Tag Archives: hendriko firman

Rawdemy hadir memberikan pilihan baru kepada orang tua untuk mendidik dan mengasah bakat terpendam anak

Rawdemy Hadirkan Kelas Online Belajar Anak untuk Mengasah Keterampilan Kognitif

Dirilis bulan September 2022 lalu, platform edtech yang fokus kepada keterampilan kognitif “Rawdemy” hadir memberikan pilihan baru kepada orang tua untuk mendidik dan mengasah bakat terpendam anak.

Didirikan oleh Hendriko Firman (CEO) dan Fatahul Akbar (CTO), Rawdemy juga memiliki misi memberikan penghasilan tambahan kepada guru honorer hingga instruktur yang memiliki kemampuan untuk memberikan pelatihan dan keterampilan kepada anak.

“Spesialisasi kami adalah lebih fokus kepada pelajaran di luar sekolah. Berbeda dengan platform edtech lainnya yang lebih fokus kepada pendidikan formal. Kami ingin mendorong lebih banyak guru untuk mengajarkan kegiatan ekstra kurikuler kepada anak secara online,” Hendriko.

Memanfaatkan tools seperti Zoom dan Google Meet pelaksanaan kelas, nantinya orang tua yang ingin mendaftarkan anak-anak mereka bisa memanfaatkan situs web Rawdemy. Jika sudah ditemukan kelas yang sesuai, bisa dilanjutkan ke proses pembayaran. Untuk satu kelas, Rawdemy menyediakan pilihan 1-5 anak, berusia usia 3 sampai 10 tahun. Hal ini dilakukan agar saat belajar nanti, bisa dengan mudah dipahami dan memberikan hasil yang positif untuk kemajuan anak.

Konsep ini yang diklaim menjadi unggulan Rawdemy, yaitu proses belajar-mengajar online secara langsung, bukan memanfaatkan video on-demand. Saat ini fokus Rawdemy adalah masih mengumpulkan instruktur atau guru yang memiliki ketrampilan seni, desain, olahraga hingga bahasa.

“Fokus kita saat ini adalah wilayah Jabodetabek dulu. Namun dengan konsep yang kita tawarkan, tidak menutup kemungkinan dari daerah di luar Jabodetabek juga bisa menggunakan platform Rawdemy,” kata Hendriko.

Rademy masih menjalankan bisnis secara bootstrap. Meskipun telah mendapatkan sedikit penghasilan, perusahaan tidak secara agresif melakukan penggalangan dana. Fokus mereka saat ini adalah menjalin kolaborasi dengan institusi terkait, menambah jumlah pengajar dan awareness kepada orang tua dan anak. Namun demikian jika menemukan investor yang tepat, peluang tersebut tetap terbuka.

“Fokus kita sejak awal adalah memecahkan masalah yang ada. Dengan demikian kita juga tidak memiliki budget yang banyak untuk kegiatan lainnya, berbeda dengan platforme edtech lainnya,” kata Hendriko.

Di Indonesia sendiri tercatat saat ini ada beberapa platform yang secara khusus menyasar kepada anak-anak, namun dengan fokus pendidikan yang beragam. Mulai dari kelas bahasa untuk anak Kiddo hingga Kalananti yang merupakan pusat edukasi anak usia 5-12 tahun.

Tingkatkan kesejahteraan guru honorer

Tercatat saat ini guru honorer kebanyakan memiliki gaji yang kecil. Guru anak, khususnya yang mengajar di SD daerah-daerah berkisar dibawah Rp1 juta. Bahkan ada yang hanya mendapat Rp300 ribu per bulan, atau hanya Rp10.000 rupiah seharinya. Kondisi ini cukup miris, karena justru 20% dari anggaran belanja pemerintah adalah pendidikan.

Salah satu upaya untuk bisa meningkatkan kesejahteraan para guru honorer adalah dengan memiliki pekerjaan sampingan. Melalui Rawdemy bisa mereka manfaatkan untuk memberikan pelajaran ketrampilan di luar pendidikan formal yang biasa mereka lakukan setiap harinya. Salah satu alasan mengapa Rawdemy tertarik bermitra dengan guru honorer adalah, latar belakang dan kemampuan mereka untuk memberikan pelajaran kepada anak.

