Tag Archives: hardcore gamer

hardcore-mobile-gamer-butuh-smartphone-gaming-atau-cukup-smartphone-flagship-1

Hardcore Mobile Gamer, Butuhkah Smartphone Gaming?

Menjadi seorang hardcore mobile gamer, memang tidak membutuhkan biaya besar bila dibandingkan hardcore PC gamer. Bagi mobile gamer yang tak puas dengan definisi standar pun, penggunaan smartphone flagship harusnya sudah cukup untuk menikmati game favorit.

Sayangnya, tidak sesimpel itu. Smartphone flagship mungkin mampu menjalankan game dalam setting grafis tinggi, namun belum tentu nyaman diajak bermain game dalam waktu yang lama.

Selain itu, berkembangnya esports juga tentunya menjadi peluang bagi gamer. Kalian bisa merintis karir sebagai atlet esports dengan rajin mengikuti turnamen. Serta, menjadi content creator dan menyalurkan pengetahuan di platform video streaming seperti YouTube Gaming.

Di sini, saya ingin mencoba membahas mengenai kelebihan smartphone gaming, serta fitur-fitur yang seperti apa yang dibutuhkan agar smartphone biasa juga nyaman untuk bermain game.

Butuhkah Smartphone Gaming?

razer-phone
Foto: razer.com

Saat Razer Phone diluncurkan, saya sangat terkesima – karena saya tahu reputasi Razer sebagai perusahaan gaming gear. Hal istimewa dari Razer Phone ialah panel IGZO berteknologi UltraMotion 120Hz dan speaker Dolby ATMOS bersertifikasi THX menghadap ke depan.

Kebetulan teman saya, Gerry Eka pernah memakai Razer Phone. Saya pun memintanya untuk membagi pengalamannya, mengenai kelebihan dan kekurangan Razer Phone.

“Pengalaman terbaik itu dari layar, performa, dan speaker. Ada semacam toggle untuk mengatur fps-nya, jadi bisa di atas 90 fps dan itu benar-benar membantu untuk game-game yang memang di desain untuk bisa berada di 90 fps.” Ujar Gerry.

“Speaker-nya stereo atas bawah, tanpa disambungkan ke Bluetooth speaker eksternal – suaranya sudah benar-benar cakep banget dan saat ini belum ada yang bisa mengalahkan speaker-nya Razer Phone.” Begitu tambah Gerry.

Ia juga bilang, kalau untuk performanya tak perlu diragukan lagi. Hampir semua game-game AAA dilibas, tidak ada halangan berarti untuk bermain game-game berat. Lalu, adakah kelemahannya?

“Saya pakai sekitar empat bulan dan jujur kelemahan utamanya pada suhu dan kameranya. Kalau bermain game dalam waktu yang lama, Razer Phone akan panas dan kualitas kameranya itu jelek banget untuk ukuran smartphone high end.” Tutup Gerry.

Seperti yang Anda ketahui, Xiaomi juga merilis gamer phone – Black Shark. Desainnya lebih terlihat sangar dan telah dilengkapi kontroler Shark GamePad – yang didesain untuk bermain game battle royale.

Tak berselang lama, saya terkejut karena teman saya Ivan JDD ternyata sudah menggunakan Xiaomi Black Shark. Menurutnya dibanding Razer Phone, Black Shark jauh lebih enak digenggam.

Xiaomi Black Shark
Foto: blackshark.com

“Saya dulu mencoba game PUBG Mobile dan Real Car Parking, keduanya berjalan smooth tapi setelah bermain dalam waktu cukup lama body-nya panas banget. Menurut saya panasnya tidak wajar sih secara katanya sudah ada sistem pendingin liquid cooling system multi-stage.” Ujar Ivan.

“Oiya saya juga main Into the Dead, menurut saya game ini berat. Di iPhone X saja main game Into the Dead bisa nge-lag dan di Black Shark lancar. Pokoknya, secara performa sih woosh-woosh, buat gaming sudah lebih dari cukup pakai Black Shark, tapi kameranya sih yang kurang.” Tutup Ivan.

Lagi-lagi kelemahannya sama, suhu panas dan kemampuan kamera yang kurang. Suhu yang panas sebenarnya bisa dimaklumi, mengingat CPU dan GPU bekerja sangat keras – terutama bila game berjalan di 60 fps ke atas.

