Tag Archives: Hari Santosa Sungkari

Menjamurnya startup di Indonesia disebut sebagai salah satu faktor yang membentuk titik jenuh

Menyiasati Titik Jenuh Beberapa Sektor Startup Indonesia

Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia kini telah mencapai $40 milliar dan diproyeksikan akan terus bertambah seiring pertumbuhan jumlah pengguna internet. Bisnis e-commerce disebut-sebut sebagai penyumbang terbesar, namun di balik kesuksesan beberapa nama di sektor ini, tidak sedikit startup yang tumbang meskipun memiliki dukungan sumber daya dan dana yang cukup.

Isu ini menjadi salah satu yang dibahas dalam acara peresmian lokasi kedua co-working space DreamHub yang bertempat di Atrium Mulia, Jakarta Selatan. Indonesia disebut sedang mengalami titik jenuh, di beberapa sektor, terutama e-commerce.

Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari menyampaikan, “Satu hal terpenting, startup yang dapat survive adalah startup yang memberi solusi atas suatu permasalahan dan fokus pada profit.”

Dalam mewujudkan hal ini, pelaku industri harus didukung iklim yang kondusif untuk bisa mewadahi pemikiran-pemikiran kreatif mereka agar tidak terbengkalai di masyarakat.

Kolaborasi untuk mencapai solusi

Saat ini, kehadiran para pemain e-commerce telah memberikan solusi bagi masyarakat dalam efisiensi berbelanja, yaitu secara online. Namun, seiring dengan terciptanya animo masyarakat untuk berbelanja online, muncul permasalahan-permasalahan baru yang mungkin tidak bisa diselesaikan oleh sektor e-commerce sendiri, misalnya sisi pembayaran dan logistik. Hal ini menciptakan peluang bagi pelaku industri untuk melahirkan inovasi baru atau berkolaborasi demi menyelesaikan permasalahan tersebut.

Menurut Gondang Prabowo, Head of Growth The Fit Company Group, semakin banyaknya startup yg hadir sebenarnya bukan malah menimbulkan titik jenuh, melainkan mendorong kompetisi yang semakin ketat. Pihaknya sendiri mengaku sedang menggalakkan kolaborasi demi mencapai solusi untuk mengatasi permasalahan yang terjadi.

“Kita juga harus kritis dalam melihat produk kita sendiri. Banyak startup yang merasa produknya sudah bisa diterima pasar lalu semata-mata puas dan tidak mencoba kritis,” tambahnya.

Mencari celah di industri

Dari sisi investor, perusahaan modal ventura yang fokus pada pendanaan startup tahap awal, Venturra Discovery, melihat sudah terlalu banyak bisnis e-commerce yang menggarap pasar horizontal. Saat ini, pihaknya mengaku sedang fokus mendukung bisnis e-commerce vertikal tertentu, seperti Sociolla (kosmetik) dan Fabelio (furnitur).

Selain itu, masih ada potensi bisnis yang masih bisa digarap. Hari menyebutkan, beberapa sektor yang masih memiliki banyak ruang untuk diisi, contohnya agrikultur, perikanan, dan edukasi.

“Karena untuk membangun industri, kita butuh skill bukan cuma knowledge. Kita sedang dalam tahap darurat talenta. Sementara tingkat kepercayaan pengguna semakin tinggi, pendanaan mulai masuk, infrastruktur juga sudah terbangun, salah satu yang penting dan belum terpenuhi adalah talenta.” tuturnya.

Jakarta Named on the List of Cities with Most Competitive Startup Ecosystem

Indonesia’s Communication and Creative Industry People (MIKTI) with Indonesia’s Creative Economy Agency (Bekraf) stated a total of 1,019 startups made in Indonesia by 2018. Both institutions said Jakarta named into the list of cities with the competitive startup ecosystem in global.

Based on Genome’s Global Startup Ecosystem Report 2019, Jakarta-based startups labeled as “Late-Globalization Phase”, along with 8 other top-tier cities, such as Sydney, Paris, San Diego, and Sao Paulo. This category is only a row under the top startup ecosystem mostly placed in cities as Silicon Valley, New York, Beijing, Singapore, and London.

