Tag Archives: Gunung Sewu Group

Klinik Pintar Secures 58 Billion Rupiah Series A Funding

Healthtech startup Klinik Pintar announced the series A funding of $4.15 million or around 58 billion Rupiah. Golden Gate Ventures led the funding, with the participation of Bundamedik Healthcare System (BMHS), Skystar Ventures, and Sequis Life.

Golden Gate Ventures previously invested in Klinik Pintar in a pre-series A funding round in November 2020, along with two other investors, Venturra Discovery and Kenangan Kapital, an angel fund owned by Kopi Kenangan’s Co-founder, Edward Tirtanata.

In his official statement, Golden Gate Ventures’ representative, Justin Hall expressed optimism about the Indonesian health industry. Hall said, Indonesia has a great potential growth and Klinik Pintar is taking part in this growth by building an integrated health ecosystem. “The previously mentioned convinces us to support Klinik Pintar in advancing the health system through this funding support,” he explained.

Meanwhile, the BMHS’ representative, dr. Ivan Sini said that his participation in Klinik Pintar funding signifies the company’s commitment to developing an integrated health service ecosystem with Smart Clinics in Indonesia. “This synergy can be started from the referral system, laboratory, and supply chain,” he said.

For information, the Smart Clinic under the auspices of PT Medigo Teknologi Kesehatan (Medigo) offers a solution through a profit sharing system with the clinic owner. This collaboration is in the form of providing technology solutions to digitize business processes and services, standardization, and investment that can help clinic owners develop their businesses and increase value-based care.

In order to realize this integrated health ecosystem, Klinik Pintar continues to develop the Klinik OS (Operating System) digital platform that digitizes operations and empowers clinics through digital. It includes online and offline end-to-end services, comprehensive standardization of SOPs, inventory and managerial management, and digitally connecting between clinics in the network and other supporting partners.

Service development in 2022

DailySocial.id had a chance to interview Medigo’s Co-founder & CEO, Harya Bimo regarding the future business plan using this new funding. On this occasion, the man who is familiarly called Bimo emphasized that from now on, Medigo will use Klinik Pintar as the branding of its services in the future.

In accordance with its mission to become a clinic supply chain provider in Indonesia, this new funding will be used to expand the Klinik Pintar network and services. Currently, Klinik Pintar already has 120 clinics available in 60 cities throughout Indonesia.

“We have proven that the framework [through the clinical supply chain model] is successful. Therefore, in the next two years, we want to strengthen existing services by increasing the value of the Smart network through service interoperability,” he said.

One of which is service synergy with the ecosystem owned by BMHS. To strengthen this synergy, BMHS has invested in series A shares totaling 2339 shares which were issued and issued in Klinik Pintar Technologies Pte Ltd, with a direct share investment of $1.5 million or equivalent to Rp21 billion on 8 November. BMHS is part of the clinic’s operational partner through the Smart Clinic digital network.

This synergy will be performed by the Bundamedik Healthcare System, which is an integrated health service ecosystem belonging to PT Bundamedik Tbk, and consists of a network of hospitals, clinics, laboratories, to medical evacuation.

His team will implement a digital-based referral system, both to hospitals and laboratories, by utilizing the ecosystem owned by BMHS. According to Bimo, so far the referral system in Indonesia is still paper-based, which is considered inefficient for patients and health workers.

Klinik Pintar
Klinik Pintar

With digital referrals, doctors and health workers can see the patient’s previous track record. In another example, a patient who is referred for laboratory tests can collect the results at the Klinik Pintar.

“We are trying to empower existing clinics. Considering that not all clinics have laboratories, we take an approach with a network strategy. Now, BMHS has a similar idea to what we are looking for. Our main synergy is to address the needs in areas that so far do not have access to laboratories. We “We will develop this network synergy with BMHS. Our target next year is to build 400 clinics,” he explained.

In another use case, Klinik Pintar will also improve interoperability in the supply chain by connecting clinics and suppliers (principals). Thus, clinics can order various medical equipment and health products, such as pharmaceuticals, vaccines, syringes, and gloves.

“We want to go national now. Currently, we supply gradually in Jabodetabek. Our next target is Java and outside Java. At the very least, our target is to be able to penetrate new cities every quarter. We are also collaborating with big pharmaceutical players because our permits are not distributors,” Bimo said.

