform.

He also mentioned Tokopedia’s long-term target to contribute up to 5% to the GDP in the next 10 years.

“Entering the second decade, we still have lots of homework due to the beginning of an equal digital economy. In order to increase GDP’s contribution from 1.5% to 5%, we need to evolve by supporting farmers, also fisherman to have equal technology infrastructure,” he said on Thursday (10/10).

Tokopedia, to achieve the target, should change its business focus through penetration to the lowest layer of the population. It is for every part of this country can have equal technology infrastructure from Tokopedia to enhance their business.

There’s a hundred million Indonesian population live in the countryside and have no privilege over internet access to learn and develop a business. They tend to get a higher price for products from the city due to tough distribution.

“In the village, the challenge is low-quality infrastructure, this could be an opportunity on how we encourage them to stay and build a business instead of migrating to the city.”

The statement confirms Tokopedia’s intention not to go global. He said Makassar is more important than Manila, Sukanagara more important than Singapura, the company is to get more relevant and valuable to Indonesia.

Therefore, the company is open to collaboration with various business and industry, either governmental or non-governmental. An initiative was started with West Java Government by launching Desa Digital Powered by Tokopedia.

For a starting point, Desa Digital is to be distributed to 5 thousand villages in West Java as an education space to learn all about the digital industry. In terms of photo-taking, email marketing, etc.

Tanuwijaya guaranteed the distribution to 5 thousand villages is to be achieved in 12 months. West Java will be the first location for trial before Desa Digital goes to other provinces.

“We’ll receive feedback so that when we arrive at other areas, the investment won’t be too much. Any mistake we’ve made in West Java shouldn’t be repeated.”

Another innovation based on the will to build the rural area is a smart warehouse named TokoCabang. It has been launched gradually in Jakarta, Bandung, and Surabaya. “We tried to break the business development risk that often missed with TokoCabang. Thus, business owners don’t have to expand physically, enough with our warehouse.”

Tokopedia, with West Java government, is now connected to public service digitization. An example is Tax for Vehicle (PKB) payment through Tokopedia E-Samsat.

He also mentioned, tax revenue has been increased since the service launched in July 2019, the number even bigger than in 2018. “The result shows Tokopedia as the biggest contributor to tax revenue in West Java.”

Overall, the government has 900 different taxes. When it’s all been digitized, the bookkeeping should be easier for the government. Soon, people can renew their passport through Tokopedia.

Research with LPEM FIB UI

William reveals Tokopedia's target and achievement / Tokopedia
William reveals Tokopedia’s target and achievement / Tokopedia

On the same occasion, LPEM FIB UI also reveals its research titled “Dampak Tokopedia terhadap Perekonomian Indonesia.” There are three methods used, Inter Regional Output (economic relation), Location Quotient (detecting products with most benefit based on region), and survey to 12,683 respondents, consist of 2,677 merchants and 10,006 consumers.

A survey conducted this year using Tokopedia’s internal data last year. “We’ve found various results from the method. The survey was designed in 2019, distribution was made to merchants and consumers according to their systems,” Vice Director of LPEM FIB UI, Kiki Verico said.

There are several findings, such as 6.4 million registered merchants start and develop business through Tokopedia. Last year, the number is at 5 million. 86.55% of merchants are new players and 94% are the ultra micro category (sales with turnover below Rp100 million per year).

About 46,3% were workers and 38.6% of sellers in Tokopedia are producing their own products. They’re using local material (77,4%).

In terms of economic empowerment, Tokopedia is capable to increase sales up to 22%. In fact, some regions outside Java have significant growth. Gorontalo for example, reach up to 55.09%, Jambi at 41.88%, Sumut at 36.67%, Kaltim at 35.71%, and Lampung at 34.27%.

Transactions also occur across the country. Almost 90% of the transaction occurred in Eastern Indonesia come from the West (56%), and East (33%). Meanwhile, transactions in the Middle Region come from West (54%) and East (11%). It shows, sellers in East Indonesia can now reach buyers to the tip of western Indonesia, vice versa.

