Tag Archives: hexacopter

Drone Yuneec Typhoon H3 Unggulkan Kamera Hasil Kolaborasinya dengan Leica

Drone yang menarik tidak selalu datang dari DJI. Karya terbaru Yuneec berikut ini adalah contohnya. Dinamai Typhoon H3, daya tarik utamanya terpusat pada kameranya, yang ternyata merupakan hasil kerja sama antara Yuneec dan Leica.

Kamera ini mengemas sensor CMOS 1 inci beresolusi 20 megapixel, dengan kemampuan merekam video pada resolusi maksimum 4K 60 fps dan bitrate 100 Mbps. Pengaturan-pengaturan parameter seperti auto white balance, reproduksi warna, sharpening, de-noising, dan lain sebagainya Yuneec percayakan kepada Leica.

Mode perekaman ‘mentah’ 10-bit Y-Log dan DNG pun juga tersedia, dan lagi-lagi semuanya disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan oleh Leica. Kamera ini menyambung ke gimbal 3-axis, dan ia siap memutar 360° untuk mengambil gambar panoramik. Video hyperlapse pun juga dapat dibuat berkat interval pengambilan gambar JPEG yang pendek.

Yuneec Typhoon H3

Typhoon H3 melanjutkan jejak Typhoon H yang diperkenalkan lebih dari tiga tahun silam. Yang dibanggakan kala itu adalah teknologi Intel RealSense untuk mendeteksi sekaligus menghindari berbagai rintangan yang ditemui selama mengudara, dan sekarang Yuneec juga ingin kameranya bisa mencuri perhatian.

Drone berwujud hexacopter ini datang bersama remote control besar yang mengemas layar sentuh 7 inci dan sistem berbasis Android. Live view dari kamera drone dapat dilihat dalam resolusi 720p, dan jarak transmisinya sendiri mencapai 1,6 kilometer.

Yuneec Typhoon H3

Typhoon H3 mendukung penggunaan dua remote control sekaligus, sehingga dua orang bisa berbagi tugas mengendalikan pergerakan drone dan kameranya secara terpisah. Kalau tidak mau pusing, tentu saja Typhoon H3 juga dilengkapi sejumlah mode penerbangan otomatis dengan fungsi yang berbeda-beda: Follow Me/Watch Me, Curve Cable Cam, Orbit, dan Journey.

Dalam sekali pengisian, baterai Typhoon H3 bisa menemaninya mengudara hingga 25 menit. Sejauh ini Yuneec belum mengungkap informasi mengenai perilisannya, akan tetapi kalau menurut rumor yang beredar, harganya diperkirakan berkisar $2.200 untuk bundel standarnya.

Sumber: DPReview.

Yuneec Luncurkan Tiga Drone Baru di CES 2018

Tidak ada drone baru dari DJI di ajang CES tahun ini, hanya stabilizer Osmo Mobile 2 saja. Kedengarannya seperti kesempatan emas bagi para pesaingnya untuk mencuri perhatian? Anggap saja begitu, sebab Yuneec baru saja mengumumkan bukan satu, tapi tiga drone anyar sekaligus di CES 2018.

Drone yang pertama adalah Yuneec Typhoon H Plus, suksesor dari Typhoon H yang diperkenalkan tepat dua tahun silam. Sama seperti sebelumnya, fitur unggulannya adalah kemampuan mendeteksi dan menghindari rintangan dengan sendirinya berkat teknologi Intel RealSense.

Yuneec Typhoon H Plus

Lalu apa yang membuatnya pantas menyandang titel “Plus”? Navigasi dan kualitas kamera yang lebih baik jawabannya. Keenam rotornya berukuran lebih besar, tapi di saat yang sama dapat beroperasi hingga 40% lebih senyap. Lebih lanjut, Yuneec juga mengklaim Typhoon H Plus bisa tetap stabil mengudara meski angin bertiup sekencang 48 km/jam.

Untuk kameranya, Typhoon H Plus mengandalkan sensor berukuran 1 inci, dengan resolusi 20 megapixel untuk foto still. Video tak hanya bisa direkam dalam resolusi 4K, tapi juga dalam kecepatan 60 fps. Di samping itu, Typhoon H Plus juga menjanjikan hasil rekaman di kondisi minim cahaya yang lebih baik.

Yuneec juga bilang bahwa mereka telah mendesain ulang controller uniknya yang berbasis Android dan mengemas layar 7 inci untuk menampilkan hasil rekaman secara real-time dalam resolusi 720p. Soal daya baterai, Typhoon H Plus diyakini mampu mengudara selama 25 menit nonstop dalam cuaca normal.

Sama seperti sebelumnya, Yuneec menarget kalangan profesional untuk Typhoon H Plus. Pemasarannya akan dimulai pada babak pertama 2018, dengan harga $1.800, sama persis seperti pendahulunya.

