Tag Archives: hearing aid

TWS Jabra Enhance Plus Dirancang untuk Penderita Gangguan Pendengaran Tingkat Ringan Sampai Sedang

Hampir semua TWS yang dibekali fitur active noise cancellation (ANC) turut menawarkan fitur transparency mode, atau biasa juga dikenal dengan nama ambient mode. Cara kerjanya justru berkebalikan dengan ANC, sehingga memungkinkan pengguna untuk mendengar suara-suara di sekitarnya tanpa perlu melepas perangkat dari telinga.

Di titik itu, transparency mode pada dasarnya telah menambah fungsi TWS sebagai alat bantu dengar (hearing aid). Memang bukan yang memenuhi standar medis, tapi setidaknya sudah bisa membantu mereka yang menderita gangguan pendengaran tingkat ringan sampai sedang.

Inilah premis utama yang ditawarkan oleh Jabra Enhance Plus. Kalau kita lihat bentuknya, ia memang tampak lebih mirip seperti TWS pada umumnya ketimbang alat bantu dengar konvensional. Dimensinya pun ringkas, sekitar 50 persen lebih kecil daripada Jabra Elite 75t, yang sendirinya sudah termasuk cukup compact.

Terlepas dari wujudnya yang menipu, ia mengemas empat buah mikrofon sekaligus algoritma noise reduction untuk menangkap suara obrolan secara jernih. Caranya menangkap suara pun dapat disesuaikan dengan kebutuhan; apakah pengguna ingin mic-nya fokus menangkap suara-suara di dekatnya, semisal ketika sedang mengobrol bersama seseorang; atau malah menangkap lebih banyak suara di sekitar, seperti ketika sedang berada di bandara misalnya.

Selebihnya, Enhance Plus tentu dapat berfungsi layaknya TWS biasa, baik itu untuk mendengarkan musik ataupun menelepon. Sisi luarnya mengemas tombol kontrol seperti mayoritas TWS lain, dan fisiknya secara keseluruhan diklaim tahan air dan debu dengan sertifikasi IP52. Paket penjualannya pun turut mencakup eartip cadangan dengan ukuran yang berbeda-beda.

Dalam posisi baterai terisi penuh, Enhance Plus diyakini mampu beroperasi selama 10 jam pemakaian, sedangkan charging case-nya sanggup mengisi ulang sampai penuh sebanyak dua kali.

Di Amerika Serikat, Jabra Enhance Plus rencananya akan dijual mulai akhir tahun ini, akan tetapi sejauh ini belum ada informasi terkait harganya. Yang pasti lebih murah dari Jabra Enhance Pro ($1.800), yang memang masuk kategori hearing aid yang memenuhi standar medis.

Sumber: Engadget.

Sennheiser Jual Divisi Consumer Audio-nya ke Sonova

Di antara semua merek headphone, nama Sennheiser mungkin adalah salah satu yang paling terkenal sekaligus paling dipandang. Namun siapa yang menyangka kalau perusahaan asal Jerman itu rupanya kesulitan bersaing di ranah consumer audio, hingga akhirnya pada bulan Februari kemarin mereka mengumumkan niatnya untuk menjual divisi Consumer Electronics-nya.

Tiga bulan berselang, Sennheiser rupanya sudah punya pembeli. Mereka adalah Sonova, korporasi asal Swiss yang punya pangsa pasar besar di industri hearing aid. Melalui sebuah siaran pers, Sonova mengumumkan bahwa mereka akan mengakuisisi Sennheiser Consumer Division senilai 200 juta euro, atau kurang lebih setara 3,45 triliun rupiah.

Sennheiser sendiri menggambarkan transaksi ini sebagai kooperasi permanen, sebab brand Sennheiser masih akan terus dipakai oleh Sonova ke depannya. Beberapa karyawan yang selama ini bekerja di Sennheiser Consumer Division juga akan berpindah rumah ke Sonova. Mereka akan tetap mengembangkan portofolio produknya di segmen consumer audio, hanya saja di bawah pemilik baru.