Another finding shows Tokopedia has given many options for SMEs in the region to buy cheaper materials. Most of them are outside Java, such as Bengkulu (54,5%), Sulawesi Tenggara (53,85%), Gorontalo (46,15%), NTB (46,15%), and Maluku (45,45%).

Noted in this research, 857 thousand new occupations, 309 thousand of those are putting Tokopedia as the main source of income. The number is to increase to 1.13 million occupations this year.

Regarding the economic contribution of Tokopedia to the GDP, there’s a slight difference in the calculation. LPEM FEB UI said the estimation number of Tokopedia’s GMV last year is at Rp170 trillion. Meanwhile, Tokopedia has claimed its contribution (from the GMV) last year is at Rp73 trillion and this year to exceed Rp222 trillion.

“Rp222 trillion is the number from Tokopedia. As calculated by filtering, the number is around Rp170 trillion. Filtering is the real number that represents domestic demand.”

Last year, there are more than 90 million active users per month in Tokopedia’s platform. The employees are now at 5 thousand people in total.

Tokopedia’s closest competitor, Bukalapak, has previously announced the estimated GMV this year exceeding $5 billion (over 70 trillion Rupiah) with more than 2 million transactions per day. The number increased from last year at $3.2 billion (around 48 trillion Rupiah), said Bukalapak’s Founder & President, M. Fajrin Rasyid.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
GMV Tokopedia 2019

Tokopedia Prediksi GMV Tembus 222 Triliun Rupiah Sepanjang Tahun 2019

Tokopedia memperkirakan nilai transaksi (GMV) pada tahun ini tembus Rp222 triliun atau setara dengan 1,5% dari PDB Indonesia. Tahun lalu, GMV Tokopedia berada di angka Rp73 triliun (kontribusi ke PDB 0,5%). Estimasi ini lebih tinggi dari proyeksi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI yang menyebut Rp170 triliun.

Co-Founder & CEO Tokopedia William Tanuwijaya menjelaskan, bila estimasi ini tercapai maka akan sangat menarik karena ekonomi Indonesia bisa terpusat di platform Tokopedia. Perusahaan tidak menjual barang sama sekali, namun ada dampak yang dihasilkan terlihat dari jutaan pebisnis mulai berbisnis di Tokopedia.

Dia juga menargetkan pada jangka panjang Tokopedia dapat meningkatkan kontribusinya terhadap PDB hingga 5% pada 10 tahun mendatang.

“Masuk dekade kedua ini, PR kami masih panjang karena pemerataan ekonomi digital baru dimulai. Untuk mendorong kontribusi PDB dari 1,5% menjadi 5%, maka kami harus berevolusi dengan bantu petani, nelayan agar bisa menikmati infrastruktur teknologi yang selama ini dinikmati produsen,” terangnya, Kamis (10/10).

Untuk capai target itu, Tokopedia mulai mengubah fokus bisnis dengan menajamkan kehadirannya hingga ke lapisan masyarakat terbawah. Harapannya semua elemen masyarakat bisa mulai memanfaatkan infrastruktur dari Tokopedia untuk mengembangkan usaha mereka.

Ada 100 juta masyarakat Indonesia yang tinggal di pedesaan yang selama ini kesulitan menjangkau akses internet untuk belajar dan memulai bisnis. Ketika mereka ingin beli barang biasanya harga yang didapat lebih mahal daripada harga di perkotaan karena distribusinya yang susah.

“Di desa tantangannya infrastruktur itu tidak sebagus di kota, tapi ini sekaligus jadi peluang bagaimana kita bisa mendorong mereka untuk tidak perlu pindah ke kota bila ingin mulai usaha.”

