Tag Archives: Hardi Halim

Mangan Is Launched to Connect Restaurants with Corporates

It is no longer possible to count startups that tried their luck in the culinary industry. Various startups with different approaches and business models have emerged in Indonesia. Mangan is the latest one rising to taste the sweet pie of the culinary industry.

Mangan was founded by Hardi Halim and Hutomo Halim in early 2019. Hardi as the CEO explained that Mangan’s business idea was first appeared to overcome employee boredom with the same food menu in a company.

Hardi grasped inspiration while working at a logistics company in the United States. Every day in the cafeteria at work, he can only eat sandwiches and coffee. It is also available on vending machines. Hardi knows that there are some obstacles when companies want to use catering services from restaurants, especially in terms of payment. That experience encouraged Hardi and Hutomo to create a platform that could help companies provide good food choices for their workers.

“Therefore, we combine the problems in offices, communities, and F&B. Mangan is formed to connect restaurants and corporations,” Hardi said.

The SaaS platform

Simply put, Mangan is a software as a service (SaaS) that serves customers on a B2B basis with a focus on the culinary field. Hardi likens the Mangan platform to Airbnb for the culinary world. Hardi emphasized that Mangan does not cook or deliver the food independently.

Based on their data, Mangan estimates that the culinary service has huge business potential. Last year, the value was estimated at US$ 160 billion (around Rp. 2,356 trillion at current exchange rates) in Southeast Asia. This number is predicted to increase to US$ 200 billion or nearly Rp 3,000 trillion by 2025.

Through this platform, people can find a variety of catering and pop-up restaurant services from home-based to top-tier restaurants. Service quality and cleanliness factors are Mangan’s main requirements to attract partners. Therefore, when a company or community wants to use catering services and pop up restaurants, it’s available on their website.

Hardi says what makes Mangan different and has no direct competitors in the country is because they only serve B2B customers. “We are a B2B SaaS. We provide a platform that simplifies business processes between institutions and restaurants. If we look closer, most of the other applications are B2C,” added Hardi.

However, Mangan has recently started to explore B2C. Hardi said that they’ve recently launched a B2C marketplace. However, Hardi emphasized that B2B is still Mangan’s main focus.

Funding and target

In terms of finances, Hardi said that Mangan is currently raising a seed funding round. One of the angel investors has already joined, from the top officials of US Foods, a culinary service and distributor company from the US. Mangan will continue to hold this funding round until the end of this year or early next year.

Currently, Mangan has partnered with more than 200 restaurants. Through the funding they are currently raising, Mangan plans to expand its services. One way is to expand coverage in Java. They are currently available in 80 locations. Their target is to be used not only for offices but also for public institutions such as hospitals, schools, and others.

“Our vision is to make it easier for F&B restaurants in Indonesia to accept large orders from institutions without following complex business processes,” Hardi concluded.

To date, all Mangan services are still accessible through their web portal. However, Mangan plans to launch a mobile application for its B2C customers early next year.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Layanan “Mangan” Hubungkan Restoran dengan Korporasi

Rasanya sudah tak terhitung startup yang mencoba peruntungannya dengan menjamah dunia kuliner. Berbagai startup dengan pendekatan dan model bisnis yang beragam telah bermunculan di Indonesia. Paling anyar adalah Mangan yang ingin mencicipi lezatnya cuan dari dunia kuliner.

PT Teknologi Makan Dimana Saja atau Mangan ini didirikan oleh Hardi Halim dan Hutomo Halim sejak awal 2019. Hardi yang menduduki peran CEO di perusahaan menjelaskan ide bisnis Mangan muncul pertama kali untuk mengatasi kejenuhan karyawan di suatu perusahaan yang bosan dengan menu makan yang itu-itu saja.

