Tag Archives: herman widjaja

Tokoscore, perusahaan penyedia innovative credit scoring (ICS) yang terafiliasi dengan Tokopedia, meluncurkan produk terbaru, yakni Income Prediction dan Fraud Flags

Tokoscore Perluas Produk Alternatif Skoring Demi Permudah Industri Keuangan Analisis Kredit

Tokoscore, perusahaan penyedia innovative credit scoring (ICS) yang terafiliasi dengan Tokopedia, meluncurkan produk terbaru bernama “Income Prediction” dan “Fraud Flags”. Kehadiran dua produk ini diharapkan dapat mempermudah lembaga jasa keuangan dalam menganalisis risiko kredit untuk calon nasabah yang selama ini unbanked dengan memanfaatkan data alternatif.

CEO Tokoscore Herman Widjaja mengatakan, berbagai produk atau layanan ICS diharapkan bisa mempermudah para mitra strategis di industri keuangan menilai kapasitas dan karakter calon peminjam guna menyediakan layanan keuangan ke lebih banyak masyarakat Indonesia, khususnya yang belum mendapatkan akses ke layanan keuangan.

Dia menjelaskan, dengan Income Prediction, Tokoscore dapat memberikan prediksi nilai pendapatan dari calon peminjam untuk membantu para mitra strategis di industri keuangan, seperti bank atau fintech, dengan menilai kapasitas dari para calon peminjam. Sedangkan Fraud Flags bisa memberikan informasi jika calon peminjam memiliki aktivitas atau perilaku mencurigakan di platform e-commerce.

“Produk atau layanan Tokoscore dinilai berdasarkan aktivitas transaksi dan pola perilaku calon peminjam di platform Tokopedia, mengedepankan prinsip keamanan dan perlindungan data pribadi peraturan yang berlaku,” ucapnya, kemarin (15/9).

Kedua produk di atas, sambungnya, melengkapi tiga produk yang sudah dirilis sejak awal kehadirannya di tahun lalu, yakni Alternative Credit Scoring, untuk memberikan penilaian berdasarkan data alternatif dari calon peminjam kepada mitra strategis dengan menganalisis profil risiko calon peminjam. Berikutnya, Address Validation dan Phone Validation, untuk memberikan validasi data alamat dan nomor telepon dari calon peminjam untuk membantu proses verifikasi mitra strategis.

Ditegaskan oleh Herman, bahwa seluruh produk dari Tokoscore ini hanya memberikan hasil scoring kepada mitra strategis, tidak pernah dalam bentuk data spesifik demi menjaga kerahasiaan calon peminjam. Mitra strategis dapat memilih produk mana sesuai yang dibutuhkan, diakses secara real time, sehingga bisa membantu membuat keputusan kredit yang cepat dan akurat.

Buka akses permodalan ke UMKM

Direktur Tokoscore Evita Soetjoadi berharap kehadiran layanan tersebut dapat membantu UMKM lokal agar bisa mendapatkan akses modal pengembangan usaha lebih mudah. Pun bagi masyarakat umum bisa lebih mudah mengakses layanan keuangan dari mitra strategis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Data Bank Dunia mengonfirmasi bahwa Indonesia merupakan satu dari lima negara yang penduduknya paling banyak dikategorikan sebagai unbanked population. Ini menjadi peluang bagi Tokoscore untuk menjalankan misinya, yaitu pemerataan akses finansial kepada semua orang melalui teknologi,” kata Evita.

Tidak disebutkan ada berapa banyak perusahaan yang telah menggunakan jasa alternatif skoring kredit yang disediakan oleh Tokoscore. Evita hanya menyampaikan, dari awal hingga sekarang, semakin banyak perusahaan, terutama di jasa keuangan, seperti BPR dan BPD, yang menyadari diperlukannya alternatif data untuk menilai kelayakan calon nasabah.

“Dari data internal kami, terjadi peningkatan data yang di-assess oleh perusahaan keuangan hingga 40 kali lipat sepanjang 2021. Adapun jumlah klien, meningkat hingga tiga kali lipat pada kuartal tiga tahun ini.”

Perusahaan akan terus mensosialisasikan alternatif skoring kredit ini ke berbagai perusahaan keuangan, termasuk mikro, agar mereka punya daya saing di tengah pesatnya digitalisasi ini.

Tokopedia sendiri merupakan salah satu pemimpin di industri e-commerce di Indonesia. Menurut data iPrice, rata-rata pengunjung bulanan laman Tokopedia mencapai 157,2 juta pada kuartal I 2022. Angka tersebut naik 5,1% dari kuartal IV 2021 yang tercatat 149,6 juta kunjungan.