Kalau untuk kamera, ayolah ini gamer phone – sejak awal Anda tahu perangkat ini diciptakan khusus untuk gaming – keberadaan kamera memang cuma pelengkap. Selain Razer Phone dan Xiaomi Black Shark, smartphone gaming lainnya adalah ZTE Nubia Red Magic dan Asus ROG Phone.

Smartphone Flagship untuk Gaming

hardcore-mobile-gamer-butuh-smartphone-gaming-atau-cukup-smartphone-flagship-2

Kalau spesifikasi, terutama chipset-nya mumpuni – smartphone biasa juga tentunya bisa memainkan game dengan lancar. Kalau kelas menengah, minimal Snapdragon 636 atau Snapdragon 660 lebih baik. Sementara, untuk flagship – pilih langsung Snapdragon 845 atau Snapdragon 835 juga sebenarnya masih baik-baik saja.

Selain chipset, memang ada beberapa hal yang membuat smartphone nyaman untuk bermain game:

Speaker yang Menghadap ke Depan 

Kebanyakan smartphone saat ini menyematkan speaker di sisi bawah. Begitu Anda bermain game dalam posisi landscape – maka speaker akan tertutup tangan dan meredam suara.

Jadi, untuk gaming – cobalah cari smartphone yang punya speaker menghadap ke depan. Lebih baik lagi, kalau tidak hanya satu tapi dua speaker dan stereo.

Bezel Agak Lebar Bukan Masalah

Bezel smartphone yang makin tipis, harus diakui hal itu membuat tampilan smartphone terlihat futuristik. Namun bezel super tipis bukan yang terbaik untuk hardcore gamer.

Tak masalah smartphone Anda memiliki sedikit dagu dan dahi ekstra, hal tersebut membuatnya lebih ergonomis dalam genggaman tangan. Terlebih bila bermain game dalam waktu lama, tentunya bisa mengurangi ketengangan otot tangan Anda.

Spesifikasi Terbaik

Bagi hardcore mobile gamer yang tak puas dengan definisi standar, yang satu ini sangat penting. Untuk mendapatkan pengalaman bermain game terbaik, Anda mutlak membutuhkan smartphone dengan spesifikasi terbaik saat ini – misalnya chipset Snapdragon 845 dan RAM 6GB.

Beberapa game seperti Fortnite juga menuntut spesifikasi tinggi. Sejumlah fitur di game tertentu juga demikian, misalnya Arena of Valor – Anda bisa mengaktifkan fitur recording dan live streaming bila perangkat mendukung.

Aksesoris Game 

Saat ini sebagian besar game mobile memang sudah teroptimasi sangat baik dengan kontrol layar sentuh. Namun, keberadaan aksesori gaming yang kompatibel dan terintegrasi tentunya menyuguhkan pengalaman lebih seru.

Sistem Pendingan

Dengan adanya sistem pendingin bukan berarti membuat body smartphone tidak panas saat bermain game dalam waktu yang lama, tapi tetap saja – lebih baik ada daripada tidak ada untuk menjaga suhu smartphone tetap wajar.

Verdict

hardcore-mobile-gamer-butuh-smartphone-gaming-atau-cukup-smartphone-flagship-5

Smartphone sekaliber hardcore yang memang dirancang menjadi perangkat khusus bermain game – itulah gamer phone. Layarnya mampu menampilkan refresh rate lebih tinggi, audio lebih menggelegar, chipset terkuat, hingga sistem pendingin.

Namun dari obrolan ke dua pengguna smartphone gaming di atas, saya pun menarik kesimpulan bahwa smartphone flagship tetap bisa menyuguhkan performa gaming yang cukup mumpuni.

Tetapi dengan smartphone gaming Anda akan merasakan pengalaman bermain game yang lebih imersif. Meski, tidak menjamin bila bermain game dalam waktu lama tidak akan membuat body smartphone panas – walaupun sudah membawa embel-embel sistem pendingin macam water cooling.

Referensi: AndroidCentral

Layakkah Menjadi Seorang Gamer Hardcore Kelas ‘Sultan’?

Tidak ada garis jelas yang memisahkan spektrum dedikasi seorang gamer, namun mayoritas penikmatnya setuju, gamer hardcore adalah mereka yang begitu menyukai aspek kompetisi dan kompleksitas dari permainan video serta selalu mengikuti perkembangannya baik di sisi software maupun hardware. Pendapat lain bilang, keseriusan gamer juga bisa dilihat dari pilihan genre.

