Tag Archives: head mounted display

Valve, HP dan Microsoft Sedang Mengembangkan Headset VR Next-Gen

Berbekal pengalaman serta pendekatan dari sisi software, upaya Valve melebarkan sayapnya ke ranah virtual reality terbilang sukses. Headset Index laris dan penjualannya melambung lebih tinggi lagi setelah diumumkannya Half-Life: Alyxgame yang hanya bisa dinikmati lewat VR. Begitu besarnya permintaan terhadap Index menyebabkan stoknya habis di mana-mana, dan kini Valve masih terus berupaya mengatasi masalah kelangkaan tersebut.

Ketika proyek Index telah mencapai ujungnya, Valve dikabarkan sudah memulai pekerjaan baru. Bersama dengan HP dan Microsoft, ketiga raksasa teknologi itu tengah mengembangkan head-mounted display virtual reality ‘generasi selanjutnya’. Produk sepertinya belum mempunyai nama resmi, hanya disebut Next Gen HP VR Headset baik di page Steam maupun di situs Hewlett-Packard.

Walaupun sudah muncul di dua situs, para produsen masih belum mengungkap detail mengenai perangkat ini. Mereka cuma menjelaskan bahwa headset dirancang untuk menyuguhkan konsen secara lebih immersive, lebih nyaman dikenakan, serta ditunjang aspek kompatibilitas yang lebih baik dibanding produk yang ada sebelumnya.

Produsen juga masih enggan memperlihatkan wujudnya. Foto headset di website sengaja digelapkan, namun secara garis besar penampilannya tak jauh berbeda dari HMD sejenis. Bagian visor tersambung ke strap vertikal dan horisontal, dan jika dugaan saya benar dan perangkat ini mempunyai poros di sisi samping yang memungkinkan layar dimiringkan ke atas (seperti PSVR), maka headset lebih mudah dikenakan sendiri tanpa bantuan.

Satu hal yang jelas ialah produk tampaknya akan mengusung branding HP. Microsoft kemungkinan akan mendukung dari sisi kompatibilitas ke platform dan ekosistem Windows, lalu Valve berpartipasi dari sisi teknologi. Sebagai contohnya, Index Controllers racikan Valve merupakan salah satu sistem input motion paling intuitif, memungkinkan kita melakukan aktivitas alami seperti lempar-tangkap, serta mampu mendeteksi gerakan dan arah jari.

Saat ini, satu-satunya cara untuk mendapatkan update info mengenai Next Gen HP VR Headset adalah dengan mendaftarkan email Anda. Belum diketahui spesifikasi dan fitur unik apa yang produsen bubuhkan di sana, begitu pula kapan perangkat akan dirilis serta berapa harganya.

Buat sekarang, membahas teknologi virtual reality dari Valve akan selalu dikaitkan dengan Half-Life: Alyx. Ia adalah game Half-Life pertama yang dirilis dalam periode 12 tahun, namun agar dapat menikmatinya, gamer mesti mempunyai headset VR. Meski awalnya banyak orang mengeluhkan keputusan itu, Alyx ternyata memang se-revolusioner janji Valve. Respons media terbukti sangat positif, dan Half-Life: Alyx merupakan salah satu game terbaik di tahun ini.

Via GameSpot.

Kabarnya Apple Gandeng Valve Untuk Menggarap Headset AR

Dikenal orang sebagai pemilik dan pengelola layanan distribusi digital terbesar di dunia, Valve juga bukanlah pemain baru di ranah virtual reality. Dahulu mereka sempat membantu HTC lewat SteamVR. Lalu ketika kita mengira Valve mulai menarik diri dari segmen VR, mereka malah mengumumkan Index. Tak lama sesudah penyingkapannya, perusahaan mengungkap ketertarikannya menggarap versi standalone dari headset tersebut.

Setelah virtual reality, ada kemungkinan Valve mulai mencoba melebarkan sayapnya ke augmented reality. Via MacRumors, harian DigiTimes melaporkan bahwa developer pencipta seri game Half-Life itu digandeng oleh Apple dalam rangka pengembangan head-mounted display AR. Mereka berdua tentu tidak sendirian. Apple mempercayakan Quanta Computer dan Pegatron asal Taiwan buat menangani proses produksi serta perakitan.

