Tag Archives: Hita Supranjaya

Diklaim bulan Juni 2020 ini bisnis e-commerce B2B sudah mengarah ke pemulihan. Variasi layanan dan solusi kesehatan diperbanyak

Menanti Tuah Normal Baru Bagi Layanan E-Commerce B2B

Pandemi membuat segala lini bisnis terdampak. Tidak hanya ritel, bisnis b2b dan bahkan anggaran belanja pemerintah pun ikut terpengaruh. Bisnis e-commerce b2b, pada khususnya, tidak luput dari pelemahan ini. Meski bisnis sempat turun, ada harapan untuk rebound mempersiapkan normal baru.

Sejumlah pemain e-commerce b2b yang DailySocial hubungi kompak menjawab bisnis turun selama dua bulan belakangan. Namun mereka meyakini ini bersifat sementara, karena sejak Juni, tepat normal baru diumumkan pemerintah, bisnis kembali bergeliat.

Di sisi lain, pandemi berhasil mengubah perspektif korporat bahwa proses pengadaan dapat dilakukan secara digital. Tak hanya transparan, mereka bisa mendapat harga lebih ekonomis dengan proses yang lebih cepat.

“Dengan adanya Covid-19, para mitra bisnis semakin terdorong untuk menggunakan layanan b2b untuk memenuhi kebutuhan IT dan operasional mereka. Ini dikarenakan saat krisis, mitra bisnis membutuhkan solusi cepat dan tepat, dengan harga ekonomis,” ucap EVP Corporate B2B Corporate Solutions Blibli Heriyadi Janwar.

Sepakat dengan Heriyadi, Co-Founder dan CEO Mbiz Rizal Paramarta mengatakan, pandemi berhasil memperlihatkan fundamental dari bisnis e-commerce b2b itu sendiri. Bahwa mereka mampu bertahan karena punya bisnis inti di bidang pengadaan barang dan jasa yang terdigitalisasi. Tujuannya untuk mempersingkat proses dan lebih transparan daripada metode manual.

Pengaruh bisnis

Rizal memaparkan, pada kuartal kedua tahun ini, penurunannya mencapai sepertiga hingga separuh dari total target bulanan. Digambarkan dalam setahun, setidaknya volume transaksi di Mbiz mencapai Rp1 triliun.

“Kita melihat ada dampak short term, pas April sebelum Lebaran ada penurunan belanja korporat terutama yang sifatnya non esensial. Overall spending capex korporat turun, tapi ada kenaikan drastis untuk kategori kesehatan sampai 2000%.”

Ia menyebut kondisi ini hanya sementara, karena pada bulan Juni mulai terjadi pemulihan, bersamaan dengan dimulainya kegiatan normal baru. “Kita menyiapkan kategori baru di bidang kesehatan dan kenaikan dari situ adalah kompensasi atas penurunan kemarin.”

Chief of Commercial & Omni Channel Bhinneka Vensia Tjhin menambahkan, perusahaan turut berdampak semenjak pemberlakuan PSBB hingga menjelang akhir paruh pertama tahun ini. Namun, diklaim perusahaan mencatat kenaikan hingga 30%.

Ini terjadi karena perusahaan tetap bermanuver perluas produk dan jasa, sehingga ada pergeseran kategori produk yang mengimbangi kategori yang sebelumnya populer sebelum pandemi.

“Bhinneka dengan eksistensi produk yang disediakan via platform, kini selain IT, growth tertinggi disumbang dari MRO/perkakas dan alat kesehatan. Sementara itu, di marketplace kami mencatat lonjakan pada produk makanan dan kebutuhan harian. Jadi kami melihat ada balancing process dari kedua segmentasi.”

Heriyadi tidak merinci penurunan seperti apa yang terjadi di Blibli. Menurutnya, Covid-19 telah memicu adopsi teknologi oleh pelaku bisnis, termasuk mitra b2b yang memerlukan solusi efisien dengan harga terjangkau agar mereka bisa menjaga keberlangsungan bisnis mereka.

Ia hanya menyatakan jumlah transaksi b2b pada bulan ini telah menyamai total transaksi yang tercatat selama keseluruhan 2019. “Ini adalah sinyal positif bagi pertumbuhan b2b untuk tahun ini.”