Hardcore gamer sendiri terpecah lagi menjadi beberapa tingkatan: ada orang yang sudah cukup gembira dengan definisi standar, serta level para ‘sultan’ – istilah candaan yang diberikan pada gamer kelas atas. Bagi mereka, resolusi full-HD dan frame rate 60 kali per detik masih belum memuaskan. Dan karena alasan itulah sebagian besar gamer hardcore memilih PC, di mana mereka bisa mudah meng-upgrade hardware dan mengonfigurasi setting permainan.

Alvin Inigame 3

Pertanyaannya kini ialah, layakkah kita mengeluarkan uang begitu banyak hanya untuk menekuni hobi ini? Sebagai gamer yang telah berkecimpung di bidang ini selama lebih dari dua dekade, saya pribadi selalu berusaha menemukan titik keseimbangan antara harga dan performa saat membeli hardware. Dan faktanya, gaming di PC tidak semahal asumsi orang. Hanya dengan modal Rp 8 jutaan, komputer Anda sudah bisa memainkan judul-judul blockbuster terbaru.

Alvin Inigame 5

Namun gamer hardcore kelas atas merupakan sebagai spesies berbeda. Mereka menolak konten standar. Dan dari ambisi itu, daftar kebutuhannya jadi memanjang: setup kartu grafis ganda, monitor curved lebar dengan refresh rate ratusan Hertz, keyboard mekanik premium dengan cap custom, oh, belum lagi memilih kursi yang nyaman untuk menopang punggung dan pinggul Anda selama berjam-jam. Jangankan bagi kalangan awam, bahkan sesama gamer hardcore pun kadang tidak mengerti apa yang memotivasi mereka.

Alvin Inigame 2

Mencoba melihat hobi gaming lewat sudut pandang gamer ‘sultan’ sekaligus menjawab pertanyaan tadi, saya menghubungi Alvin Josef Muliaba selaku chief of eCommerce Inigame untuk berdiskusi mengenai hardcore gaming lebih jauh. Saya diundang buat datang ke kantor Inigame yang berlokasi di New Media Tower Gading Serpong, dan segera disambut oleh pemandangan familier.

Alvin Inigame 1

Sebuah PC dengan casing Corsair Crystal 460X berdiri di samping meja. Di atasnya, saya melihat ada monitor Asus 27-inci 2K, steering wheel Logitech G27, dua buah mouse Logitech, serta keyboard mekanik Corsair K70 Cherry MX Red. Dari pengakuannya. Alvin membayarkan uang hampir Rp 40 juta untuk case dan hardware, Rp 9,5 juta lagi buat monitor, hampir Rp 2 juta untuk papan ketik, Rp 3 juta lebih buat mouse Logitech G900 dan G502, belum lagi menghitung sound card eksternal dan speaker. Bahkan Alvin sendiri tak ingat total uang yang telah ia bayarkan.

Alvin Inigame 6

Lalu bagaimana semua ini membuatnya merasa puas?

Jawaban Alvin sederhana. Seperti pecinta hobi lain, gamer dengan panggilan akrab Ajosh itu sangat menikmati gaming. Alvin memberi contoh kecil: berkat Harman Kardon Nova, output suara tersaji lebih menyenangkan; lalu dengan mouse yang memadai, performa bermain menjadi lebih baik serta tidak membuatnya ‘cepat emosi’. Alvin juga bukan orang yang suka menunda ketika sudah waktunya melakukan upgrade. Menurutnya, proses ini sangat menyenangkan.

Alvin Inigame 7

Hal yang membuat gamer hardcore seperti Alvin berbeda dari kategori gamer lain adalah ia mempunyai keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang spesifik buat fungsi tertentu. Misalnya, Alvin memilih Razer Blackwidow buat mengetik, tapi karena switch-nya terlalu berisik (switch biru), akhirnya dia membeli jenis switch merah. Dan selanjutnya, semuanya mengalir begitu saja – permainan RTS, FPS, dan lain-lain membutuhkan spesifikasi berbeda. Tentu saja, sang chief eCommerce juga harus melakukan penggantian jika ada kerusakan pada gaming gear miliknya.

