Pengguna Android Auto saat ini terbagi menjadi tiga kubu: mereka yang menggunakan kombinasi head unit dan smartphone (versi konvensional), mereka yang menggunakan smartphone saja (Android Auto for Phone Screens), dan mereka yang menggunakan Android Automotive OS (versi yang terintegrasi langsung pada sistem infotainment bawaan mobil).
Namun klasifikasi ini tidak akan bertahan lama. Pasalnya, Google memutuskan untuk berhenti menawarkan Android Auto for Phone Screens mulai Android 12. Dilaporkan oleh XDA, pengguna perangkat Android 12 yang membuka aplikasi Android Auto for Phone Screens bakal disuguhi notifikasi bahwa Android Auto sekarang cuma tersedia untuk layar mobil saja.
Alternatifnya, mereka dihimbau untuk menjajal fitur Driving Mode milik Google Assistant. Kepada 9to5Google, Google telah mengonfirmasi bahwa mulai Android 12, Google Assistant Driving Mode bakal sepenuhnya menggantikan aplikasi mobile Android Auto. Kalau perangkatnya belum (atau tidak) kebagian jatah update Android 12, maka aplikasi mobile Android Auto tadi masih dapat digunakan seperti biasa.
Google Assistant Driving Mode pertama diumumkan di ajang Google I/O 2019, dan dari awal sudah diproyeksikan sebagai pengganti Android Auto versi mobile. Namun ternyata peluncuran Driving Mode terpaksa harus ditunda. Barulah di bulan Oktober 2020 kemarin, fitur tersebut mulai tersedia untuk publik, meski masih dalam jumlah terbatas.
Secara umum, pengalaman yang ditawarkan Driving Mode pada dasarnya tidak terlalu berbeda dari Android Auto for Phone Screens. Yang berbeda adalah, karena Driving Mode merupakan fitur milik Google Assistant, maka pengguna tidak perlu membuka aplikasi yang terpisah.
Pada praktiknya, fitur ini bakal aktif secara otomatis ketika pengguna memulai sesi navigasi di aplikasi Google Maps. Ini tentu bakal sangat membantu buat pengguna yang selama ini sering lupa kalau di ponselnya ternyata sudah terinstal aplikasi Android Auto for Phone Screens.
Dewasa ini, headphone atau earphone wireless yang dilengkapi dukungan untuk memanggil dan berinteraksi dengan Google Assistant sudah tergolong sangat umum. Cukup dengan menekan tombol, pengguna dapat langsung menginstruksikan atau menanyakan sesuatu kepada Google Assistant.
Saya masih ingat mungkin dua atau tiga tahun lalu, kemudahan untuk berinteraksi dengan Google Assistant ini merupakan salah satu hal yang paling diincar dari konsumen ketika hendak membeli sebuah headphone atau earphone wireless. Sekarang, fitur tersebut sudah bisa dikategorikan sebagai standar. Pertanyaannya, bagaimana jika Anda masih setia dengan headphone atau earphone berkabel?
Kabar baiknya, aplikasi Google di perangkat Android sudah diperbarui agar fitur ini juga berlaku untuk headphone atau earphone berkabel, entah yang terhubung via konektor 3,5 mm biasa atau via konektor USB-C. Syaratnya cuma satu: headphone atau earphone-nya harus dilengkapi mikrofon, serta memiliki tombol yang umumnya berfungsi untuk play/pause atau untuk menerima panggilan telepon.
Jadi saat headphone atau earphone disambungkan, akan muncul notifikasi dari aplikasi Google berlabel “Talk to your Assistant on headphones“. Klik notifikasi tersebut, maka pengguna akan dibawa ke proses set-up awal seperti ketika menggunakan headphone atau earphone wireless. Setelahnya, pengguna bisa langsung berinteraksi dengan Google Assistant.