Sokong kategori baru

Dalam mendorong kinerja bisnis, juga mendukung kegiatan normal baru, peluang produk pendukung kesehatan paling dicari oleh semua konsumen, tidak terkecuali klien korporasi. Pemain e-commerce pun berlomba-lomba perbanyak mitra penjual alat kesehatan untuk melayani konsumen mereka.

Direktur BukaPengadaan Bukalapak Hita Supranjaya menerangkan, mereka menambah jumlah principal atau UMKM untuk menawarkan persiapan normal baru, seperti rapid test, program bundle APD, customize APD (masker dan hazmat), face recognition terminal, dan customized hand wash station.

“Kami telah menyiapkan strategi untuk terus memonitor perkembangan dan beradaptasi dengan permintaan melalui inovasi maupun kerja sama yang membantu user terpenuhi kebutuhannya,” papar Hita.

Saat ini BukaPengadaan telah terhubung dengan hampir enam juta penjual yang memiliki lebih dari 80 juta produk. Beberapa kategori diklaim menunjukkan peningkatan lebih dari dua kali lipat secara month-to-month sejak awal dimulainya pandemi ini.

Sebelum pandemi, BukaPengadaan diklaim mencatat profitabilias sebesar 500% year-on-year seiring dengan pertumbuhan jumlah konsumen b2b dan penjualan. Kategori yang paling diminati saat itu adalah gadget dan barang-barang procurement, seperti spare part mesin dan pabrik.

Semenjak pandemi, Bhinneka makin gencar menambah variasi pada kategori kesehatan dan perawatan. Sejak awal tahun, kategori ini tumbuh lebih dari 100% berdasarkan variasinya.

Dalam merespons kondisi normal baru, perusahaan mengembangkan produk kesehatan lainnya bersama para vendor. Misalnya, memperbanyak mitra layanan kesehatan, seperti test Covid-19 untuk perusahaan, menawarkan produk ThermoNex untuk mendeteksi suhu tubuh secara otomatis, terhubung dengan cloud, dan dilengkapi dengan fitur face recognition sebagai data dan terhubung dengan panel absensi.

Bhinneka bermitra dengan mitra healthtech seperti Triasse dan Prixa untuk menyediakan layanan kesehatan, membuat produk Digital Classroom untuk sekolah yang ingin memaksimalkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) tanpa tim IT sendiri, dan produk Crinoid yakni multichannel management untuk bantu mengatur penjualan di beberapa marketplace sekaligus.

“Kecepatan dan agility menjadi kunci dalam menghadapi masa yang penuh uncertainties ini, kami melakukan berbagai aktivitas dan perubahan dengan menangkap peluang-peluang yang dapat segera dilakukan.”

Sejak perusahaan mendeklarasikan tranformasi sebagai business super ecosystem akhir tahun lalu, kontribusi terbesar datang dari konsumen korporasi dan belanja pemerintah yang mencapai hingga 90%, naik dari tahun sebelumnya sebesar 80%.

Total pelanggan Bhinneka kini mencapai 1,5 juta dari level UMKM, korporasi, dan pemerintah. Ada lebih dari 10 ribu merchant, vendor/principal yang menawarkan lebih dari 1 juta SKU di dalam platformnya.

Blibli sendiri memprediksi permintaan terhadap layanan b2b akan meningkat. Perusahaan sudah menyiapkan berbagai strategi untuk mengoptimalkan layanan pada mitra bisnis. Perusahaan membuat virtual gathering bersama mitra bisnis, asosiasi-asosiasi industri, dan komunitas profesional untuk mengukur dan memahami lebih lanjut mengenai kebutuhan mereka dalam meneruskan usaha di normal baru.

“Kami menggunakan pemahaman tersebut untuk semakin meningkatkan layanan yang kami sediakan, contohnya dengan memberikan promosi khusus.”

Heriyadi mengatakan, perusahaan merancang rencana hingga akhir tahun untuk meningkatkan strategic business value dari b2b, termasuk kolaborasi dengan mitra bisnis pada transaksi offline dan online, seperti membangun microsite, memperluas varian produk, menyediakan produk bersama garansi asli. memperluas cakupan pengiriman nasional, dan menawarkan asuransi logistik.

Blibli melayani 19 mitra bisnis b2b yang bergerak di tujuh sektor, seperti layanan keuangan, perhotelan, distribusi & manufaktur, teknologi, teknologi dan IT.