There are reasons why Genome put Jakarta on the list. One is for the government’s regulation of creating specific acceleration board for stock exchange for startup by Indonesia’s Stock Exchange (IDX) and the rise of incubator and accelerator program in Jakarta.

Head of MIKTI, Joddy Hernady said that this is Indonesia’s first time to include in improving global startup ecosystem. It should brief them of Indonesia’s position on the global map of the digital startup.

“That is why MIKTI provides our data to Genome and meet the current position,” he said.

MIKTI data shows the 529 startups based in Jabodetabek. It makes 52% of the whole country.

Several factors would create a better startup ecosystem in Jakarta. As Joddy speaks one of it is to enter the global market. His observation eyes very lack Indonesian-based startups to make it into the global market besides Gojek.

“We aim for more. The overseas exit is good, IPO cross-country is fine. That is the thing, for our startups to spread,” he added.

Talents are centralized in Jakarta

Bekraf’s Deputy of Infrastructure, Hari Santosa Sungkari explained the rich ecosystem of digital startups in Jakarta can’t be separated from universities in Jabodetabek.

The high concentration of universities around Jakarta has taken the wheel of the startup ecosystem.

“There are 389 universities and some incubators in Jabodetabek. Specifically placed from Jakarta to the west through BSD, there are some in Depok, but mostly in West Jakarta,” he said.

From the current situation, plans have made to build-up the digital startup ecosystem in Bandung, Yogyakarta, and Makassar. Joddy said those cities are as potential as Jakarta for many high-quality universities to drive the ecosystem.

MIKTI’s data says Yogyakarta and Bandung are two cities with most startup population after Jakarta. Such finest technology universities are everywhere as each benchmark.

In order for the ecosystem to not only grow in those three areas, MIKTI is to open online training for an easy way to monitor startup development throughout Indonesia.

“We are making the curriculum, there will be special courses for talent development and the business startup. The incubation will be online and we’re on development,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Peraturan akomodatif dan keberadaan akselerator serta inkubator jadi pertimbangan Jakarta sebagai kota potensial yang mendukung ekosistem startup global.

Jakarta Masuk Daftar Kota dengan Ekosistem Startup Paling Potensial

Masyarakat Industri Kreatif dan Komunikasi Indonesia (MIKTI) dan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf) mengemukakan jumlah startup di Indonesia mencapai 1.019 buah pada 2018. Kedua instansi itu mengumumkan bahwa Jakarta masuk ke dalam jajaran kota dengan ekosistem startup yang bersaing secara global.

Berdasarkan Global Startup Ecosystem Report 2019 dari Startup Genome, ekosistem startup di Jakarta dilabeli ‘Late-Globalization Phase’, bersanding dengan 8 kota besar lain seperti Sydney, Paris, San Diego, Sao Paulo. Kategori yang disematkan kepada Jakarta itu hanya satu strip di bawah kategori ekosistem terbaik yang dihuni kota-kota seperti Silicon Valley, New York, Beijing, Singapura, dan London.

Ada beberapa alasan Genome memasukkan nama Jakarta ke dalam daftar tersebut. Contohnya adalah relaksasi peraturan dari pemerintah seperti pembentukan papan akselerasi tempat jual beli saham khusus startup oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dan keberadaan inkubator serta akselerator yang sudah cukup mapan di Jakarta.

Ketua Umum MIKTI Joddy Hernady mengatakan ini pertama kalinya Indonesia ikut serta dalam pemeringkatan ekosistem startup global. Pemeringkatan ini membantu mereka memahami posisi Indonesia dalam peta startup digital global.

“Makanya MIKTI memberikan data-data kita ke Genome dan ketemulah posisi ini yang sekarang,” ujar Joddy.

Data MIKTI menunjukkan 529 startup bermukim di Jabodetabek. Ini berarti hampir 52 persen dari totak startup seantero negeri.

Ada sejumlah faktor agar ekosistem startup di Jakarta bisa lebih baik. Joddy menyebut salah satunya adalah akses ke pasar global. Menurutnya masih sangat sedikit startup digital asal Indonesia yang sanggup menembus pasar luar negeri selain Gojek.