Pernyataannya William sekaligus menegaskan bahwa Tokopedia tidak memiliki ketertarikan untuk go global. Menurutnya, Makassar lebih penting daripada Manila, Sukanagara lebih penting dibandingkan Singapura, maka perusahaan akan terus berkomitmen menjadi lebih relevan dan bermanfaat untuk Indonesia.

Maka dari itu, perusahaan membuka peluang kolaborasi dengan banyak pihak dari lintas industri baik itu swasta maupun pemerintah. Salah satu inisiatif yang mulai dilakukan, bersama Pemprov Jawa Barat dengan merilis Desa Digital Powered by Tokopedia.

Pada langkah awal, Desa Digital ini akan dihadirkan ke 5 ribu desa di seluruh Jawa Barat sebagai ruang edukasi masyarakat untuk belajar semua hal tentang digital. Entah itu cara mengambil foto yang baik, membuat email, dan sebagainya.

William memastikan dalam 12 bulan mendatang target menghubungkan 5 ribu desa ini akan tercapai. Jabar akan menjadi kawasan percobaan untuk Desa Digital sebelum akhirnya di bawa ke provinsi lainnya.

“Nanti kita akan mendapatkan feedback, sehingga ketika masuk ke provinsi lain, investasi jadi tidak terlalu besar. Kesalahan yang sudah dilakukan di Jabar tidak perlu diulangi lagi.”

Inovasi lainnya yang didasari semangat membangun desa adalah gudang pintar yang disebut TokoCabang. Ini sudah dirilis secara bertahap di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. “Risiko pengembangan bisnis yang sering missed, kami coba patahkan lewat TokoCabang. Sehingga secara fisik pengusaha tidak perlu buka cabang baru, cukup pakai gudang kami.”

Bersama Pemprov Jabar, kini Tokopedia telah terhubung dengan digitalisasi layanan publik. Salah satunya pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) lewat Tokopedia E-Samsat.

William mengungkapkan sejak layanan diluncurkan terjadi penerimaan pajak yang sangat signifikan di Juli 2019, malah diklaim lebih besar dari penerimaan PKB di Jabar sepanjang tahun 2018. “Hasilnya terlihat bahwa kami menjadi kontributor terbesar untuk pajak motor di Jabar.”

Pemerintah secara keseluruhan memiliki 900 jenis pendapatan negara. Apabila ini semua dapat digitalkan, tentunya negara akan sangat dipermudah dalam mencatatkan pemasukannya. Bisa jadi ke depannya, masyarakat bisa bayar biaya perpanjangan paspor lewat Tokopedia.

Riset bersama LPEM FEB UI

William memaparkan pencapaian dan target Tokopedia / Tokopedia
William memaparkan pencapaian dan target Tokopedia / Tokopedia

Di saat yang sama, LPEM FEB UI memaparkan hasil risetnya bertajuk “Dampak Tokopedia terhadap Perekonomian Indonesia.” Ada tiga metode penelitian yang dilakukan, Inter Regional Input Output (melihat keterikatan ekonomi antar daerah), Location Quotient (mendeteksi produk apa yang paling banyak memberikan keuntungan berdasarkan daerah), dan survei ke 12.683 responden, terdiri dari 2.677 merchant dan 10.006 konsumen.

Survei dilakukan pada tahun ini dengan menggunakan data internal dari Tokopedia pada tahun lalu. “Dari metode tersebut, kita menemukan berbagai hasil. Survei kita design di 2019, lalu Tokopedia distribusi survei ke merchant dan konsumen dengan sistem mereka,” terang Wakil Direktur LPEM FEB UI Kiki Verico.

Temuan yang didapat, di antaranya ada 6,4 juta merchant bergabung yang memulai dan mengembangkan bisnisnya lewat Tokopedia. Tahun lalu, angkanya ada 5 juta merchant. 86,55% merchant merupakan pedagang baru dan 94% termasuk dalam kategori ultra mikro (penjualan dengan omzet di bawah Rp100 juta per tahun).