Alvin Inigame 8

Namun semua penjelasan ini tetap sulit dipahami hingga Anda mencobanya langsung. Alvin meminta saya menjajal mouse G900 di atas mousepad Logitech G440. Kombinasi keduanya sangat mengagumkan: begitu mulusnya gerakan mouse, periferal ini seolah-olah melayang di atas pad. Bayangkan betapa optimalnya setup ini ketika Anda sedang bermain game multiplayer online ataupun judul kompetitif seperti Overwatch dan Titanfall 2.

Alvin Inigame 9

Selanjutnya, Ajosh menyuruh saya mencicipi Battlefield 1 di komputernya. Layaknya PC ‘dream machine‘, game berjalan sangat mulus di resolusi 2560×1440 dengan frame rate ratusan kali per detik berkat sistem bersenjata dua kartu grafis Power Color AMD Radeon RX 480, prosesor Intel i7 3930K dan RAM Kingston HyperX 32GB. Berdasarkan sesi uji coba tersebut, adegan in-game bahkan tampil lebih baik dari cutscene pre-rendered.

Alvin Inigame 10

Di akhirnya diskusi ini, Alvin men-share sedikit pandangannya soal hardcore gaming. Apa yang ia miliki boleh jadi merupakan impian banyak orang, namun sang gamer mengingatkan bahwa menjadi hardcore gamer bukanlah soal mempunyai perangkat serba-mahal, tapi lebih pada sikap – bagaimana kita bersungguh-sungguh mendalami dan menikmati hobi ini, terlepas dari usia ataupun pilihan platform-nya.

Setiap hari ada semakin banyak orang memutuskan untuk menjadi hardcore gamer di PC. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan nilai pasar hardware PC di 2016 yang menembus angka US$ 30 miliar. Dan tidak cuma segmen do-it-yourself saja, awareness serta minat khalayak pada notebook gaming premium juga kian meningkat berdasarkan hasil survei DailySocial.

Laptop gaming merupakan alternatif mudah dalam menikmati video game tanpa mengharuskan user merakit sistemnya terlebih dulu, dengan syarat mereka membayarkan uang lebih tinggi.

Terima kasih banyak pada Alvin Josef Muliaba dan staf Inigame atas waktu luangnya.

Masalah Desain dan Teknis Nodai Ide Cemerlang The Last Guardian

Seperti Final Fantasy XV, The Last Guardian ialah salah satu permainan dengan waktu pengembangan yang lama, dimulai sembilan tahun silam. Fans akhirnya bisa bernafas lega saat Sony mengumumkan waktu pelepasannya di tahun ini, meski ada sedikit penundaan untuk membersihkan bug. Dan tepat di tanggal 6 Desember 2017, The Last Guardian resmi meluncur di PlayStation 4.

Sebagai game yang paling dinanti-nanti, respons para reviewer tampak terbagi. Beberapa media tak segan memberikan The Last Guardian nilai sempurna, tapi tak sedikit dari mereka menyodorkan skor rendah. Alasannya hampir senada: masalah teknis dan desain, serta kurang mulusnya eksekusi.

Salah satu media yang memberikan skor tertinggi adalah Hardcore Gamer. Bagi sang reviewer, The Last Guardian merupakan mahakarya Team Ico. Semua ilmu mereka dituangkan dalam game demi menciptakan sebuah petulangan terbesar. Permainan ini menghidangkan pengalaman gaming jempolan di PlayStation 4, dengan skala tak tertandingi serta grafis terbaik di console. Memang ada sedikit kekurangan, tapi hal itu tidak mengurangi kualitasnya.

Melalui ulasan tanpa skor, Christian Donlan dari Eurogamer mempunyai pendapat serupa. Baginya, The Last Guardian ialah permainan esensial, pewaris sejati Shadow of the Colossus. Dan meskipun Anda bisa melihat banyak benang merah dengan sang pendahulu, permainan ini secara percaya diri menyuguhkan kisah baru, fokus pada hubungan antara seorang bocah dengan makhluk raksasa. Di sisi teknis sendiri, Eurogamer mengeluhkan kendala pada kamera.

Game Informer juga merasa puas pada mutu The Last Guardian. Sang reviewer menyatakan bahwa game ini menitikberatkan kerja sama dan tema persahabatan, serta bukan permainan yang sekedar memberikan Anda misi buat diselesaikan. Game ini membuat Anda tersenyum saat melihat Trico melakukan kekonyolan, memicu rasa iba sewaktu ia disakiti musuh, serta memunculkan rasa lega ketika makhluk raksasa ini muncul dan membantu Anda di momen yang tepat.