Sebelum bisa menjadi instruktur di Rawdemy, perusahaan melakukan kurasi kepada calon instruktur tersebut, demikian juga dengan melakukan evaluasi kelas yang akan mereka berikan kepada anak. Jika semua sudah memenuhi ketentuan dari Rawdemy, mereka bisa secara bebas membuka kelas secara online.

“Salah satu alasan mengapa kelas offline untuk belajar gitar, bahasa, dan lainnya menurun jumlahnya saat ini adalah besarnya pengeluaran untuk setiap kegiatan. Dengan memindahkan konsep tersebut secara online, bisa membantu mereka yang memiliki sanggar tari atau lainnya dengan menjangkau lebih banyak murid belajar di berbagai daerah,” kata Hendriko.

Saat ini kelas yang paling banyak dipilih orang tua untuk anak mereka adalah kelas bahasa. Ke depannya Rawdemy juga ingin menambahkan kelas untuk les biola, menggambar dan lainnya khusus untuk anak.

Untuk biaya yang dikenakan setiap sesi kelasnya adalah Rp45 ribu s/d Rp100 ribu. Untuk pilihan pembayaran saat ini hanya ada pilihan bank transfer. Namun ke depannya Rawdemy memiliki rencana untuk menambah pilihan pembayaran lainnya. Pembagian komisi yang diberlakukan adalah 25% untuk Rawdemy dan 75% untuk instruktur.

“Sejak meluncur saat ini kami telah memiliki sekitar 52 instruktur. Targetnya di kuartal 4 tahun ini kami bisa merekrut sekitar 500 intsruktur untuk bergabung ke dalam platform,” kata Hendriko.

Visio Incubator dan rencananya di tahun 2018 / Visio

Fokus Visio Incubator Membina 100 Startup Baru di Tahun 2018

Setelah mengumumkan program inkubasi sesi kedua, program inkubator yang berbasis di Padang, Sumatra Barat Visio Incubator, kembali mengumumkan update terkini. Kali ini adalah undangan khusus dari Uprise Festival 2018 di Dublin, Irlandia sebagai perwakilan Indonesia dalam salah satu perhelatan startup festival terbesar di Eropa.

Kepada DailySocial Co-Founder dan CEO Visio Incubator Hendriko Firman mengungkapkan, berawal dari permintaan untuk kerja sama melalui email dengan Uprise Festival, kemudian menjadi sebuah undangan untuk menghadiri kegiatan tersebut di Dublin, Irlandia.

“Kita sangat bangga bisa menjadi wakil Indonesia di kegiatan ini. Semoga bisa banyak membawa pulang pengetahuan, ilmu dan skill practice yang kita terapkan saat kembali ke Indonesia,” Ujar Hendriko.

Untuk menambah jumlah mitra Visio Incubator mengklaim kerap mengikuti berbagai kegiatan inkubasi hingga akselerasi di dalam dan luar negeri.

“Uprise Festival 2018 di Dublin ini adalah salah satunya, di mana setiap tahunnya akan berkumpul para pelaku startup di ajang startup terbesar di dunia ini. Tidak hanya membantu para startup, event ini juga membantu para bisnis inkubator/akselerator,” kata Hendriko.

Agresif melancarkan kemitraan

Sebagai salah satu inkubator daerah, Visio Incubator selama ini cukup aktif melancarkan kemitraan dengan perusahaan hingga startup lokal dan asing. Saat ini Visio telah membantu menginkubasi 42 startup, meluncurkan 12 startup baru, membina 166 pendiri startup baru, menjaring dan menarik sekitar 41 relawan.

“Rencana Visio di tahun 2018 ini adalah melakukan dua kali pendaftaran inkubasi. Dan dua kali demo day agar bisa menginkubasi 100 startup baru,” kata Hendrico.