Lalu 46,3% sebelumnya bekerja sebagai karyawan dan 38,6% penjual di Tokopedia adalah produsen, menghasilkan produk secara mandiri. Produsen ini menggunakan bahan baku lokal (77,4%).

“Dari sisi pemberdayaan ekonomi, Tokopedia mampu meningkatkan penjualannya hingga 22%. Beberapa daerah di luar Jawa bahkan kenaikannya sangat signifikan. Gorontalo misalnya mencapai 55,09%, Jambi 41,88%, Sumut 36,67%, Kaltim 35,71%, Lampung 34,27%,” ucap Kiki.

Transaksi pun terjadi lintas batas wilayah Indonesia. Hampir 90% transaksi terjadi di kawasan Indonesia Timur, berasal dari Barat (56%), dan Tengah (33%). Sedangkan transaksi di Indonesia Tengah, berasal dari Barat (54%) dan Timur (11%). Temuan ini mengartikan, para penjual di Indonesia Timur kini bisa menjangkau pembeli hingga ujung barat Indonesia, begitu pun sebaliknya.

Temuan lain menunjukkan Tokopedia memberikan kesempatan pada merchant UKM di daerah bisa membeli bahan baku produksi dengan harga lebih murah. Sebagian besar mereka berada di luar Pulau Jawa, antara lain Bengkulu (54,5%), Sulawesi Tenggara (53,85%), Gorontalo (46,15%), NTB (46,15%), dan Maluku (45,45%).

Jumlah lapangan pekerjaan yang terekam dalam riset ini, menciptakan 857 ribu lapangan kerja baru. 309 ribu di antaranya menjadikan Tokopedia sebagai sumber penghasilan utama. Diestimasi jumlahnya akan meningkat jadi 1,13 juta pekerjaan pada tahun ini.

Mengenai angka kontribusi ekonomi dari Tokopedia terhadap PDB, memang terjadi perbedaan cara menghitung. Angka estimasi dari LPEM FEB UI, GMV Tokopedia pada tahun lalu sebesar Rp58 triliun dan tahun ini sebesar Rp170 triliun. Sementara, Tokopedia sendiri menyebutkan kontribusinya (dilihat dari GMV) pada tahun lalu sebesar Rp73 triliun dan tahun ini diestimasi tembus Rp222 triliun.

“Rp222 triliun angka langsung dari Tokopedia. Kalau dihitung dengan filtering, hasilnya kurang lebih Rp170 triliun. Filtering itu angka yang benar-benar merepresentasikan domestic demand.”

Terhitung, pada tahun lalu ada lebih dari 90 juta pengguna aktif setiap bulannya mengunjungi Tokopedia. Total karyawan kini tembus di kisaran 5 ribu orang.

Kompetitor terdekat Tokopedia yakni Bukalapak, sebelumnya juga mengumumkan estimasi GMV pada tahun ini tembus angka $5 miliar (lebih dari 70 triliun Rupiah) dengan lebih dari 2 juta transaksi per harinya. Angka ini naik dari pencapaian tahun lalu yang disebutkan Co-Founder & President Bukalapak M. Fajrin Rasyid sebesar $3,2 miliar (sekitar 48 triliun Rupiah).

Application Information Will Show Up Here
Angka GMV yang diklaim Bukalapak, sebesar $5 miliar (70 triliun Rupiah) di paruh pertama 2019, jauh lebih tinggi dibanding pencapaian tahun sebelumnya

Bukalapak Prediksikan GMV Capai 70 Triliun Rupiah Tahun Ini

Bukalapak mengungkap sejumlah pencapaian pada paruh pertama 2019, termasuk prediksi annualized GMV yang diklaim menembus angka $5 miliar (lebih dari 70 triliun Rupiah) dengan lebih dari 2 juta transaksi per harinya. Angka ini naik dari pencapaian tahun lalu yang disebutkan Co-Founder dan President Bukalapak M. Fajrin Rasyid sebesar $3,2 miliar (sekitar 48 triliun Rupiah).

