Tag Archives: Gorry Holdings

GMV layanan pengantaran makanan diprediksi melampaui bisnis transportasi pada 2025 mendatang menurut e-Conomy SEA 2020

Laris Manis Bisnis “Food Delivery” Selama Pandemi

Industri jasa antar makanan (food delivery) mencatat kinerja yang memesona sepanjang pandemi karena anjuran pengurangan mobilitas keluar dari rumah. Meskipun, di sisi lain, secara langsung memengaruhi turunnya kinerja industri transportasi.

Laporan tahunan e-Conomy SEA 2020 yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company mengungkapkan pertumbuhan GMV food delivery tidak cukup untuk mengimbangi kontraksi di sektor transportasi di enam negara Asia Tenggara. GMV yang tercatat dari jasa antar makanan pada tahun ini mencapai $6 miliar, sedangkan transportasi lebih rendah $1 miliar yakni $5 miliar.

Di tahun lalu, tercatat GMV jasa antar makanan mencapai $5 miliar dan transportasi $8 miliar. Dari berbagai faktor pemicu selama pandemi, kondisi tersebut mengubah industri pengantaran makanan menuju jalan yang lebih mulus. e-Conomy SEA memprediksi pada 2025, industri pengantaran makanan akan mendominasi dengan GMV $23 miliar, sementara transportasi $19 miliar.

Food delivery awalnya dianggap sebagai suatu kemewahan, tapi kini penyelamat buat banyak keluarga. Sementara transportasi masih menjadi perhatian buat banyak orang untuk mengurangi aktivitas. Sebagai hasilnya [GMV tahun ini] jasa antar makanan dan transportasi terjadi koreksi,” papar Partner and Leader Bain & Company Alessandro Cannarsi saat konferensi pers secara virtual, Selasa (24/11).

e-Conomy SEA juga menyoroti lonjakan volume pencarian untuk order makanan yang terjadi per negara selama lockdown diberlakukan. Keenam negara yang diriset memperlihatkan empat negara alami kenaikan yang signifikan lebih dari 10 kali dibandingkan pada empat tahun silam, kecuali Singapura dan Vietnam. Di Indonesia tercatat volume pencarian naik 13 kali dan Thailand hingga 20 kali.

Lonjakan ini bisa diartikan mulai timbulnya ketergantungan masyarakat terhadap layanan tersebut. Terlebih ada garis tipis yang memisahkan antara layanan online grocery dengan makanan.

e-Conomy SEA melaporkan, WFH membentuk kebiasaan baru untuk memasak dari dapur sendiri (selaras dengan kenaikan online grocery). Tren tersebut dijawab dengan perluasan vertikal bisnis para pemain jasa antar makanan. Tidak hanya siap santap (ready-to-eat), tapi juga kebutuhan sehari-hari.

Di Indonesia sendiri, pemain terdepan yang saling berkompetisi di segmen ini adalah GoFood dan GrabFood karena ekosistem food tech yang lengkap dan meng-cover area nasional.

Dapur Bersama GoFood / Gojek
Dapur Bersama GoFood / Gojek

Pemain lainnya, dengan cakupan lebih terbatas, punya armada sendiri, dan layanan yang lebih niche dihuni oleh Yummy Corp, Kulina, Gorry Holdings, Wakuliner dengan cakupan lebih dari satu kota, disusul pemain lokal DapurGo (Yogyakarta) dan Homade (Jakarta).

Cerahnya prospek ini juga diartikan secara luas sebagai kesempatan untuk bertahan. Menyambung tulisan sebelumnya, sejumlah pemain direktori dan review tempat makan (food directory) yang beroperasi di Indonesia melebarkan bisnisnya ke segmen ini agar tetap relevan dengan kebutuhan. Dari catatan DailySocial, mereka adalah Chope, Qraved, dan Traveloka Eats.

Mereka tidak menyediakan armada sendiri karena memerlukan kapital yang besar untuk bersaing. Pasar jasa antar makanan ini, khususnya buat Gojek dan Grab, dibentuk dengan subsidi gila-gilaan untuk menciptakan permintaan.