In addition, his team will open new access for maternal and child services. Bimo assessed that this segment was still underserved in Indonesia, especially during the Covid-19 pandemic. Klinik Pintar will provide a number of services, including home care and telemedicine through video calls.

Finally, his team is also developing a number of health programs as a preventive measure for serious diseases (diabetes, hypertension, heart) through a health plan. Currently, the program is only marketed to B2B consumers.

“Many internal diseases can’t actually be handled via chat and one meeting. An offline and online approach is required, not only teleconsultation, but also monitoring. This is one of the challenges we see in hospitals and clinics, not in handling severe symptoms,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Seri A Klinik Pintar

Klinik Pintar Memperoleh Pendanaan Seri A Sebesar 58 Miliar Rupiah

Startup healthtech Klinik Pintar mengumumkan perolehan pendanaan seri A sebesar $4,15 juta atau sekitar 58 miliar Rupiah. Golden Gate Ventures kembali terlibat dan kali ini memimpin pendanaan, ditambah partisipasi PT Bundamedik Tbk (BMHS), Skystar Capital, dan Sequis Life.

Golden Gate Ventures sebelumnya berinvestasi di Klinik Pintar pada putaran pendanaan pra-seri A yang diumumkan November 2020, bersama dua investor lainnya, yaitu Venturra Discovery dan Kenangan Kapital yang merupakan angel fund milik Co-founder Kopi Kenangan Edward Tirtanata.

Dalam keterangan resminya, perwakilan Golden Gate Ventures Justin Hall mengungkap optimistis terhadap industri kesehatan Indonesia. Menurut Hall, potensi pertumbuhan di Indonesia sangat besar dan Klinik Pintar mengambil peran dalam pertumbuhan tersebut dengan membangun ekosistem kesehatan terintegrasi. “Hal di atas meyakinkan kami mendukung Klinik Pintar dalam memajukan sistem kesehatan melalui sokongan pendanaan ini,” paparnya.

Sementara itu, perwakilan BMHS dr. Ivan Sini menambahkan bahwa partisipasinya di pendanaan Klinik Pintar menandakan komitmen perusahaan untuk mengembangkan ekosistem layanan kesehatan terintegrasi bersama Klinik Pintar di Indonesia. “Sinergi ini dapat dimulai dari sistem rujukan, laboratorium, dan supply chain,” katanya.

Sebagai informasi, Klinik Pintar di bawah naungan PT Medigo Teknologi Kesehatan (Medigo) menawarkan solusi melalui sistem bagi hasil dengan pemilik klinik. Kerja sama ini berupa pemberian solusi teknologi untuk mendigitalkan proses bisnis dan layanan, standardisasi, dan investasi yang dapat membantu pemilik klinik mengembangkan usaha dan meningkatkan value based-care.

Demi mewujudkan ekosistem kesehatan terintegrasi ini, Klinik Pintar terus mengembangkan platform digital Klinik OS (Operating System) yang mendigitalkan operasional dan memberdayakan klinik melalui digital. Digitalisasi ini meliputi layanan end-to-end secara online dan offline, standardisasi SOP menyeluruh, pengelolaan inventaris dan manajerial, dan menghubungkan antar-klinik di jaringan dan mitra pendukung lainnya secara digital.

Rencana pengembangan layanan di 2022

DailySocial.id berkesempatan mewawancarai Co-founder & CEO Medigo Harya Bimo terkait rencana bisnis ke depan dengan pendanaan baru ini. Pada kesempatan ini, pria yang karib disapa Bimo ini menegaskan bahwa kini Medigo akan memakai nama Klinik Pintar sebagai branding layanannya ke depan.

Sesuai misinya untuk menjadi penyedia supply chain klinik di Indonesia, pendanaan baru ini akan digunakan untuk mengekspansi jaringan dan layanan Klinik Pintar. Saat ini, Klinik Pintar sudah memiliki 120 klinik yang tersedia di 60 kota di seluruh Indonesia.

“Kami sudah membuktikan bahwa framework [melalui model supply chain klinik] ini berhasil. Maka itu, dalam dua tahun ke depan, kami ingin memperkuat layanan yang sudah ada dengan meningkatkan value jaringan Pintar lewat interoperabilitas layanan,” ungkapnya.