Caranya cukup dengan mengklik dan menahan tombol play/pause itu tadi sampai terdengar bunyi, lalu lepas tombolnya dan langsung berbicara. Alternatifnya, pengguna juga dapat menekan dan menahan tombol selama dua detik untuk meminta Google Assistant membacakan notifikasi yang ada ā dengan catatan pengguna sudah menyetujui permission-nya di bagian pengaturan.
Sangat menarik melihat bagaimana fitur ini sekarang sudah bisa dinikmati oleh hampir semua pengguna. Sebelumnya, satu-satunya earphone berkabel yang dibekali fitur tersebut hanyalah Pixel USB-C Buds besutan Google sendiri.
Zound Industries, produsen perangkat audio di balik brand Marshall Headphones, meluncurkan smart speaker baru bernama Uxbridge Voice. Layaknya Google Home atau Amazon Echo, Marshall Uxbridge punya dimensi yang ringkas, cuma 128 x 168 x 123 mm.
Desainnya tetap khas sang pabrikan amplifier gitar asal Inggris. Wujudnya tetap mirip dengan amplifier gitar, akan tetapi Uxbridge mengandalkan tombol-tombol konvensional ketimbang yang menyerupai kenop-kenop milik amplifier.
Singkat cerita, Uxbridge tampak lebih modern daripada speaker–speaker Marshall sebelumnya, tapi di saat yang sama juga masih terkesan retro. Meski ringkas, bobotnya berkisar 1,39 kg, mengindikasikan performa audionya yang mumpuni.
Secara teknis, Uxbridge dibekali amplifier Class D 30 W yang menenagai woofer dan tweeter-nya. Respon frekuensinya berada di kisaran 54 – 20.000 Hz, bukan yang paling detail di frekuensi rendah, tapi setidaknya pengguna dapat mengatur intensitas bass-nya dengan mudah.
Sebagai sebuah smart speaker, Uxbridge ditawarkan dalam dua varian yang berbeda; satu dengan integrasi Amazon Alexa, satu lagi dengan Google Assistant. Mikrofon yang tertanam ada dua, dan produsen tak lupa melengkapinya dengan teknologi noise cancelling supaya suara pengguna bisa ditangkap dengan lebih jelas.
Dari segi konektivitas, Uxbridge mendukung AirPlay 2 dan Spotify Connect di samping mengemas sambungan Bluetooth 5.0. Seperti halnya speaker modern lain, Uxbridge juga bisa dilibatkan dalam setup multi-room.
Marshall Uxbridge Voice bakal dipasarkan mulai 8 April seharga $199, tapi baru varian Alexa saja. Varian Google Assistant-nya baru akan menyusul pada bulan Juni mendatang.
Sejak 2017, Montblanc telah resmi berkiprah di industri teknologi. Portofolio gadget brand asal Jerman tersebut sejauh ini mencakup dua smartwatch, yakni Summit dan Summit 2. Namun sekarang Montblanc rupanya sudah siap menyasar kategori lain, yaitu headphone.
Produk pertama mereka di ranah ini adalah Montblanc Smart Headphones. Seperti yang bisa kita lihat dari gambarnya, penampilannya terkesan mewah dan elegan, pantas untuk mengusung logo bintang khas Montblanc. Konstruksinya banyak mengandalkan bahan logam dan kulit, sedangkan kombinasi warnanya ada tiga macam.
Tidak kalah penting untuk disoroti adalah fakta bahwa Montblanc mengaku merancang headphone ini bersama seorang ahli audio. Sosok tersebut adalah Alex Rosson, pendiri produsen headphone Audeze yang cukup populer di kalangan audiophile.
Beliau rupanya juga cukup populer di kalangan produsen jam tangan premium yang tertarik untuk terjun ke bisnis headphone, sebab Montblanc bukanlah klien pertamanya. Sebelum ini, Shinola sudah lebih dulu memercayakan keahlian Rosson perihal audio engineering. Dan selama sekitar dua tahun memimpin divisi audio Shinola, Rosson bersama timnya melahirkan beragam produk audio, mulai dari turntable, headphone sampai earphone wireless.