Disinggung tentang rencana fundraising, Hendrico menegaskan hingga saat ini masih belum memiliki rencana untuk melakukan kegiatan tersebut. Masih fokus mengumpulkan startup baru asal Sumatra Barat dan sekitarnya, Visio Incubator memiliki misi untuk menciptakan ekosistem kewirausahaan digital di Indonesia, dan dimulai di kawasan Sumatra.

“Sebagai negara yang menjadi sasaran utama dari Venture Capital dan Venture Philanthropy dalam menginvestasikan pendanaannya, masih belum banyak startup yang memilik produk hingga kemampuan dari pendirinya yang cukup matang.” tutup Hendriko.

Melalui program Visio Incubator Hendriko menegaskan, diharapkan bisa mencetak pendiri startup berkualitas, terutama di kawasan Sumatra dan sekitarnya.

Visio Incubator Announces 15 Selected Startups to Undergo Training

Following their first debut for incubating startups in Indonesia, Sumatera in particular, Visio Incubator has announced 15 selected startups to undergo the incubation program session two. In this incubation program called “Visio Incubator Batch 2”, the selected startups will be trained for three months by national class mentors. The registration is already held for two months, from September 2017. There are 169 startups registered in this program.

“These top 15 startups are selected from 169 applicants coming from various regions in Indonesia. Through strict selection, the 15 startups will start their journey in the incubation program,” Visio Incubator’s Co-founder & CEO, Hendriko Firman explained.

He also said, there are several assessment aspects such as problems to solve, the solutions offered, the impact presented, business model, traction, founder’s profile, and their overall preparation. For intensive incubation, will be started in early next year.

After completing the incubation, selected startups will have to take part in “Demo Day and Date with Investor”; it is estimated to be held in April 2018. In Demo Day, they will get a chance to pitch in front of potential investors and stakeholders. On the other hand, chances for networking and obtaining funding from investor will be wide open.

“Indonesia is the next investment from around the world. To be able to prepare the best product-market fit startups having the signal to be a unicorn, it is necessary to give them basic program as the intensive incubation. These top 15 batch 2 startups are expected to grow as Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, BukaLapak by being the next startup unicorn in Indonesia,” said Visio Incubator’s Co-founder & CMO, Ogy Winenriandhika.

Below are the select 15 startups which managed to pass the Visio Incubator selection for Batch 2:

Startup Details
Worqers A technology recognition provider and reward system for employees in a company in order to make them more productive and have a sense of ownership
GroupBuyId E-commerce service for purchasing certain goods in large quantities to get more affordable price
Spasium.com An online gallery for purchasing artworks (photography, painting, illustration, etc.) by Indonesia’s local artists
Musikmall A marketplace that brings together music teachers with prospective students to learn music in private
Amproker A mobile platform that allows buyers to make their wishlist, and the sellers will compete to provide the best deals on the items
Swivel Coffee A marketplace specifically for coffee and tea, begins with e-commerce to get traction, data, market, sales, income and profit
Muztreat On-demand service for Muslim beauty salon
Cilsy An online platform providing exclusive IT tutorial
KlikAcara A marketplace of vendors liaison and event organizers which provides buying and selling services as well as renting the needs of the event
Qelisa An application helping farmers to be more accountable, to improve their financial knowledge, and to ease their financial services access
Tripi A one-stop-solution application for tourists (help them on planning their travel trip)
AdaKopi.id A liaison platform to connect coffee farmers’ and the end consumers with two sales schemes that capable to increase farmers’ profits by more than 50%
Design for Dream A platform to help people with disabilities in Indonesia
Tanijoy A liaison platform for landowners and small farmers with no farming land
AntriBos A platform providing the latest queue information and booking queues by taking advantage of mobile apps development


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Visio Incubator Umumkan 15 Startup Terpilih untuk Dibina

Melanjutkan debut pertamanya untuk menginkubasi startup di Indonesia, khususnya wilayah Sumatera, Visio Incubator kembali mengumumkan 15 startup yang berhasil lolos dan berhak mengikuti program inkubasi sesi kedua. Dalam program inkubasi bertajuk “Visio Incubator Batch 2”, selama tiga bulan para startup terpilih akan dididik oleh mentor berkelas nasional. Sebelumnya proses pendaftaran sudah diadakan selama dua bulan, mulai September 2017 lalu. Total ada 169 startup yang mendaftarkan dirinya di program ini.

