Tag Archives: Habibi Garden

Startup Agritech Indonesia

Inilah Daftar Startup Agritech Indonesia yang Menjadi Solusi Petani

Startup agritech Indonesia adalah salah satu hal yang harus diketahui banyak orang. Karena bisa menjadi fondasi dasar untuk perkembangan ekonomi masyarakat Indonesia. Dilansir oleh BPS (Badan Pusat Statistik), produksi pertanian Indonesia meningkat 2,59% di kuartal keempat 2021. Maka dari itu, pertanian menjadi sumber yang paling besar perannya untuk menjadi salah satu pilar perekonomian.

Kehadiran startup digital di bidang pertanian (argitech) juga dilihat sebagai sebuah harapan baru untuk membawa industri pertanian Indonesia naik level. Dengan cara menghadirkan mekanisme dan model bisnis baru untuk efisiensi produksi sampai dengan distribusi.

Berikut ini daftar startup pertanian di Indonesia yang layak diketahui:

Agriaku

PT Agriaku Digital Indonesia (Agriaku) merupakan startup agritech Indonesia yang menyediakan berbagai perlengkapan dan kebutuhan petani melalui sistem keagenan atau social commerce. Mereka baru saja, memimpin pendapatan awal oleh Arise, dana kelolaan kolaboratif MDI Ventures dan Finch Capital.

Agriaku didirikan pada Mei 2021 oleh Irvan Kolonas dan Danny Handoko. Ivan memang memiliki pengalaman sebagai pengusaha di bidang agribisnis, saat ini juga menjabat sebagai CEO Vasham. Sementara itu, Danny adalah mantan Co-Founder & CEO Airy Indonesia. kolaborasi mereka dapat menggabungkan keahlian di bidang pertanian dan teknologi untuk memberikan layanan yang komprehensif kepada agro-UKM dan petani.

Dengan dana segar yang terkumpul, Agriaku berencana untuk meningkatkan jumlah petani dalam jaringannya agar berhasil menembus pasar senilai $17 miliar di Indonesia. Sejak awal, Agriaku telah memberdayakan lebih dari 6 ribu mitra dan petani kecil di seluruh Indonesia melalui teknologi. Agriaku memiliki mimpi untuk menjadi superapp bagi para pemain agri di Indonesia.

Crowde

Crowde adalah startup fintech didirikan oleh Yohanes Sugihtononugroho pada tahun 2015 yang berfokus pada pertanian yang memberdayakan petani Indonesia dengan teknologi dan permodalan. Ribuan petani dan investor di seluruh Indonesia telah mempercayakan Crowde dengan mencapai apa yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

Ekosistem keuangan yang mudah untuk petani dapat terhubung dengan investor yang mencari hal menarik dengan petani yang mengharapkan modal untuk tumbuh, menciptakan lapangan kerja, dan membantu komunitas lokal.

Eden Farm

Eden Farm lebih fokus menyajikan produk-produk terbaik dari petani lokal hingga berbagai restoran dan warung makan di Indonesia. Startup yang didirikan pada tahun 2017 oleh David Gunawan ini memiliki tujuan agar bisnis kuliner Indonesia menggunakan bahan-bahan yang berasal dari petani lokal.

Berdasarkan informasi dari situs resminya, Eden Farm merupakan pemasok berbagai jenis sayuran dan bahan makanan seperti sayuran hidroponik, buah, dan bahan kering.

Etanee

Etanee adalah aplikasi e-commerce yang fokus pada produk pangan dan pertanian. Didesain berawal dari memulai petani dan peternak kita yang tidak mendapatkan hak ekonomi secara layak. Padahal merekalah rantai produksi dengan kerja kerasnya menghasilkan produk terbaik yang kita konsumsi.

Selain itu, rantai logistik dan pengiriman yang tidak efisien menjadi penyebab tingginya harga beli konsumen juga menjadi pemicu lahirnya Etanee yang mulai digagas sejak awal tahun 2017. Maka dari itu, Etanee dibuat sebagai solusi untuk petani dan peternak agar memiliki penghasilan yang sesuai dengan meraka.