Produk dan solusi yang disediakan untuk mitra bisnis tersebut dibagi menjadi dua kategori, yakni TI & pemeliharaan, dan reparasi & operasional. Di antaranya produk dan solusi mencakup client tools seperti tablet, notebook, server network seperti UPS, alat perkantoran, dan piranti lunak.

Untuk kategori operasional, Blibli menawarkan material handling, laboratorium & kimia, keamanan, alat pembersih, alat ukur dan pengetasan, dan alat berat.

Sumber : Unsplash
Produk kesehatan juga menjadi primadona belanja konsumen korporasi / Unsplash

Masuk ke pemerintah

Di sisi lain, Mbiz mengambil peluang dari pandemi dengan gencar menggaet konsumen dari kalangan pemerintah karena di sana masih dibutuhkan solusi pengadaan yang transparan. Kehadiran pemain e-procurement menjadi dorongan buat pemerintah untuk go digital.

Dari peraturan pun Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ditentukan bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan e-marketplace yang menyediakan infrastruktur teknis dan layanan dukungan transaksi berupa katalog elektronik, toko daring, dan pemilihan penyedia.

“Perpres ini menguntungkan pemain e-procurement. Selama ini pengadaan ada problem. Misalnya tidak transparan dan harus pakai cash. Yang kita lakukan adalah digitalisasi, semua transaksi harus digital, jadinya transparan.”

Debut Mbiz untuk melirik prospek di sektor ini sebenarnya dimulai sejak awal tahun ini. Perusahaan terpilih sebagai penyedia pengadaan untuk Pemprov Jawa Barat. Perjalanan dilanjutkan dengan Pemprov Bali baru-baru ini.

“Kita sedang dalam proses lagi untuk dua pemrov lainnya di Jawa. Bila ini berhasil, kita bisa lebih percaya diri untuk masuk ke pemprov lainnya di Indonesia.”

Keuntungan ini sebenarnya tidak hanya dirasakan buat Mbiz, tapi buat merchant, atau vendor skala UMKM memperluas cakupan penjualannya ke mana saja ke seluruh segmen konsumen Mbiz di Indonesia. Sebelum masuk ke platform, umumnya penjualan vendor hanya mencakup sekitar wilayah terdekatnya saja.

Para vendor tersebut juga bisa mengakses fasilitas layanan keuangan untuk membantu bisnis mereka melalui Mbiz. Perusahaan didukung platform pembiayaan Investree setelah mengantongi pendanaan pada akhir tahun lalu.

Model B2B yang dijalankan marketplace e-procurement menjamin kepastian pertumbuhan pendapatan tanpa perlu "bakar uang"

Marketplace E-Procurement Bisa Jadi Vertikal Bisnis Menjanjikan

Digitalisasi menghampiri berbagai macam aspek bisnis, termasuk sistem pengadaan atau procurement. Kini perkembangan teknologi sudah sangat memungkinkan rantai ekosistem terkait untuk melakukan pengadaan secara online atau digital. Istilah umumnya adalah e-procurement. 

Sejumlah decision maker di perusahaan mungkin berpikir akan sulit bagi organisasinya mempelajari bagaimana e-procurement bekerja. Kendati demikian, tak sedikit juga perusahaan yang beralih ke sistem ini karena sejumlah keunggulannya, seperti efisien waktu hingga transparansi yang tinggi.

Di Indonesia, pemanfaatan e-procurement belum umum mengingat belum banyak perusahaan yang aware terhadap konsep ini. Meskipun demikian, sejumlah perusahaan digital berupaya mengenalkan sistem ini dengan konsep yang mudah diadopsi.

Isu usang korporasi dan penyesuaian B2B

Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah startup di Indonesia mulai melirik e-procurement sebagai vertikal bisnis yang menjanjikan. Layanan e-procurement dinilai layak dijajal karena model bisnis B2B mudah terukur.

Untuk memudahkan penetrasinya di pasar, startup ini menggabungkan konsep veteran di industri digital, yakni e-commerce/marketplace dengan layanan B2B. Secara global, layanan semacam ini telah mengantongi kesuksesan dari pemain besar, seperti Amazon Business dan Alibaba Business.

Menurut radar kami, sejumlah startup Indonesia yang masuk ke bisnis marketplace B2B antara lain Mbiz, Bizzy, Bhinneka, Ralali, Bukalapak, dan ProcurA.