“Top 15 startup ini disaring dari 169 aplikasi yang masuk yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.  Setelah dilakukan seleksi yang ketat, maka diloloskanlah 15 startup yang akan memulai perjalanan mereka untuk mendapatkan inkubasi di program ini,” ujar Co-founder & CEO Visio Incubator Hendriko Firman.

Turut disampaikan Firman, ada beberapa kriteria penilaian yang dilakukan, yakni berdasarkan permasalahan yang coba diselesaikan, solusi yang ditawarkan, dampak yang coba disajikan, model bisnis, traksi, profil pendiri, dan kesiapan startup secara keseluruhan. Untuk kegiatan inkubasi intensif sendiri akan dimulai awal tahun depan.

Selanjutnya setelah menyelesaikan inkubasi, para startup terpilih akan diminta mengikuti kegiatan “Demo Day and Date with Investor”, estimasinya diselenggarakan bulan April 2018 nanti. Dalam Demo Day, mereka akan berkesempatan melakukan pitching langsung di hadapan para investor dan stakeholder potensial. Dengan kata lain, kesempatan networking maupun memperoleh pendanaan dari para investor semakin terbuka lebar.

“Indonesia adalah the next investment dari seluruh penjuru dunia. Untuk bisa mempersiapkan startup terbaik yang product market-fit dan memiliki sinyal menjadi unicorn, maka harus diberikan program basic semacam program inkubasi intensif. Top 15 startup tahap dua inilah yang akan dibimbing dan didorong hingga ke depannya diharapkan akan mengikuti jejak Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, BukaLapak menjadi startup unicorn Indonesia selanjutnya,” ujar Co-founder & CMO Visio Incubator Ogy Winenriandhika.

Berikut daftar 15 startup yang berhasil lolos seleksi inkubasi Visio Incubator tahap 2:

Nama Startup Keterangan
Worqers Penyedia teknologi rekognisi dan sistem reward untuk para karyawan dalam sebuah perusahaan agar mereka menjadi semakin produktif dan menyatu terhadap perusahaan
GroupBuyId Layanan e-commerce untuk pembelian barang tertentu dalam jumlah banyak sehingga harga satuannya semakin terjangkau
Spasium.com Galeri online untuk pembelian karya seni (fotografi, lukisan, ilustrasi dll) hasil karya seniman lokal dari Indonesia
Musikmall Marketplace yang mempertemukan guru musik dengan calon siswa untuk belajar musik secara privat
Amproker Platform mobile yang memungkinkan pembeli dapat menyebutkan barang apa yang ingin dibeli, dan penjual nantinya akan bersaing memberikan penawaran terbaik terkait barang tersebut
Swivel Coffee Marketplace khusus kopi dan teh, dimulai dari e-commerce untuk mendapatkan traction, data, market, penjualan serta pendapatan dan keuntungan
Muztreat Layanan on-demand untuk salon kecantikan khusus muslimah
Cilsy Platform online penyedia tutorial IT eksklusif
KlikAcara Marketplace penghubung vendor dan penyelenggara acara dengan menyediakan layanan jual-beli serta sewa-menyewa kebutuhan penyelenggaraan acara
Qelisa Aplikasi untuk petani agar petani lebih akuntabel, pengetahuan keuangannya meningkat, dan aksesnya untuk layanan keuangan semakin mudah
Tripi Aplikasi one-stop-solution pariwisata bagi para wisatawan (membantu perencanaan perjalanan wisatawan)
AdaKopi.id Platform penghubung petani kopi dengan konsumen akhir dengan dua skema penjualan yang mampu meningkatkan keuntungan petani hingga lebih dari 50%
Design for Dream Sebuah platform untuk membantu penyandang disabilitas di Indonesia
Tanijoy Platform penghubung antara landowner dengan petani kecil yang tidak memiliki lahan bertani
AntriBos Platform untuk mendapatkan informasi antrean terkini dan booking antrean dengan memanfaatkan pengembangan aplikasi mobile

