Tag Archives: grants

Google mengumumkan pendanaan sebesar $1,2 juta untuk CekFakta dan GNI Indonesia Training Network dan $500 ribu untuk Masyarakat Anti Fitnah Indonesia

Google Kucurkan 26,5 Miliar Rupiah Perangi Misinformasi Jelang Pemilu 2024

Google mengumumkan pendanaan dengan total sebesar $1,7 juta atau sekitar 26,5 miliar Rupiah untuk dua inisiatif besar dalam memerangi hoaks dan misinformasi menjelang Pemilu Nasional pada 2024. Pengumuman ini disampaikan di ajang tahunan Google for Indonesia, kemarin (7/12).

Inisiatif pertama, pendanaan sebesar $1,2 juta atau sekitar 18,7 miliar Rupiah ke CekFakta dan Google News Initiative (GNI) Training Network untuk membekali para jurnalis, redaksi, serta pengecek fakta dengan keterampilan dan alat yang dibutuhkan menjelang Pemilu Nasional pada 2024. CekFakta merupakan konsorsium pengecek fakta yang terdiri dari 24 organisasi berita.

Kedua, melalui lengan filontropi Google.org, pihaknya memberikan dana hibah sebesar $500 ribu atau sekitar 7,8 miliar Rupiah ke Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) untuk menjalankan program Akademi Digital bagi lansia dan remaja cerdas di 2023. Program ini akan memberdayakan kelompok pemilih rentan, seperti pemilih pemula serta lanjut usia, agar dapat lebih memahami dan menyikapi konten yang mereka lihat di internet.

Tak hanya itu, Google juga mengumumkan inisiatif baru yang dipimpin oleh Centre of Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta untuk mengembangkan Safer Internet Lab. Laboratorium ini akan meneliti dan menganalisis sumber serta pola misinformasi dan disinformasi untuk membantu meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap berbagai isu provokatif sebelum berkembang menjadi masalah yang lebih besar.

Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf menyampaikan, sudah lebih dari tujuh tahun Google menjalankan dan mendanai berbagai program untuk redaksi, jurnalis, mahasiswa, orang tua, dan anak sekolah untuk memupuk kemampuan berpikir kritis dan pengecekan fakta di tingkat hilir. Di tingkat ini, pembaca biasanya menemukan banyak informasi yang meragukan.

“Kami juga mencoba mengatasi masalah misinformasi dan disinformasi di tingkat hulu. Kami harap para peneliti dan partner di Safer Internet Lab dapat membuat laporan dan menciptakan solusi potensial yang akan membantu para pembuat kebijakan serta pengecek fakta memahami bagaimana dan dari mana sumber masalah ini agar kepercayaan publik tetap terjaga,” ucap Randy.

Inisiatif Google lainnya

Seperti yang diucapkan Randy, dukungan Google bukan pertama kalinya dalam memberantas penyebaran berita hoaks. Dari sisi hulu ke hilir, Google menginisiasi berbagai program lewat GNI dengan membawa misi mendukung media dalam memberikan liputan berkualitas. Di Indonesia, GNI berfokus untuk meningkatkan kemampuan editorial, terutama melawan misinformasi.

GNI Indonesia Training Network dirintis sejak 2017 melalui kemitraan dengan Internews dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Program ini melatih wartawan, blogger, dan mahasiswa untuk melawan penyebaran informasi keliru. Data terakhir mencatat program ini sudah diikuti oleh 11 ribu peserta di 51 kota.

Kemudian, meluncurkan CekFakta pada 2018 yang merupakan proyek kolaboratif pengecekan fakta yang dibangun di atas API Yudistira oleh MAFINDO dan bekerja sama dengan beberapa media online yang tergabung di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), didukung oleh Google News Initiative (GNI), Internews, dan FirstDraft.

Pada September lalu, GNI bermitra dengan lab inovasi global Echos dan didukung Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), melalui program GNI Startups Lab Indonesia mendukung liputan berkualitas tinggi untuk komunitas lokal, kelompok audiens spesifik, dan/atau masyarakat yang sebelumnya kurang terlayani di seluruh Indonesia.

Di program ini, startup berita digital akan menemukan cara memahami audiens mereka dengan lebih baik, mempelajari strategi sukses dan inovatif, mendapatkan akses diskusi dengan mentor dari Google, Echos, dan SMSI, serta bisa memberikan kontribusi pada evolusi jurnalisme nasional.