Label “Smart” pada namanya merujuk pada sejumlah hal. Yang pertama adalah konektivitas wireless dan dukungan Google Assistant ā perangkat bahkan dilengkapi tombol khusus untuk memanggil sang asisten pintar tersebut tanpa mengharuskan pengguna membuka ponselnya terlebih dulu.
Yang kedua, seperti halnya headphone wireless lain yang dirilis dalam satu hingga dua tahun terakhir, adalah active noise cancelling (ANC) di samping isolasi pasif yang ditawarkan earcup besarnya. Dalam satu kali pengisian via USB-C, perangkat disebut mampu beroperasi selama 20 jam nonstop.
Nama Montblanc pada dasarnya merupakan jaminan bahwa harganya sudah pasti mahal. Perangkat ini rencananya bakal dijual seharga $600, hampir dua kali lipat headphone ANC dari brand–brand audio kenamaan seperti Bose, Sony maupun Sennheiser.
Bang & Olufsen tentu bukan nama yang asing lagi di industri audio, akan tetapi nama mereka bukanlah yang pertama muncul saat berbicara mengenai smart speaker. Di kategori ini, konsumen mungkin lebih familier dengan nama-nama seperti Google Home atau Amazon Echo.
B&O sebenarnya sudah punya smart speaker sejak dua tahun lalu, yakni Beosound 1 dan Beosound 2, namun keduanya tidak lebih dari sebatas speaker lama yang dijejali integrasi Google Assistant. Lain ceritanya dengan speaker bernama Beosound Balance berikut ini, yang benar-benar merupakan perangkat baru dengan integrasi voice assistant.
Wujudnya tergolong tidak umum, dan sepintas tampak seperti furnitur premium meski tingginya cuma 38 cm. Di balik tampang minimalisnya, tertanam total tujuh unit driver: sepasang woofer berdiameter 5,25 inci (satu menghuni porsi bawahnya), dua full-range driver 2 inci dan satu tweeter 3/4 inci di sisi depan, dan dua full-range driver 3 inci di belakang.
B&O turut membekali perangkat ini dengan teknologi Active Room Compensation, yang memanfaatkan mikrofon internal untuk menganalisis penempatannya di dalam ruangan (apakah persis di depan tembok atau tidak), sebelum akhirnya mengadaptasikan karakter suaranya seoptimal mungkin. Tentu saja mikrofon ini juga berguna untuk mewujudkan interaksi pengguna dengan Google Assistant (Alexa akan menyusul ke depannya).
Aspek menarik lain dari Beosound Balance adalah pengoperasian. Berbekal proximity sensor, ia bisa tahu ketika ada seseorang yang mendekat, lalu lampu-lampu indikator di panel atasnya akan menyala, sebelum akhirnya meredup lagi saat pengguna menjauh. Panel atasnya ini merupakan panel sentuh kapasitif, dan pengguna dapat mengusap dengan gerakan memutar untuk mengatur volumenya.
Sebagai sebuah speaker wireless, Beosound Balance tidak pelit soal konektivitas. Ia mendukung AirPlay 2 maupun Chromecast secara default, dan Spotify Connect kabarnya juga bakal menyusul nantinya. Kalau perlu, ia juga bisa diperlakukan seperti speaker Bluetooth biasa via sambungan Bluetooth 5.0. Setup multi-room pun juga dimungkinkan dengan speaker B&O lain yang mendukung.
Satu-satunya faktor yang akan mencegah Beosound Balance bakal laris adalah harganya: $2.250. Namun ini tidak mengherankan untuk brand sepremium Bang & Olufsen.
Sebagian besar pengguna smartphone pasti menghabiskan cukup banyak waktunya setiap hari untuk membaca. Entah itu artikel panjang atau pendek, ada kalanya mungkin kita terlalu malas untuk membaca. Dalam skenario seperti ini, kita rupanya bisa meminta bantuan Google Assistant.