Data yang besar ini dapat diolah untuk fungsi yang baik, salah satunya untuk permudah perusahaan keuangan dalam menilai kelayakan seseorang sebelum menerima kredit. Data-data alternatif yang digunakan Tokoscore untuk membentuk penilaian, di antaranya nilai jual-beli barang di Tokopedia, relevansi wishlist & kategori produk yang dibeli dengan kebutuhan pinjaman, perbincangan dengan toko, jumlah device, dan banyak lagi.

Data tersebut dianalisis dengan teknologi AI dan algoritma machine learning untuk memperoleh analisa profil risiko calon peminjam.

Skemanya, apabila ada sebuah lembaga jasa keuangan sulit menemukan riwayat peminjam di biro kredit, Toko Score bisa langsung diakses oleh tim credit risk di perusahaan tersebut. Berbagai data points yang dihimpun Toko Score, diharapkan dapat membantu para mitra strategis mendapatkan hasil analisis kredit yang lebih komprehensif. Kelebihan inilah yang menjadi kekuatan Tokoscore dibandingkan pemain sejenisnya.

Layanan skoring kredit terus berkembang

Tidak hanya Tokopedia, sejumlah perusahaan juga terus kembangkan layanan skoring kredit alternatif. Baru-baru ini Amartha meluncurkan Ascore.ai, layanan serupa yang ditargetkan untuk pengguna Individu dan Institusi. Platform skoring Amartha dibangun di atas lebih dari 1 juta database mitra pengusaha ultra mikro yang ada di ekosistemnya selama tujuh tahun terakhir.

Sebelumnya startup SkorLife juga baru debut, setelah mendapatkan pendanaan pra-awal sekitar 32 miliar Rupiah. Startup yang didirikan veteran industri Ongki Kurniawan dan Karan Khetan ini menawarkan aplikasi untuk mengakses dan memantau nilai kredit, laporan kredit, dan data relevan lainnya dari biro kredit nasional. Selain itu sejumlah perusahaan juga tawarkan solusi serupa, misalnya Finantier, Pefindo Biro Kredit, CredoLab, Fineoz, Advance.ai, dan lain-lain.

Layanan skoring kredit alternatif ini dibutuhkan, agar lembaga pembiayaan bisa memperluas cakupan calon nasabahnya, khususnya bagi kalangan undeserved -dan unbankable. Di sisi regulasi, model ini juga sudah memiliki payung hukum dalam Inovasi Keuangan Digital di Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Tokopedia Academy

Ketika Tokopedia Proklamirkan Budaya Berbagi Ilmu

Seperti ilmu padi, kian berisi kian merunduk. Filosofi tersebut mungkin yang menginspirasi Tokopedia memasuki usia satu dekadenya untuk memperkenalkan Tokopedia Academy, sebuah wadah untuk menelurkan talenta digital baru khusus teknologi, manajemen produk, desain produk dan data.

Ada empat pilar yang ingin ditekankan di Tokopedia Academy, yakni konferensi, workshop, kemitraan bersama universitas dan pemerintah. Inisiasi dalam masing-masing pilar secara bertahap sudah diperkenalkan sejak tahun lalu.

Misalnya, kemitraan dengan Universitas Indonesia untuk AI Center of Excellence. Lalu, konferensi teknologi START 2020 yang diselenggarakan perdana pada Sabtu, (22/2) di Jakarta.

Sejumlah petinggi Tokopedia dalam acara temu media untuk konferensi START 2020

Senior VP of Engineering Tokopedia Herman Widjaja menjelaskan, Tokopedia Academy adalah wujud perusahaan untuk kembali berkontribusi ke komunitas. Selama ini komunitas punya peranan yang sangat penting dalam pengembangan perusahaan.

“Tokopedia Academy seperti umbrella dari seluruh inisiasi, di mana kami bisa give back untuk talenta digital di Indonesia. Untuk konferensi START, kami ingin rutin setiap bulan dengan skala lebih kecil. Kami juga akan minta praktisi infrastruktur teknologi untuk berbagi,” ujarnya.

Di dalam workshop, secara rutin akan diisi dengan berbagai kelas pelatihan intensif yang diisi oleh orang-orang Tokopedia untuk kalangan umum secara gratis. Durasi pelatihan akan fleksibel tergantung kebutuhan masing-masing topik.

“Setelah selesai dari pelatihan kami harapkan peserta enggak hanya dapat knowledge dari tim kita, juga saat on job training,” imbuh VP of Engineering Tokopedia Aswin Tanu Utomo.