Dalam keterangan resmi, Founder dan CEO Bukalapak Achmad Zaky membeberkan laba kotor bulanan Bukalapak naik dua kali lipat dari Desember 2018. Jumlah pelapak yang bergabung ada lebih dari 4 juta pelaku UMKM dan 2 juta Mitra Bukalapak yang terdiri dari warung dan toko kelontong tersebar di 477 kota dan kabupaten.

“9 tahun berjalan, kami terus menerobos segala keterbatasan. [..] Cita-cita sederhana kami, ingin warung dan pelaku usaha kecil naik kelas, dapat terwujud nyata. Hari ini, dengan gembira kami sampaikan 2 juta warung/toko kelontong dan agen wirausaha mandiri Mitra Bukalapak telah hadir di 477 dari 514 kota dan kabupaten,” ucap Zaky.

Dia melanjutkan, rata-rata jumlah pelanggan warung mitra naik 2 kali lebih banyak dari pengujung toko di pusat perbelanjaan. Tidak hanya menjual barang kelontong, mitra bersama Bukalapak perluas layanan dengan menjual produk virtual, seperti token listrik, pulsa, PDAM, BPJS, dan tiket kereta. Dari berjualan ini, mitra dapat meningkatkan keuntungan bisnis.

Produk Bukalapak lainnya yang baru dirilis adalah BukaGlobal untuk permudah pelapak lakukan ekspor. Negara cakupannya tersebar di Singapura, Malaysia, Taiwan, Brunei Darussalam, dan Hongkong. Salah satu pelapak, Brightfull bercerita dirinya telah mendapat pesanan langsung dari Malaysia.

“Ini adalah salah satu bentuk dukungan dari kami supaya Indonesia bisa jadi kekuatan ekonomi digital di Asia Tenggara.”

Zaky menyampaikan keinginannya untuk terus berinovasi dan menciptakan dampak yang lebih luas. Seperti menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak, mentransformasi teknologi agar lebih banyak orang memiliki akses terhadap berbagai layanan finansial, menaik kelaskan lebih banyak warung di lebih banyak kota di Indonesia, hingga membantu pemerintah mewujudkan e-Government.

 

Gojek announces to be the largest in Southeast Asia by having GMV up to US$12.5 billion last year. In Indonesia, Go-Food contributes for US2.5 billion

Gojek’s GMV Exceeds 175 Trillion Rupiah in 2018

Gojek is said to be the tech startup with the largest transaction in Southeast Asia. During last year, the total GMV has reached US$12.5 billion (around Rp175 trillion).

In Indonesia, Go-Food’s vertical service contributes around US$2.5 billion (around Rp35 trillion). In addition, Gojek has 2 million driver partners and 400 thousand Go-Foood merchants. The app has been downloaded 130 million times throughout Southeast Asia.

It was direcly stated by Kevin Aluwi, Gojek’s Co-Founder when attending Indonesia PE-VC Summit 2019 as a speaker, yesterday (1/24).

In addition, Aluwi also shared a brief information related to the overseas expansion and its challenges, his opinion on IPO’s issue and Gojek’s outlook in a year.

He also said the overseas expansion is a new thing and it’s normal to adapt a little bit. However, he ensures that Philippines is a valuable market and they’re working hard with various institutions to get the best solution. He expects to arrive in Philippines soon.

Regarding Ministry of Communication and Information (Kemkominfo) minister, Rudiantara, offering to facilitate Gojek’s plan in Philippines, Aluwi said the team’s appreciation. However, the company always strives to partner with the right ones, local and international, for the success of the launching.

“It’s very important for me to work in team and comply with the requirements of local government. Overall, the expansions has gained positive response beyond our internals’ expectation,” he said.

International expansion

Gojek transportation services in Vietnam has grown rapidly that gives them enough confidence to launch Go-Food in the region. The achievement is said to mark second position in the market after 1.5 months launching.