Yuneec HD Racer / Yuneec
Yuneec HD Racer / Yuneec

Drone yang kedua adalah HD Racer, sebuah quadcopter mini yang, sesuai namanya, ditujukan untuk penggemar balap drone. Dibekali mode yang berbeda untuk pengguna pemula atau yang sudah berpengalaman, HD Racer juga siap mengudara di ‘sirkuit’ indoor berkat konstruksinya yang tahan banting serta baling-baling yang terlindungi.

Sesi balapan bakal diabadikan dalam resolusi 1080p 60 fps, dan tentu saja sang pilot bisa memonitornya secara live dengan latency yang minimal. Yang cukup unik, drone ini bisa ‘bangun’ dengan sendirinya saat menabrak objek dan terbalik

Harganya? $180 saja, akan tetapi konsumen masih harus menunggu sampai babak kedua tahun 2018.

Yuneec Firebird FPV / Yuneec
Yuneec Firebird FPV / Yuneec

Terakhir, ada Firebird FPV yang merupakan drone tipe fixed-wing pertama dari Yuneec. Berbekal satu baling-baling di belakang, pengoperasiannya lebih mirip pesawat ketimbang helikopter. Di ujung hidungnya tertanam sebuah kamera untuk merekam dalam sudut pandang pertama.

Yuneec tak lupa menyematkan sejumlah fitur canggih seperti kemampuan untuk pulang dan mendarat di titik lepas landasnya secara otomatis, plus fitur geofencing dan fitur pengaman yang mencegah drone terbang terlalu rendah. Baterainya sendiri diperkirakan bisa bertahan selama 30 menit waktu mengudara.

Yang sedikit mengejutkan adalah banderol harganya, yakni $700. Yuneec berencana menjualnya di babak pertama tahun ini.

Sumber: The Verge dan Yuneec.

DJI dan Hasselblad Ungkap Bundel Drone dan Kamera Medium Format Beresolusi 100 Megapixel

Kerja sama antara DJI dan Hasselblad kembali membuahkan platform fotografi udara kelas dewa. Setelah tahun lalu mereka mengungkap bundel drone plus kamera medium format untuk pertama kalinya, kali ini keduanya kembali mengambil rute yang sama, namun dengan penyempurnaan teknis yang cukup signifikan.

Bundel ini masih terdiri dari tiga komponen utama, yakni drone, gimbal dan kamera. Spesifiknya hexacopter DJI M600 Pro, gimbal Ronin MX dan kamera Hasselblad H6D. H6D inilah yang sejatinya menjadi bintang utama di sini, mengingat ia mengusung sensor medium format (53,4 x 40 mm) dengan resolusi 100 megapixel.

Dipadukan dengan Ronin MX yang sejatinya merupakan gimbal 3-axis, pengguna sejatinya dapat menghasilkan foto udara yang spektakuler, baik dari segi ketajaman maupun dynamic range – dengan sensor sebesar ini, pencahayaan yang minim sejatinya bukan lagi masalah besar.

Drone-nya sendiri juga telah menerima penyempurnaan. Selain sistem transmisi sinyal Lightbridge 2, DJI turut menyematkan sistem navigasi D-RTK GNSS. Jangan pedulikan namanya, namun yang pasti sistem ini sanggup menyajikan penempatan posisi yang akurat sampai level sentimeter.

DJI berencana memasarkan bundel M600/Ronin MX/H6D ini mulai kuartal ketiga tahun ini. Harganya belum dirincikan, namun bisa dipastikan setara harga mobil mengingat kameranya saja dibanderol $33.000 tanpa satu pun lensa.

Sumber: DPReview dan DJI.

Dinas Pos Perancis Mulai Kirimkan Barang Menggunakan Drone

Pengiriman barang menggunakan drone sudah bukan berupa angan-angan lagi. Belum lama ini, Amazon sudah membuktikannya dengan mengantarkan pesanan seorang konsumen di Inggris menggunakan drone. Dan ternyata bukan cuma pihak swasta yang berniat mewujudkan impian ini.

Belum lama ini, dinas pos Perancis, La Poste, mengumumkan bahwa mereka telah memulai program pengiriman barang menggunakan drone. Meski masih disebut sebagai eksperimen, program ini sudah punya jadwal tetap, yakni sekali setiap minggunya, melalui rute sepanjang kurang lebih 14,5 kilometer.

Setiap minggunya, drone akan ditugaskan untuk mengirim parsel ke sejumlah perusahaan teknologi yang tertarik untuk berpartisipasi dalam program eksperimental ini. Program ini sendiri dimulai oleh anak perusahaan La Poste, DPDgroup, yang sudah mengerjakannya bersama perusahaan drone Atechsys sejak pertengahan tahun 2014.