Minim konferensi khusus teknologi

Co-Founder & CEO Tokopedia William Tanuwijaya menjelaskan, selama satu dekade ini startup digital yang tumbuh di Indonesia semakin banyak. Akan tetapi, acara konferensi yang ada saat ini lebih menitikberatkan pada potensi bisnis.

Padahal, bagi perusahaan teknologi yang paling dibutuhkan adalah kekuatan inovasi oleh manusianya itu sendiri. Tulang punggung tersebut ada di tim teknologi yang perlu dieskalasi kemampuannya.

“Tokopedia bisa berkembang karena ada guru. Kesalahan-kesalahan yang kita lakukan menjadi pengalaman terbaik. Pengetahuan ini bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang sedang buat startup atau korporasi yang sedang menuju transformasi, dengan mengambil intisari dari pengalaman kami sehingga tidak perlu melakukan kesalahan sama,” terang William.

Dia mencontohkan, saat situs Tokopedia down sebelum investor global masuk dan memberikan transfer ilmu, solusi yang diambil sangat konvensional dan sering mengandalkan informasi yang didapat dari Google. Ketika solusi tersebut dicoba, sering kali gagal sampai mencari solusi-solusi berikutnya.

Beberapa investor di balik Tokopedia ada Sequoia yang merupakan investor awal dari Google; dan Softbank adalah investor awal dari Alibaba. Begitu investor global masuk, bala bantuan datang dengan membawa best practices dari portofolio mereka. Transfer ilmu tersebut begitu terasa, hingga mampu membuat Tokopedia ada di posisi sekarang.

Co-Founder & Vice Chairman Tokopedia Leontinus Alpha Edison menambahkan, konferensi teknologi masih menjadi barang langka di Indonesia. Di luar negeri, kegiatan seperti ini sering digelar oleh perusahaan teknologi ternama, seperti Google dengan Google I/O dan Facebook dengan F8-nya.

Di dalamnya berisi sesi berbagi yang sangat bermanfaat untuk eskalasi kemampuan dan bisa diterapkan langsung dalam pekerjaan. Para pembicaranya kebanyakan punya banyak pengalaman dan bersedia membagikan kesalahan-kesalahannya kepada semua orang di seluruh dunia.

Budaya tersebut perlu digalakkan di Indonesia agar makin banyak perusahaan teknologi yang bermunculan ke depannya. Menurutnya, dalam mengembangkan ekonomi digital tidak bisa sepenuhnya dilakukan oleh perusahaan sendirian, butuh talenta-talenta berbakat.

“Sekarang sudah zamannya kolaborasi. Akademi ini buat sesi kita berbagi buat Tokopedia, dampak dari melakukan ini pasti jangka panjang dan tidak berdampak langsung. Itu tidak masalah. Menurut saya, masalah teknologi di tiap perusahaan itu beda-beda, jadi enggak bisa main copy,” ujar Leon.

Cetak generasi “PayPal Mafia”

Pernyataan William dan Leon cukup dimaklumi. Konferensi yang digelar khusus untuk engineer di Indonesia belum pernah diadakan secara mandiri oleh satu perusahaan teknologi lokal dalam skala besar. Kegiatan sejenis, selama ini digelar oleh komunitas dan asosiasi yang berkaitan dalam scoop lebih kecil.

Di luar negeri, kegiatan ini sekaligus menjadi ajang showcase teknologi teranyar yang berhasil dikembangkan oleh tim teknologi. Sementara itu, kegiatan pelatihan engineer sebetulnya juga sudah dilakukan oleh berbagai perusahaan global, seperti Google dan Apple.

Startup edtech seperti Dicoding bahkan mendedikasikan dirinya untuk menciptakan ekosistem IT dengan pilar-pilar pendukungnya. Perusahaan lainnya ada Gojek lewat Go-Academy. Konsepnya kurang lebih mirip dengan Tokopedia, hanya saja belum mengadakan konferensi skala besar.

Leon melanjutkan, turut sertanya Tokopedia untuk berkontribusi ke komunitas teknologi, adalah bentuk keinginannya menciptakan generasi “PayPal Mafia” berikutnya yang bisa memberikan signifikan buat negara.

PayPal Mafia adalah julukan untuk mantan para karyawan dan founder PayPal yang mendirikan dan mendanai sejumlah perusahaan teknologi seperti Tesla Motors, LinkedIn, YouTube, Facebook, Airbnb, Uber, Pinterest dan SpaceX. Mereka memiliki dampak yang besar terhadap perkembangan digital secara global.