Salah satunya adalah sinergi layanan dengan ekosistem yang dimiliki BMHS. Untuk memperkuat sinergi ini, BMHS melakukan penyertaan saham seri A sejumlah 2339 lembar saham yang ditempatkan dan dikeluarkan dalam Klinik Pintar Technologies Pte Ltd, dengan penyertaan saham langsung $1,5 juta atau setara Rp21 miliar pada 8 November lalu. BMHS menjadi bagian dari mitra operasional klinik melalui jaringan digital Klinik Pintar.

Sinergi ini akan dilakukan Bundamedik Healthcare System yang merupakan ekosistem layanan kesehatan terintegrasi milik PT Bundamedik Tbk, dan terdiri dari jaringan rumah sakit, klinik, laboratorium, hingga evakuasi medis.

Pihaknya akan mengimplementasi sistem rujukan berbasis digital, baik ke rumah sakit maupun laboratorium, dengan memanfaatkan ekosistem yang dimiliki BMHS. Menurut Bimo, selama ini sistem rujukan di Indonesia masih berbasis kertas yang dinilai kurang efisien bagi pasien dan petugas kesehatan.

Klinik Pintar
Klinik Pintar

Dengan rujukan digital, dokter dan petugas kesehatan dapat melihat rekam jejak pasien sebelumnya. Pada contoh lain, pasien yang dirujuk untuk melakukan tes laboratorium, dapat mengambil hasilnya di Klinik Pintar.

“Kami berupaya empower klinik existing. Mengingat tidak semua klinik punya laboratorium, kami mengambil approach dengan strategi jaringan. Nah, BMHS punya pemikiran serupa dengan yang kami cari. Sinergi utama kami untuk address kebutuhan di daerah yang selama ini tidak punya akses ke laboratorium. Kami akan mengembangkan sinergi jaringan ini bersama BMHS. Target kami tahun depan membangun 400 klinik,” jelasnya.

Pada use case lain, Klinik Pintar juga akan meningkatkan interoperabilitas di supply chain dengan menghubungkan klinik dan supplier (principal). Dengan demikian, klinik dapat memesan berbagai peralatan medis dan produk kesehatan, seperti farmasi, vaksin, jarum suntik, dan sarung tangan.

“Kami ingin go national sekarang. Saat ini, supply kami lakukan bertahap di Jabodetabek. Target kami selanjutnya adalah Jawa dan luar Jawa. Paling tidak, kami target bisa tembus kota baru setiap kuartal. Kami juga kerja sama dengan pemain farmasi besar karena izin kami bukan distributor,” ujar Bimo.

Selain itu, pihaknya akan membuka akses baru bagi layanan ibu dan anak. Bimo menilai, segmen ini masih underserved di Indonesia, terutama selama pandemi Covid-19 terjadi. Klinik Pintar akan menyediakan sejumlah layanan, termasuk home care dan telemedicine melalui video call.

Terakhir, pihaknya juga tengah mengembangkan sejumlah program kesehatan sebagai tindakan preventif penyakit berat (diabetes, hipertensi, jantung) melalui health plan. Saat ini, program tersebut baru dipasarkan ke konsumen B2B.

“Banyak penyakit dalam yang sebetulnya tidak dapat ditangani via chat dan sekali pertemuan saja. Perlu approach offline dan online, tidak hanya telekonsultasi, tetapi juga monitoring. Ini salah satu tantangan yang kami lihat di rumah sakit dan klinik, bukan di penanganan gejala berat,” katanya.

Application Information Will Show Up Here

Mandiri Capital Indonesia Channels Follow on Funding to Crowde’s Series B

The CVC backed by Bank Mandiri, Mandiri Capital Indonesia (MCI) channels follow on funding to Crowde’s Series B. Based on the sources, the latest round of this agriculture fintech lending startup also involves Monk’s Hill Ventures.

Another thing, this funding also involves the business unit of Gunung Sewu Group conglomerate, PT Great Giant Pineapple (GGP), which is a subsidiary of Great Giant Foods (GGF). In general note, GGP is the largest pineapple canner producer in the world which has exported more than 15,000 containers to 60 countries.