Mbiz, Bizzy, dan Ralali sejak awal menjadikan marketplace B2B sebagai bisnis utamanya. Meskipun demikian, sejak pertengahan 2019, Bizzy mulai pivot dari lini bisnis markeplace e-procurement demi memperkuat ekosistem bisnis dari hulu ke hilir dan terpusat pada B2B saja.

Sementara itu, Bhinneka dan Bukalapak sejak awal merupakan marketplace B2C dan C2C yang mulai mengembangkan vertikal baru ke B2B. Berbeda dengan yang lainnya, ProcurA tidak memiliki marketplace dan fokus ke pengembangan solusi e-procurement untuk perusahaan.

Bisnis marketplace B2B dianggap menjadi konsep yang tepat untuk menuntaskan beragam masalah usang yang terjadi pada korporasi, yakni rendahnya efisiensi dan transparansi.

Dalam wawancara dengan DailySocial, CEO Mbiz Rizal Paramarta menyebutkan rendahnya efisiensi dan transparansi dapat menimbulkan permasalahan baru, yakni proses procurement yang bertele-tele dan terlalu administratif. Ia mencontohkan bagaimana instansi pemerintah membutuhkan berbulan-bulan untuk melakukan pengadaan laptop.

Proses yang bertele-tele ini, ungkap Rizal, sebetulnya berasal dari deretan kegiatan yang panjang, mulai dari perbandingan harga, perbandingan terbuka dan tertutup, pembukaan surat penawaran bersama-sama, belum lagi pengumuman harganya.

“Kami melihat problem transparansi dan proses yang panjang ini dapat diselesaikan dengan solusi digital karena seluruh aktivitas terekam. Jadi tidak ada ruang manipulasi data. Memang proses bertele-tele ini sebetulnya berkaitan dengan hal administratif. Nah, ini cocoknya diotomasi dengan digital,” paparnya.

Sementara Direktur BukaPengadaan Hita Supranjaya menyebutkan, inovasi e-commerce, pembayaran digital, dan logistik mengubah pola perilaku konsumsi secara signifikan. Nah, perubahan ini akhirnya mendorong untuk melakukan penyesuaian dalam hal meningkatkan daya saing dan meningkatkan kecepatan dalam melayani kebutuhan pelanggan.

“Di satu sisi, tantangan perusahaan B2B di sini dalam menghadapi kompetisi pasar global adalah dibutuhkan pengembangan teknologi yang membutuhkan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Wajah baru industri pengadaan

Secara umum, e-procurement mencakup berbagai rangkaian kegiatan, seperti e-tendering, e-auctioning, manajemen vendor, hingga manajemen kontrak. Di sejumlah model bisnis yang menggabungkan marketplace dan e-procurement, alur pemesanannya tidak serupa dengan layanan e-commerce pada umumnya.

Sebagai gambaran, layanan Mbiz terdapat sejumlah fitur terkait, seperti modul tendering dan contract management yang terintegrasi ke sistem finance accounting. Artinya, tetap ada proses procurement hingga negosiasi yang berlanjut ke tahapan purchase order.

Marketplace B2B menawarkan banyak hal yang dipermudah dengan dukungan teknologi. Dengan “memindahkan” kegiatan pengadaan ke ruang digital, marketplace B2B memudahkan ekosistem terkait untuk dapat bertemu secara seamless, mulai dari klien perusahaan atau pemerintah, prinsipal, vendor, dan logistik.

Selain itu, marketplace B2B dianggap menjadi solusi tepat untuk melakukan kegiatan pengadaan karena efisien secara proses dan lebih transparan. Solusi e-procurement tidak dapat memberikan ruang manipulasi karena seluruh prosesnya berbasis digital. Hal ini dapat menghindari adanya peluang korupsi.

Tak hanya itu, efisiensi dan transparansi akan mendorong efek positif lainnya, seperti meningkatkan produktivitas dengan mengalihkan SDM kepada pekerjaan lain, mempercepat proses transaksi, hingga mengeleminasi kegiatan paperwork berlapis-lapis.

Ekosistem menjadi kunci

Secara model bisnis, marketplace untuk e-procurement dinilai menjanjikan karena umumnya bisnis B2B dapat menjamin pertumbuhan pendapatan dan keuntungan secara terukur. Namun, keberhasilannya tergantung dari bagaimana startup menyiapkan strategi.