Drone yang digunakan merupakan sebuah hexacopter bersasis serat karbon, dengan jarak tempuh maksimum 20 km dan kecepatan maksimum 30 km/jam. Ia sanggup mengangkut beban hingga seberat 3 kilogram, dan sistem navigasinya bisa menerima sekaligus memancarkan sinyal hingga sejauh 50 km. Terdapat sebuah parasut yang ditujukan untuk pendaratan darurat.

Program ini didasari oleh keberhasilan DPDgroup menguji drone pengirim barangnya pada bulan September tahun lalu, dimana mereka sukses mengantarkan parsel seberat 1,5 kg sejauh 14 km. Harapan ke depannya program ini dapat terus dilaksanakan demi memudahkan pengiriman ke lokasi-lokasi terpencil maupun yang sulit diakses oleh kendaraan darat, semisal area pegunungan.

Sumber: Motherboard dan DPD. Gambar header: Pixabay.

Merakit Lego Lalu Diterbangkan Seperti Drone? Inilah Flybrix

Anda tidak sendirian jika beranggapan desain drone atau quadcopter yang ada di pasaran hanya begitu-begitu saja. Kalau Anda ingin yang lebih variatif, mungkin Anda harus menempuh jalur DIY alias merakit sendiri.

Meski tutorialnya mudah sekali ditemukan di internet, eksekusinya terkadang tidak semudah merakit sebuah figur sederhana dari Lego. Lho, kalau begitu kenapa tidak merakit drone menggunakan balok Lego saja? Well, itulah yang dipikirkan oleh startup bernama Flybrix.

Ditujukan untuk konsumen berusia 14 tahun ke atas, bundel paling mendasar Flybrix mengemas seluruh komponen yang dibutuhkan untuk merakit quadcopter, hexacopter atau octocopter sekalipun. Lebih istimewa lagi, semua itu bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari 15 menit, mengingat prosesnya tidak jauh berbeda dari merakit Lego biasa.

Terdapat total delapan motor dan baling-baling yang bisa digunakan. Anda bebas memakai balok Lego yang disediakan atau milik Anda sendiri, dan bentuknya pun juga bisa Anda atur sesuka hati. Selanjutnya, sebuah circuit board Arduino menjadi otak dari segalanya, termasuk modul Bluetooth untuk menyambung ke smartphone.

Flybrix Deluxe Kit datang bersama sebuah controller fisik / Flybrix
Flybrix Deluxe Kit datang bersama sebuah controller fisik / Flybrix

Yup, kendalinya bisa dilakukan via aplikasi smartphone. Tapi kalau pengguna lebih sreg dengan controller fisik, Flybrix juga menawarkan bundel lain yang mencakup sebuah controller. Lalu bagaimana kalau ini merupakan drone pertama dan Anda tidak sengaja menabrakkannya hingga jatuh berguguran? Well, justru ini merupakan esensi dari Flybrix.

Semua komponen yang termasuk dalam bundel Flybrix telah dirancang dengan durabilitas tinggi. Seandainya kreasi Anda jatuh berantakan, tinggal kumpulkan kembali komponennya dan rakit lagi menjadi baru. Dengan cara seperti itu, elemen edukasi pun bisa diterapkan secara efektif pada Flybrix, mencakup ilmu-ilmu mendasar perihal engineering maupun hukum fisika.

Singkat cerita, kalau Anda suka drone dan Lego, Flybrix akan terdengar sangat menggiurkan buat Anda. Basic Kit-nya dibanderol seharga $149, sedangkan Deluxe Kit yang mencakup controller fisik seharga $189. Harga ini hanya berlaku untuk waktu yang terbatas; nantinya masing-masing akan naik menjadi $189 dan $249.

Sumber: Engadget.

DJI dan Hasselblad Umumkan Buah Kerja Sama Mereka Berupa Bundel Drone Profesional dan Kamera Medium Format

Apa kabar DJI dan Hasselblad? Menjelang akhir tahun lalu, DJI membeli sebagian saham Hasselblad, dan keduanya memutuskan untuk menjalin kerja sama di bidang teknis. Tentu saja semuanya langsung berspekulasi, dan yang paling gampang adalah angan-angan bahwa DJI akan membundel drone kelas profesionalnya dengan kamera medium format Hasselblad.

Bagi yang menginginkan peristiwa tersebut terjadi, saya ucapkan selamat. DJI baru-baru ini mengumumkan bundel produk baru berupa drone M600 dan kamera Hasselblad A5D. Yup, ini merupakan paket drone medium format perdana yang bisa dibeli oleh konsumen.