“Kita berharap yang seperti itu lebih banyak. Exit-nya bisa di luar, IPO bisa di luar. Itu yang disebut paling top, startup kita bisa ke mana saja,” sambung Joddy.

Talenta Masih Terpusat di Jakarta

Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Santosa Sungkari menjelaskan suburnya ekosistem startup digital di Jakarta salah satunya tak lepas dari banyaknya perguruan tinggi di Jabodetabek.

Konsentrasi perguruan tinggi yang padat di sekitar Jakarta dinilai menggerakkan roda ekosistem startup.

“Ada 389 universitas di Jabodetabek dan beberapa inkubator ada di sana. Kalau mau spesifik Jakarta ke barat lalu BSD itu yang paling banyak walaupun ada juga di Depok, tapi yang paling banyak di Jakarta Barat,” tutur Hari.

Berkaca dari keadaan tersebut, ada rencana memperkuat ekosistem startup digital di Bandung, Yogyakarta, dan Makassar. Joddy menyebut ketiga kota itu punya potensi seperti Jakarta karena memiliki perguruan tinggi berkualitas yang dapat memotori ekosistem.

Dari data MIKTI, Yogyakarta dan Bandung merupakan dua kota yang memiliki jumlah startup terbesar setelah Jakarta. Keberadaan kampus-kampus teknik ternama bisa jadi tolok ukur potensi kedua kota itu.

Agar ekosistem tak berkembang hanya di tiga kota besar tadi, MIKTI berniat membuka pelatihan online untuk memudahkan geliat startup di seluruh kota di Indonesia.

“Kita lagi bikin kurikulumnya, akan ada course untuk pengembangan bakat dan startup itu sendiri. Jadi inkubasinya lewat online dan kita lagi bikin platform itu,” pungkas Joddy.

Deputi Infrastruktur BEKRAF, Hari Santosa Sungkari, saat menyampaikan materi di depan para developer / BEKRAF

BEKUP 2018 Tekankan Pembinaan Karakter “Founder”

Bekraf for Pre-Startup (BEKUP) kembali diadakan untuk kali ketiga. Program ini memiliki tujuan memunculkan founder startup digital berkualitas melalui program pendampingan dan edukasi. Tahun ini, BEKUP ingin lebih fokus pada penguatan karakter tim dan ide solutif. Pelaksanaannya akan meliputi kota Bandung, Yogyakarta, Semarang, Malang, Makassar, Padang, Denpasar, Medan, Tangerang dan Balikpapan.

“Yang juga berbeda di BEKUP 2018, di ujung acara kami akan adakan acara pleno mempersilakan tiga perwakilan startup dari masing-masing kota untuk presentasi di depan calon inkubator. Ini sesuai dengan misi BEKUP sebagai program pra-inkubasi,” ujar Deputi Infrastruktur BEKRAF Hari Santosa Sungkari kepada DailySocial.

Hari melanjutkan, proses pendidikan yang diterapkan adalah Lean Startup, meliputi customer discovery, customer validation, customer creation dan company building. BEKUP akan memfokuskan pada proses customer discovery. Presentasi oleh startup yang terbentuk tadi juga baru mencakup tahap customer discovery dan pembuatan minimum viable product.

“Setelah menilai dan memilih startup binaan dari presentasi, masing-masing inkubator juga akan memiliki tujuan, mau dibawa ke mana startup yang mereka pilih nantinya. BEKUP memberikan keleluasaan kepada inkubator untuk mengambil startup sesuai bidang dan spesialisasinya. Target BEKUP 2018 adalah membina 200 pre-startup lulus.”

Menekankan pendidikan karakter bagi founder

Proses pendidikan dalam rangkaian BEKUP 2018 juga akan berfokus pada peningkatan karakter founder. Ini belajar dari rangkaian kegiatan yang sudah berjalan di tahun-tahu sebelumnya. Pemikiran yang terbuka dinilai penting untuk ditanamkan sejak dini, di samping perkembangan digital yang dinamis, bisnis harus bisa selalu beradaptasi dengan perubahan kebutuhan pangsa pasar.