Apple terdorong untuk membuat headset augmented reality karena CEO Tim Cook percaya bahwa AR dapat menyatukan konten digital ke dunia sesungguhnya. Di waktu ke depan, ia akan jadi sepopuler smartphone, khususnya di kalangan konsumen. Langkah mendalami segmen AR yang dilakukan Apple juga dibarengi oleh perekrutan pakar-pakar desain grafis, system interface, serta system architecture.

Sebetulnya, proyek pengerjaan headset AR oleh Apple telah terdengar sejak 2017. Waktu itu, Bloomberg (berdasarkan laporan informan terpercaya) mengabarkan rencana Apple untuk mematangkan teknologinya di tahun 2019, kemudian mulai memasarkannya di tahun 2020. Perangkat tersebut mengusung unit display mandiri, serta ditopang oleh chip anyar serta sistem operasi khusus. Semua terdengar menjanjikan, tetapi sang narasumber menegaskan bagaimana agenda Apple bisa berubah.

Perkiraannya cukup tepat. Apple diketahui menghentikan sementara proyek pembuatan HMD VR/AR beberapa bulan silam, membubarkan tim teknisi, dan mengalihkan sumber daya ke produk lain. Namun ternyata, yang Apple lakukan adalah mengubah langkah pengembangan secara in-house menjadi kolaboratif bersama Valve Corporation.

Tentu saja ini bukan pertama kalinya Apple dan Valve bekerja sama. Di tahun 2017, Valve sempat diminta Apple buat menghadirkan dukungan native headset VR di macOS High Sierra, melalui upaya memaksimalkan dukungan eGPU yang ada di sistem operasi terhadap versi Mac SteamVR.

Menurut perkiraan analis Ming-Chi Kuo, headset augmented reality milik Apple ini akan masuk ke tahap produksi massal di kuartal keempat 2019 (jika benar perusahaan bermaksud meluncurkannya tahun depan). Perangkat tersebut kemungkinan dipasarkan sebagai aksesori iPhone dan berperan sebagai display. Sementara itu, iPhone bertugas untuk menangani proses komputasi, networking dan positioning.

Via Eurogamer.

Norm Glasses Ialah Headset AR yang Menyamar Jadi Kacamata ‘Normal’

Sama-sama sempat mencengangkan publik, pengembangan augmented dan virtual reality akhirnya pergi ke arah berbeda. VR saat ini banyak dipakai untuk menghidangkan konten hiburan ‘immersive‘ secara personal, sedangkan AR lebih dimanfaatkan sebagai penunjang fungsi profesional – dari mulai kreasi sampai diagnosis. Headset AR/VR terus mengalami evolusi, kini jadi kian ringkas dan mudah digunakan, namun mayoritas dari mereka tetap punya wujud yang eksentrik.

Kondisi ini mendorong startup bernama Human Capable untuk memampatkan teknologi augmented reality ke produk berdesain minimalis. Setelah proses pengembangan selama lebih dari empat tahun, tim resmi mengumumkan Norm Glasses. Dengannya, developer menawarkan segala macam kecanggihan head-mounted display AR serta deretan fitur penunjang dalam perangkat berpenampilan ‘normal’.

Sekilas, Norm Glasses terlihat seperti kaca mata biasa. Lensanya berukuran cukup lebar, lalu tidak ada bagian aneh atau modul yang menonjol canggung. Human Capable menyiapkan perangkat dalam tiga opsi warna serta ukuran – dibedakan dari panjang lensa, jarak antar bingkai, dan panjang tangkai. Jenis lensa juga bisa dipersonalisasi: bening, berwarna, polarized, atau bisa berubah warna – dan semuanya dapat disesuaikan dengan ukuran mata.

Norm 3

Namun meski simpel, sejatinya Norm Glasses ialah sebuah komputer berukuran mini. Ia dibekali CPU, unit penyimpanan, baterai, microphone, speaker, kamera serta sistem head-up display. Developer juga menyiapkan banyak cara buat berinteraksi dengan fitur dan fungsnya: lewat perintah suara, gerakan kepala, sentuhan di sisi luar tangkai, atau via aplikasi pendamping di smartphone.