In Thailand, it might be too soon to define. However, it’s having a positive response, even though Gojek hasn’t 100% final.

Singapore is considered as Gojek’s most publicized expansion. The team is quite surprised with Singaporean response, both supply and demand. There’s a huge desire to have a competitive and fair market.

We’ve far exceeded this year’s target for Singapore. Therefore, we’ll re-evaluate our activity due to the surprising response.”

He said Gojek transportation service had exceeded 1 million trips post launching for less than two months.

Another thing was added regarding Gojek’s plan to enter Malaysia. He said the possibility is in there, but the team is still exploring the vertical service to be offered in the region.

Both Malaysia and Singapore are opposing the two-wheeler transportation service due to unsafe. Therefore, Gojek only provides taxi transportation service for Singapore.

In the future outlook, the company is said to keep digging from last year. Besides international expansion, Gojek has done several activities in 2018. One is to release Go-Pay from ecosystem and to be utilized by many as a payment method.

On the same occasion, Kevin Aluwi avoids to make further statement on the Rumor saying Gojek is processing a new funding round of US$2 billion (around Rp28 trillion). He only mentioned they have some exciting news coming soon.

In terms of IPO, he said similar statement as the previous Gojek management, that IPO is not the main priority, either internals or investors. He didn’t explicitly choose to be registered in the IDX.

“Are we going to do it [IPO] in IDX, I think it’s not the time and it’s still a hypothesis rather than choosing a strong thesis regarding what to do. In the end, we’ll try our best for the shareholders and our customers.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Gojek menobatkan diri sebagai layanan terbesar di Asia Tenggara karena memiliki GMV US$12,5 miliar tahun lalu. Di Indonesia Go-Food menyumbang US$2,5 miliar

GMV Gojek Tembus Lebih dari 175 Triliun Rupiah di 2018

Gojek mengklaim sebagai perusahaan teknologi dengan transaksi terbesar se-Asia Tenggara. Diungkapkan total GMV yang terjadi sepanjang tahun lalu mencapai US$12,5 miliar (sekitar Rp175 triliun).

Untuk Indonesia saja, layanan vertikal Go-Food menyumbang angka sekitar US$2,5 miliar (sekitar Rp35 triliun). Tak hanya itu, Gojek memiliki 2 juta mitra pengemudi dan 400 ribu merchant Gofood. Aplikasi Gojek disebut telah diunduh 130 juta kali di seluruh Asia Tenggara.

Informasi ini disampaikan langsung oleh Co-Founder Gojek Kevin Aluwi yang hadir sebagai pembicara di Indonesia PE-VC Summit 2019, kemarin (24/1).

Tak hanya itu, Kevin juga berbagi informasi singkat terkait ekspansi ke luar negeri beserta tantangannya, pandangannya terhadap isu IPO, dan outlook Gojek dalam setahun ke depan.

Kevin mengatakan ekspansi ke luar negeri adalah hal baru yang dilakukan Gojek, sehingga wajar kalau ada kagok dalam beberapa hal. Namun dia memastikan Filipina adalah pasar yang sangat penting dan pihaknya sedang bekerja keras dengan berbagai lembaga-lembaga untuk mendapatkan solusi yang tepat. Dia berharap Gojek bisa segera mengaspal di Filipina.

Terkait penawaran yang diberikan Menteri Kemkominfo Rudiantara untuk memuluskan rencana Gojek di Filipina, Kevin hanya mengatakan pihaknya menghargai bantuan tersebut. Namun perusahaan selalu berupaya untuk berinteraksi dengan mitra yang tepat secara internasional dan lokal demi peluncuran layanan yang berhasil.

“Sangat penting bagi kami untuk bekerja erat dan mematuhi persyaratan dari pemerintah setempat. Namun secara keseluruhan, ekspansi ini mendapat respons yang luar biasa melampaui harapan dari tim internal kami,” terangnya.