Phonak Virto Marvel, salah satu hearing aid tercanggih dari Sonova sejauh ini / Sonova

Kedengarannya memang cukup aneh; kenapa sebuah produsen alat bantu dengar harus mengakuisisi brand headphone yang terkenal di kalangan audiophile? Namun kalau melihat tren di industri hearing aid, semuanya jadi terkesan masuk akal. Dalam beberapa tahun terakhir, tidak sedikit produsen hearing aid yang mencoba menjejalkan teknologi-teknologi modern ke produk-produk besutannya, seperti misalnya teknologi untuk mengadaptasikan suara dengan kondisi di sekitar.

Di saat yang sama, tren terkini di bidang consumer audio adalah teknologi active noise cancellation (ANC) yang juga dapat beradaptasi dengan kondisi sekitar. Kalau dipikir-pikir, berkat fitur seperti ambient mode atau transparency mode, TWS berteknologi ANC sebenarnya juga bisa berfungsi layaknya sebuah alat bantu dengar, membiarkan kita mendengar suara-suara di sekitar secara jelas tanpa perlu melepas perangkat dari telinga.

Buat Sennheiser sendiri, melepas divisi consumer audio-nya berarti mereka dapat sepenuhnya berfokus pada bidang professional audio, bidang yang sebenarnya sudah menjadi spesialisasi Sennheiser sejak awal berdiri di tahun 1945. Sekadar informasi, produk pertama Sennheiser adalah sebuah voltmeter, diikuti oleh mikrofon (yang pada akhirnya membuat nama Sennheiser jadi mulai terkenal) setahun setelahnya.

Selain professional audio, portofolio produk Sennheiser turut mencakup segmen business communications, dan ini juga akan menjadi prioritas mereka ke depannya setelah melepas divisi consumer audio-nya ke Sonova, yang dijadwalkan rampung transaksinya sebelum akhir tahun 2021.

Sumber: Sennheiser via TechCrunch.

Olive Pro Adalah Alat Bantu Dengar Sekaligus TWS dengan Active Noise Cancellation

Hampir semua TWS premium yang dibekali active noise cancellation (ANC) turut dilengkapi juga dengan fitur untuk membiarkan suara dari sekitar masuk ketika dibutuhkan – biasanya disebut mode ambient atau transparan. Dalam posisi seperti itu, tidak salah apabila sebuah TWS kita anggap sebagai alat bantu dengar, bukan?

Mungkin dengan berlandaskan pada gagasan semacam itulah perangkat bernama Olive Pro ini dibuat. Pengembangnya, sebuah startup asal Korea Selatan bernama Olive Union, mendeskripsikannya sebagai perangkat 2-in-1: alat bantu dengar sekaligus true wireless earphone.

Olive Pro

Dilihat sepintas, wujudnya memang tidak kelihatan seperti sebuah alat bantu dengar sedikit pun. Namun pada kenyataannya, produk ini terdaftar sebagai perangkat medis, setidaknya di Amerika Serikat. Harapannya tentu saja adalah untuk menghapuskan stigma buruk yang kerap muncul ketika melihat seseorang yang mengenakan sebuah alat bantu dengar di area publik.

Pengembangnya bilang bahwa Olive Pro memanfaatkan teknologi noise cancellation berbasis machine learning untuk mengisolasi suara-suara yang tidak diinginkan, dan di saat yang sama mengamplikasi suara-suara seperti percakapan, suara TV, musik, dan lain sebagainya. Sebagai TWS sendiri, kualitas suaranya ditunjang oleh driver tipe balanced armature.

Tentu saja berhubung ini merupakan alat bantu dengar, ia datang bersama sebuah aplikasi smartphone yang dapat digunakan untuk menyesuaikan profil suara yang dihasilkan dengan kualitas pendengaran masing-masing. Prosesnya disebut hanya memakan waktu sekitar 5 menit saja, jauh lebih praktis daripada harus berkunjung ke dokter THT.