Berbeda dari Magic Leap One dan Google Glass Enterprise Edition, Norm Glasses dirancang untuk penggunaan sehari-hari. Headset AR berwujud kacamata itu mempersilakan Anda buat mengambil foto, merekam video atau menyiarkan live peristiwa yang tengah Anda saksikan, memindai barcode atau QR code, semuanya dapat dilakukan tanpa bantuan tangan.

Norm

Bukan itu saja. Berkat kehadiran speaker, Norm Glass juga memperkenankan kita mendengarkan musik, podcast atau audio book secara nyaman. Bahkan sebelum telepon diangkat, pengguna bisa melihat siapa yang melakukan panggilan pada display/HUD.

Sejak eksistensinya diinformasikan ke publik dan media, Norm Glasses mendapatkan banyak tanggapan positif, bahkan memperoleh gelar Honoree CES Innovation Awards 2019. Tapi seperti Google Glass, semua kapabilitas Norm Glasses lagi-lagi berpeluang besar memunculkan kekhawatiran soal privasi dan keamanan saat perangkat tersedia nanti.

Norm 2

Norm Glasses bisa Anda pesan sekarang di situs crowdfunding  Kickstarter seharga mulai dari US$ 340. Proses distribusi (diprioritaskan buat backer) rencananya akan dilakukan pada bulan Maret 2020.

Valve Mempertimbangkan Untuk Garap Headset VR Index Versi Standalone

Undur dirinya Valve dalam kolaborasi pengembangan ekosistem HTC Vive sempat membuat orang (termasuk saya) berpikir bahwa sang pencipta Steam berniat meninggalkan ranah ini. Namun kami semua keliru. Valve ternyata berniat menggarap perangkat VR-nya sendiri. Agenda tersebut terungkap di bulan April kemarin, kemudian detail mengenai HMD bernama Index itu disingkap tak lama setelahnya.

Dilihat dari sisi hardware dan kelengkapan fitur, Index boleh dikatakan lebih superior dibanding Rift dan Vive. Namun pada dasarnya, headset VR Valve tersebut masih menggunakan solusi penyajian serupa model kompetitor. Perangkat bersandar pada PC agar dapat menghidangkan konten. Itu berarti, Index mungkin belum bisa jadi solusi bagi mereka yang menginginkan HMD virtual reality standalone.

Menariknya, Valve sempat mengakui ketertarikannya mengembangkan head-mounted display ‘mandiri’. Dalam presentasi di acara peluncuran Index beberapa hari lalu, co-founder Gabe Newell mengungkapkan bagaimana timnya tengah mempertimbangkan pembuatan versi alternatif dari Index yang tak mengikat penggunanya di satu tempat. Dengan kata lain, perangkat bisa bekerja tanpa memerlukan dukungan PC.

Newell menyampaikan bahwa Valve mempunyai banyak ide yang dapat diterapkan pada aspek layar dan optik. Kemudian, ada beragam peluang untuk meningkatkan kapabilitas sistem pelacakan sembari menyederhanakan prosesnya. Dengan tercapainya hal-hal ini, terbuka pula kesempatan buat mengembangkan permainan-permainan virtual reality revolusioner, baik dari Valve atau mitranya.

Sebelum sampai di sana, Newell sendiri berkeyakinan bahwa aksesori kendali ‘Knuckles’ dapat memicu digarapnya ‘game-game jenis baru’. Knuckles lebih mutakhir dibanding unit controller motion pendukung perangkat kompetitor. Ia dirancang agar Anda tidak perlu terus menggenggamnya. Di sana ada joystick, trackpad mini, rangkaian tombol, serta input sekunder yang mampu membaca seberapa erat genggaman tangan Anda. Valve membubuhkan tidak kurang dari 87 buah sensor di dalamnya.

Terkait Index, Gabe Newell menyebutnya sebagai tonggak sejarah penting bagi Valve, merepresentasikan terobosan signifikan di segmen virtual reality. Untuk sekarang, perusahaan akan fokus pada hal-hal sederhana, misalnya memperluas distribusi produk keluar wilayah Amerika Serikat, menuju Eropa dan negara-negara lain. Valve juga melihat adanya celah buat menurunkan harga produk, serta membuat Index lebih ringan dan lebih ergonomis.