GNI dan Echos mengadakan program selama 16 minggu yang secara khusus dirancang sesuai dengan kebutuhan startup konten di Indonesia dan bagi organisasi berita digital yang masih berada pada tahap awal dalam pembuatan konten digital asli.

Mereka akan mendapatkan manfaat dari keahlian Echos dalam mendukung startup media dengan design thinking dan didukung oleh jaringan luas SMSI, serta komunitas-komunitas aktif di Indonesia yang juga akan mengadakan lokakarya, pelatihan, dan peluang networking dengan figur ternama.

Berikutnya, News Equity Fund berupa komitmen global untuk menyediakan dukungan fasilitas dan kesempatan bagi organisasi-organisasi berita yang fokus melayani komunitas kurang terwakili. Langkah tersebut dilakukan karena Google ingin mendukung inklusi, memberdayakan ekosistem berita yang majemuk, dan mendukung penerbit skala kecil dan menengah dalam menerbitkan konten jurnalisme orisinal untuk audiens yang kurang terwakili di seluruh dunia. Indonesia menjadi salah satu negara tujuan dalam program ini.

Namun, membekali wartawan dengan keterampilan yang tepat tidaklah cukup. Masyarakat perlu dilatih keterampilan untuk menilai dan memeriksa kebenaran informasi demi mencegah misinformasi online.

Sebelumnya, Google.org disebutkan telah memberikan donasi lebih dari $2,4 juta untuk mendukung sejumlah organisasi di Indonesia dalam meningkatkan literasi media. Dana hibah yang diberikan ini bertujuan untuk membekali guru dan dosen dengan pelatihan agar mereka lebih mampu untuk mengevaluasi sumber informasi online, misalnya.

Memaknai Momentum Bonus Demografi dan Merintis Startup

Edisi #SelasaStartup kali ini cukup spesial karena sekaligus memperingati Hari Sumpah Pemuda. Tema yang diangkat adalah ”Muda Berinovasi: Start Your Startup Now” dengan mengundang Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro sebagai keynote speaker.

Lalu, Staf Khusus Menristek/Ka. BRIN Bidang Jejaring Startup Adrian A. Gunadi, CEO Kiddo.id Analia Tan, CEO & Co-Founder Mycotech Adi Reza Nugroho, Co-Founder Riliv Audrey Maximillian Herli, Co-Founder & COO Kata.ai Wahyu Wrehasnaya, dan Partner East Ventures Melissa Irene.

Berkaitan dengan tema besar, Bambang menuturkan bahwa bonus demografi yang sedang terjadi di Indonesia harus dimaknai sebagai kesempatan emas untuk membuat ekonomi Indonesia lebih maju dengan berinovasi memanfaatkan teknologi digital. Kesempatan ini tidak datang dua kali karena pada 2045 mendatang bonus demografi ini akan selesai dan beralih ke usia lanjut.

Ia mendorong kaum muda yang ada sekarang ini untuk menjadi pengusaha, sebab semakin banyak pengusaha maka berdampak pada produktifnya ekonomi suatu negara.

“Tapi ini jadi asumsi saja, kalau [bonus demografi] tidak bisa di-manage dengan baik, justru jadi beban demografi. Agar tidak terjadi itu, harus diarahkan dengan melahirkan startup berbasis teknologi yang bisa menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan,” tuturnya.

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro / Kemenristek/BRIN
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro / Kemenristek/BRIN

Tips dari founder startup dan investor

Untuk mendorong lebih banyak startup, DailySocial juga meminta perspektif dari para founder startup dalam sesi diskusi panel. Audrey misalnya, ia mendorong kepada anak muda untuk jangan pernah takut memulai suatu inisiatif baru. Pun ketika menemukan suatu ide baru, jangan berpikir bahwa ide tersebut hanya ada satu-satunya di dunia.

Ide tersebut sebaiknya jangan disimpan, justru dibagikan ke orang lain agar berkembang dan segera terealisasi jadi bisnis nyata. “Kalau disimpan saja ide tidak akan bisa berkembang, dari ide nanti bisa jadi solusi,” kata dia.

Sementara itu, dari sisi Analia menambahkan sebaiknya memulai ide itu dari apa yang kita suka agar lebih mudah menemukan masalah. Ia mencontohkan saat merintis Kiddo, pada dasarnya ia menyukai edukasi untuk anak. Lalu ia mengobrol dengan teman-temannya yang sudah memiliki anak.