Ekspansi internasional

Layanan transportasi Gojek di Vietnam mengalami pertumbuhan yang cukup pesat sehingga memberi keyakinan kepada Gojek untuk meluncurkan layanan Go-Food di sana. Pencapaian Go-Food diklaim telah merebut posisi kedua di pasar setelah 1,5 bulan resmi diluncurkan.

Untuk Thailand, menurutnya, masih terlalu dini untuk membicarakannya. Namun diklaim mendapat responsnya yang sangat terbuka, kendati dia mengaku Gojek belum 100% sudah maksimal. Perusahaan pun terus berupaya melakukan ekspansi agresif dengan menghadirkan layanan vertikal apa yang bisa dihadirkan untuk negara tersebut.

Singapura dianggap sebagai ekspansi Gojek yang paling banyak dipublikasikan. Kevin mengaku tim cukup terkejut dengan respons dari warga Singapura, baik dari sisi suplai dan permintaan. Pasalnya, di sana keinginan untuk memiliki pasar yang kompetitif dan adil sangat besar.

“Kami telah jauh melampaui target pada tahun ini untuk Singapura. Untuk itu kami akan mengevaluasi kembali tentang apa yang ingin kami lakukan karena responsnya benar-benar mengejutkan.”

Kevin menyebut layanan transportasi Gojek telah tembus lebih dari 1 juta perjalanan pasca kurang dari dua bulan mengaspal di sana.

Hal lainnya yang sempat ditanyakan ke Kevin adalah ada atau tidaknya rencana Gojek untuk hadir di Malaysia. Dia menjawab kemungkinan tersebut tetap ada, namun pihaknya masih mendalami layanan vertikal apa yang bakal dihadirkan untuk negara tersebut.

Baik Malaysia dan Singapura adalah negara yang menentang layanan transportasi dari roda dua karena dianggap tidak aman. Oleh karenanya, Gojek hanya menyediakan layanan transportasi taksi untuk Singapura.

Secara outlook ke depannya, dia menerangkan perusahaan akan terus perdalam dari apa yang sudah dilakukan sejak tahun lalu. Selain ekspansi ke luar negeri, banyak hal yang telah Gojek lakukan pada tahun 2018. Di antaranya melepas Go-Pay keluar dari ekosistem Gojek dan kini bisa dimanfaatkan oleh berbagai pihak sebagai metode pembayaran.

Dalam kesempatan yang sama Kevin juga enggan berkomentar lebih jauh terkait rumor yang menyebut Gojek sedang memproses putaran pendanaan baru sebesar US$2 miliar (sekitar Rp 28 triliun). Dia hanya menyebut Gojek segera memberi informasi yang menarik dalam beberapa pekan mendatang.

Mengenai dorongan untuk IPO, pernyataan Kevin tetap seperti manajemen Gojek yang sudah diberikan sebelumnya, bahwa pertimbangan IPO bukan menjadi prioritas utama baik dari internal maupun para investornya. Dia juga tidak secara eksplisit pasti memilih untuk tercatat di dalam negeri di BEI.

“Apakah kita akan melakukannya [IPO] di BEI, saya pikir belum ada dan pada tahap ini masih dipandang sebagai hipotesis daripada memilih tesis yang kuat tentang apa yang ingin kita lakukan. Pada akhirnya kami akan melakukan yang terbaik untuk pemegang saham dan pengguna kami.”

Bukalapak reveals the Annualized GMV worth of 48 trillion Rupiah. Ant Financial and GIC Pte Ltd are involved as Bukalapak investors

Bukalapak Boosts Annualized GMV to IDR 48 Trillion

In an interview with Bloomberg, Bukalapak’s Co-Founder and President M. Fajrin Rasyid revealed the company’s monthly Gross Merchandise Value (GMV) has reached IDR 4 trillion ($270 million) or Annualized GMV of IDR 48 trillion (around $3.2 billion).