Salah satu acara berbagi ilmu yang diadakan di kantor Tokopedia

William juga menambahkan, dirinya menginginkan seluruh karyawan Tokopedia yang berhasil di internal diberi kesempatan untuk naik jabatan atau bangun startup lain yang sedang kesulitan mencari talenta digital. Menurutnya, Indonesia butuh lebih banyak perusahaan teknologi dan mengadaptasikan lebih banyak teknologi baru. Sejalan dengan fokus berikutnya Tokopedia setelah melewati dekade pertama.

Saat ini Tokopedia memiliki lebih dari 7,2 juta merchant sekitar 86% di antaranya adalah pengusaha baru. Lalu 250 juta produk yang dijual, lebih dari 90 juta pengguna aktif bulanan (MAU) atau setara sepertiga dari penduduk Indonesia setidaknya mengunjungi Tokopedia satu kali dalam sebulan.

Aplikasi Tokopedia telah didukung oleh lebih dari 12 ribu jenis perangkat. Dilengkapi dengan fitur dinamis agar semua perangkat bisa mengunduhnya. Fitur ini berisi fungsi dasar dari Tokopedia, besaran kapasitas akan bertambah menyesuaikan dengan tambahan fungsi yang mereka pakai. Tidak hanya marketplace, Tokopedia punya vertikal lainnya yakni produk digital, fintech, travel dan hiburan.

Disebutkan juga, perusahaan menampung lebih dari 1 petabyte data, setara 1 juta gigabyte. Ada lebih dari seribu engineer yang bergabung di Tokopedia, jumlahnya berlipat-lipat ganda dari 1,5 tahun sebelumnya hanya ratusan saja. Pada tiga tahun lalu, jumlahnya baru puluhan orang saja.

Seluruh tim teknologi di Tokopedia kini bekerja dengan konsep microservice. Ada lebih dari 300 microservices di sini. Microservice adalah jenis arsitektur dalam membangun aplikasi oleh tim developer yang membagi layanan-layanan yang ada menjadi bagian lebih kecil dan saling terhubung satu sama lain.

Application Information Will Show Up Here
Berdiskusi bagaimana tim Engineering Tokopedia menghadirkan setiap inovasi baru untuk memudahkan orang Indonesia lewat produk digital dan fintech

Perjalanan Di Balik Inovasi Produk Digital dan Fintech Tokopedia

Pamor Tokopedia sebagai layanan marketplace terdepan di Indonesia memang tidak perlu diragukan lagi. Bisnis inilah yang mengantarkan Tokopedia menyandang status unicorn pada tahun lalu.

Inovasi menjadi kunci yang harus dilakukan agar setiap perusahaan tetap terdepan, begitupun yang dilakukan oleh Tokopedia. Salah satunya dengan mulai mengembangkan produk digital sejak dua tahun lalu dan melanjutkan ke produk fintech sejak tahun lalu.

Dalam wawancara bersama DailySocial, VP of Engineering Tokopedia Herman Widjaja menjelaskan lebih dalam soal kepemimpinannya, pola kerja tim engineering dan bagaimana pendekatan tim dalam merilis produk.

Herman sendiri sebenarnya baru bergabung di Tokopedia sejak Mei 2018, sebelumnya pernah bekerja di Smartfren. Namun selama 12 tahun, dia sudah berlalu-lalang di berbagai perusahaan teknologi raksasa seperti Google, Microsoft, Amazon, Facebook.

Dia memimpin tiga divisi engineering, dari produk digital, fintech, dan test engineering untuk memastikan produk bisa dinikmati sebelum produk dirilis secara massal ke konsumen.

Fokus ke masalah yang dihadapi konsumen

Infografis 27 produk digital Tokopedia
Infografis produk digital Tokopedia / Tokopedia

Tokopedia selalu mengambil angle ke arah konsumen sebelum menghadirkan suatu inovasi baru. Kemudian fokus ke mindset bagaimana mengembangkan inovasi tersebut secara bersama-sama karyawan Tokopedia lainnya agar visi Tokopedia yang ingin mendemokratisasikan layanan commerce lewat teknologi bisa terealisasi.

Dia pun mengambil contoh salah satu produk digital yang baru dirilis sejak dia bergabung adalah MyBills dan e-Money. MyBills lahir karena Indonesia belum memiliki manajemen sistem keuangan yang terintegrasi dengan baik. Masalah tersebut diatasi dengan menghadirkan MyBills untuk permudah pembayaran tagihan bulanan secara auto debet.