Herry Nugraha dan Cecep Mochamad Wahyudin mendirikan Etanee pada tahun 2017 ingin berfokus pada pengembangan bisnis pertanian di Indonesia. Mereka mendapatkan dana awal sebesar 7 miliar Rupiah dari East Ventures untuk mengekspansi ke beberapa daerah di Indonesia.

Habibi Garden

Di Indonesia juga ada startup teknologi pertanian yaitu Habibi Garden. Perusahaan startup agritech Indonesia ini memiliki tujuan untuk membangun peradaban melalui pertanian internet of things (IOT). Perusahaan ini memang menghadirkan solusi perawatan tanaman berbasis IoT. Startup ini membantu menyediakan data up-to-date melalui smartphone.

Ada sensor yang digunakan untuk membantu mendapatkan data tersebut. Data yang diberikan misalnya adalah kondisi tanah dan unsur hara pada tanaman. Ini dapat membantu petani mengurangi biaya, meningkatkan produktivitas, dan mencegah gagal panen.

Startup agritech Indonesia yang satu ini didirikan pada tahun 2016 oleh Dian Prayogi Susanto. Pada awal pendiriannya Habibi Garden mendapatkan 8 miliar Rupiah dibantu oleh beberapa Investor pendanaan seri A.

iGrow

Startup bergerak di bidang pertanian yang memungkinkan pelaku usaha untuk bertani tanpa harus turun ke lahan pertanian sendiri untuk menanam. Cukup dengan mendaftar, memilih tanah dan jenis pohon, maka para pelaku usaha dapat menerima uang atas tanah tersebut.

Setelah lahan diolah dan dipanen, hasil pertanian bisa dijual dengan porsi 40% untuk pengguna, 20% untuk mitra pengelola perkebunan (petani), dan 20% untuk iGrow. Perusahaan yang satu ini didirikan pada tahun 2014. Kini iGrow telah diakuisisi dan masuk ke dalam grup LinkAja.

Kedai Sayur

Layanan startup ini lebih fokus pada pendistribusian produk pertanian berupa sayuran kepada konsumen. Dengan sistem mengundang pedagang sayur konvensional untuk menjadi bagian dari Kedai Sayur sebagai Mitra Sayur.

Mitra sayur ini merupakan satu-satunya layanan utama yang dihadirkan untuk memberikan kemudahan bagi pengguna khususnya ibu rumah tangga yang ingin berbelanja kebutuhan sayur tanpa perlu ribet, namun tetap memiliki kualitas sayur terbaik.

Startup yang pertama kali digagas pada tahun 2016 oleh Adrian Hernanto ini telah mendapatkan dua putaran pendanaan di tahun 2019, yang keduanya dipimpin oleh East Ventures. Pendanaan pertama diperoleh pada bulan Mei sebesar $1,3 juta dan pendanaan kedua dilakukan tiga bulan kemudian yaitu pada bulan Agustus dengan nominal lebih besar yaitu 4 juta dollar AS.

Sayurbox

Didirikan pada tahun 2017, Sayurbox menggunakan konsep bisnis farm-to-table. Konsep ini mendukung konsumen untuk dapat memperoleh berbagai sayuran dan buah segar berkualitas langsung dari petani dan produsen lokal.

Sayurbox, perusahaan rintisan yang menggabungkan teknologi pangan dan bahan-bahan makanan, mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri C sebesar $120 juta atau lebih dari Rp. 1,7 triliun.

Tanihub

Startup pertanian lain yang cukup menonjol adalah TaniHub. Startup ini dikenal membangun ekosistem petani mulai dari pembiayaan, penanaman, hingga pemasaran. Dalam aplikasi ini, produk pertanian masuk ke pasar sehingga membebani petani untuk memasarkan produk tersebut.

TaniHub sendiri merupakan aplikasi yang merupakan bagian dari TaniGroup. Di dalam grup, tidak hanya ada TaniHub tetapi juga TaniFund. Juni tahun 2021 lalu Tanihub mendapatkan pendanaan seri B senilai 945 miliar Rupiah dipimpin oleh MDI Ventures.