Ya, Assistant sekarang bisa membacakan artikel di internet secara lisan. Asalkan artikelnya dibuka di aplikasi Google, Google News, atau Chrome, Assistant siap membacakannya untuk Anda. Fitur ini tersedia untuk perangkat yang menjalankan sistem operasi Android minimal versi 5 (Lollipop).
Google bilang Assistant sanggup membacakan artikel dalam 42 bahasa yang berbeda, termasuk bahasa Indonesia. Seandainya yang dibuka adalah artikel dalam bahasa asing, Assistant juga dapat menerjemahkannya lebih dulu sebelum akhirnya membacakannya dalam bahasa yang pengguna tentukan.
Juga menarik adalah bagaimana artikel akan di-scroll dengan sendirinya, mengikuti bagian yang sedang dibacakan oleh Assistant. Pengguna bebas memilih kecepatan membaca yang diinginkan, dan Google memastikan cara Assistant membacakannya akan terdengar natural, sesuai dengan intonasi dan ritme membaca manusia pada umumnya.
Bagi yang rutin mendongeng untuk anak-anaknya sebelum tidur, mungkin ini saatnya meminta Assistant melakukan hal yang sama untuk Anda. Jangan malah menyuruh Assistant yang membacakan dongeng buat mereka ya.
Sesuai namanya, Google Assistant diciptakan untuk membantu keseharian kita. Menjelang musim liburan seperti sekarang pun, Assistant sudah siap membantu dalam hal mengecek tiket pesawat, mencari tempat-tempat menarik untuk dikunjungi setibanya di lokasi, dan yang paling baru, membantu memuluskan percakapan dengan orang asing.
Ya, Assistant kini sudah siap ditugaskan menjadi penerjemah. Cukup ucapkan instruksi seperti “Hey Google, be my German translator” atau “Hey Google, help me speak Spanish“, maka pengguna bisa langsung melihat dan mendengar hasil terjemahan percakapan di ponselnya secara real-time.
Sebagai bonus, Assistant juga menganjurkan sejumlah balasan setiap kali selesai menerjemahkan (Smart Replies), dan seandainya kita kesulitan mengucapkannya, biarkan Assistant saja yang melakukannya. Apabila percakapan lisan tidak dimungkinkan (karena lokasi terlalu ramai atau malah menuntut keheningan), ketik saja percakapannya.
Fitur terjemahan ini sebelumnya sudah hadir lebih dulu di lini perangkat Google Home. Selain membawanya ke smartphone, Google juga sudah menambahkan ragam bahasa yang didukung. Total ada 44 bahasa yang Assistant pahami sekarang, naik separuh dari jumlah sebelumnya (26 bahasa).
Selain di perangkat Android, fitur terjemahan Assistant ini juga dapat dinikmati oleh para pengguna perangkat iOS dengan mengunduh versi terbaru aplikasinya. Bagi yang hendak melancong ke negara lain, tidak ada salahnya bergantung pada fitur ini, terutama apabila tidak ada tour guide yang mendampingi.
HMD Global baru saja merilis smartphone baru untuk segmen budget, Nokia 2.3. Secara fisik, ponsel ini tampak cukup elegan berkat desainnya yang minimalis. HMD pun tak lupa dengan aspek ergonomi, dan itu diwujudkan lewat panel belakang yang bertekstur. Yang cukup unik, ia mengemas satu tombol khusus untuk memanggil Google Assistant.
Seperti yang bisa kita lihat, bezel yang mengapit layarnya masih cukup lebar meski ia telah mengadopsi notch. Layarnya sendiri merupakan panel 6,2 inci dengan resolusi 720p. Tidak ada sensor sidik jari di balik layarnya, begitu juga di panel belakangnya. Sebagai gantinya, kamera depan 5 megapixel f/2.4 miliknya justru mendukung fitur face unlock.