Berbicara soal harga, Valve Index memang dibanderol cukup mahal. Harganya berada jauh di atas Oculus Rift S (setara Oculus Quest di US$ 400) namun masih lebih murah dibanding satu set lengkap HTC Vive Pro (US$ 1.400, headset-nya saja dipatok US$ 800).

Pertanyaannya kini adalah, jika Valve betul-betul mengembangkan versi standalone dari Index, apakah mereka akan menjualnya di harga lebih tinggi atau lebih rendah dibanding varian standar?

Sumber: GamesIndustry.

Headset VR Valve Index Resmi Diumumkan, Usung Sejumlah Teknologi Inovatif

Bagi mayoritas orang, Valve ialah salah satu nama tersukses di ranah software dan layanan distribusi digital. Mereka merupakan pemegang sejumlah franchise game terbesar di dunia sekaligus pemilik Steam. Tapi upaya Valve dalam menembus pasar hardware belum bisa dikatakan sukses. Prakarsa Steam Machines tenggelam begitu saja dan belakangan perusahaan tampak menarik diri dari pengembangan VR.

Namun di awal bulan lalu, kita akhirnya tahu bagaimana Valve tidak menyerah begitu saja. Secara tiba-tiba, perusahaan yang dinahkodai Gabe Newell dan Scott Lynch itu menyingkap produk barunya: headset virtual reality bernama Index. Sesuai janji mereka ketika men-tease perangkat ini, Valve mengumumkan dan mengungkap segala detail mengenai Index bahkan sebelum bulan April berakhir.

Index 4

Valve Index menjanjikan pengalaman ‘superior’ dalam menikmati konten VR baik dalam hal visual, audio, maupun kenyamanan pemakaian. Pengoperasiannya dibantu oleh motion controller Knuckles yang versi purwarupanya pernah Valve pamerkan di Steam Dev Days 2016 dan telah mendapatkan beberapa kali penyempurnaan. Berbeda dari periferal sejenis, Knuckles mempunyai desain ber-strap unik yang memungkinkannya tidak terlepas dari tangan meski Anda tak menggenggamnya.

Index 6

Secara garis besar, penampilan head-mounted display VR Valve ini tak begitu berbeda dari Rift atau Vive. Index dibekali strap serta bantalan empuk dan headphone terintegrasi. Ada lapisan glossy semi-transparan di sisi depan, membuatnya tampak seperti visor futuristis, dan Anda akan melihat sepasang kamera di area bawah. Untuk bekerja, perangkat tetap harus tersambung secara fisik ke PC dan ia juga membutuhkan unit base station. Terdengar biasa saja? Sebetulnya, Aspek paling istimewa dari Index terletak pada kemampuannya menyajikan konten.

Index 5

Di bagian dalam, produsen mencantumkan sepasang layar LCD RGB beresolusi 1440x1600p yang kabarnya mempunyai kepadatan pixel 50 persen lebih tinggi dari jenis OLED, seehingga mampu menghasilkan gambar lebih tajam tanpa menambah beban pada hardware. Dalam penggunaannya, Index mampu menampilkan teks lebih jelas serta mengurangi efek screen door (saat Anda bisa melihat garis-garis antar pixel di panel) secara signifikan.

Index 2

Selain itu, layar Valve Index menyuguhkan refresh rate di 120Hz, yang dapat diturunkan ke 90Hz atau dinaikkan ke 144Hz jika konten mendukungnya. Display tersebut juga mempunyai ‘reduced illumination period‘ antara 0,33- sampai 0.53-milidetik. Saya belum terlalu memahami fitur ini tapi Valve bilang setup tersebut memastikan objek terlihat tetap fokus dan tajam meski Anda sedang bergerak.

Index 3

Menariknya lagi, Anda bisa menyesuaikan jarak lensa ke mata untuk memaksimalkan field of view (20 derajat lebih luas dari HTC Vive) via knop di bagian luar dan dalam. Lalu satu knop lagi di area kanan bawah berfungsi buat mengubah jarak antara lensa.