Itulah beberapa startup agritech Indonesia yang bisa menjadi solusi bagi mereka. Perkembangan teknologi telah memberikan banyak peluang, termasuk di bidang pertanian.

The Story of IoT Based Solution Developers in Indonesia

The Internet of Things (IoT) technology is getting more popular for the last five years because it becomes one of few strategic components that support the industry 4.0. Simply put, the IoT technology allows various kinds of electronics to communicate and circulate data, either cross-devices or with other systems or apps.

Last year, the government through Kemkominfo issued regulations regarding LoRA WAN frequency as stated in the Regulation of the Director General of Resources and Equipment of Post and Information Technology Number 3 in 2019 on Technical Requirements for Low Power Wide Area Telecommunications Equipment and/or Devices.

The IoT-based solutions players appreciate this regulation. It’s just some regulations are still expected, including providing a discount for import fees for spare parts or raw materials imported from abroad. This discount policy is considered to be able to encourage the IoT industry to develop faster considering that many devices are still imported from abroad, especially China.

Regulating foreign companies and accessible import

One of the startups in this sector is Habibi Garden, which for the last two years has focused on helping farmer groups in West Java. Habibi Garden CEO Irsan Rajamin told DailySocial that import policy was quite important. The existence of a special tax to ease tariffs will provide a positive stimulus for IoT players in Indonesia.

He also added, “The expected regulation, is when the foreign IoT technology entering Indonesia, there should be a partnership or collaboration in any way possible with local companies or startups. Therefore, there is an obligation for transfer knowledge.”

A similar thought from eFishery’s Chief of Product, Krisna Aditya. He said to support local startups to develop is by regulating foreign IoT companies at least to give space for locals to penetrate the current market.

“Regulations such as TKDN that favor Indonesian startups are indeed favorable. Then, the tax incentives or the easy importing for basic parts needed to develop IoT products are also very important. Almost all required parts to develop IoT are still imported, therefore, when the import process is facilitated with the aim of developing startups in Indonesia, it will open up new jobs in Indonesia,” he added.

Perangkat HabibiGrow dari Habibi Garden
HabibiGrow by Habibi Garden

DycodeX’ Co-founder & CEO, Andri Yadi agreed on this subject. He said that reducing import tariffs could be a positive impact on the IoT industry. However, to regulate is not easy. It takes time and effort to record a lot of devices wheter to reduce the cost.

Another regulation that is also expected is TKDN for devices entering Indonesia. Although the discussion is still ongoing in the internal association, this rule is considered to be able to boost the growth of the IoT industry in Indonesia.

Andri said, this TKDN regulation must be prepared in advance, especially the readiness of the local players. Avoid regulations backfire at all cost. When it is expected to grow, instead, it only hinders the developing industry due to unpreparedness.

Stories of local players

The Indonesian IoT Association or ASIoTI is quite optimistic about the opportunities of the IoT industry in Indonesia. Even at the end of 2019 they targeted 200 million sensors in 2020. This target is somewhat missed due to the Covid-19 pandemic, but its development still provides potential and opportunities.

In addition to industrial automation, a number of solutions in the agriculture and fisheries sector can be optimized. Habibi Garden and SmarTernak (one of the solutions from DycodeX) have a solution that is almost similar, but applicable into two different things. HabibiGarden for the agriculture sector and Smarternak for the livestock sector.

Habibi Garden claimed to have collaborated with West Java Digital Service, especially for the agricultural sector. They help farmers to optimize the way they work through the IoT tool. Both in open land or in the greenhouse.

Penerapan perangkat SmarTernak
Implementation of SmarTernak

Some devices developed by Habibi Garden include tools to monitor the condition of the growing media, devices that can be controlled remotely to provide fertilizer, water, pesticides, and the like, as well as several other devices.

“We produce 200 sensors that are packaged for 20 farmer groups in West Java. The tools we use include automatic watering systems, cooling systems for greenhouses, weather monitoring systems and planting media. With this tool farmers can know exactly when to do watering and fertilization, with this farmers can get the efficiency of production costs and labor,” Irsan said.

SmarTernak also comes with similar solution. Focused on West Java, Smarternak has begun to focus on monetization and implementation.