Ternyata, akar masalahnya adalah orang tua sulit menemukan aktivitas yang bagus untuk anaknya. Dari sisi pelaku usaha, proses bisnisnya juga tergolong masih konvensional untuk proses administrasinya. Kesempatan tersebut akhirnya diambil Kiddo dengan menempatkan dirinya sebagai platform marketplace untuk aktivitas anak.

“Banyak teman-teman yang dukung dan jaringan semakin terbuka akhirnya menginspirasi ide untuk merintis Kiddo,” imbuh Analia.

Dari sisi investor, Melissa menambahkan bahwa tiap investor punya taste masing-masing dalam berinvestasi, entah berbasis teknologi ataupun tidak sebab semua punya porsi masing-masing. Yang terpenting adalah inovasi yang diciptakan anak muda harus menyelesaikan masalah yang ada.

“Teknologi hanyalah alat agar tujuan penyelesaian dari masalah yang disasar dalam lebih cepat selesai dan dapat di-scale up. Jangan sampai salah persepsikan karena dasar-dasar tersebut dipakai untuk tolak ukur oleh investor analisa,” katanya.

Pertimbangan investor saat mereka tertarik investasi sebenarnya melihat banyak hal. Misalnya, apakah startup tersebut memang layak untuk diinvestasi oleh VC, bagaimana pangsa pasarnya, dari sisi kompetisi seperti apa apakah pasarnya sudah saturated atau belum, dan masih banyak lagi.

Bantuan dari pemerintah

Adrian melanjutkan dalam mendukung terciptanya lebih banyak startup berkualitas, Kemeristek/BRIN melanjutkan program tahunannya yang bernama Startup Inovasi Indonesia. Menurutnya program ini selaras dengan fokus pemerintah yang ingin memajukan ekonomi digital, strategi seperti ini sudah dijalankan oleh negara maju semisal Singapura dan Amerika Serikat. Itulah mengapa startup di kedua negara tersebut berkembang pesat.

“Program ini enggak cuma bicara untuk kota besar saja, tapi bagaimana inovasi bisa lebih menyeluruh di seluruh Indonesia karena masing-masing ada potensi yang luar biasa,” kata Adrian.

Program ini membuat tiga jenis pendanaan berdasarkan skala startup tersebut, mulai dari pra-startup dengan dana hibah maksimal Rp250 juta, startup dengan dana hibah hingga Rp500 juta, dan yang tertinggi yakni scale-up dengan dana hibah hingga Rp1 miliar.

Pada Maret kemarin sudah dilaksanakan tahap pengusulan proposal untuk masing-masing jenis pendanaan. Adapun saat ini sedang memasuki proses evaluasi dan dilanjutkan dengan seleksi presentasi. Pada tahap akhir, tepatnya pada Desember mendatang akan dilaksanakan workshop untuk penelaahan anggaran dan rencana aksi.

“Fokus bidang startup tahun ini adalah transportasi, kemaritiman, kesehatan, multi-disiplin dan lintas sektoral, pangan, rekayasa keteknikan, pertahanan keamanan, dan energi,” tutup Adrian.

Two Indonesian Startups Receives Grants Funding from DBS Bank Singapore

DBS Singapore pours grants funding for 14 startups engaging in social
enterprise from Hong Kong, Tiongkok, India, Indonesia and Taiwan. The two
startups from Indonesia are Du’Anyam Weaving Goods and Pandawa Agri
Indonesia.

Fund distribution is a part of DBS Foundation’s CSR program. Total grants
fund prepared by DBS has reached US$825K, by approximately US$37.500 to US$120.000 fund received.

The selected startups represent each DBS’ operational main business
countries. They are chosen by its skill in identifying and handling social
needs, ongoing business model and fascinating innovation.

Quoted from e27, DBS Bank stated that this fund can be used by all startups
for escalating business and commercialized its solution. It also provides job
opportunity for those in need, create an eco-friendly solution related to
food processing and waste.

“As an objective-based organization, we believe in the importance of creating
banking outside-effect. Besides, we are willing to cooperate for their better
performance, by sharing insights or giving procurement chance with DBS,” said
DBS Foundation’s Head of Group Strategic Marketing & Communication and Board Member Karen Ngui.

DBS Foundation was established in 2014. It has given 260 social companies of
US$2,6 millions in total.