Strategi yang sama juga diambil Tabula. Pemain ini masih baru di Indonesia dan cakupan pengantarannya baru ada di sebagian Jakarta, Bekasi, Karawang, Tangerang, Depok, Bogor, dan Bandung. Tabula bermain sebagai direktori restoran berbagai brand dan membangun sistem back-end untuk kemudahan pesan antar dan terintegrasi dengan sistem pembayaran uang elektronik.

Model bisnis Tabula sedikit beririsan dengan Hangry yang mengoperasikan banyak brand makanan di bawah benderanya. Keduanya juga tidak memiliki armada sendiri untuk antar makanan, tetapi memanfaatkan kehadiran armada dari Gojek atau Grab.

Pertimbangan yang sama juga diambil Chope. Dalam wawancara bersama DailySocial, General Manager Chope Indonesia Karthik T. Shetty menjelaskan bermain di jasa antar makanan benar-benar menantang, juga mahal. Unit ekonominya sangat sulit untuk dibenarkan, kecuali perusahaan tersebut memiliki volume yang besar, terutama jika perusahaan menangani antar logistik juga.

“Beruntung bagi kami, di Indonesia kami tidak terlibat dalam bagian logistik pengiriman,” terangnya.

Dia melanjutkan, “Chope memberikan opsi untuk memilih dan memesan, tapi kami tidak melakukan pengiriman sendiri. Metode dengan WhatsApp ini banyak diapresiasi mitra restoran karena dianggap lebih mudah buat stafnya.”

Pemain food tech Direktori Jasa antar Cloud kitchen Voucher Dine-in / Takeaway / Pickup Cakupan layanan B2B
GrabFood X X X X Nasional
GoFood X X X  X Nasional
Kulina X X (armada sendiri) X Jadetabek X
Gorry Holdings X X (armada sendiri) Jakarta, Tangerang X
Yummy Corp X X (armada sendiri) X Jakarta, Tangsel X
Traveloka Eats X Pihak ketiga X X Nasional (terbatas)
Wakuliner X X (armada sendiri) Jadetabek, Surabaya X
DapurGo X X (armada sendiri) Yogyakarta X
Homade X X (armada sendiri) Jakarta X
Tabula X X (Pihak ketiga) X Jabodetabek, Bandung
Hangry X X (Pihak ketiga) X X Jabodetabek
Qraved X X (Pihak ketiga) Kota besar di Jawa, Bali, dan Medan
Chope X X (Pihak ketiga) X X Jabotabek
Eatigo X X X Jadetabek

Pemain dari luar Indonesia

Gambaran dari e-Conomy SEA memperlihatkan betapa besarnya ceruk foodtech di masa mendatang. Amerika Serikat punya DoorDash, UberEats, Postmates, dan lainnya, Inggris ada Deliveroo, Tiongkok ada Meituan, dan India punya Swiggy dan Zomato.

Dari diskusi singkat yang diadakan Tech In Asia beberapa waktu lalu, COO Swiggy Vivek Sunder bercerita, industri ini bisa tumbuh dengan cepat karena tiga faktor, yakni keberadaan teknologi, consumer centricity, dan timing yang pas.

Swiggy mengambil pendekatan yang revolusioner untuk eskalasi bisnisnya. Di 3,5 tahun pertama, perusahaan menerapkan cara umum setiap ekspansi ke kota baru dengan merekrut dan melatih kurirdan mendatangi tiap restoran untuk onboard ke dalam aplikasi.

Proses ini membuat ekspansi perusahaan lamban karena dalam 3,5 tahun baru masuk ke 10 kota. Bila dihitung secara manual, untuk masuk ke seluruh India butuh waktu bertahun-tahun. Bertahan dengan cara ini tentu tidak membuat perusahaan jadi kompetitif. Cara kerja akhirnya diubah menjadi disruptif.

“Cara ini tentu pada awalnya tidak membuat banyak orang di internal senang. Tapi kita ini adalah perusahaan database. Kita percaya teknologi dan sangat mengandalkan itu,” terang Vivek.

Sumber : Unsplash
Sumber : Unsplash

Cara disruptif akhirnya dipilih dengan masuk ke lima kota dengan merepresentasikan populasi tinggi di sana. Lalu crowdsource semua informasi yang konsumen mengenai apa yang mereka minta untuk dikerjakan Swiggy, mengingat perusahaan tidak mengenal baik bagaimana kondisi di sana.