In addition, Ant Financial (Alipay) and Singapore-based investment company GIC Pte Ltd are reportedly involved as Bukalapak investors, although Rasyid has confirmed to DailySocial that both aren’t participated in the last round addressing Bukalapak as a unicorn worth over $1 billion.

He said one-fifth (20%) of the GMV is a contribution from partners’ sales of the exceeding 300 kiosks.

“It’s expected, after receiving goods [transaction results], they’ll be happy doing their own online transaction [no need for agents] and Bukalapak becomes the platform they choose for the next transaction,” he said.

He also said, Bukalapak plans to raise new funding by earlier next year, they’re not rushing. IPO is said to be considered in 1 to 2 year later.

Furthermore, he mentioned the company is making some acquisition. We’ve got some news regarding Bukalapak acquisition of some software house (in the form of acquihire). He said the company is making progress for acquisition towards e-commerce players having a synergy with the company.

As one of the two Indonesian unicorn startups engaged in the e-commerce sector, Bukalapak is included in Indonesia’s top 5 e-commerce based on traffic and popularity. Some of their latest highlights are the launch of bus ticketing service, partners with DANA as their digital payment platform, and open the installment-based payment service with Akulaku called BukaCicilan.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bukalapak mengungkapkan GMV Tahunan saat ini mencapai 48 triliun Rupiah. Ant Financial dan GIC Pte Ltd termasuk dalam jajaran investor Bukalapak

GMV Tahunan Bukalapak Capai 48 Triliun Rupiah

Dalam wawancara dengan Bloomberg, Co-Founder dan President Bukalapak M. Fajrin Rasyid mengungkapkan bahwa Gross Merchandise Value (GMV) bulanan perusahaan mencapai 4 triliun Rupiah ($270 juta) per bulan atau Annualized GMV mencapai 48 triliun Rupiah (sekitar $3,2 miliar).

Selain itu terungkap bahwa Ant Financial (Alipay) dan perusahaan investasi negara Singapura GIC Pte Ltd termasuk dalam jajaran investor Bukalapak, meskipun Fajrin kepada DailySocial mengonfirmasi keduanya tidak masuk di putaran terakhir yang melambungkan Bukalapak sebagai startup unicorn bervaluasi lebih dari $1 miliar.

Menurut Fajrin, seperlima (20%) dari GMV tersebut disumbangkan dari penjualan melalui Mitra Bukalapak yang telah berjumlah lebih dari 300 ribu kios.

“Harapannya setelah menerima barang [hasil transaksi], mereka merasa nyaman melakukan transaksi online sendiri [tidak lagi melalui perantara agen] dan Bukalapak menjadi platform yang merek gunakan untuk transaksi berikutnya,” ujar Fajrin.

Fajrin mengungkapkan bahwa Bukalapak berencana mencari pendanaan baru awal tahun depan, meskipun tidak dalam posisi terburu-buru. IPO disebutkan bakal dipertimbangkan dalam 1-2 tahun ke depan.

Selain Fajrin juga menjelaskan bahwa pihaknya sudah mulai melakukan akuisisi. Kami mendapat informasi bahwa Bukalapak sudah mengakuisisi beberapa software house (dalam bentuk acquihire). Fajrin menyebutkan pihaknya sedang dalam tahap penjajakan akuisisi terhadap pemain e-commerce yang bersinergi dengan perusahaan.

Sebagai satu dari dua startup unicorn Indonesia yang bergerak di sektor e-commerce, Bukalapak termasuk dalam jajaran top 5 e-commerce di Indonesia berdasarkan traffic dan popularitas. Beberapa highlight Bukalapak sebulan terakhir adalah meluncurkan layanan pembelian tiket bus, menggandeng DANA sebagai platform pembayaran digital, dan membuka layanan pembayaran berbasis cicilan BukaCicilan bersama Akulaku.

Application Information Will Show Up Here