Tahun 2017 Jadi Saksi Kesulitan Startup Daerah untuk Bertahan

Ketika ekosistem startup Indonesia merayakan kehadiran empat startup unicorn berskala nasional di tahun 2017, periode ini justru bisa dibilang kurang bersahabat bagi startup-startup daerah. Meskipun Bekraf dengan BEKUP-nya dan Gerakan Nasional 1000 Startup Digital berusaha terus membakar semangat penggiat lokal untuk mengembangkan produknya, ternyata semangat saja tidak cukup.

Di Pontianak misalnya, DailySocial memberitakan bagaimana perjuangan layanan lokal yang kalah bersaing melawan raksasa layanan on-demand bervaluasi miliaran dollar.

Ketimpangan sangat terasa, membuat satu persatu startup daerah gulung tikar. Di sisi lain, Indonesia sangat membutuhkan lahirnya wirausahawan-wirausahawan baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bangsa, terutama dengan meningkatnya jumlah masyarakat di usia produktif. Menurut data, diperkirakan dalam beberapa waktu ke depan masyarakat di golongan angkatan kerja ini (antara usia 15 dan 65 tahun) akan mencapai 70% dari total populasi.

Ketidaksiapan mengedukasi pasar dan bersaing

Hal senada juga terjadi di Yogyakarta, Solo, Makassar. Fajar Assad, seorang penggiat komunitas startup Makassar yang sebelumnya pernah mendirikan LeanSkill, menyatakan terjadi penurunan jumlah startup baru di kota terbesar di kawasan Timur Indonesia ini dibanding tahun sebelumnya.

“Startup yang sudah eksis hampir dua tahun atau lebih beberapa sekarang sudah tutup, termasuk LeanSkill, Tiketbusku, dan beberapa lainnya,” ujar Fajar.

Fajar mengaku penutupan LeanSkill karena ketidakmampuannya dia berjuang sendirian dan fokus mengembangkan produk dan pasar. Meskipun demikian, ia tidak sendirian.

Menurut Fajar, kebanyakan penggiat startup daerah memulai ide dari hal-hal yang sudah dikembangkan di kota-kota lain, khususnya di ibukota. Oleh karena itu yang pertama kali muncul adalah layanan on-demand dan marketplace. Tantangan utama adalah edukasi pasar. Ketika memulai, secara umum konsumen di kotanya belum siap mengadopsi.

Soekma Agus Sulistyo, anggota penggerak Solocon Valley, mengamini pendapat ini. Ia menyebutkan di Solo sudah mulai muncul sejumlah startup baru, namun kemudian mereka mengubah model bisnis karena keraguan terhadap adopsi pasar.

“Kendala utamanya karena di Solo belum ada model bisnis yang terbukti sehingga masyarakat belum begitu paham. Kendala lain juga seputar pemahaman teknologi di pangsa pasar, menyebabkan KPI tidak terkejar,” terang Agus.

Ketika pasar sudah mulai nyaman dengan layanan yang ditawarkan, “bencana” muncul dengan kehadiran startup nasional yang menawarkan layanan yang lebih baik dan dukungan permodalan yang tidak bisa ditandingi.

Mereka yang sebelumnya sudah berjibaku dengan pasar yang masih “hijau” memilih tutup, karena merasa tidak mungkin bersaing dengan para unicorn.

Berusaha bertahan dengan mencari ceruk

Mereka yang mampu bertahan adalah mereka yang mampu beradaptasi dan mendapatkan ceruk pasar. SatuLoket yang didirikan sejak tahun 2014 merupakan satu di antaranya.