Jim Sterling (via Jimquisition) sendiri tampak kurang puas pada faktor teknis, hanya menyodorkan skor 6,5. Baginya, The Last Guardian seharusnya sudah dirilis 10 tahun silam karena game mengusung desain gameplay kuno dan AI yang kurang pintar. Ditakar dari perspektif permainan puzzle, The Last Guardian sangatlah buruk, untungnya aspek negatif tersebut tertutupi oleh cerita tentang persahabatan. Terlepas dari kekurangan itu, Sterling berpendapat bahwa kita tetap harus angkat topi pada kerja keras tim developer-nya.

Sejauh ini, nilai terendah diberikan oleh iDigitalTimes, yaitu dua dari lima bitang. Pengulas bilang, dalam The Last Guardian, rasa kagum dan frustasi tercampur aduk. Menurutnya, game ini tidak menyenangkan buat dimainkan, dan gameplay-nya tampak sengaja dirancang buat menghalagi progres. Ditambah masalah pada kamera, pengalamannya jadi lebih buruk lagi.Tapi iDigitalTimes juga mengakui bahwa ada momen-momen indah di sana, dan animasi Trico sangatlah mengagumkan.

Saat artikel ini ditulis, The Last Guardian memperoleh skor rata-rata sementara 78 di situs agregat review OpenCritic.

Dipersenjatai GPU Dekstop dan Modul Liquid-Cooling, Asus ROG GX700 Tiba di Indonesia

Melakukan debutnya di IFA Berlin 2015, GX700 adalah sebuah pemandangan eksentrik. Berkali-kali produsen mencoba menggabungkan ketangguhan desktop gaming dengan portabilitas laptop. Meskipun kadang kala hasilnya tidak seideal harapan gamer, perangkat-perangkat tersebut biasanya membuat kita terkagum-kagum. Dan GX700 ialah salah satu device istimewa itu.

Melalui GX700, Asus ingin jadi brand pertama yang memperkenalkan notebook gaming dengan solusi pendingin berbasis cairan. GX700 mempunyai dua komponen utama: laptop dan modul docking. Pendekatan seperti ini bukanlah hal baru, namun jika umumnya docking berperan sebagai tambahan tenaga, Asus membenamkan sistem water-cooling Hydro Overclocking System di sana. Ketika disambungkan, GX700 sanggup menyuguhkan performa sekelas PC desktop high-end.

Asus ROG GX700 Indonesia 10

Enam bulan setelah pengungkapannya, Asus akhirnya resmi membawa ROG GX700 ke Indonesia. Dari presentasi Asus, tampaknya ada dua target utama dari produk tersebut: hardcore gamer dan overclocker. Saat ini GX700 merupakan pemegang hierarki tertinggi keluarga Republic of Gamers. Gamer dijanjikan pengalaman gaming premium dan overclocker dihidangkan segala macam fitur yang mereka butuhkan.

Asus ROG GX700 Indonesia 04

Selain docking water-cooling, komponen kebanggaan Asus dalam GX700 ialah kartu grafis kelas dekstop yang mereka benamkan di notebook. Sang produsen Taiwan itu mengklaim, Nvidia GeForcce GTX 980 tanpa kesulitan melewati kinerja gaming laptop kompetitor. Tanpa docking, ukuran GX700 masih memungkinkan untuk Anda menyelipkannya di tas, seandainya ada undangan LAN party yang harus dihadiri.

Asus ROG GX700 Indonesia 01

Seperti di sejumlah tipe unggulan, Asus mengusung kiblat desain baru pada ROG GX700. Mereka menyebutnya sebagai desain ‘Iron Man’: meninggalkan ciri khas gaming yang umumnya direpresentasikan oleh kombinasi hitam dan merah, kini diperkaya warna tembaga dan jingga. Tanpa docking, penampilannya secara umum – mulai dari area keyboard, penempatan tombol, sampai LED di punggung layar – hampir menyerupai ROG G752; memanfaatkan perpaduan material logam, plastik dan karet.