“Kami tidak menaruh satupun orang di kota tersebut, semua dilakukan secara remote. Kami bertanya ke konsumen, restoran mana yang ingin kami hadirkan untuk kamu. Jawaban ini kami kumpulkan secara crowdsource untuk mencari tahu lebih dalam. Ketika berhasil bisa langsung dieskalasi skalanya jadi lebih besar.”

Cara kerja disruptif ini sukses memboyong Swiggy, dalam kurun waktu 12-15 bulan, menambah 500 kota di India.

Baginya, kunci terpenting yang harus ada di perusahaan food delivery adalah memahami betul apa maunya konsumen. Oleh karenanya, perusahaan sangat mengandalkan penggunaan data analitik, data science, untuk mendapat lebih jauh insight mendalam secara real time mengenai konsumen, baik secara aspek perilaku dan kualitatifnya.

Untuk itu, perusahaan membuat tim baru “CTO”. Bukan kepanjangan dari Chief Technology Officer, melainkan Consumer Technology Operations. “Percuma kalau punya aplikasi bagus, tapi kalau makanan tidak sampai dalam 30 menit konsumen tidak akan pakai lagi. Jadi mau food delivery, grocery, atau layanan lainnya, operasional itu harus yang terbaik.”

Layanan Swiggy kini sudah berkembang luas. Selain pengantaran makanan, ada grocery, jasa pengantaran yang hiperlokal, dan produk dairy. “Banyak vertikal yang sudah kita masuki, ada yang sudah pilot. Jadi setelah Covid-19 kita bisa menjadi pemain food plus plus,” ujarnya.

Apakah pasar jasa antar makanan lebih cepat mature?

Meski pemain jasa antar makanan makan ramai, bukan berarti membuat pasar langsung jenuh. Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi menjelaskan, bisnis F&B, termasuk di dalam jasa antar makanan, amat besar ceruknya dan masih akan terus berkembang dengan cepat.

Potensi tersebut lebih dari cukup untuk menampung beberapa pemain besar di dalamnya. Terlebih dari sisi masyarakat sudah semakin nyaman untuk menggunakan layanan ini. Bisa dipastikan pasarnya terus bertambah setiap harinya.

“Di Amerika dan Eropa, misalnya, ada beberapa pemain besar di sektor ini [Deliveroo, UberEats] dan startup-startup baru sejenis terus bermunculan, sehingga industrinya tetap dinamis dan pemainnya harus terus berinovasi,” ujarnya.

Oleh karenanya, belum pas bila melihat industri ini sudah mature lebih cepat karena justru masih sangat muda. “Untuk menjadi saturated sepertinya masih butuh waktu yang cukup lama.”

Hal yang sama diamini Managing Partner AC Ventures Adrian Li. Menurutnya menyimpulkan pasar jasa antar makanan sudah mature itu terlalu dini, melihat adopsi teknologi oleh restoran masih dalam tahap awal.

Meskipun demikian, pemenang industri ini pada jangka panjang kemungkinan besar tidak akan muncul dari sisi B2C, tetapi B2B dengan produk yang terintegrasi — bekerja sama dengan para pemilik restoran.

Adrian melihat jasa antar makanan semakin mengakar sebagai bagian penting dari pendapatan restoran santapan kasual. Sementara startup direktori restoran, yang hanya mendukung bagian front end dari restoran untuk meningkatkan traffic, memerlukan integrasi sebagai nilai tambah. Terlebih bisnis direktori ini harus bersaing dengan pencarian di Google.

“Menyediakan pengalaman pelanggan yang terbaik berarti membuat arus transaksi yang lebih efisien. Namun, untuk melakukan hal ini tidak hanya memerlukan integrasi pembayaran tetapi juga sistem ERP untuk restoran karena mengelola pesanan akan menjadi bagian penting dalam menyiapkan pesanan takeaway atau jasa antar makanan.”

Dia mencontohkan, salah satu bisnis yang sudah mengembangkan sistem ERP tersebut adalah perusahaan SaaS lokal bernama ESB dengan layanan EZ Order, portofolio AC Ventures. Perusahaan ini menawarkan platform manajemen restoran full-stack, memungkinkan integrasi yang mudah dari semua plaform pemesanan online, entah itu situs atau dari media sosial.