Index 7

Valve rencananya akan mulai mendisitribusikan Index pada tanggal 30 September 2019. Agar bekera optimal, PC Anda membutuhkan setidaknya kartu grafis GeForce GTX 970 atau AMD Radeon RX480 dan RAM minimal 8GB. Kompensasi dari teknologi baru di dalam Index adalah harganya yang tergolong tinggi. Satu set Valve Index dibanderol seharga US$ 1.000, US$ 200 lebih mahal dari headset standalone Vive Focus Plus.

Via Games Industry.

Valve Resmi Berkecimpung di Ranah Hardware VR Lewat Valve Index

Virtual reality sempat mencuri perhatian seisi industri teknologi kira-kira tiga sampai lima tahun silam. Ketika itu beberapa nama dianggap sebagai pionir produk VR kelas konsumen: Oculus VR yang kini dipunyai Facebook, HTC sang produsen Vive, serta Valve yang turut mengembangkan SteamVR. Kondisi ini direspons oleh para produsen lewat penyediaan hardware-hardware hingga deretan aksesori pendukungnya.

Sejauh ini, SteamVR merupakan kontribusi besar Valve Corporation terhadap ranah virtual reality. Sederhananya, SteamVR adalah platform virtual reality yang memungkinkan HMD serta pernak-perniknya bekerja optimal, dan saat ini telah mendapatkan dukungan penuh dari engine Unity serta terintegrasi dalam Unreal Engine 4. Selain dari sisi software, Valve memang sudah lama punya ketertarikan pada aspek penggarapan piranti keras. Dan di penghujung minggu lalu, perusahaan resmi mengungkap Valve Index.

Eksistensi Valve Index dikonfirmasi melalui kemunculan laman resminya di situs Steam Store. Hampir tidak ada informasi apa-apa mengenainya di sana kecuali penampilan head-mounted display, serta kalimat ‘upgrade your experience‘ dan ‘Mei 2019’ yang boleh kita asumsikan sebagai waktu rilis atau momen sang produsen mengungkap detailnya lebih jauh. Untuk sekarang, kita bisa membuat hipotesis dari apa yang tidak muncul di page tersebut.

Lihat lebih teliti dan Anda akan sadar absennya branding HTC yang telah lama menjadi mitra Valve dalam mengembangkan Vive. Ada kemungkinan, Index dibangun sendiri oleh perusahaan tanpa bantuan pihak ketiga. Kemudian Valve juga tidak turut mengiklankan tiga permainan berbasis virtual reality yang dikonfirmasi oleh co-founder Gabe Newell sendiri di bulan Oktober 2017. Game-game tersebut dibangun menggunakan engine Unity dan Source 2 – salah satunya di-setting di jagat Half-Life.

Rumor mengenai headset VR buatan Valve sendiri sebetulnya sudah beredar sejak bulan November tahun lalu lewat beredarnya foto-foto unit purwarupa yang menampilkan lensa, sirkuit, hingga wujud perangkat secara garis besar. Perlu digarisbawahi bahwa gambar di teaser punya penampakan hampir serupa prototype, dilihat dari penempatan kamera/sensor eksternal. Berdasarkan laporan narasumber UploadVR, HMD Valve itu punya field of view seluas 135 derajat dan resolusi setara Vive Pro.

Di teaser, Anda bisa melihat kehadiran slider di area bawah. Menurut Arstechnica, slider ini boleh jadi berfungsi untuk mengubah interpupillary distance. Fungsinya adalah agar display dapat disesuaikan dengan jarak antar mata kita sehingga pemakaiannya lebih nyaman.

Kita perlu menunggu hingga bulan Mei 2019 untuk mengetahui informasi mengenai Valve Index lebih lengkap lagi.

Via The Verge.

HTC Sedang Kembangkan Perangkat Bernama Vive Cosmos

Setelah begitu banyak orang menjajalnya, headset virtual reality memang bukan lagi menjadi komoditas terpanas di ranah teknologi. Meski demikian, upaya produsen dalam meramu produk VR yang ideal terus dilakukan. Di bulan September lalu, Facebook resmi mengumumkan Oculus Quest, yaitu perangkat berkonsep standalone yang didukung hardware lebih canggih.