“Salah satu yang dilihat nanti di ujung, baik investor atau rekanan, adalah karakter dari founder. Di Lean Startup ini kita juga tekankan kepada founder untuk siap pivot. Karena kebanyakan para founder startup tahap awal susah untuk berpikiran terbuka mengubah bisnis dan susah diyakinkan bahwa hipotesis yang diangkat mungkin tidak relevan, sementara ada tuntutan penyesuaian di pangsa pasar,” jelas Hari.

Karakter founder juga dianggap penting untuk kesehatan startup ke depan, karena pemimpin bisnis akan menjadi motor utama dalam kerja tim, relasi bisnis, dan lain-lain. Penilaian terhadap karakter sendiri akan disematkan saat proses seleksi hingga presentasi, dilakukan oleh para mentor dan perwakilan inkubator.

“Karakter nomor satu, termasuk karakter mau berubah. Kalau bisnis tidak mau berubah, mereka akan kelabakan ketika lima sampai sepuluh tahun lagi ada disrupsi dalam bisnis. Kita tidak mau menghasilkan pengusaha yang manja, misal ada disrupsi lalu minta perlindungan pemerintah, jangan sampai terjadi.”

Mentor lokal di tiap kota agar lebih intensif

Pada pertengahan Juli 2018 lalu, BEKRAF sudah membina calon mentor, yang terdiri dari Lead Mentor dan Local Mentor, untuk mengiringi BEKUP 2018. Mentor yang dipilih juga bukan sosok ternama, karena panitia meyakini bahwa dibutuhkan pendamping yang bisa menemani secara intensif. Yang jelas, syarat mentor harus sudah berpengalaman dalam bisnis digital, minimal tiga tahun. Mentor tersebut akan ada di setiap kota, dan disiapkan untuk siaga menjawab berbagai pertanyaan seputar isu bisnis yang ada.

“Para mentor nantinya akan membantu dalam rangkaian program, termasuk di acara bootcamp, coaching, hingga online coaching. Mereka bisa ditelepon kapan saja sesuai jadwalnya. Kalau kami pilih mentor yang terkenal biasanya sulit untuk dihubungi jika sewaktu-waktu startup binaan butuh,” ujar Hari.

Sebaran mentor di tiap kota juga akan disesuaikan dengan kebutuhan tim. Dalam sebuah tim yang akan dibentuk, minimal harus terdiri dari orang-orang berkemampuan teknologi (hacker), desain (hipster), dan bisnis (hustler).

Rangkaian acara BEKUP 2018

Program BEKUP 2018 akan dilaksanakan selama tiga bulan. Pada awal program, tim startup tersebut akan mengikuti dua program bootcamp masing-masing selama dua hari, yang bertujuan untuk memperkenalkan proses inovasi serta budaya kerja startup dengan didampingi oleh sejumlah mentor yang berkompeten.

Setelah menguasai proses dan metode inovasi yang diperlukan, berikutnya tim startup akan memasuki sejumlah sprint (tahapan kerja singkat) dengan target spesifik yang ditetapkan. Tim mentor yang memiliki latar belakang bisnis, teknis, dan desain akan memberikan pendampingan secara privat kepada masing-masing untuk memastikan tim dapat mengatasi kendala spesifik.

Setelah melalui sejumlah sprint diharapkan tim startup baru sudah dapat meluncurkan solusinya dan sudah memiliki sejumlah pengguna awal. Pada tahap ini, tim startup baru akan diperkenalkan kepada sejumlah pihak yang dapat mendukung pengembangan bisnisnya di masa yang akan datang, antara lain inkubator, akselerator, investor maupun mitra strategis lainnya.