Gorry Holdings, Greenly, dan PURA bicara soal menyeimbangkan pertumbuhan bisnis dan strategi berkelanjutan

Filosofi Startup “New Economy”: “Growth” Bukan Segalanya

Startup new retail yang berkonsep direct-to-consumer (DTC) bisa dikatakan menjadi sorotan di mata investor selama beberapa tahun terakhir karena punya proposisi yang menarik dalam memanfaatkan alat-alat teknologi yang ada ke dalam proses bisnisnya, entah seluruhnya atau sebagian, untuk mendongkrak penjualan.

Mereka efisien karena memotong rantai penjualan ke kanal digital, ketimbang membuka gerai offline sendiri. Alhasil harga yang dijual jauh lebih kompetitif dari brand yang sudah besar, dengan sejumlah diferensiasi lainnya yang dikuatkan seperti bahan-bahan yang diproduksi ramah lingkungan dan baik untuk menjaga kesehatan.

Menarik untuk disorot bagaimana mereka menerapkan konsep growth yang eksponensial dengan bakar duit seperti yang dilakukan oleh startup kebanyakan. Gorry Holdings, Greenly, dan Pura bersedia berbagi pandangannya terhadap hal tersebut kepada DailySocial.

Ketiganya termasuk startup yang tumbuh hijau di tengah pandemi ini karena fokus kepada industri wellness dengan mengonsumsi gaya hidup sehat.

Growth penting, tapi bukan segalanya

Co-Founder & CEO Gorry Holdings Herry Budiman mengatakan growth adalah komponen penting buat perusahaannya, tapi bukan jadi segalanya. Perusahaan mengombinasikan growth dengan strategi keberlanjutan agar Gorry Holdings tetap membawa profit.

“Kita lebih balance. Growth harus ada tapi tetap memerhatikan aspek sustainability dan profit. Mungkin kita dibandingkan perusahaan lainnya, menerima fund [pendanaan dari investor] yang lebih sedikit, tapi kita bisa memberikan ekspektasi lebih tinggi untuk mereka,” terangnya kepada DailySocial.

(ki-ka) founder dari Gorry Holdings Herry Budiman dan William Susilo / Gorry Holdings
(ki-ka) founder dari Gorry Holdings Herry Budiman dan William Susilo / Gorry Holdings

Implikasi dari pemilihan strategi ini, buat sebagian  investor jadi abu-abu. Umumnya investor punya goal lain untuk menjual portofolionya ke investor lain saat portofolio tersebut melakukan penggalangan dana. Metriks yang biasanya dipakai investor adalah growth yang dimiliki si portofolio tersebut. Semakin eksponensial angkanya maka akan semakin “menjual”.

“Gorry tiap tahun selalu ada growth, tapi memang growth kami ini tidak eksponensial karena dana kita itu terbatas. Tapi ini lebih baik sebab kami sudah punya monetisasi lewat app dan membuat perusahaan tetap sustain sampai sekarang.”

Bagi Gorry sendiri, dengan penerapan strategi yang berimbang ini perusahaan dapat mempertahankan konsumen, dengan tingkat retensi yang diklaim lebih baik dari kompetitor. Herry menjelaskan, sebanyak 80% konsumen yang ada saat ini adalah recurring consumer yang berjumlah ratusan ribu orang yang mayoritas tersebar di Jakarta dan Tangerang. Biaya operasional terbilang cukup rendah karena perusahaan mengoperasikan dapur sendiri, meski belum masuk ke cloud kitchen.

Pendapat yang sama dikemukakan Co-Founder Greenly Edrick Joe Soetanto. Mengejar growth adalah suatu keharusan, tapi harus dilakukan dengan bertanggung jawab. Pendanaan yang diterima perusahaan hanya diinvestasikan untuk kebutuhan pengembangan bisnis, seperti ekspansi.

Edrick menekankan, semangat Greenly adalah mendemokratisasikan makanan sehat yang mudah dicari dengan harga terjangkau, sama seperti kondisi saat ini yang mudah mencari makanan cepat saji. Makanan sehat seharusnya bukan dikonsumsi sesekali saat berkunjung ke mal, tapi di mana saja konsumen berada.