Asus ROG GX700 Indonesia 05

Asus ROG GX700 Indonesia 03

Display GX700 juga bukanlah panel biasa. Terdapat opsi layar full-HD serta 4K (GX700 yang masuk ke Indonesia ialah tipe FHD), sudah didukung teknologi Nvidia G-Sync. Fitur ini berfungsi untuk menyelaraskan refresh rate pada display dengan GPU, supaya Anda mendapatkan output mulus – meminimalisir lag, tearing maupun stuttering; meski frame rate berubah-ubah.

Beralih ke sistem pendingin, Asus memang tidak tanggung-tanggung. Mereka meracik zat pendingin khusus yang bisa melindungi komponen serta material internal dari korosi, termasuk aluminium, besi, baja dan tembaga. Ia tidak membutuhkan zat proteksi tambahan. Modul Hydro Overclocking System terdiri dari tangki penampung cairan, pompa, kipas, selang dan radiator.

Asus ROG GX700 Indonesia 02

Rancangan radiator dibuat dengan proses manufaktur serupa pendingin mobil. Ia mengalirkan cairan dari tangki lewat selang yang didorong pompa menuju notebook buat mendinginkan sistem. Lalu cairan panas dialirkan ke luar dan kembali ke docking untuk didinginkan di radiator, dan panas dibuang keluar melalui lubang ventilasi. ROG sendiri memiliki dua tangki, bisa menampung air 67-liter. Saat cairan habis, sensor segera mengingatkan pengguna buat mengisi ulang kembali.

Asus ROG GX700 Indonesia 06

Proses penggunaannya pun sangat mudah. Anda tinggal menyambungkan connector di docking dengan notebook.

Tema overclock (upaya mengkonfigurasi komponen PC agar bekerja lebih cepat dari setting standar produsen) merupakan alasan Asus bersusah payah memadukan rancangan notebook gaming dengan sistem pendingin cairan. Hydro Overclocking System membantu GX700 menangani panas dari kartu grafis GTX 980 yang ter-overclock, mampu menghasilkan performa 20 persen lebih tinggi dengan tingkat kestabilan luar biasa.

Asus ROG GX700 Indonesia 09

Hydro Overclocking System mampu mengurangi temperatur CPU dan GPU masing-masing 31 serta 33 persen. Asus juga tak lupa menyempurnakan rancangan connector antara modul cooling dan GX700 demi memastikan tidak ada kebocoran. Tapi bahkan tanpa unit docking, thermal design GX700 tetap sanggup menjinakkan suhu yang dihasilan hardware-hardware internal.

Asus ROG GX700 Indonesia 08

Spesifikasi Asus ROG GX700 adalah sebagai berikut:

  • OS Windows 10 Home
  • CPU Intel Core i7-6829HK, kecepatan dapat didongkrak sampai 4,1GHz
  • GPU Nvidia GeForce GTX 980
  • Memori RAM DDR4 64GB
  • Penyimpanan M.2 PCIe x4 NVMe 512GB RAID0
  • Konektivitas 3 port USB 3.0, 2 USB 3.1, port LAN, HDMI, Thunderbolt, port VGA, port microphone/headphone 3,5mm, Wi-Fi dan Bluetooth 4.0
  • Audio speaker dan mic analog build-in, audio chip SonicMaster, subwoofer dengan empat speaker, DAC ESS Sabre
  • Dimensi 429x309x33-35-milimeter
  • Bobot 3,6-kilogram dengan baterai, dock 4,8-kilogram

Tentu saja, segala inovasi dan kecanggihan Asus ROG GX700 menuntut biaya yang tidak murah. Program pre-order rencananya akan digelar secara eksklusif di Asus Store Indonesia pada pertengahan bulan April 2016, dan notebook gaming ini dibanderol seharga Rp 80 juta ‘saja’.

Asus ROG GX700 Indonesia 07

Berbincang Dengan Nixia, Gamer Girl Berprestasi dari Indonesia

Gamer. Julukan ini masih menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat Indonesia. Banyak orang, termasuk tokoh terkemuka, melihatnya sebagai buang-buang waktu. Tapi di sisi lain, Anda mungkin sudah menyaksikan bagaimana esport membuka jalan untuk berkarier. Dengan ketekunan, gaming dapat membawa seseorang menuju sukses dan masa depan yang cerah. Continue reading Berbincang Dengan Nixia, Gamer Girl Berprestasi dari Indonesia