DJI M600 sendiri merupakan hexacopter yang secara khusus dirancang untuk mengakomodasi kebutuhan videografer profesional di lapangan. Dipadukan dengan gimbal Ronin MX, drone tersebut sanggup menggotong muatan berbobot total 6 kg.

Hasselblad A5D mengemas sensor yang ukurannya dua kali lipat sensor full-frame, dengan resolusi 50 megapixel / Hasselblad
Hasselblad A5D mengemas sensor yang ukurannya dua kali lipat sensor full-frame, dengan resolusi 50 megapixel / Hasselblad

Di sisi lain, Hasselblad A5D merupakan kamera medium format yang didesain secara spesifik untuk keperluan aerial photography. Alhasil, ketika ketiga perangkat ini dipadukan menjadi satu paket, pengguna akan mendapatkan kualitas gambar terbaik dalam resolusi 50 megapixel yang bisa ditangkap dengan menggunakan sebuah drone.

Menurut CEO Hasselblad, Perry Oosting, kerja sama ini merupakan tahap pengembangan yang alami bagi mereka. Apa yang mereka lakukan sederhananya adalah memadukan kualitas optik terbaik untuk aerial photography dengan platform drone paling canggih yang pernah DJI buat.

Sejauh ini DJI belum mengungkapkan banderol harga dari bundel M600 dengan A5D. M600 sendiri harus ditebus dengan biaya $4.600 – belum termasuk gimbal Ronin MX – sedangkan harga Hasselblad A5D bisa menembus angka $14.500.

Sumber: Digital Trends dan Hasselblad.

DJI Matrice 600 Adalah Mainan Baru Studio Hollywood

Lewat Phantom 4, keseriusan DJI dalam menciptakan drone yang sangat mudah diterbangkan oleh semua kalangan konsumen semakin terbukti. Akan tetapi hal itu bukan berarti kaum profesional mereka telantarkan begitu saja, seperti yang bisa dilihat dari drone terbarunya, DJI Matrice 600 (M600).

Melihat namanya, wajar kalau kita menduganya sebagai suksesor Matrice 100 yang ditujukan buat komunitas developer. Namun pada kenyataannya, M600 ini dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan videografer profesional yang seringkali mengandalkan perlengkapan kamera yang berat, kompleks sekaligus mahal.

M600 bukanlah sebuah quadcopter. Ia memiliki enam lengan baling-baling (hexacopter) yang bisa dilipat agar mudah dibawa-bawa. Ia sanggup menggotong muatan berbobot total 6 kg, yang berarti kamera profesional seperti Red Epic pun siap ia bawa, dengan bantuan gimbal anyar Ronin MX.

Ronin MX sendiri merupakan gimbal tiga axis yang cukup unik. Unik karena ia bisa digunakan di darat dengan kedua tangan, atau dipasangkan pada M600 yang mengudara. Kombinasi ini pun memberikan fleksibilitas bagi videografer untuk memakai beraneka kamera profesional dari berbagai merek.

DJI Matrice 600 bersama gimbal Ronin MX yang mengangkut kamera Red Epic / DJI
DJI Matrice 600 bersama gimbal Ronin MX yang mengangkut kamera Red Epic / DJI

Balik ke M600, yang menjadi otak dari segalanya adalah sebuah flight controller baru yang dapat mengadaptasikan parameter mengudara sesuai dengan muatan yang dibawa secara otomatis. Komponen ini juga mengemas sistem transmisi sinyal Lightbridge 2, dimana M600 meneruskan video beresolusi 1080p 60 fps dari jarak lima kilometer.

M600 ditenagai oleh enam unit baterai. Premisnya adalah, seandainya salah satu baterai mati, M600 masih bisa terus beroperasi. Waktu mengudaranya sendiri bergantung pada muatan yang dibawa; kalau membawa kamera besar seperti Red Epic, baterainya hanya bisa bertahan hingga 16 menit, kalau membawa kamera Zenmuse X5, daya baterainya bisa mencapai 36 menit.

Meski mayoritas penggunanya bakal memakai perlengkapan kamera dari merek pihak ketiga, ada sejumlah keuntungan yang bisa didapat jikalau memakai kamera dari lini Zenmuse besutan DJI sendiri. Salah satunya adalah kemudahan mengatur parameter exposure seperti aperture dan shutter speed lewat aplikasi DJI GO, atau menentukan titik fokus dengan Zenmuse X5 atau X5R.

Seperti yang saya bilang, DJI Matrice 600 ditujukan buat kalangan profesional, atau istilah lainnya, ‘mainan’ studio-studio Hollywood. Maka dari itu, jangan kaget melihat banderol harganya. DJI mematoknya seharga $4.600, atau $6.000 jika dibundel dengan gimbal Ronin MX.

Sumber: DJI via Engadget.