Berbasis di Yogyakarta, startup yang didirikan Akbar Faisal ini menyasar klien korporasi saat menawarkan produknya. Hal ini masuk akal untuk mendorong kelangsungan bisnis yang berkelanjutan, karena sektor B2B memang memiliki spending power dan demand yang lebih tinggi ketimbang masyarakat umum. Pun biaya edukasinya lebih rendah. Meskipun demikian, karena pola pikirnya fokus di transaksional, potensi scale-nya juga terbatas.

“Kami masih bertahan karena market, rata-rata memang di Yogyakarta dan segmen B2B. Jadi selama bisnis mereka berjalan, SatuLoket aman. Di sisi lain memang dari tim sudah mulai dirampingkan, karena kami fokus ke bisnis dan membangun konsumen loyal. Tidak ada jor-joran fitur, promo, inovasi, setidaknya sampai tahun ini,” ungkap Akbar.

DokterChat, sebuah startup baru di sektor teknologi kesehatan yang berbasis di Solo dan memulai bisnisnya awal November ini, mencoba mencari pasar dengan tidak jor-joran mengeluarkan biaya pemasaran.

Founder DokterChat, dr Yudhistya Ngudi Insan Ksyatria, SpOG, mengatakan, “Aplikasi ini harapannya membuat cara kerja dokter lebih scalable, artinya tidak hanya bisa bermanfaat untuk lingkup kecil di sekitarnya. Kami low cost startup, sehingga untuk dana tidak ada masalah. Cara mencari customer bukan dengan marketing berbayar, tapi memberi value. Sehingga follower-nya banyak dan organik, benar-benar sesuai target market.”

Yang baru masih bersemangat

Meskipun penurunan terasa di daerah yang telah mengenal ekosistem startup sejak dua-tiga tahun yang lalu, iklim berbeda didengungkan penggiat startup di kawasan baru, seperti di Padang, Sumatra Barat. Menurut Hendriko Firman, Founder Visio Incubator, sebuah inkubator lokal, justru saat ini di sana sedang mulai hype pendirian startup, khususnya oleh kawula muda.

Menurut Hendriko, program inkubator besutannya sedang membina 27 startup dengan total 84 founder. Kehadiran sejumlah program edukasi di sektor teknologi, disebut Hendriko, mendukung perkembangan startup di kawasan tersebut.

Tentu saja hype tidak akan menjamin semuanya bakal bertahan dalam jangka waktu lama.

Tak cuma modal ide dan semangat

Suasana sebuah bootcamp yang diadakan Gerakan Nasional 1000 Startup Digital
Suasana sebuah bootcamp yang diadakan Gerakan Nasional 1000 Startup Digital

Fenomena tahun ini menjadi pembuktian bahwa ide dan semangat saja tidak cukup. Berkaca pada kondisi di Amerika Serikat dan Tiongkok, ketika pada akhirnya segmen-segmen teknologi mengerucut ke sejumlah perusahaan besar saja, fenomena serupa sudah mulai merembet ke Tanah Air.

Tahun ini, berdasarkan data yang dikumpulkan Amvesindo, Google, dan AT Kearney, mayoritas perolehan pendanaan startup Indonesia, yang di paruh pertama 2017 mencapai 40 triliun Rupiah, terkonsentrasi di startup-startup unicorn.

Hype yang terjadi di sejumlah kota dua-tiga tahun yang lalu ternyata tidak bersambut karena kesulitan mengatasi berbagai kendala, baik dari sisi kesiapan pasar, kemampuan pengembangan teknologi, maupun akses ke permodalan.

“Menurut saya yang paling krusial dibutuhkan: pertama ialah mentorship dan fasilitas, kedua tim dan kolaborasi, dan ketiga pendanaan,” ujar Fajar.

Tanpa ketiganya, mustahil penggiat startup daerah untuk bersaing dengan startup nasional yang lebih matang. Kita ingin fenomena startup tidak hanya terkonsentrasi di ibukota, tetapi startup-startup daerah harus memiliki pondasi kuat agar bisa menjadi bisnis yang berkelanjutan.


Amir Karimuddin dan Randi Eka berpartisipasi dalam penulisan artikel ini.