Untuk membentuk kebiasaan tersebut, Greenly membentuk operasional cloud kitchen, baik bekerja sama dengan Grab Kitchen, maupun mengoperasikan sendiri di Surabaya, Malang, dan Bali.

Gerai offline diposisikan sebagai channel penjualan saja, karena semua makanan diproses terpusat di cloud kitchen. Secara total, Greenly memiliki 10 cloud kitchen dan tiga gerai offline.

Sumber: Greenly
Sumber: Greenly

“Model bisnis yang dijalankan sekarang sesuai dengan hipotesis awal bahwa kita ingin menjadikan makanan sehat ini bukan jadi leisure meals, melainkan makanan keseharian bisa dipesan online. Untuk itu, kita menjalankannya dengan konsep new retail. Kita ada offline store tapi hanya untuk serving, tidak ada dapur karena semuanya terpusat di cloud kitchen.”

Dengan metode ini, Edrick mengaku brand exposure Greenly, baik online maupun offline, mampu memainkan perannya masing-masing dengan baik. Bisnis pun lebih efisien dan lincah untuk berekspansi ke lokasi baru, maupun mengembangkan menu baru.

Kelebihan ini juga ikut terasa saat pandemi yang masih berlangsung hingga kini. Kendati penjualan offline turun, namun keuangan perusahaan tetap terjaga dalam level yang aman karena terdorong oleh penjualan online.

Co-Founder dan Marketing Strategist PURA Monica Liando sependapat dengan dua narasumber sebelumnya. Perusahaan menganggap growth adalah sesuatu yang pasti bakal mengiringi perjalanannya kalau memiliki solusi yang menjawab apa yang dicari konsumen.

“Kita lebih consumer-based kita lihat konsumen ini butuh apa, lalu apa pain problem-nya, dari situ kita jawab dengan solusi. Kita percaya bahwa ketika kita tahu apa yang kita lakukan ini [sesuai dengan kebutuhan], maka growth pasti akan mengikuti,” kata Monica.

Startup dari Surabaya ini berdiri pada 2017 dengan berbekal pengalaman pribadinya bahwa di Indonesia sulit untuk mencari produk bumbu masakan 100% alami tanpa perasa buatan dengan harga terjangkau. Perusahaan memanfaatkan kanal digital, seperti reseller online, pada pertama kali beroperasi.

Berkat pemasaran dari mulut ke mulut, PURA berkembang hingga sekarang memiliki situs e-commerce sendiri yang memasarkan enam bumbu yang diproduksi sendiri. Bahkan sejak tahun lalu PURA bisa dijangkau secara offline di toko swalayan.

“Sedari awal kita lihat arahnya adalah [memasarkan] online karena untuk menggapai lebih banyak konsumen lebih mudah dari situ. Hingga sekarang kami belum memiliki toko sendiri.”

Sumber: PURA
Sumber: PURA

Emban misi lain

Ketiga perusahaan ini tidak hanya fokus membangun bisnis yang bisa cetak untung saja, tapi juga menggotong misi lain yakni mengedukasi untuk meningkatkan kesadaran gaya hidup sehat jadi suatu kebiasaan. Dalam membentuk kebiasaan tersebut tentu pada awal-awal mereka beroperasi tidaklah mudah.

Sumber: Gorry Holdings
Sumber: Gorry Holdings

Herry menceritakan pada awal Gorry Holdings dirintis, bisnis pertama yang digeluti adalah Gorry Gourmet. Mereka sempat membuat survei mini terhadap 3 ribu responden di seluruh Indonesia untuk membuktikan hipotesisnya. Kesimpulan yang didapat adalah responden punya keinginan untuk hidup lebih sehat, tapi mereka tidak tahu cara memulainya dari mana.

“Mereka ada yang menjawab mulai dari olahraga, tapi apparently bukan [itu jawabannya], tapi dari pola makan dan belum tentu langsung mencari katering sehat. Makanya solusi dari kami adalah bantu orang define goals mereka. Setelah ketemu baru kita beri rekomendasi solusi apa yang bisa kita berikan.”