Salah satu strategi yang dilakukan Mbiz adalah berkolaborasi dengan Investree sebagai jalan pembuka akses terhadap pembayaran dan pinjaman digital. Masuknya Investree ke dalam lingkaran ekosistem marketplace Mbiz dapat menarik calon pengguna layanan baru tanpa perlu melakukan bakar uang.

Menurut Rizal, startup tidak perlu repot menghabiskan dana untuk mengakuisisi satu pelanggan. Berbeda dengan segmen ritel, nature bisnis B2B tidak bergantung pada adu kuat diskon atau promo harga, namun pada rasionalitas kebutuhan.

Kendati demikian, ia menilai sulit untuk mendorong awareness pasar terhadap layanan marketplace B2B maupun e-procurement. Ia menganggap sektor korporasi belum sadar terhadap pentingnya digitasi proses bisnis. Ini dapat berarti bahwa belum ada komitmen penuh dari para C-Level.

Awareness rendah sehingga adopsi juga rendah. Apalagi, kompetitor kami setop beroperasi. Semakin banyak pemain di sini, justru semakin bagus. It’s an obvious business practice. Lagipula, tidak relevan untuk meningkatkan awareness dengan strategi bakar uang. Target pasar kami rasional dan awareness ini harus di-create dengan cara yang sensible dan smart,” ujarnya.

Salah satu kunci keberhasilan bisnis ini adalah penguatan rantai ekosistem. Sama halnya dengan konsep marketplace B2C yang selama ini kita lihat. “Jika hanya menyediakan solusi e-procurement atau modul saja tanpa marketplace, tidak ada ekosistemnya,” tambah Rizal.

Hal yang sama diungkapkan CEO Bhinneka Hendrik Tio. Menurutnya, pasar Indonesia masih membutuhkan market education terhadap marketplace B2B. Maka itu, membangun ekosistem sesuai karakter dan target pasar menjadi penting untuk dapat meng-enablee supplier dan demand. Adapun, Bhinneka kini telah melayani lebih dari 20.000 korporasi.

“Bisnis ini punya karateristik yang berbeda dengan marketplace biasa, di mana B2B punya tingkat stickiness yang lebih baik dan basket size belanja yang lebih besar. Katakan platform yang lebih mengerti mereka, ekosistem yang lebih menyeluruh hingga value, seperti fulfilment dan after sales pasti membuat pelanggan semakin sticky,” ujarnya.

Peluang terhadap ekonomi digital

Dalam sebuah kesempatan, Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkapkan bahwa solusi e-procurement dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi digital. Caranya adalah membidik sektor pemerintahan dan korporasi di Indonesia yang selama ini masih rendah dalam mengadopsi solusi digital.

Menurut ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adinegara, peluang bisnis ini dapat mendorong realisasi belanja pemerintah lebih cepat terserap tanpa adanya kegiatan administratif yang tidak berujung. Demikian juga, sektor industri yang selama ini belum menganggap pentingnya adopsi digital.

“Dari temuan INDEF dan Google, efek paling besar dapat terasa di sektor manufaktur. Peluang kebutuhan e-procurement besar karena didukung dengan sistem transparan dan efisien. Manfaat ini sebetulnya dapat menstimulus sektor manufaktur untuk mau menggunakan e-procurement,” ujar Bhima beberapa waktu lalu.

Benang merah dari solusi e-procurement adalah biaya yang bisa semakin murah sejalan dengan semakin banyak pemerintahan atau pebisnis yang memakai. Sektor logistik adalah salah satu contoh sektor dengan biaya operasional mahal yang dapat diefisiensikan.

Bukalapak Aims to Dominate E-Procurement Market through BukaPengadaan

Bukalapak shared an ambition to dominate the e-procurement market through his vertical Open ProcurementD because it has a market share that is not inferior to the consumer business (b2c). Seen from the success of overseas b2b players such as Alibaba Business and Amazon Business, both grew bigger from the b2c platform.

BukaPengadaan’s Director, Hita Supranjaya said the optimism backed by the changing of Indonesian consumers’ behavior in terms of digital. Innovations, such as e-commerce, digital payment, and logistics has shifted b2c behavior significantly.

He thought the change encouraged B2B companies to make adjustments by increasing competitiveness and speed in serving customer needs. On the other side, the challenge for B2B companies in facing global market competition is that it takes a long time to develop technology and costs a lot too.