“In terms of devices, some are installed in cows, some are installed in cages. The ones installed in cages are temperature sensors and water supply. If used in cattle for tracking activity, how long he eats, how long he sleeps,” said Andri .

There is also eFishery, a startup whose business unit is developing an IoT device to facilitate fish and shrimp feeding. This startup has developed tens of thousands of devices installed in fish/shrimp ponds in 120 cities/regencies throughout Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Regulasi di bidang IoT perlu diperkuat, sementara impor bahan baku perlu dipermudah. Pemain mulai mampu memonetisasi layanan

Cerita Pengembang Solusi Berbasis IoT di Indonesia

Teknologi Internet of Things (IoT) lima tahun belakang cukup populer karena termasuk satu dari beberapa komponen strategis yang mendukung industri 4.0. Secara sederhana, teknologi IoT memungkinkan berbagai jenis alat elektronik untuk bisa saling berkomunikasi–melakukan perputaran data, baik antar sesama perangkat maupun dengan sistem atau aplikasi.

Tahun lalu pemerintah melalui Kemkominfo mengeluarkan regulasi mengenai penggunaan frekuensi LoRA WAN seperti yang tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Persyaratan Teknis Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi Low Power Wide Area.

Para pemain solusi berbasis IoT mengapresiasi regulasi ini. Hanya saja masih ada beberapa regulasi yang diharapkan untuk segera hadir, termasuk memberikan keringanan biaya masuk atau impor untuk spare part atau bahan mentah yang didatangkan dari luar negeri. Kebijakan keringanan ini dinilai bisa mendorong industri IoT berkembang lebih cepat mengingat banyak perangkat yang masih didatangkan dari luar negeri, khususnya Tiongkok.

Meregulasi pemain asing dan kemudahan impor

Salah satu startup di sektor ini adalah Habibi Garden, yang selama dua tahun terakhir fokus membantu kelompok tani di Jawa Barat. CEO Habibi Garden Irsan Rajamin kepada DailySocial mengatakan, kebijakan impor cukup penting. Adanya pajak khusus untuk meringankan tarif akan memberikan stimulus positif bagi para pemain IoT di Indonesia.

Selain itu ia menambahkan, “Regulasi yang diharapkan, jika ada teknologi IoT dari luar yang masuk ke Indonesia, sebisa mungkin ada partnership atau kolaborasi dengan perusahaan atau startup lokal. Jadi ada kewajiban transfer knowledge.”

Hal senada disampaikan Chief of Product eFishery Krisna Aditya. Ia menyampaikan bahwa untuk mendukung startup lokal berkembang setidaknya harus ada regulasi yang membatasi produk-produk IoT dari luar untuk memberikan ruang pemain lokal menggarap pasar yang ada di Indonesia.

“Regulasi seperti TKDN yang memihak startup Indonesia juga dibutuhkan. Kemudian insentif pajak atau kemudahan melakukan impor part-part yang dibutuhkan untuk mengembangkan product IoT juga sangat penting. Hampir semua part yang dibutuhkan dalam mengembangkan IoT masih impor jadi ketika proses impor ini dipermudah dengan tujuan untuk mengembangkan startup di Indonesia maka itu akan membuka lapangan pekerjaan baru yang ada di Indonesia,” lanjut Krisna.

Perangkat HabibiGrow dari Habibi Garden
Perangkat HabibiGrow dari Habibi Garden

Hal ini diamini Co-Founder & CEO DycodeX Andri Yadi. Ia menyampaikan bahwa pemotongan tarif impor ini memang bisa memberikan dampak positif bagi industri IoT. Hanya saja untuk meregulasinya tidak mudah. Butuh waktu dan effort untuk mendata banyak sekali perangkat jika nantinya akan diberlakukan keringanan.

Peraturan lain yang juga diharapkan hadir adalah TKDN untuk perangkat yang masuk ke Indonesia. Meski pembahasan yang ada masih dalam tahap internal asosiasi, aturan ini dinilai bisa mendongkrak pertumbuhan industri IoT di Indonesia.