Herry melanjutkan, “Dari awal kita believe, apa yang sehat menurut kamu belum tentu sehat menurut orang lain. Kita bantu orang achieve goals mereka dan guide mereka, bukan sekadar diet saja. Dari situ kita baru menawarkan layanan katering. Monetisasi kita langsung dari situ dan it works karena barrier orang untuk mulai berlangganan katering lebih kecil daripada bayar gym.”

Bisa dikatakan Gorry Gourmet adalah jalur perusahaan dalam mengidentifikasi konsumennya dan mencari tahu kebutuhan lainnya yang bisa dikembangkan. Selang empat tahun kemudian, aplikasi GorryWell dirintis sekaligus mengukuhkan misi Gorry dari awal sebagai perusahaan wellness.

Aplikasi ini berisi beragam fitur wellness seperti analisa gaya hidup, panduan gaya hidup sehat, rekomendasi makanan sehat terdekat, resep makanan. Fitur teranyar yang baru dirilis pada awal bulan ini adalah Gorry Mart, platform e-commerce produk makanan dan minuman sehat.

Aplikasi Gorry Well / Gorry Holdings
Aplikasi Gorry Well / Gorry Holdings

“Kita sebisa mungkin menjauhkan orang agar tidak sakit. Aplikasi ini bisa mengakomodasi kebutuhan tersebut, sudah dipakai untuk korporat buat para karyawannya. Mereka bisa lihat stress level karyawannya sejauh apa, penyakit apa yang paling banyak diderita, dari situ mereka bisa mengalokasikan budget-nya ke spending yang lebih terarah. Terbukti pula klaim asuransinya turun hingga 20%.”

Dalam waktu dekat, Gorry akan melengkapi fitur di GorryWell dengan wellness coach. Menurut pengakuan Herry, selama pandemi ini level stres meningkat karena harus selalu berada di rumah, bahkan berujung perceraian. Pihaknya akan menghubungkan konsumennya dengan para psikolog untuk berkonsultasi secara online.

“Banyak solusi wellness yang solusinya tidak bisa dipecahkan dengan makanan sehat. Wellness coach rencana awalnya mau kami rilis tidak dalam tahun ini, namun melihat kondisi sekarang akhirnya kami percepat.”

Keseriusan Gorry Holdings juga dibuktikan dengan mengantongi sertifikat HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dan ISO 22000:2005 untuk sistem keamanan pangan.

Dari sisi Greenly, agar konsumen familiar dengan semangat demokratisasi makanan sehat, Greenly memutuskan untuk memadukan tren di global dengan melokalkannya ke lidah orang Indonesia.

“Kita enggak bisa langsung copy paste, perlu adjust. Makanan sehat apa yang masih bisa diterima, akhirnya kita pilih salad karena di Indonesia ada juga gado-gado yang mirip dengan itu.”

Pengembangan variasi menu terus dilakukan agar konsumen semakin familiar dengan makanan sehat. Misalnya, tim Greenly mengembangkan variasi salad dalam bentuk wrap yang menyerupai kebab. Lalu menu minuman boba tapi terbuat non dairy, dengan mengambil dari susu almond atau susu gandum yang lebih sehat.

Sumber: Greenly
Sumber: Greenly

Bahan-bahan yang dipakai Greenly untuk membuat seluruh menu tersebut dilakukan secara internal, berkat salah satu co-founder-nya berlatar belakang ahli nutrisi. Harga produk yang dijual Greenly berkisar Rp30-40 ribu.

“Kita semuanya lakukan in-house, sehingga cost bisa ditekan rendah dan pemasarannya secara online. Biaya overhead-nya jadi ringan dan kami bisa berikan savings-nya ke konsumen.”

PURA juga tidak main-main dalam keseriusannya bermain di industri wellness ini. Sama seperti Gorry Holdings, Monica menuturkan perusahaan telah memperoleh sertifikasi HACCP dan ISO 22000:2005, tujuannya untuk memastikan bahan-bahan yang dipakai itu benar-benar alami dan aman untuk dikonsumsi. “Karena banyak konsumen PURA adalah ibu-ibu yang membeli PURA untuk anak-anaknya.”

Seluruh produk PURA dikembangkan secara internal dan proses manufakturnya secara eksklusif telah teken kontrak eksklusif dengan salah satu pemain yang piawai di bidangnya. Fokus perusahaan pada saat ini adalah memperbanyak variasi bumbu-bumbu agar konsumen semakin banyak pilihan.