Mimpi Visio Incubator Mendukung Ekosistem Startup Sumatra Barat

Masih minimnya inovasi dan semangat anak muda di Pulau Sumatra untuk membangun perusahaan rintisan berbasis digital, merupakan salah satu alasan mengapa pada akhirnya Visio Incubator didirikan.

Kepada DailySocial, Co-Founder dan CEO Visio Incubator Hendriko Firman mengungkapkan kehadiran Visio Incubator diharapkan bisa memancing lebih banyak startup baru di pulau Sumatra, meskipun untuk saat ini masih fokus kepada startup yang berada di kawasan Sumatra Barat (Sumbar).

“Kenapa di Sumatra Barat, karena kita berdomisili di Sumbar dan masih ingin dekat dengan keluarga dan ingin melihat dulu awal proses kerja inkubator, which is not [as] costly seperti di Jakarta.”

“Sistem kita kan inkubasi, jadi batch pertama kita sudah selesai inkubasi 3 bulan di Padang dan berakhir Juli 2017. Nah untuk startup yang kita inkubasi sebelumnya mereka bisa di mana saja mengoperasikan startup,” kata Hendriko.

Mulai tumbuhnya ekosistem startup di Sumbar

Visio Incubator sendiri saat ini masih berbasis di kota Padang Sumbar dan berkantor di Kubik Workingspace. Hingga kini program inkubator Visio Incobator telah memiliki 27 startup dengan 84 Founder.

“Saat ini kita telah mengerjakan batch pertama inkubasi, sprintcubator, hackathon, demo day, dan Startup Padang Lab,” kata Hendriko.

Secara perlahan ekosistem startup di Sumbar diklaim mulai tumbuh. Dari data yang ada tercatat sudah mulai banyak universitas yang secara khusus memberikan edukasi soal Teknik Informatika kepada talenta muda di Sumbar. Selain mendukung tumbuhnya talenta muda dalam bidang TI, di Sumbar saat ini juga banyak hadir komunitas startup yang berisikan para startup enthusiast sekaligus angel investor asli Minang.

“Sedikitnya sudah ada 10 kampus yang fokus kepada pengajaran jurusan S1 TI di Sumbar. Sementara untuk komunitas kami memiliki komuntas Android Padang, komunitas Android minang, komunitas Neo-Telemetri, dan relawan TIK,” kata Hendriko.

Untuk memberikan edukasi dan pengalaman berharga kepada pendiri startup yang bergabung dalan program inkubator, Visio Incubator juga menjalin kemitraan dengan 10 profesional dan pakar teknologi, salah satunya adalah dengan Software Engineer lulusan Universitas Carnegie Mellon Amerika Serikat, Imre Nagi.

Rencana ekspansi ke Jakarta

Setelah menggelar kegiatan dan program inkubasi batch pertama di Sumbar, Visio Incubator juga sudah membuka pendaftaran batch kedua program inkubator di Jakarta. Tidak hanya fokus kepada startup asal Sumatra, Visio Incubator juga mengajak startup lainnya di seluruh Indonesia untuk bergabung.

“Kenapa tidak memulai langsung di Jakarta, karena perhitungan A/B test dari kita. Sekarang kita sudah tahu proses kerja inkubator di lapangan dan sudah saatnya pindah ke Jakarta karena lebih mudah menjaring startup, bertemu stakeholder, dan bergaul dengan ekosistem yang selangkah lebih maju,” kata Hendriko.

Meskipun mengklaim telah memiliki komunitas yang cukup dan minat angel investor di Sumbar, namun secara keseluruhan belum membantu Visio Incubator mengakselerasi pembangunan ekosistem startup di Sumbar. Untuk meneruskan pekerjaan di Sumbar nantinya akan ditempatkan Managing Director yang bertanggung jawab mengelola dan memperluas komunitas di Sumatra Barat. Diharapkan hingga tahun 2020 nanti Visio Incubator bisa merangkul sebanyak 500 startup dalam program inkubatornya.