“Bukalapak through BukaPengadaan seeks opportunities to answer the challenge, backed by the proven experience in developing tech-based e-commerce c2c/b2c for ten years,” Supranjaya told DailySocial.

In order to be the leading e-procurement, BukaPengadaan is quite lucky to be integrated with Bukalapak marketplace and Quasi Retail. It connects the platform with five million sellers offering more than 80 million products.

As a result, BukaPengadaan is capable to fulfill all procurement from corporations, both business and government, quickly and at competitive prices. In terms of ecosystem, it’s comprehensive for companies and vendors, including closed ecosystems for registered users, provision of goods and services, online approval systems, monitoring of goods orders, payment and e-invoicing.

“It gives our customers an advantage in procurement, faster and closest to the sellers, resulting in competitive price. We also help managing lists of vendors and SKUs, therefore, customers can focus on things that are more important than just administrative matters.”

Since it was founded in 2016, BukaPengadaan has acquired more than 1500 users, around 80% are companies, and the rest are SMEs and government institutions. On a monthly average, 150 companies actively transact through BukaPengadaan.

Last year, there are 500 users registered, 5 thousand purchase orders, with an average transaction of Rp150 million. Within seven months, BukaPengadaan has recorded a 30% transaction growth. Also, in the last three months, the average income growth has increased by three times per month.

It is said there are new categories and vendors joined every month. Not only retails and supply chain, but also virtual products managed into a one-stop platform. “It allows us to reach almost the whole categories of small, middle to large-scale b2b company essentials,” he added.

Large business-coverage, b2b players are solving specific issues

Based on McKinsey & Co report, Indonesian e-procurement has potential worth of $125 billion by 2025. It was estimated from global corporate services ($18 billion), b2b marketplace (76 billion), and b2b services ($36 billion).

Meanwhile, Indonesia’s leading players still the b2c marketplace (Lazada, Tokopedia, Shopee, Bukalapak), transportation, travel, and hospitality (Traveloka), and mobility (Gojek and Grab).

The brand awareness rate in this segment might not as tight as the consumer products. However, according to 2018’s DSResearch, some players are familiar to the respondents, including Bhinneka Bisnis, Bizzy, and Mbiz.

bukalapak b2b

In terms of growth, the players are not limited, there is also Ralali, Ekosis, TaniHub, and Zilingo. Each platform has its own market share. Ralali, for example, entering the agency segment to target b2b consumers.

Ekosis has its way with connecting businessmen to get various agribusiness, livestock, and mining products. As for TaniHub, plays role as a supplier for b2b consumers come from supermarket, horeca, F&B, retailers, and startup players.

Zilingo, on the other hand, provides cloud-based fashion manufacture products from all over the world for all brands and businessmen can take benefit from it.

The various kinds of b2b e-commerce have shown potential market share to be further explored in order to solve the issues within the b2b players. Moreover, Indonesian SMEs digital transformation has only reached 8% or 3.92 million of the total 59.2 million existed players.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
E-Procurement Bukalapak BukaPengadaan

Ambisi Bukalapak Pimpin Pasar E-procurement Lewat BukaPengadaan

Bukalapak mengungkapkan ambisinya untuk menguasai pasar e-procurement melalui vertikalnya BukaPengadaan, sebab punya pangsa pasar yang tidak kalah besar dengan bisnis konsumen (b2c). Terlihat dari kesuksesan pemain b2b luar negeri seperti Alibaba Business dan Amazon Business, keduanya tumbuh lebih tinggi dari platform b2c.

Direktur BukaPengadaan Hita Supranjaya menjelaskan, optimisme ini didukung oleh perubahan perilaku konsumen Indonesia dalam hal digital. Inovasi seperti layanan e-commerce, pembayaran digital dan logistik mengubah pola perilaku b2c secara signifikan.

Menurutnya, perubahan tersebut mendorong perusahaan b2b melakukan penyesuaian dengan meningkatkan daya saing dan meningkatkan kecepatan dalam melayani kebutuhan pelanggan. Namun di satu sisi, tantangan perusahaan b2b di sini dalam menghadapi kompetisi pasar global adalah dibutuhkan pengembangan teknologi yang membutuhkan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit.

“Bukalapak melalui BukaPengadaan melihat peluang untuk dapat menjawab tantangan tersebut, berbekal pengalaman yang sudah terbukti mengembangkan e-commerce c2c/b2c berbasis teknologi selama 10 tahun,” ucap Hita kepada DailySocial.