This funding news has been confirmed by MCI’s CEO, Eddi Danusaputro. “It is true, we are doing follow on series B funding to Crowde,” he said through a short message to DailySocial.id.

According to the data submitted to regulators, the company has raised fresh funds of $9 million or around 127.2 billion Rupiah in the ongoing round.

Previously, MCI had participated by leading Crowde’s pre-series A funding of $1 million or around 14 billion Rupiah in 2019. At the same time, Bank Mandiri also participated as an institutional lenderThrough Crowde amounting to 100 billion Rupiah.

Currently, Crowde has disbursed loans ranging from IDR 8 million to IDR 2 billion with an interest rate of 6%-18%. Crowde also recorded 97.89% TKB90. In addition to Bank Mandiri, Crowde has also collaborated with other institutional lenders, such as Bank BJB, BPR Supra, and Saison Indonesia to strengthen its credit distribution structure.

High potential yet hazardous

In the DSResearch report with Crowde entitled “Driving the Growth of Agriculture-Technology Ecosystem in Indonesia”, the aquaculture sector is included in the business sector with a fairly high risk. This is due to business development in this sector is hindered by a number of obstacles, such as access to capital, financial literacy, and the ability and knowledge of farmers to cultivate.

Capital distribution in agriculture, forestry, and fishery / DSResearch and Crowde

According to reports, the educational background and low financial literacy of the farmers are one of the inhibiting factors for cultivation. Crowde stated that 78% of active household farmers in Indonesia do not meet bank capital requirements.

In addition, internet penetration among farmers is quite low. Based on BPS data in 2018, only 4.5 million farmers were connected to the internet out of a total of 27 million business players in agriculture.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendanaan Seri B Crowde

Mandiri Capital Indonesia Kembali Berpartisipasi dalam Putaran Pendanaan Seri B Crowde

CVC kelolaan Bank Mandiri, Mandiri Capital Indonesia (MCI), kembali berpartisipasi pada putaran pendanaan seri B Crowde. Berdasarkan sumber yang kami peroleh, dalam putaran teranyar startup fintech lending untuk agrikultur tersebut juga melibatkan Monk’s Hill Ventures.

Menariknya, pendanaan ini juga melibatkan unit bisnis dari anak perusahaan konglomerasi Gunung Sewu Group, yakni PT Great Giant Pineapple (GGP) yang merupakan anak usaha Great Giant Foods (GGF). Sedikit informasi, GGP merupakan produsen pengalengan nanas terbesar di dunia yang telah mengekspor lebih dari 15.000 kontainer ke 60 negara.

Kabar pendanaan ini telah dikonfirmasi oleh CEO MCI Eddi Danusaputro. “Betul, kami melakukan following funding seri B ke Crowde,” ungkapnya dalam pesan singkat kepada DailySocial.id.

Menurut data yang disubmisi ke regulator, dalam putaran yang masih berlangsung tersebut, perusahaan telah mengumpulkan dana segar senilai $9 juta atau sekitar 127,2 miliar Rupiah.

Sebelumnya, MCI telah berpartisipasi dengan memimpin pendanaan pra-seri A Crowde sebesar $1 juta atau sekitar 14 miliar Rupiah di 2019. Pada kesempatan sama, saat itu Bank Mandiri juga berpartisipasi sebagai lender institusi untuk penyaluran kredit lewat Crowde sebesar 100 miliar Rupiah.

Saat ini Crowde telah menyalurkan pinjaman mulai dari Rp8 juta hingga Rp2 miliar dengan tingkat bunga 6%-18%. Crowde juga mencatat TKB90 sebesar 97,89%. Selain Bank Mandiri, Crowde juga telah berkolaborasi dengan lender institusi lain, yakni Bank BJB, BPR Supra, dan Saison Indonesia untuk memperkuat struktur penyaluran kreditnya.

Potensi besar, tetapi berisiko

Dalam laporan DSResearch bersama Crowde bertajuk “Driving the Growth of Agriculture-Technology Ecosystem in Indonesia”, sektor budidaya termasuk dalam sektor usaha yang berisiko cukup tinggi. Pasalnya, pengembangan usaha di sektor ini terhalang oleh sejumlah kendala, seperti akses permodalan, literasi keuangan, serta kemampuan dan pengetahuan budidaya dari para petani.