Menyorot Berbagai Regulasi Pemerintah dalam Perspektif Ekonomi Digital

Tak dipungkiri bahwa ketidaksigapan regulasi pemerintah akan kehadiran berbagai layanan baru (digital) menimbulkan gejolak yang cukup berimbas di industri digital. Beberapa contoh telah membuktikan, sebelumnya di pertengahan tahun lalu Kementerian Perdagangan sempat merilis RPP E-Commerce. Salah satu pasal yang dirumorkan di RPP tersebut adalah bagaimana siapapun yang ingin menjadi penjual ataupun pembeli online, harus melalui tahap verifikasi atau yang biasa disebut KYC (Know Your Customer). Sontak rumusan ini membuat industri resah, karena justru akan mempersulit dalam melebarkan pangsa pasar. Namun dewasa ini rumusan tersebut tak berlanjut, kini sudah ditindaklanjuti dengan lebih bijak dengan rancangan Roadmap E-Commerce yang tengah digulirkan oleh pemerintah.

Tak hanya di ranah e-commerce, sebelumnya keputusan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan juga menyulut kemarahan publik. Berlandaskan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan, pihaknya melarang layanan transportasi berbasis aplikasi ala Go-Jek, Grab Bike, Uber, dan lain-lain, untuk beroperasi. Kemarahan rakyat membuat presiden akhirnya turun tangan untuk meluruskan masalah yang ada. Dua hal ini setidaknya sudah dapat menjadi contoh bagaimana sikap pemerintah yang masih harus dibenahi dalam mengayomi industri digital yang sedang bertumbuh di tanah air.

Kendati masih sering terjadi keributan terkait regulasi dan layanan digital sampai saat ini, namun sejatinya pemerintah menginginkan tatanan yang baik dalam lanskap digital nasional. Sebagai salah satu wujud dari dukungan tersebut, pada pemerintahan sekarang ini secara khusus presiden membentuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang ditugaskan untuk mengakomodir industri kreatif dan digital, termasuk bertugas menjembatani komunikasi antara pemain industri dengan pemerintah sebagai penyusun regulasi. Hasilnya cukup efektif, beberapa terobosan mulai terlihat matang, salah satunya terkait dengan HKI (Hak Kekayaan Intelektual).

Kepada DailySocial, secara khusus Deputi Bidang Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Hari Santosa Sungkari pernah menyampaikan bahwa pihaknya ingin selalu mendorong startup dan industri kreatif lainnya untuk memperhatikan tentang HKI. Bahkan inisiatif tersebut kini menjadi salah satu program unggulan yang sedang digencarkan oleh Bekraf.

Dukungan pemerintah terhadap industri startup saat ini masih menjadi diskusi menarik. Penting bagi kita pelaku industri untuk mendapatkan wawasan tentang bagaimana pandangan pemerintah selaku penentu regulasi untuk mendukung industri yang sedang berkembang. Hal inilah salah satu yang ingin diangkat dalam diskusi workshop yang akan diselenggarakan idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia) menghadirkan para regulator (Kemenkominfo dan Bekraf) serta industri digital (idEA dan DailySocial). Mengangkat tema besar “Investasi di E-Commerce Menyorot Berbagai Regulasi Pemerintah”, bersama para pakar akan diperbincangkan tentang nasib industri digital di tangan pemerintah.

Diawali dengan pengantar materi dari asosiasi industri dan media yang menyoroti industri digital (dalam hal ini menggunakan studi khasus e-commerce), workshop akan dibuka dengan menggali kondisi industri dan regulasi yang ada saat ini. Dilanjutkan dengan memahami poin-poin penting yang dapat dijadikan pembelajaran dari kegiatan industri dan penyusunan e-commerce yang telah berjalan. Dan akan dilengkapi dengan tanggapan pemerintah seputar pandangan dan dukungan yang akan diberikan untuk industri terkait, termasuk dalam kaitannya dengan perizinan, konten dan investasi.

Menjadi sebuah kesempatan baik bagi para pelaku, pecinta dan pemerhati industri digital untuk turut serta dalam diskusi ini, sembari memberikan masukan yang pas untuk pemerintah dari perspektif industri digital untuk dijadikan pertimbangan dalam rumusan regulasi yang digarapnya. Data dan fakta yang ada di industri juga akan menjadi sebuah insight menarik untuk meneropong sejauh mana industri digital nasional berkembang.