Demi menjadi pemain e-procurement terdepan, BukaPengadaan cukup beruntung karena terintegrasi dengan platform marketplace Bukalapak dan Quasi Retail. Kondisi ini membuat platform ini terhubung dengan lima juta pelapak menawarkan lebih dari 80 juta produk.

Alhasil, BukaPengadaan mampu memenuhi seluruh pengadaan dari korporasi, baik pelaku bisnis maupun pemerintah dengan cepat dan harga bersaing. Secara ekosistem pun menyeluruh untuk perusahaan dan vendor, meliputi ekosistem tertutup bagi pengguna yang terdaftar, penyediaan barang dan jasa, sistem persetujuan online, pemantauan pesanan barang, pembayaran dan e-invoicing.

“Keuntungannya bagi pelanggan kami adalah pemenuhan kebutuhan yang lebih cepat dan terdekat dengan adanya jaringan pelapak, sehingga harga kompetitif. Kami juga membantu mengelola daftar vendor dan SKU yang berkembang terus menerus, sehingga pelanggan fokus terhadap hal-hal yang lebih penting daripada hanya hal administratif.”

Sejak BukaPengadaan dirilis pada 2016, kini telah merangkul lebih dari 1500 pengguna, sekitar 80% adalah perusahaan dan sisanya adalah UKM dan instansi pemerintah. Dalam sebulan, rata-rata 150 perusahaan aktif bertransaksi melalui BukaPengadaan.

Pada tahun lalu, tercatat ada 500 pembeli, 5 ribu purchase order, dengan rata-rata nilai per transaksi Rp150 juta. Selama tujuh bulan terakhir, BukaPengadaan mencatat pertumbuhan transaksi 30%. Serta, dalam tiga bulan terakhir, pertumbuhan pendapatan rata-rata tiga kali lipat setiap bulannya.

Diklaim setiap bulannya ada kategori produk dan vendor baru yang bergabung. Tidak hanya produk ritel dan bahan baku saja, tapi sudah menyentuh produk virtual yang dikelola menggunakan satu pintu platform. “Ini memungkinkan kami menjangkau hampir seluruh kategori kebutuhan perusahaan b2b Indonesia skala kecil, menengah hingga besar,” sambungnya.

Cakupan bisnis besar, pemain b2b ramai selesaikan isu spesifik

Menurut laporan dari McKinsey & Co, potensi e-procurement di Indonesia mencapai $125 miliar pada 2025. Estimasi ini gabungan dari global corporate services ($18 miliar), b2b marketplace ($76 miliar), dan b2b services ($36 miliar).

Sementara itu, pemain terdepan di Indonesia masih dikuasai oleh perusahaan yang bergerak di segmen b2c marketplace (Lazada, Tokopedia, Shopee, Bukapalak), transportation, travel, and hospitality (Traveloka), dan mobilitas (Gojek dan Grab).

Tingkat brand awareness pemain di segmen ini, memang tidak sekencang dengan produk konsumer. Kendati begitu, menurut riset DSResearch pada 2018, mengungkapkan beberapa pemain yang sering didengar responden adalah Bhinneka Bisnis, Bizzy dan Mbiz.

Secara perkembangan, pemainnya tidak hanya itu saja, ada Ralali, Ekosis, TaniHub dan Zilingo. Semuanya punya pangsa pasar masing-masing sesuai target pasarnya. Ralali misalnya bermain ke ranah keagenan untuk menyasar konsumen b2b sebagai pembeli.

Ekosis berusaha untuk menghubungkan pebisnis untuk mendapatkan berbagai produk agribisnis, peternakan, hingga pertambangan. Pun juga untuk TaniHub, bertindak sebagai penyuplai untuk konsumen b2b yang datang dari pemain supermarket, horeca, F&B, peritel hingga startup.

Sementara Zilingo, menyediakan pasokan manufaktur fesyen berbasis cloud dari seluruh dunia agar setiap merek, pengusaha, dapat memanfaatkannya.

Beragamnya layanan e-commerce b2b yang disediakan memperlihatkan bahwa ada ceruk bisnis yang bisa gali lebih dalam untuk menyelesaikan masalah di pemain b2b. Terlebih, transformasi digital UKM di Indonesia baru 8% atau 3,92 juta dari total 59,2 juta pelaku yang hadir di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here