Pemberian modal di agrikultur, kehutanan, dan perikanan / DSResearch dan Crowde

Menurut laporan, latar belakang pendidikan dan literasi keuangan para petani yang masih rendah menjadi salah satu faktor penghambat usaha budidaya. Crowde menyebut bahwa 78% petani rumah tangga yang aktif di Indonesia tidak memenuhi persyaratan permodalan bank.

Selain itu, penetrasi internet di kalangan petani juga masih rendah. Berdasarkan data BPS di 2018, hanya 4,5 juta petani yang terhubung dengan internet dari total 27 juta pelaku usaha di agrikultur.

Celebrating Its First Anniversary, Segari Announces Series A Funding Worth of 227.6 Billion Rupiah Led by Go-Ventures

After 12 months of operation, Segari online grocery startup announced Series A follow-on funding. The value reached $16 million or equivalent to 227.6 billion Rupiah. This round was led by Go-Ventures with the participation of SIG, Alfamart, Gunung Sewu Group, and Intrinity Capital.

Participated also in this round the previous investors, including Beenext, AC Ventures, and Saison Capital. In total, according to our source, Segari has scored an investment fund of around $18 million.

The company will use the fresh funds to strengthen infrastructure, ensuring a more efficient process from farmers to consumers. In addition, they also plan to buckle up and hire more talents in various fields, including operations, technology, and marketing.

Through its solutions, Segari is committed to simplifying complex distribution chains by leveraging technology and empowering communities as partners in more efficient sales and distribution.

“The agricultural distribution chain is one of the most complex problems in Indonesia. There are still many layers from farmers to agricultural products to consumers,” Yosua Setiawan, Co-Founder & CEO of Segari said.

He continued, “We expect to have a positive impact where consumers can receive quality food ingredients faster and at lower costs. On the farmer’s side, we also help them to receive a fair price for the products they sell.”

Through the application or website, users can order fruit, vegetable, meat and other primary food products. Within only 15 hours, fresh food products will reach consumers from farmers. Most of the products are sourced directly from partner farmers in Java and Sumatra.

With a decentralized approach to warehouses and a network of sales partners, Segari claims to be able to provide faster delivery times, better product quality, and lower costs for customers.

Agro startup in Go-Ventures

Segari is Go-Ventures’ 16th portfolio. Previously, the Gojek-owned venture capitalist also invested in several startups with similar business models, including eFishery (Fresh), FoodMarketHub, and KitaBeli.

Through the GoMart feature, Gojek is indeed trying to tighten its online grocery vertical. Its capabilities provide ordering systems, payment infrastructure, and delivery services. In terms of products, Gojek has collaborated with several companies and startups, including Alfamart and Sayurbox. Segari’s entrance clearly has integration potential into GoMart.

Regarding the Segari investment, Go-Ventures’ Partner, Aditya Kamath said, “The pandemic has become a catalyst for the growth of the online market (e-grocery) in Indonesia. More consumers are shifting to online purchases, especially for daily needs. During last year, Joshua, Farand Anugerah (COO) and Farandy Ramadhana (CTO) have shown outstanding execution, Segari is growing very fast and still maintaining the best economic unit in the sector.”

Indonesia’s online grocery

Social restrictions due to pandemic have become a separate momentum for online grocery players in Indonesia. In addition to new players keep arising, old players and superapps are also strengthening its coverage in this market.

According to the Asia Pacific IGD analysis, as of 2019 the overall grocery market size has reached $140.2 billion. It is projected to grow to $169.4 billion by 2020 at a CAGR of 5.2% in two years — making the country the 13th largest grocery market in the world. Online grocery alone is considered to have an increasing percentage. Indeed, there are dozens of digital players trying their luck to acquire the market.

However, the digital platform is still at a very early stage. Regarding the coverage, almost all services are still focused on tier-1 cities. The biggest players like HappyFresh still cover the Greater Jakarta area, Surabaya, and several other big cities. Meanwhile, Segari as a newcommmer still serves a limited area in Jadetabek.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Aplikasi Segari

Satu Tahun Beroperasi, Segari Dapatkan Pendanaan Seri A 227,6 Miliar Rupiah Dipimpin Go-Ventures

Setelah 12 bulan beroperasi, startup online grocery Segari mengumumkan perolehan pendanaan lanjutan dalam putaran seri A. Nilainya mencapai $16 juta atau setara 227,6 miliar Rupiah. Investasi dipimpin oleh Go-Ventures dengan partisipasi SIG, Alfamart, Gunung Sewu Group, dan Intrinity Capital.