Di belakang, Nokia 2.3 mengemas sepasang kamera: 13 megapixel f/2.2, didampingi depth sensor 2 megapixel demi mewujudkan fitur portrait mode. HMD turut membanggakan keterlibatan AI dalam memaksimalkan kinerja kameranya, baik dalam hal menjepret secara terus-menerus untuk mengabadikan aksi cepat maupun memotret di kondisi minim cahaya (night mode).
Urusan spesifikasi, Nokia 2.3 mengandalkan chipset MediaTek Helio A22, lengkap dengan RAM 2 GB dan storage internal 32 GB (plus slot microSD). Kapasitas baterainya cukup masif di angka 4.000 mAh, dan HMD pun mengklaim batera ini bisa tahan sampai 2 hari pemakaian. Sayang sekali tidak ada dukungan fast charging di sini.
Seperti halnya lineup Nokia lain, Nokia 2.3 termasuk dalam program Android One, dan ini berarti ia dijamin bakal terus menerima update versi Android terbaru sampai dua tahun ke depan. Secara default, Nokia 2.3 juga sudah menjalankan Android 10, lengkap dengan fitur Dark Mode dan lain sebagainya.
Di dataran Eropa, Nokia 2.3 bakal dipasarkan mulai pertengahan Desember ini seharga 109 euro. Pilihan warna yang tersedia ada tiga: Cyan Green, Sand, dan Charcoal.
Google Indonesia memperkenalkan Telkom sebagai mitra terbaru untuk Google Station, sebuah inisiatif untuk memberikan akses Wi-Fi gratis berkualitas tinggi di Indonesia.
Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf menjelaskan kehadiran Telkom diharapkan dapat membantu ambisinya yang ingin perluas jangkauan internet gratis, cepat, dan aman untuk lebih banyak orang Indonesia.
“Hari ini dengan bangga kami umumkan Telkom sebagai mitra baru untuk perluas cakupan Google Station ke lebih banyak orang. Tapi akses ini hanya langkah pertama, warga Indonesia ingin mengembangkan digital skill mereka,” terang Randy di Google for Indonesia yang keempat, Rabu (20/11).
Google Station bukan barang baru di Google. Sebelumnya sudah diperkenalkan sejak dua tahun lalu, bertepatan dengan perhelatan acara yang sama. Hanya saja pada saat itu, Google menggaet FiberStar dan CBN sebagai penyedia jaringan internet (ISP).
Menggaet Telkom, bisa jadi langkah strategis buat Google untuk perluas cakupan Google Station dalam waktu singkat. Bukan rahasia umum, Telkom merupakan perusahaan pelat merah di bidang telekomunikasi yang punya jaringan internet terbesar dan cover seluruh Indonesia.
Indonesia adalah negara kedua yang mencicipi layanan ini, pertama kali hadir di India. Dalam perkembangannya, meluas ke beberapa kota beberapa kota besar di Jawa, Palembang, Medan, dan Bali.
Selain India dan Indonesia, Google Station juga hadir di Thailand, Filipina, Brazil, Nigeria, Afrika Selatan, dan Meksiko.
Menurt informasi diĀ situsnya, elemen utama Google Station tidak hanya memberikan akses internet gratis, tapi sebagai alat monetisasi jaringan Wi-Fi publik yang dipasang partner di toko mereka.
Google Station mengintegrasikan inventaris iklan premium ke dalam jaringan Wi-Fi publik yang memungkinkan tim penjualan iklan Google menampilkan iklan brand global teratas yang relevan dengan minat pelanggan.
Partner yang ingin memasang Google Station, ditawarkan iklan berbasis brand dan konversi dalam berbagai format digital. Mereka juga disediakan API untuk menampilkan status layanan, analisis cerdas, dan notifikasi agar partner dapat mempertahankan jaringan dengan fitur software yang sudah digunakan.