Workshop ini, yang merupakan bagian dari rangkaian acara IESE (Indonesia E-Commerce Summit and Expo 2016), akan diadakan pada hari Kamis, 10 Maret 2016 pada jam 16.00 – 18.00 bertempat di Kaffeine Cafe & Resto, The Foundry No. 8, Zone A – SCBD Lot 8, Jl. Jend. Sudirman Kav 52 Jakarta.

Informasi lebih lanjut seputar workshop dan pendaftaran dapat dilihat melalui tautan berikut ini: http://bit.ly/publikworkshopidea.

Industri Kreatif Harus Dilindungi Hak Kekayaan Intelektual

Berbicara tentang industri startup erat kaitannya dengan proses kreatif di dalamnya. Rata-rata produk yang dihasilkan oleh startup adalah produk yang memerlukan proses pemikiran, perancangan, riset hingga implementasi. Produk kreatif erat kaitannya dengan bagaimana sebuah ide brilian direalisasikan dalam sebuah karya, menjadi produk yang bisa dipakai banyak orang.

Beberapa waktu lalu DailySocial berkesempatan berbincang dengan Deputi Bidang Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Hari Santosa Sungkari. Dalam kesempatan tersebut terdapat sebuah bahasan pokok yang menjadi perbincangan, yaitu terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang seharusnya menjadi landasan penting dari sebuah pengembangan produk kreatif.

“Sebuah produk kreatif terdiri dari bentuk fisik dan non-fisik. Bentuk fisik sering kali menjadi satu-satunya hasil produk yang dibisniskan untuk mencapai keuntungan ekonomis. Padahal justru yang menjadi core dari sebuah produk kreatif adalah kekayaan intelektual yang ada di dalamnya. Kekayaan intelektual tersebut yang harusnya mampu memberikan nilai ekonomis lebih tinggi dibanding dengan barang fisik yang dihasilkan,” ujar Hari memulai perbincangan.

Hari melanjutkan, “Saya melihat proses kreatif produk startup di Indonesia sudah semakin bagus, tapi kesadaran tentang HKI masih rendah, padahal HKI akan melindungi karya dari pemalsu dan memberikan jaminan kualitas yang mahal untuk produk yang dihasilkan.”

Menurut Hari startup harus aware dengan upaya peningkatan merek dagang. Seiring dengan pengembangan produk menuju produk bagus, startup harus memiliki inisiatif untuk memikirkan hak cipta dan paten terhadap merek tersebut. Hari mencontohkan beberapa produk yang biasa saja, namun ketika produsen sudah memiliki brand yang kuat maka nilai jualnya juga tinggi. Keuntungan seperti ini yang diharapkan untuk pengembang produk kreatif di dalam negeri.

Mendukung awareness HKI untuk industri kreatif dalam negeri, Bekraf berinisiatif membantu proses pendaftaran HKI secara end-to-end, termasuk dari sisi pembiayaan (proses pendaftaran HKI akan gratis, biaya ditanggung Bekraf). Saat ini pihak Bekraf bersama Kementerian Hukum dan HAM (Menkumham) sedang menggodok mekanisme terbaik. Direncanakan akhir Februari 2016 ini industri kreatif sudah bisa menikmati kemudahan proses HKI dari Bekraf.

Dalam melakukan pendaftaran HKI nantinya Bekraf akan menyajikan dua prosedur, yakni sesi konsultasi dan sesi validasi kelayakan. Dari pengalaman terdahulu proses ini banyak yang menilai lama dan cukup rumit. Bekraf mengatakan bahwa bersama pihak Menkumham akan menyederhanakan proses HKI ini, sehingga memicu banyak karya kreatif yang dipatenkan di Indonesia. Tahun ini target Bekraf ada 1.000 lebih pendaftar HKI.

“Selain menekankan kepada HKI kami juga ingin membuka kanal selebar-lebarnya untuk industri kreatif dalam ngeri berkembang. Salah satu contohnya bersama pemerintah kami mengupayakan membuka investasi asing yang lebih luas untuk film. Kami ingin di Indonesia banyak bioskop alternatif yang akan lebih sering memutar film Indonesia,” pungkas Hari.