Investor di tahap sebelumnya turut berpartisipasi, meliputi Beenext, AC Ventures, dan Saison Capital. Secara total, dari sumber informasi yang kami dapat, Segari telah membukukan dana investasi sekitar $18 juta.

Perusahaan akan menggunakan dana segar untuk memperkuat infrastruktur, memastikan proses lebih efisien dari petani ke konsumen. Selain itu mereka juga berencana memperkuat dan menambah tim di berbagai bidang, termasuk operasional, teknologi, dan pemasaran.

Melalui solusi yang ditawarkan, Segari berkomitmen menyederhanakan rantai distribusi yang kompleks dengan memanfaatkan teknologi dan memberdayakan komunitas sebagai mitra dalam penjualan dan distribusi yang lebih efisien.

“Rantai distribusi pertanian adalah salah satu masalah paling kompleks di Indonesia. Masih terdapat banyak lapisan dari petani hingga produk pertanian sampai ke tangan konsumen,” ujar Co-Founder & CEO Segari Yosua Setiawan.

Ia melanjutkan, “Kami berharap dapat memberikan dampak positif di mana konsumen bisa menerima bahan makanan berkualitas dengan lebih cepat dan biaya yang lebih murah. Di sisi petani, kami juga membantu mereka untuk menerima harga yang adil dari produk yang mereka jual.”

Melalui aplikasi atau situs web, pengguna dapat memesan produk buah, sayur, daging, dan makanan pokok lainnya. Hanya dalam waktu 15 jam saja produk makanan segar akan sampai ke tangan konsumen dari petani. Sebagian besar sumber produk didapatkan langsung dari para mitra petani di Jawa dan Sumatera.

Dengan pendekatan desentralisasi gudang dan jaringan mitra penjualan, Segari mengklaim bisa menyuguhkan waktu pengiriman yang lebih cepat, kualitas produk yang lebih baik, dan biaya yang lebih rendah yang bisa dinikmati pelanggan.

Startup agro di Go-Ventures

Segari menjadi portofolio ke-16 bagi Go-Ventures. Sebelumnya, pemodal ventura milik Gojek tersebut juga berinvestasi ke beberapa startup yang memiliki model bisnis serupa, termasuk eFishery (Fresh), FoodMarketHub, dan KitaBeli.

Melalui fitur GoMart, Gojek memang sedang berupaya untuk memperkuat lini online grocery. Kapabilitas mereka menyajikan sistem pemesanan, infrastruktur pembayaran, dan layanan pengantaran. Sementara untuk produk, sejauh ini Gojek menggandeng beberapa perusahaan dan startup, termasuk Alfamart dan Sayurbox. Masuknya Segari jelas memiliki potensi integrasi ke GoMart.

Lalu terkait investasinya ke Segari, Partner Go-Ventures Aditya Kamath menyampaikan, “Pandemi telah menjadi katalis bagi pertumbuhan pasar online (e-grocery) di Indonesia. Semakin banyak konsumen yang beralih ke pembelian online, terutama belanja kebutuhan sehari-hari mereka. Selama satu tahun terakhir, Yosua, Farand Anugerah (COO), dan Farandy Ramadhana (CTO) telah menunjukkan eksekusi yang luar biasa, Segari tumbuh dengan sangat cepat dan tetap mempertahankan unit ekonomi terbaik pada sektor ini.”

Online grocery di Indonesia

Pembatasan sosial yang disebabkan akibat pandemi menjadi momentum tersendiri bagi pemain online grocery di Indonesia. Selain pemain baru yang terus berdatangan, pemain lama dan superapp juga makin menguatkan jangkauannya di pasar tersebut.