Sebagai kompetitor utamanya, HTC juga tak asing lagi dengan penyediaan HUD virtual reality standalone. Setelah disediakan secara terbatas di kawasan Tiongkok, Vive Focus akhirnya mulai dipasarkan secara global di bulan November ini (ditargetkan untuk konsumen enterprise). Tapi manuver HTC di segmen VR belum melambat. Berdasarkan pengajuan merek dagang terkini, tersingkaplah proyek baru yang tengah digarap sang produsen elektronik asal Taiwan itu.

Dilaporkan pertama kali oleh situs berbahasa Belanda Mobielkopen, HTC diketahui mengajukan merek dagang di EUIPO (uropean Union Intellectual Property Office) untuk sebuah perangkat bernama Vive Cosmos. Tidak ada penjelasan langsung mengenai apa itu Cosmos di website EUIPO, namun informasi di sana menyebutkan ‘head-mounted display buat realita simulasi’, ‘eye pieces‘, serta kehadiran ‘controller handheld‘.

Tentu saja, hal yang membuat kita yakin Cosmos adalah perangkat yang berkaitan dengan virtual reality adalah kata Vive di depan namanya. Kini pertanyaannya adalah, apakah Vive Cosmos dikembangkan sebagai penerus dari Vive Pro, mengusung pendekatan ala Vive Focus, atau malah merupakan versi ‘komplit’ dari Focus dengan dukungan sistem kendali 6-degrees of freedom.

Sebagai komparasi, spesifikasi Vive Focus bisa dikatakan hampir setara dengan Oculus Quest. Keduanya menyajikan resolusi 1440x1600p, aspek rasio 9:5, serta dipersenjatai oleh system-on-chip Qualcomm Snapdragon 835. Perbedaannya terletak pada jenis layar dan refresh rate. Quest mengusung OLED, sedangkan Focus menggunakan AMOLED, lalu HMD anyar Facebook itu menghidangkan refresh 72Hz, dan kompetitornya menyuguhkan 75Hz.

Menariknya, info merek dagang Vive Cosmos juga menyebutkan bagaimana Cosmos dapat terhubung ke perangkat bergerak, memungkinkannya mengirim data dan memperkenankan pengguna mengakses konten dari jauh .Hal tersebut mengindikasikan kemampuan Cosmos untuk beroperasi tanpa kabel dan tidak mengunci pengguna di satu tempat.

Belum diketahui kapan HTC akan memperkenalkan Vive Cosmos. Namun melihat dari pengalaman sebelumnya, boleh jadi produsen akan menggunakan CES di bulan Januari besok sebagai tempat penyingkapannya, seperti bagaimana mereka memilih CES 2018 buat mengumumkan headset Vive Pro.

Via VentureBeat.

Facebook Perkenalkan Headset VR Standalone High-End Spesialis Gaming Oculus Quest

Tersedianya headset virtual reality kelas konsumen membuka begitu banyak skenario pemakaian, dari mulai di ranah hiburan, edukasi hingga medis. Namun terlepas dari kian canggihnya teknologi pendukung VR, HMD kelas high-end masih mengikat penggunanya di satu lokasi. Dan sebagai jalan keluarnya, para produsen berlomba-lomba menyediakan perangkat berkonsep standalone.

Facebook memang sempat memperkenalkan dan meluncurkan Oculus Go di awal tahun ini. Namun mereka yakin masih bisa menggarap perangkat standalone dengan kapabilitas yang lebih baik darinya. Dalam konferensi Oculus Connect 5, Mark Zuckerberg resmi mengumumkan Oculus Quest, head-mounted display VR all-in-one standalone yang sengaja difokuskan pada ranah gaming.

Oculus Quest merupakan inkarnasi versi konsumen dari proyek Santa Cruz, dan kemandirian merupakan aspek andalan yang ditawarkan olehnya. Headset bisa bekerja tanpa PC, bebas kabel, dan sama sekali tidak membutuhkan sensor eksternal. Seperti Rift, Anda hanya tinggal mengenakannya di kepala dengan bagian visor menutup mata. Lalu untuk berinteraksi dengan konten digital, Quest turut dibundel bersama controller motion Oculus Touch model baru.