Menurut Andri, aturan TKDN ini harus disiapkan secara matang terlebih dahulu, terutama kesiapan para pemain lokal. Jangan sampai regulasi justru menjadi bumerang. Diharapkan tumbuh tetapi malah menghambat industri berkembang karena ketidaksiapan.

Sepenggal cerita pemain lokal

Asosiasi IoT Indonesia atau ASIoTI cukup optimis dengan peluang industri IoT di Indonesia. Bahkan pada akhir 2019 silam mereka menargetkan 200 juta sensor pada tahun 2020 ini. Target ini diperkirakan agak meleset karena adanya pandemi Covid-19, tapi perkembangannya tetap memberi potensi dan peluang untuk banyak hal.

Selain otomasi di bidang industri, sejumlah solusi di sektor pertanian dan perikanan bisa dioptimalkan. Habibi Garden dan SmarTernak (salah satu solusi dari DycodeX) memiliki solusi yang hampir mirip, tapi diterapkan untuk dua hal yang berbeda. HabibiGarden untuk sektor pertanian dan Smarternak untuk sektor peternakan.

Habibi Garden mengaku telah menjalin kerja sama dengan Jabar Digital Service, khususnya untuk sektor pertanian. Mereka membantu para petani untuk mengoptimalkan cara kerja mereka melalui perangkat IoT. Baik mereka yang ada di lahan terbuka atau di dalam greenhouse.

Penerapan perangkat SmarTernak
Penerapan perangkat SmarTernak

Beberapa perangkat yang dikembangkan Habibi Garden antara lain alat untuk memonitor kondisi media tanam, alat yang bisa dikontrol jarak jauh untuk memberikan pupuk, air, pestisida, dan semacamnya, serta beberapa perangkat lainnya.

“Kita memproduksi 200 sensor yang dipaketkan untuk 20 kelompok tani di Jawa Barat. Alat yang kita gunakan antara lain sistem penyiraman otomatis, sistem pendinginan untuk greenhouse, sistem monitoring cuaca dan media tanam. Dengan alat ini petani bisa mengetahui dengan pasti kapan harus melakukan penyirapan dan pemumukan, dengan ini petani bisa mendapatkan efisiensi ongkos produksi dan tenaga kerja,” cerita Irsan.

Hal yang sama dilakukan SmarTernak. Masih fokus di Jawa Barat, saat ini Smarternak sudah mulai fokus monetisasi dan implementasi.

“Dari segi perangkat ada yang dipakaikan di sapi, ada yang dipasang ke kandang. Yang dipasang di kandang merupakan sensor temperatur dan suplai air. Kalau dipakaikan di ternak itu untuk keperluan tracking activity, berapa lama dia makan, berapa lama dia tidur,” kisah Andri.

Ada pula eFishery, startup yang salah satu unit bisnisnya mengembangkan perangkat IoT untuk memudahkan pemberian makan ikan dan udang. Startup ini sudah mengembangkan puluhan ribu perangkat yang dipasang di kolam-kolam petani ikan / udang di 120 kota / kabupaten di seluruh Indonesia.

Habibi Garden Hadirkan Solusi Perawatan Tanaman Berbasis IoT

Potensi Internet of Things (IoT) sebagai salah satu solusi untuk berbagai permasalahan sebenarnya sudah terlihat sejak tren ini pertama kali mendunia. IoT disinyalir mampu memberikan pengguna kontrol terhadap perangkat dengan data real-time. Salah satu pemanfaatan IoT ini tengah coba dikembangkan dan digali di berbagai negara, sesuai dengan permasalahan masing-masing. Di Indonesia sendiri sudah ada banyak solusi IoT yang diperkenalkan. Salah satu yang cukup unik adalah Habibi Garden. Sebuah perusahaan digital yang berusaha memberikan solusi untuk para petani berkomunikasi dengan tanaman mereka.

Istilah berkomunikasi dengan tanaman mungkin agak aneh, namun itu lah yang coba diupayakan oleh tim Habibi Garden. Lebih tepatnya untuk membantu para petani atau pemilik tanaman mengetahui kondisi tanaman, seperti nutrisi dan kebutuhan-kebutuhan lain. Komunikasi tersebut bisa terwujud berkat adanya alat dan juga aplikasi yang terhubung dan didesain dengan berbagai macam sensor seperti sensor suhu, kelembaban, nutrisi media tanaman, intensitas cahaya dan lainnya. Dengan demikian para pemilik tanaman bisa mengetahui kebutuhan tanaman berdasarkan data yang didapatkan dari aplikasi.