Daftar pemain online grocery di Indonesia / DailySocial.id

Menurut analisis IGD Asia Pasifik, per tahun 2019 ukuran pasar grocery secara keseluruhan telah mencapai $140,2 miliar. Diproyeksikan bertumbuh menjadi $169,4 miliar pada 2020 dengan CAGR 5,2% dalam dua tahun — menjadikan negara ini menjadi pasar grocery terbesar ke-13 di dunia. Online grocery sendiri dinilai akan memiliki porsi yang terus meningkat di sini. Tak ayal, kini ada puluhan pemain digital yang mencoba peruntungan untuk mengakuisisi pasar.

Namun demikian, apa yang dilakukan platform digital masih di tahap yang sangat awal. Mengenai cakupan sendiri, hampir semua layanan masih fokus di kota tier-1. Pemain terbesar seperti HappyFresh masih mencakup kawasan Jabodetabek, Surabaya, dan beberapa kota besar lainnya. Sementara pendatang baru seperti Segari masih melayani area terbatas di Jadetabek.

Application Information Will Show Up Here

Gunung Sewu Group Partisipasi dalam Pendanaan Postr, Sukseskan Ekspansi ke Pasar Adtech Indonesia

Startup adtech asal Selandia Baru, Postr, hari ini mengumumkan pendanaan terbarunya mencapai $2,1 juta. Beberapa investor terlibat dalam pendanaan ini, termasuk salah satunya grup perusahaan asal Indonesia, Gunung Sewu Group. Gunung Sewu sendiri adalah perusahaan yang bergerak di beberapa bidang, di antaranya asuransi, real estate, makanan dan beberapa produk consumer lainnya.

Pendanaan Postr tersebut rencananya akan difokuskan untuk melakukan ekspansi bisnis, dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia) akan menjadi salah satu tempat singgah startup adtech tersebut. Kesuksesannya di pasar Selandia Baru dinilai menjadi sebuah awalan yang mengesankan. Kepercayaan diri Postr untuk merangkul wilayah Asia Tenggara lantaran penetrasi perangkat mobile (terutama Android) yang sangat signifikan.

Dalam pernyataannya ke e27, CEO Postr Milan Reinartz mengatakan:

“Kami tentu akan sangat memfokuskan (pasar) Indonesia dan telah menghabiskan banyak waktu (untuk melakukan eksplorasi) di Jakarta, namun sementara ini saya belum bisa mengonfirmasi rinciannya secara detail sehubungan dengan jalinan kemitraan kami (di Indonesia), saya hanya bisa memberi konfirmasi bahwa Indonesia dan Filipina akan menjadi fokus utama kami di Asia Tenggara.”

Produk dan layanan yang ditawarkan oleh Postr ialah berupa solusi terpadu berupa “telco-branded white label apps” yang memungkinkan orang untuk memasang iklan dan menampilkannya di lock-screen ponsel Android (dengan persetujuan pengguna). Kerja samanya dengan penyedia layanan operator, sehingga keuntungan bagi pengguna yang ditawarkan berupa imbalan mobile data atau bonus layanan lainnya. Konsep ini dinilai mampu menjadi salah satu strategi peningkatan ARPU (Average Revenue Per User) bulanan operator seluler.

Terkait ekspansi bisnis adtech ke pasar Indonesia, ini bukan yang pertama kali. Sebelumnya perusahan asal Jerman Glispa juga mulai beroperasi di Indonesia sejak awal tahun. Sama-sama spesifik namun beda sasaran pasar, jika Postr mengarah ke perusahan telco, Glispa memfokuskan pada sektor e-commerce. Namun alasan yang sama juga dituturkan Glispa ketika memberikan pernyataan alasan ekspansi, yakni penetrasi mobile di Indonesia dengan dukungan pertumbuhan infrastruktur pita lebar.

Sedangkan perusahaan lokal penyedia layanan adtech, salah satu yang terbesar adalah Adskom. Dengan menawarkan platform programmatic untuk adtech, kini Adksom telah melakukan ekspansi di beberapa wilayah. Saat ini di luar Indonesia, pihaknya telah memiliki kantor perwakilan di Singapura, Amerika Serikat dan India.

Pertumbuhan bisnis digital dan pemasaran yang memanfaatkan ekosistem pengguna online membawa model iklan digital semakin diminati. Adtech membawakan sesuatu yang lebih spesifik, memberikan target yang lebih tepat dengan medium yang sangat membudaya, yakni smartphone.