Oculus Quest 1

Hal paling menarik dari Quest adalah janji Facebook terhadap kemampuannya menghidangkan kualitas visual hampir setara Rift. Di waktu peluncurannya nanti, Quest rencananya siap menghidangkan lebih dari 50 judul game VR -beberapa yang paling terkenal di antaranya Robo Recall, The Climb dan Moss. Oculus Studios juga sempat mengumumkan Star Wars: Vader Immortal Episode I buat memeriahkan perilisan Quest.

Facebook belum menginformasikan spesifikasi Quest secara lengkap, namun head of VR Oculus Hugo Barra menjelaskan bahwa headset ini mendukung sistem tracking seluas 370 meter persegi. Quest juga ditunjang oleh teknologi Oculus Insight yang mengusung kapabilitas pelacakan luar-dalam. Dipadu kebebasan bergerak enam-derajat, HMD dapat tahu saat Anda berdiri, jongkok, atau memiringkan kepala. Lewat Insight, Oculus bisa menerapkan fitur pengaman ‘Guardian’ yang memungkinkan kita mengetahui keadaan di sekitar meski sedang berada di alam virtual.

Quest menyimpan aspek optik serupa Oculus Go, menyuguhkan layar beresolusi 1600x1440p untuk masing-masing mata. Selain itu, headset turut dibekali sistem audio built-in yang menjanjikan output berkualitas tinggi dengan bass bertenaga.

Facebook punya agenda untuk mulai memasarkan Oculus Quest di musim semi 2019. Produk akan dijajakan seharga US$ 400 untuk model dengan penyimpanan 64GB – dua kali lipat harga Oculus Go. Perilisan Quest di tahun depan itu kabarnya menandai akhir dari pengembangan perangkat VR Oculus generasi pertama.

Sumber: Oculus.

Headset StarVR Baru Turut Ditunjang Teknologi Pelacak Gerakan Mata Tobii

Produk racikan Oculus dan HTC mungkin akan selalu jadi standar penyajian konten virtual reality, tapi Acer juga sudah cukup lama mendalami ranah ini jauh sebelum mereka mulai memasarkan headset  Windows Mixed Reality. Lewat kolaborasi bersama studio pencipta The Chronicles of Riddick: Escape from Butcher Bay, perusahaan Taiwan itu menggarap StarVR.

Berbeda dari Vive dan Rift, StarVR dari awal dispesialisasikan untuk ranah sinematik. Device menyuguhkan tingkat resolusi di atas rata-rata, yakni 2560x1440p, namun perangkat tidak dijual bebas ke publik – melainkan ke perusahaan-perusahaan hiburan. Dan dalam acara SIGGRAPH 2018 yang dilangsungkan di Vancouver, Acer menyingkap versi baru StarVR. Produsen menamainya StarVR One.

Sejauh ini Acer belum menyingkap detail spesifik dari StarVR One, tapi pastinya, head-mounted display anyar itu mengusung fitur dan teknologi yang lebih canggih dari varian sebelumnya. Produsen menyampaikan bahwa StarVR One didesain untuk meningkatkan sensasi keberadaan Anda di dalam dunia virtual, ditunjang oleh arsitektur ‘terobosan baru’ yang memungkinkan field of view mencapai 100 persen ketika mata melihat ke depan.

StarVR One 5

StarVR One menyajikan FoV horisontal 210 derajat dan vertikal di 130 derajat. Dalam demo game simulasi balap Project CARS 2 yang ditampilkan melalui perspektif orang pertama, headset ini mempersilakan kita melihat jelas pintu mobil di sebelah supir hingga bagian ujung dashboard. Di HMD lain, sudut pandang kita mungkin hanya terbatas pada area di depan mata.

StarVR One 2

Lalu demi memastikan kualitas visual konten tersaji detail dan jernih dengan kemampuan reproduksi warna optimal, Acer dan StarBreeze Studios memanfaatkan jenis layar AMOLED RGB, kabarnya menyuguhkan 16 juta sub-pixel di refresh rate 90 gambar per detik. Panel tersebut dipasangkan bersama lensa Fresnel, gunanya ialah agar ketajaman gambar tetap terjaga di seluruh ruang pandang Anda.