Di samping itu, partner akan mendapat insight terkait konsumen yang menggunakan jaringan Wi-Fi Google Station. Seperti durasi mereka terhubung, kualitas koneksi, dan banyaknya data yang digunakan.
Juga, laporan untuk setiap lokasi tertentu, seperti berapa banyak pengguna unik yang terhubung ke jaringan tersebut dan pendapatan yang diperoleh partner sebagai hasilnya.
Inovasi Google terbaru lainnya
Pada saat yang bersamaan, Google membuat sejumlah pengembangan baru dari produk-produk mereka yang sudah dirilis. Termasuk juga program yang intinya ingin membantu orang Indonesia untuk “maju sama-sama” dan mengoptimalkan manfaat internet terbuka. Berikut rangkumannya:
Google Shopping
Homepage dari Google Shopping kini dilengkapi fitur penelusuran prediktif (queryless) untuk mendukung aktivitas browsing. Halaman ini menjadi destinasi bagi pengguna untuk menelusuri berbagai kategori produk dan menemukannya di ribuan toko online dan offline.
Untuk toko yang ingin memasarkan produknya di sini, mereka hanya perlu membuat profil lewat aplikasi Google Bisnisku dan mengunggah produk mereka. Peluang ini diberikan secara cuma-cuma.
Pilihan bahasa juga diperkaya, bakal disediakan Bahasa Jawa dalam beberapa bulan ke depan.
Google Assistant
Google mengumumkan rekan perusahaan yang kini sudah terhubung dengan Google Assistant. Mereka ialah BCA, Gojek, JNE, Grab, Mobile Legends, Joox, BPJS Ketenagakerjaan, Kaskus, KlikDokter, Mitra Keluarga, dan Al Qolam.
Dengan Gojek, pengguna bisa mengakses GoFood untuk memesan makanan dan memeriksa status pesanan cukup dengan mengucapkan perintah seperti “Pesan martabak dari Gojek.” Perintah ini akan langsung memunculkan daftar penjual martabak terdekat dan melacak pesanannya juga.
Berikutnya, tersedia akses Google Assistant tanpa koneksi data dan pulsa, hasil kerja sama dengan Indosat Ooredoo. Pengguna cukup mengakses nomor 696, bebas pulsa dan koneksi internet. Layanan ini sudah diuji coba oleh ribuan orang di Kediri, Jombang, Medan, Karawang, dan Sukabumi.
Terakhir, pengguna dapat menghapus seluruh aktivitas data lewat perintah suara. Cukup katakan, “Ok Google, lupakan apa yang baru saja aku bilang ke kamu” atau “Ok Google, aku mau hapus percakapan minggu lalu.”
Google Search
Google Go kini bisa mengakomodir perintah terjemah di halaman web dengan sekali ketuk dan meminta dibacakan dalam beragam bahasa, termasuk bahasa Sunda dan Jawa. Fitur ini diluncurkan karena banyak orang yang lebih suka mendengarkan atau menonton konten daripada membaca.
Dihadirkan juga fitur Key Moments untuk menemukan momen penting dalam video tertentu, menyediakan link untuk membuka momen penting dalam video tersebut berdasarkan stempel waktu yang diberikan kreator konten.
Fitur Google Lens diperkaya untuk metode pencarian gambar di Google Image Search. Lens dapat membantu pengguna mencari gambar dengan cara baru. Misal ingin cari motif batik, dapat ditelusuri lebih lanjut lewat gambar tersebut. Bahkan dapat dibantu pula untuk situs e-commerce yang menjual barang-barang tersebut.
Google Maps
Di dalam Google Maps terdapat Local Guide, kini dibuat seperti media sosial. Pengguna bisa klik tombol follow untuk mengikuti berbagai rekomendasi tempat dari Local Guide favorit secara up to date. Ide sebenarnya datang dari Indonesia dan sedang dicoba di beberapa kota di seluruh dunia, termasuk Jakarta.