“Target jangka panjang kami pada 5-8 tahun ke depan bisa masuk ke pasar ASEAN dan kita percaya kalau pakai kemampuan sendiri ini akan butuh waktu lama. Oleh karena itu mulai dari sekarang kami mulai mempersiapkan untuk rencana funding,” tutupnya.

Mengantongi pendanaan tahapan Seri A dari "private equity" asal Singapura, Gorry Holdings fokus menyediakan solusi nutrisi berbasis data

Gorry Holdings Fokus Hadirkan Solusi Nutrisi Berbasis Data

Platform yang fokus kepada “e-wellness” terpadu untuk pengguna, Gorry Holdings, akhir Desember 2018 ini telah mengantongi pendanaan Seri A dengan nilai yang tidak disebutkan dari salah satu private equity asal Singapura PE firm Heritas Capital Management.

Kepada DailySocial, CEO dan pendiri Gorry Holdings Herry Budiman mengungkapkan, dana segar tersebut rencananya akan digunakan untuk untuk merambah ranah healthtech berbasis artificial intelligence (AI), wellness program, pengembangan komunitas dan melakukan ekspansi di Indonesia.

“Ekspansi ke kota-kota lain jelas ada dalam jalur kami, terutama dengan peningkatan baru kami di aplikasi GorryWell sebagai wellness tracker dan virtual coach. Menjadikan platform kami lebih terukur secara signifikan.”

Mengklaim sebagai perusahaan teknologi kesehatan, Gorry Holdings menggunakan konsep manajemen data kesehatan untuk memberikan rekomendasi khusus kepada penggunanya, membantu mereka mengelola diet dan olahraga mereka berdasarkan data kesehatan yang dikumpulkan. Dengan berinvestasi kepada analitik, machine learning, dan big data, Gorry Holdings menjamin kerahasiaan data yang disimpan dalam akun pengguna.

Gorry Holdings juga mengumumkan tiga program terbaru yang akan dilancarkan pada tahun 2019 mendatang. Mereka adalah Student Wellness Program, Employee Wellness Program, dan GorryWell League. Ketiga program tersebut secara spesifik dirancang untuk meningkatkan pemahaman masyarakat Indonesia mengenai gizi seimbang serta pentingnya aktivitas untuk menunjang asupan gizi. Sebagai perusahaan induk dari Gorry Gourmet dan GorryWell, Gorry Holdings akan mengintegrasikan layanan keduanya dalam pelaksanaan program-program tersebut.

“Ketiga program ini dirancang secara spesifik untuk meningkatkan pemahaman gizi dan kesehatan masyarakat secara berkala melalui edukasi dan kegiatan yang menyenangkan, sehingga partisipan dapat mempraktikkan informasi yang didapatkan dan membentuk perilaku berkelanjutan,” kata Herry.

Pemanfaatan big data

Sebelumnya Gorry Holdings dikenal dengan layanan katering online bernama Gorry Gourmet. Didukung oahli gizi, Gorry Gourmet hadir bersamaan dengan maraknya startup yang menyasar layanan kuliner di Indonesia. Saat ini Gorry Gourmet telah melayani lebih dari 10 ribu pelanggan di sekitar Jabodetabek.

Sejak tahun 2017, Gorry Gourmet bertransformasi menjadi Gorry Holdings. Perusahaan tidak sekedar menyediakan layanan katering online dengan menu yang sehat melalui Gorry Gourmet, tetapi juga memiliki GorryWell yang merupakan solusi nutrisi berbasis data terintegrasi dan panduan gaya hidup.

Melalui aplikasi, GorryWell memberikan rekomendasi pribadi tentang tempat makan, rekomendasi menu, dan porsi apa berdasarkan biometrik kesehatan pengguna. GorryWell juga menyediakan konsultasi online dengan ahli gizi bersertifikat untuk kondisi kesehatan tertentu. Sebagai mitra strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), GorryWell juga telah memvalidasi lebih dari 10 ribu resep dari 500 restoran, dan memberikan lebih dari 15 ribu jam konsultasi nutrisi.