CTO Habibi Garden Irsan Rajamin kepada DailySocial bercerita, perusahaan yang mulai beroperasi pertengahan tahun lalu ini dirintis bersama rekannya Dian Prayogi Susanto yang bertindak sebaai CEO yang bertanggung jawab untuk bisnis. Selain itu Habibi Garden juga bekerja sama dengan beberapa mitra di bidang pertanian untuk lebih mudah mengenali dan dekat dengan tanaman.

“Sejak pertengahan tahun 2016 di bulan Juni dan kantor kami ada di kota Bekasi. Sekarang kami sedang berfokus pada kebun binaan baru kami berlokasi di Cianjur desa Pasir Cina. Di sana kami sedangkan mencoba teknologi Habibi Garden pada tumbuhan Cabai,” terang Irsan.

Diawali dari hobi dan keresahan

CEO Habibi Garden Dian Prayogi disebut sebagai salah satu inisiator untuk ide solusi yang ditawarkan oleh Habibi Garden. Dian yang memiliki hobi berkebun di pekarangan rumahnya ini sering lalai memberikan nutrisi dan melakukan penyiraman, hasilnya tak jarang tanamannya terkena wabah jamur. Masalah ini yang coba diselesaikan oleh Habibi Garden, terlebih jika masalah yang terjadi menghampiri lahan yang lebih luas lagi. Pemberian pupuk dan air, pendeteksian wabah penyakit dari awal menjadi target kunci yang bisa ditangani oleh alat Habibi Garden saat ini.

Untuk pengguna, saat ini Habibi Garden tengah mencoba menyasar para petani yang sudah memiliki infrastruktur Green House. Karena petani seperti itu cenderung lebih dekat dengan teknologi di bidang pertanian.

Melihat perangkat Habibi Garden bekerja

Selalu menarik melihat perangkat IoT bekerja. Seperti kita ketahui IoT tidak hanya bekerja dan dikontrol oleh manusia, ada mekanisme untuk menghubungkan mesin dengan mesin untuk bisa saling terhubung, berkomunikasi, dan bertukar data, atau yang sering dikenal dengan Machine to Machine (M2M). Teknologi inilah yang diterapkan oleh Habibie Garden. Dengan memasang sensor pada alat yang diletakkan di dekat tanaman dan terhubung dengan aplikasi pengguna bisa memantau data-data tanaman. Selain monitoring solusi yang disuguhkan Habibi Garden juga meliputi penyiraman dan pemupukan secara otomatis.

“Teknologi kami menggabungkan aplikasi mobile dan hardware yang bertujuan untuk melakukan fungsi monitoring kebun dari manapun dan kapanpun. Dengan hal tersebut petani dan kita sebagai orang awam dapat mengetahui kondisi tanaman/kebun kita. Tidak hanya monitoring tanaman, dengan teknologi Habibi Garden kebun kita juga dapat melakukan penyiraman dan pemupukan secara otomatis. Ini yang sering disebut M2M artinya alat kami dapat berkomunikasi sendiri antara sensor dengan controller sehingga fungsi petani bisa lebih fokus pada fungsi pengawasan melalui aplikasi, perawatan tanaman (pemotongan dahan daun), pembukaan lahan baru dan pemanenan,” lanjut Irsan menjelaskan.

Untuk tahun ini Habibi Garden tengah berfokus untuk melakukan riset yang lebih mendalam tentang cabai setelah kemarin berhasil menerapkan teknologi mereka di perkebunan tomat. Alasannya harga cabai yang tiap tahunnya melambung tinggi dan bahkan bisa setara dengan harga 1 kg daging sapi. Kini Irsan dan tim Habibi Garden tengah aktif melakukan kerja sama dengan banyak petani cabai dengan mengikuti forum-forum petani cabai yang ada.