“Yang kita kerjakan di MyBills hanya permudah pembayaran, cukup subscribe tagihan dan di-connect-an dengan rekening bank. Itu revolutionary thinking kita untuk permudah Indonesia dari sisi digital payment, bukan buat perbanyak produk pembayaran saja,” terangnya.

Sebelum MyBills hadir, Tokopedia memiliki berbagai produk digital untuk pembayaran tagihan seperti pulsa, BPJS, PDAM, kartu kredit, dan lainnya. Namun harus dilakukan satu persatu, sehingga kemungkinan besar terlewat tidak terbayar sangat besar.

Produk lainnya yang berangkat dari masalah adalah e-Money. Pain point-nya terletak di masalah top up untuk uang elektronik e-money dari Bank Mandiri masih tertutup. Hanya bisa dilakukan di dalam ekosistem Bank Mandiri saja. Namun kini dengan fitur e-Money yang tersedia di Tokopedia, setiap orang yang memiliki kartu bisa top up langsung dari aplikasi.

“Tentunya ke depannya kami akan buka ekosistem dengan bank lainnya, sehingga semua orang bisa top up e-money-nya lewat Tokopedia. Ibaratnya seperti membuka jembatan-jembatan baru untuk membangun kota, caranya lewat kolaborasi. Semakin banyak jembatan, akses ke kota akan semakin baik. Itu yang kita harapkan.”

Identifikasi apa yang konsumen butuhkan

Pendekatan yang berbeda justru dilakukan oleh tim engineering untuk produk fintech. Tokopedia tidak fokus membangun produk, justru mengidentifikasi apa yang konsumen butuhkan dan solusi apa yang bisa diberikan untuk membuat hidup mereka lebih baik.

Cara tersebut dipraktikkan saat merilis produk reksa dana. Tokopedia tidak membuat produk reksa dana baru, tapi membuat kemudahan agar semua orang bisa dengan mudah familiar dengan instrumen investasi tersebut. Mulai dari membuat nominal investasi yang ringan, proses pencairan dananya bisa diterima pada hari yang sama.

“Sebelumnya banyak orang yang merasa terintimidasi dengan reksa dana apalagi buat yang tinggal di kota tier 2 dan 3. Dari reksa dana, goal kami aalah membuat reksa dana jadi lebih affordable, hanya dengan 10 ribu Rupiah bisa berinvestasi. Kalau mau withdraw dana bisa diterima pada hari yang sama, padahal sebelumnya butuh berhari-hari.”

Pengembangan terus menerus

Karena selalu mengedepankan pain point dari konsumen, maka saat merilis sebuah produk baru, Tokopedia memiliki urgensi untuk bekerja secara cepat dengan membuat MVP (Minimum Viable Product). Ada weekly sprint di mana setiap minggunya harus ada sesuatu yang bisa diunjukkan, dengan demikian ada potensi produk mana yang berikutnya siap dirilis ke konsumen.

“Jadi ketika kami buat produk itu, tidak selalu menunggu sampai harus benar-benar perfect melainkan dirilis secara perlahan sambil menambah fitur apa lagi yang bisa kita berikan.”

Cara yang diterapkan tersebut kurang lebih mirip dengan tagline promosi Tokopedia saat ini #MulaiAjaDulu, yang ternyata juga diterapkan dalam internal perusahaan.

Beri kesempatan untuk berbuat salah

Karena proses kerja yang cepat, di satu sisi Tokopedia memberikan ruang untuk tim berbuat kesalahan. Herman percaya semua karyawan Tokopedia itu pintar, termasuk tim engineer. Maka dari itu pengawasan yang sifatnya mikro tidak perlu diterapkan oleh para leader dalam memimpin tim yang besar.

Dia sebagai leader hanya memberikan visi, arahan, pertanggungjawaban kepada karyawan terhadap suatu proyek. Yang terpenting, memberi ruang untuk berbuat salah memegang unsur terpenting dalam kepemimpinan.

“Kalau cuma cari aman, enggak bakal ada inovasi. Inovasi akan muncul ketika orang dikasih ruang gerak di luar kemampuan dari zona aman mereka, yang pada akhirnya memberi ruang untuk berbuat kesalahan.”

Tokopedia memiliki sekitar 650 karyawan engineering atau sekitar 25% dari total karyawan saat ini 2650 orang. Terhitung ada lebih dari 27 produk digital yang tersedia dan delapan produk fintech mulai dari investasi emas, reksa dana, pinjaman modal, kartu kredit, dan lainnya.

Application Information Will Show Up Here