Olive Pro

Hal lain yang tidak kalah penting adalah daya tahan baterai, terutama berhubung perangkat ini bakal digunakan hampir setiap saat, bukan cuma saat ingin mendengarkan musik saja. Dalam sekali pengisian, Olive Pro dipercaya mampu beroperasi selama sekitar 7 jam pemakaian. Layaknya TWS lain, Olive Pro juga datang bersama sebuah wireless charging case yang siap menyuplai daya sebanyak dua kali, memberikan total pemakaian selama sekitar 20 jam.

Untuk pemasarannya, Olive Pro saat ini sudah bisa dipesan melalui situs crowdfunding Indiegogo. Harga paling murah yang bisa didapat para backer adalah $199, selisih $100 dari estimasi harga ritelnya, dan sangat terjangkau untuk ukuran alat bantu dengar.

Sumber: Engadget.

Doppler Labs, Pencipta True Wireless Earphone Inovatif Here One, Resmi Gulung Tikar

Meski belum bisa dibilang mainstream, true wireless earphone sudah sangat dikenal di tahun 2017 ini. Situasinya sangat berbeda satu atau bahkan dua tahun lalu, tepatnya ketika Apple AirPods – yang bisa disebut sebagai biang popularitas kategori ini – belum eksis sama sekali.

Di masa-masa itu, sejumlah startup dengan leluasa bereksperimen di kategori ini. Ada Bragi yang tercatat sebagai pionir true wireless earphone, lalu ada pula Doppler Labs yang menawarkan lebih dari sekadar earphone tanpa seuntai kabel.

Sekumpulan ahli audio engineering asal kota New York itu mencoba merealisasikan konsep unik bertajuk augmented hearing, yang pada dasarnya memungkinkan pengguna untuk memanipulasi suara di sekitarnya secara real-time. Sejak didirikan di tahun 2013, Doppler Labs sudah merilis tiga produk inovatif: Dubs Acoustic Filters, Here Active Listening, dan Here One.

Here One

Here One adalah kulminasi dari teknologi yang mereka kembangkan selama ini. Dari luar, ia tampak seperti true wireless earphone yang kita kenal sekarang, lengkap beserta charging case-nya. Namun dengan berbekal fitur manipulasi suara, Here One sejatinya juga bisa berperan sebagai alat bantu dengar.

Sayang sekali nasib Doppler Labs kurang beruntung. Mereka harus menjalani bisnisnya di saat Apple, Sony dan sederet pabrikan besar lainnya juga memulai debutnya di ranah true wireless earphone. Modal pendanaan yang mereka kumpulkan hingga lebih dari $50 juta terus terkuras sampai akhirnya tidak bersisa.

Berbagai strategi terus diterapkan oleh para pendirinya, termasuk melakukan pitching ke investor demi investor. Namun sederet taktik penyelamatan itu tidak ada yang berhasil, dan Doppler Labs pun akhirnya memutuskan untuk gulung tikar dan berhenti menjual produk-produknya.

Here One

Meski sebagai perusahaan perkembangan Doppler Labs cukup stabil sampai di titik mereka sudah mulai mengembangkan suksesor Here One, penjualan Here One sendiri tergolong mengecewakan. Sejauh ini hanya sekitar 25.000 unit Here One yang berhasil terjual, dan mereka masih punya stok 15.000 unit yang terabaikan begitu saja.

Sebagai bentuk ‘perjuangan’ terakhirnya, Doppler Labs bakal merilis aplikasi baru untuk Here One pada bulan Desember mendatang. Aplikasi bernama Here Plus ini sebenarnya masih belum benar-benar selesai dikembangkan, tapi menyimpan fitur yang dikhususkan untuk meningkatkan efektivitas Here One sebagai alat bantu dengar.

Sumber: Wareable dan Wired.