“Dibandingkan tahun 2017 lalu, saat ini kami telah mengalami peningkatan hingga dua kali lipat pesanan, dua kali lipat radius layanan, 20% lebih tinggi indeks kebahagiaan pelanggan, 40 ribu kilogram penurunan berat badan dan melayani 5 ribu kasus pasien klinis (seperti makanan untuk diabetes, stroke, penyakit jantung, pengobatan kolesterol, autisme dan lain-lain),” kata Herry.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Helopt Mudahkan Pengelolaan Berkas Rekam Medis

Lanskap healthtech kembali kedatangan pemain baru. Kali ini solusi diinisiasi Gorry Holdings, sebuah perusahaan yang fokus pada pengembangan layanan kesehatan berbasis analisis data, machine learning, dan big data. Di debut perdananya, mereka meluncurkan sebuah layanan aplikasi bernama Helopt (Health Optimized) di platform Android. Aplikasi ini berperan membantu masyarakat untuk mendokumentasikan dan mengevaluasi riwayat kesehatan mereka. Helopt menyajikan teknologi e-filing, membantu pasien dan tenaga medis membaca rekam medis yang telah tersimpan dalam bentuk digital.

“Helopt merupakan salah satu produk kami yang mengusung konsep one stop e-wellness solution. Kami mengembangkan aplikasi ini sebagai solusi untuk memudahkan pengguna dalam menyimpan riwayat data kesehatan dalam jangka panjang,” ujar Founder & CEO Gorry Holdings William Susilo.

William menerangkan, pengguna hanya perlu mengunggah foto hasil pemeriksaan medis, resep dokter, pengeluaran rawat jalan dan inap serta dokumen lain yang terkait dengan riwayat kesehatan. Setelah diunggah, foto tersebut akan diterjemahkan ke dalam tabulasi data yang terbaca di dalam resume medis dan mudah diekstrak secara online. Apabila nanti dibutuhkan saat pemeriksaan, Helopt dengan mudah menunjukkan seluruh data berikut resume medis pasien per kasus penyakit atau kejadian melalui mobile apps tanpa harus repot mencari berkas fisiknya.

“Banyak orang yang tidak disiplin menyimpan hasil medisnya. Kalau pun sudah terdokumentasi dengan rapi, dari sisi kepraktisan cukup merepotkan apabila membawa setumpuk berkas untuk dibawa saat pemeriksaan,” imbuh William.

Data-data yang sudah diunggah akan disimpan ke dalam sistem Helopt sehingga pengguna cukup melakukan beberapa langkah praktis saat menunjukkan jejak medisnya ke dokter. Teknologi ini dinilai dapat meminimalkan risiko kehilangan dokumen penting seperti hasil laboratorium, resep obat, rontgen dan sebagainya. Terkait privasi, dalam laman Ketentuan Pengguna di situs Helopt disampaikan bahwa pihaknya memiliki sistem keamanan fisik, elektronik, dan prosedur manajerial sehingga memastikan informasi tidak disalahgunakan.

Dalam dunia kesehatan, rekam medis memiliki banyak nilai manfaat, seperti manfaat administratif, legal, finansial, riset dan juga pendidikan seperti dasar perincian biaya pelayanan kesehatan yang harus dibayar, penilaian risiko kesehatan pengguna di masa depan dan pemberian rekomendasi yang tepat sasaran untuk kualitas hidup yang lebih sehat.

Aplikasi Helopt dapat menghasilkan resume medis untuk keperluan second opinion yang dapat diekstrak berdasarkan kasus penyakit. Resume ini memuat pemakaian obat dan dosisnya, diagnosa dokter, riwayat rawat jalan atau inap, hasil pemeriksaan lab, bahkan riwayat imunisasi.

“Kami akan terus menyempurnakan Helopt ke depannya. Apa yang sudah dinikmati pengguna di bulan Februari ini nantinya masih akan dikembangkan lagi. Dan belajar dari pengalaman pribadi saat ayah saya meninggal karena komplikasi stroke, diabetes dan sejumlah gangguan organ setelah perawatan intens di tahun 2017 yang lalu, saya berharap publik bisa memetik manfaat dari keberadaan Helopt ini,” pungkas William.

Application Information Will Show Up Here