Inspirasi itu dipetik oleh Hardi ketika bekerja di sebuah perusahaan logistik di Amerika Serikat. Saban hari di kantin di tempat kerjanya, ia hanya bisa memakan roti lapis dan kopi. Itu pun tersaji di mesin jual otomatis (vending machine). Hardi juga mengetahui ada sejumlah kendala ketika perusahaan ingin memakai jasa katering dari restoran, terutama dalam hal pembayaran. Pengalaman itu mendorong Hardi dan Hutomo membuat platform yang dapat membantu perusahaan menyediakan pilihan makanan yang baik untuk pekerjanya.

“Maka dari itu kami kombinasikan masalah-masalah di perkantoran, komunitas, dan F&B. Maka terbentuklah Mangan yang menghubungkan restoran dan korporasi,” ujar Hardi.

Sebagai platform SaaS

Secara sederhana, Mangan adalah software as a service (SaaS) yang melayani pelanggan secara B2B dengan fokus bidang kuliner. Hardi mengibaratkan platform Mangan tak jauh berbeda seperti AirBnB untuk dunia kuliner. Hardi menegaskan bahwa Mangan tidak memasak atau mengantarkan makanan itu sendiri.

Berdasarkan data yang mereka himpun, Mangan memperkirakan potensi bisnis dari jasa kuliner ini begitu besar. Untuk tahun lalu saja nilainya diperkirakan mencapai US$160 miliar (sekitar Rp2.356 triliun dengan kurs saat ini) untuk seluruh Asia Tenggara. Angka itu diprediksi naik menjadi US$200 miliar atau hampir Rp3.000 triliun pada 2025.

Melalui platform ini orang-orang bisa menemukan beragam jasa katering dan pop up restaurant mulai dari yang kelasnya rumahan hingga restoran bereputasi besar. Faktor kualitas pelayanan dan kebersihan jadi syarat utama Mangan untuk menjaring mitra. Jadi jika suatu saat ada perusahaan atau komunitas yang ingin memakai jasa penyedia katering dan pop up restaurant cukup mencarinya di situs web mereka.

Karena hanya melayani pelanggan B2B inilah yang menurut Hardi membuat Mangan berbeda dan tidak punya kompetitor langsung di Tanah Air. “Kami masuknya B2B SaaS. Kami menyediakan platform yang mempermudah proses bisnis process antara institusi dan restoran. Aplikasi-aplikasi lain itu kebanyakan B2C, kalau kami ke perusahaannya,” imbuh Hardi.

Kendati demikian baru-baru ini Mangan juga mulai merambah B2C. Hardi mengungkapkan belum lama ini pihaknya meluncurkan B2C marketplace. Namun Hardi menegaskan bahwa B2B masih menjadi fokus utama Mangan.

Pendanaan dan target

Secara finansial, Hardi mengakui Mangan saat ini sedang menggalang putaran pendanaan awal. Salah satu investor yang sudah bergabung adalah angel investor dari salah satu petinggi US Foods, perusahaan distributor dan layanan kuliner asal AS. Mangan masih akan terus menggelar babak pendanaan ini hingga akhir tahun ini atau awal tahun depan.

Saat ini Mangan sudah menggandeng lebih dari 200 restoran. Lewat pendanaan yang sedang mereka galang, Mangan berencana memperluas dan memperbesar layanan mereka. Salah satunya adalah dengan ekspansi ke lebih banyak wilayah di pulau Jawa. Sejauh ini Mangan sudah memiliki 80 lokasi pelayanan. Mereka juga menargetkan bisa dipakai tak hanya perkantoran tapi juga institusi umum seperti rumah sakit, sekolah, dan lainnya.

“Visi kami untuk bisa mempermudah F&B restoran di Indonesia untuk bisa menerima pesanan besar dari institusi tanpa mengikuti proses bisnis yang kompleks,” pungkas Hardi.

Sampai hari ini semua layanan Mangan masih hanya bisa diakses melalui portal web mereka. Namun Mangan berencana meluncurkan aplikasi mobile untuk pelanggan B2C mereka pada awal tahun depan.