Inovasi lainnya adalah menemukan promo restoran terdekat, hasil kerja sama dengan Eatigo. Ke depannya, pengguna bisa reservasi restoran yang ingin mereka kunjungi dengan mudah.
Tidak hanya itu, Google bermitra dengan Pemerintah Jakarta (JakEvo) untuk permudah permohonan izin usaha jika mengajukannya melalui JakEvo, bisnis akan otomatis didaftarkan dan diverifikasi di Google Bisnisku.
Google Maps kini juga dilengkapi dengan fitur “Stay Safer” untuk memberi notifikasi kepada penumpang apabila ada peringatan jika pengemudinya melenceng dari rute sejauh lebih dari 0,5 km. Pengguna juga bisa berbagi lokasi secara real-time untuk teman dan keluarga.
Grow with Google
Ini adalah program terbaru Google secara global untuk menciptakan lebih banyak peluang bisnis lewat berinternet. Terdiri dari berbagai tools gratis untuk mengakses kursus, alat, produk, dan pelatihan tatap muka untuk meningkatkan kemampuan diri.
Di dalam inisiasi ini, ada Gapura Digital, Women Will, Google Bisnisku, Google Premier, Kormo, Bangkit, Google Developer Groups, Developer Student Clubs, Google for Education, dan Google News Initiative.
Bangkit adalah program pelatihan terbaru selama enam bulan untuk membangun SDM developer andal. Program ini didesain bersama empat unicorn Indonesia untuk melatih 300 developer terpilih dengan keahlian machine learning hingga musim panas 2020.
September lalu, Google memperkenalkan sebuah fitur baru untuk Assistant bernama Ambient Mode. Fitur ini dirancang untuk menyulap tablet atau smartphone menjadi sebuah smart display ketika sedang tidak digunakan, lebih tepatnya ketika perangkat sedang di-charge atau ditancapkan di atas unit docking.
Dua perangkat pertama yang kebagian jatah fitur tersebut adalah Lenovo Smart Tab M8 dan Yoga Smart Tab, disusul oleh smartphone Nokia 7.2 dan 6.2. Selama Ambient Mode aktif, layar perangkat akan menampilkan sejumlah informasi esensial yang biasa smart display suguhkan, macam kondisi cuaca, notifikasi, reminder, dan akses cepat ke perangkat smart home.
Kabar baiknya, fitur ini juga sudah mulai merambah lebih banyak perangkat lain. Berdasarkan pantauan XDA Developers di Reddit, sejumlah pengguna mengaku ponselnya telah kedatangan fitur Ambient Mode tersebut. Mereka adalah pengguna Xiaomi Redmi K20 Pro, Pocophone F1, dan Nokia 6.1.
Ya, fitur ini rupanya bukan fitur eksklusif untuk perangkat yang menjalankan OS Android 10 saja. Di Nokia 6.1 misalnya, Ambient Mode dapat diaktifkan melalui pengaturan di dalam aplikasi Google. Untuk perangkat Android 10, aktivasinya bisa langsung melalui submenu Assistant di menu pengaturan.
Lalu apakah kehadiran fitur ini bisa diartikan konsumen sama sekali tidak membutuhkan perangkat smart display? Tentu tidak, smart display punya alasan tersendiri untuk eksis, dan salah satunya adalah keberadaan modul mikrofon yang umumnya jauh lebih superior ketimbang yang tertanam di smartphone, yang sanggup menangkap suara pengguna dari kejauhan sekaligus di tengah keramaian.
Sebaliknya, fitur ini justru berpotensi menumbuhkan minat konsumen terhadap perangkat smart display. Anggap saja Ambient Mode sebagai tahap free trial bagi mereka, lalu setelah beberapa waktu, mereka akhirnya bisa memutuskan apakah mereka membutuhkan perangkat terpisah untuk keperluan tersebut atau kehadirannya di ponsel saja sudah cukup.