Du’Anyam Weaving Goods is an e-commerce helping weaver which mostly females located in Indonesia’s villages, to sell its products in Du’Anyam platform.
Up to this moment, the startup has helped more than 400 female weavers and
targeted to reach 2 thousands in the next 2020.

Meanwhile, Pandawa Agri Indonesia (PAI) is a startup engaged in agriculture
with ambition to make half of Indonesia’s agriculture using synthetic
products. By creating product as eco-friendly pests and weed killers solution
claimed to save farmer’s expense to 30%. PAI will use the grants fund to
build new production facility.

Besides both startups, there are Caption Cube (Singapore), Edible Garden City
(Singapore), UglyGood (Singapore), Pure Milk Co. (Taiwan), Knight Digital
Technology (Taiwan), Justwin (Taiwan), Agriforward (Taiwan), Eco-Greenergy
Limited (Hong Kong), Fantastic Dream (Hong Kong), HarvestWild Organic
Solutions (India), Kheyti (India), dan Tomoroe (China).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Dua Startup Asal Indonesia Terima Dana Hibah dari Bank DBS Singapura

Bank DBS Singapura memberikan dana hibah untuk 14 startup yang bergerak di sosial enterprise berasal dari Hong Kong, Tiongkok, India, Indonesia, dan Taiwan. Dua startup asal Indonesia yang mendapatkan dana hibah tersebut adalah Du’Anyam Weaving Goods dan Pandawa Agri Indonesia.

Pemberian hibah ini merupakan bagian dari program CSR DBS Foundation. Total dana hibah yang disiapkan Bank DBS mencapai US$825 ribu, dengan kisaran dana yang diterima mulai dari US$37.500 sampai US$120 ribu.

Startup terpilih mewakili masing-masing negara utama bisnis di mana Bank DBS beroperasi. Mereka dipilih karena kemampuannya dalam mengidentifikasi dan menangani kebutuhan sosial, model bisnis yang berkelanjutan, dan inovasinya yang menarik.

Dikutip dari e27, pihak Bank DBS menyatakan dana hibah ini dapat dipakai oleh seluruh startup untuk eskalasi bisnis dan mengomersialkan solusinya. Juga menciptakan lapangan pekerjaan untuk para talenta yang kurang mampu, serta membangun solusi ramah lingkungan berkaitan dengan pengelolaan makanan dan limbah.

“Sebagai organisasi berbasis pada tujuan, kami percaya sangat penting untuk menciptakan dampak di luar dunia perbankan. Di luar itu, kami berharap dapat bekerja sama agar mereka dapat bekerja dengan baik, lewat bimbingan berbagi pengetahuan dengan pihak lain, atau memberikan kesempatan bisnis procurement dengan DBS,” kata Anggota Dewan DBS Foundation dan Head of Group Strategic Marketing & Communications Karen Ngui.

DBS Foundation didirikan pada 2014. Secara total DBS Foundation telah memberikan kepada 260 perusahaan sosial dengan total nilai US$2,6 juta.

Du’Anyam Weaving Goods adalah startup e-commerce yang ingin membantu penganyam tenun, kebanyakan merupakan perempuan berlokasi di pedesaan Indonesia, menjual produknya di platform Du’Anyam. Hingga saat ini, startup tersebut telah membantu lebih dari 400 penganyam perempuan dan ditargetkan jumlahnya dapat mencapai 2 ribu pada 2020 mendatang.

Sedangkan Pandawa Agri Indonesia (PAI) adalah startup yang bergerak di agrikultur dengan ambisinya ingin setengah pertanian di Indonesia memakai produk sintesis. Caranya dengan mengeluarkan produk sebagai solusi pembasmi gulma dan halma ramah lingkungan yang diklaim dapat menghemat pengeluaran petani hingga 30%. PAI akan menggunakan dana hibah yang didapatnya untuk mendirikan fasilitas produksi baru.

Selain kedua startup tersebut terdapat pula Caption Cube (Singapura), Edible Garden City (Singapura), UglyGood (Singapura), Pure Milk Co. (Taiwan), Knight Digital Technology (Taiwan), Justwin (Taiwan), Agriforward (Taiwan), Eco-Greenergy Limited (Hong Kong), Fantastic Dream (Hong Kong), HarvestWild Organic Solutions (India), Kheyti (India), dan Tomoroe (Tiongkok).