StarVR One 4

Satu aspek lagi yang membuat StarVR One istimewa adalah dukungan sistem pelacak gerakan mata racikan Tobii Technology yang sempat diusung oleh sejumlah perangkat konsumen seperti laptop gaming dan SteelSeries Sentry. Dengannya, produsen bisa menerapkan fitur foveated rendering dinamis. Sistem mampu membaca fokus mata, kemudian me-render objek di kualitas tinggi pada area tempat mata melihat sembari mengurangi detail di zona lain sehingga kerja hardware lebih efisien.

StarVR One 1

StarVR One mempunyai penampilan menajam seperti pendahulunya dengan bobot kurang lebih 450g. Di sisi depannya, kita bisa melihat cekungan-cekungan sensor yang siap mendukung tracker SteamVR 2.0, lalu ia tersambung ke PC via kabel. Belum diketahui kapan StarVR One akan tersedia dan berapa harganya.

Via VentureBeat.

Performa Oculus Go Kabarnya Berada di Atas Samsung Gear VR Plus Galaxy S7

Dengan dukungan canggihnya hardware PC, kualitas visual yang disuguhkan HTC Vive dan Oculus Rift memang mengagumkan. Tapi ada beberapa hal perlu terpenuhi agar proses adopsi headset VR kelas konsumen berjalan lebih cepat: pemakaiannya harus mudah, kontennya melimpah, harganya terjangkau, dan sebisa mungkin tidak membelenggu mobilitas sang pengguna.

Itulah faktor pencetus tren HMD VR standalone di kalangan produsen hardware, dan Facebook menjawabnya dengan memperkenalkan Oculus Go di bulan September silam. Dalam pengumumannya, sang produsen berniat untuk meluncurkan Oculus Go di awal tahun ini. Namun memasuki bulan ketiga 2018, produk ini masih belum tersedia.

Info lebih jauh terkait kinerja hardware Oculus Go belum lama diungkap oleh chief technical officer Oculus VR John Carmack lewat Twitter. Menanggapi pertanyaan mengenai kemampuan headset VR tersebut, Carmack menyatakan bahwa Oculus Go mampu menyuguhkan kualitas grafis lebih baik dari Samsung Gear VR yang dipasangkan dengan smartphone Galaxy S7.

Di bulan Januari kemarin, Oculus VR mengumumkan kolaborasi bersama Xiaomi untuk memproduksi Oculus Go, serta mempersilakan produsen elektronik Beijing itu buat memasarkan HMD standalone Mi VR-nya sendiri khusus di wilayah Tiongkok. Walaupun berbeda nama, penampilan serta spesifikasi keduanya serupa. Mereka dibekali Qualcomm Snapdragon 821 – SoC yang turut mengotaki Google Pixel dan LG G6.

Pemilihan chip ini cukup menarik mengingat waktu itu Snapdragon 835 sudah tersedia. Sepertinya keputusan Oculus VR dipengaruhi oleh keinginan mereka menjajakan Oculus Go sebagai HMD virtual reality terjangkau. Dan karena tidak didesain untuk menjalankan fungsi-fungsi smartphone, Snapdragon 821 dapat lebih dioptimalkan ke aspek penyajian virtual reality.

Oculus Go menyajikan layar ‘fast-switch‘ 2K 2560x1440p. Carmack menjelaskan, panel tersebut mengusung jenis LCD, sehingga level kontrasnya tidak istimewa. Tetapi display ini mempunyai lebih banyak subpixel, lalu Oculus VR juga bilang telah memperbaiki masalah yang menyebabkan rendahnya mutu warna.

Selain aspek visual, produsen juga memperhatikan sisi output suara serta kebebasan interaksi. Oculus VR melengkapi Go dengan sistem audio spasial serta unit controller motion. Dan di waktu ke depan, produsen akan membubuhkan fitur ‘casting‘ konten ke layar sekunder.

Oculus Go rencananya akan dijajakan di harga US$ 200.

Berbicara soal performa, sulit bagi Oculus Go untuk mengejar headset ber-platform  Snapdragon 845 Mobile VR. Namun pemanfaatan Snapdragon 821 sendiri menunjukkan kesiapan Qualcomm memenuhi permintaan terhadap chip pendukung headset VR standalone di kelas berbeda.

Via VentureBeat.