Tag Archives: hologram

Google Singkap Project Starline, Teknologi Video Call Masa Depan yang Amat Realistis

Sebagian besar dari kita mungkin sudah muak dengan yang namanya Zoom meeting. Jangankan kita, bahkan CEO Zoom sendiri pun juga merasakan hal serupa. Namun sesi panggilan video tidak selamanya akan semembosankan ini. Beberapa tahun dari sekarang, sesi video call mungkin dapat terasa seperti kita sedang bertemu dan bertatap muka secara langsung.

Kalau perlu bukti, coba tengok proyek ambisius Google yang dinamai Project Starline berikut ini. Dikembangkan selama lebih dari lima tahun, Starline pada dasarnya merupakan teknologi video call yang luar biasa canggih. Sistemnya melibatkan segudang kamera dan sensor untuk menangkap penampilan seseorang dari perspektif yang berbeda-beda, mengemasnya menjadi sebuah model 3D, lalu meneruskan informasinya secara real-time.

Lauren Goode, jurnalis Wired yang berkesempatan menjajal langsung teknologinya, mendeskripsikan Starline sebagai sebuah video booth dengan segudang hardware yang sepertinya berharga sangat mahal. Salah satu hardware mahal yang dimaksud adalah sebuah light field display berukuran 65 inci, display canggih yang dirancang untuk menampilkan objek secara tiga dimensi tanpa mengharuskan penggunanya mengenakan apa-apa.

Berbeda dari Microsoft Mesh yang mengharuskan kita untuk memakai headset HoloLens agar bisa melihat hologram, Starline mampu menyajikannya langsung di hadapan seseorang. Kalau melihat video demonstrasi singkatnya, hologramnya kelihatan begitu realistis, dengan pergerakan yang berlangsung secara real-time dan minim latensi — sistemnya bahkan bisa membaca pergerakan bayi yang kita tahu sulit untuk diprediksi. Selain visual yang memukau, pengalamannya kian disempurnakan oleh efek spatial audio.

Untuk sekarang, Project Starline baru tersedia di beberapa kantor Google saja, dan tim pengembangnya masih terus sibuk menguji serta menyempurnakan teknologinya. Google percaya bahwa ini merupakan arah yang tepat bagi pengembangan teknologi komunikasi ke depannya, dan mereka berniat untuk menjadikan teknologinya lebih terjangkau sekaligus lebih gampang diakses.

Selain menguji Project Starline secara internal, Google juga berniat untuk mengajak sejumlah mitranya dari bidang layanan kesehatan dan media guna menjajal Starline dan mendiskusikan potensi pengaplikasiannya. Ke depannya, Google juga akan menerapkan sejumlah teknologi di Project Starline ke produk-produk yang sudah kita gunakan sekarang. Bukan tidak mungkin seandainya dalam waktu Google Meet bakal kedatangan dukungan spatial audio.

Sumber: Google.

Microsoft Perkenalkan Platform Mixed Reality Berbasis Cloud, Microsoft Mesh

Bukan rahasia apabila Microsoft begitu antusias terhadap teknologi mixed reality. Anggapan tersebut mereka buktikan lagi baru-baru ini. Di event Microsoft Ignite semalam, mereka memperkenalkan sebuah platform mixed reality baru yang sangat menarik bernama Microsoft Mesh.

Dari kacamata sederhana, Mesh merupakan sebuah platform kolaboratif yang memungkinkan lebih dari satu orang untuk menikmati pengalaman virtual yang sama, entah ketika orang-orangnya berada di dalam satu ruangan, atau tinggal di berbeda negara sekalipun. Menurut Microsoft, ini sebenarnya sudah menjadi gagasan awal mereka semenjak menyeriusi ranah mixed reality.

Untuk mencontohkan kapabilitas Mesh, Microsoft memakai istilah holoportation, yang memungkinkan orang untuk tampil sebagai hologram di sebuah virtual space. Jadi ketika Anda memakai headset HoloLens 2, Anda akan melihat saya muncul di sebelah Anda sebagai hologram, demikian pula sebaliknya, meski pada kenyataannya kita tinggal di beda negara, misalnya.

Untuk sekarang, holoportation masih belum sepenuhnya tersedia buat konsumsi publik. Sebagai gantinya, versi awal Microsoft Mesh akan menggunakan virtual avatar dari platform AltspaceVR yang Microsoft akuisisi di tahun 2017.

Namun premis utama Mesh tidak berubah. Meski Anda cuma melihat saya hadir sebagai avatar, kita berdua masih bisa berinteraksi dengan objek-objek virtual (hologram) yang sama, seakan-akan kita benar-benar bersebelahan. Anggap saja ini sebagai versi yang jauh lebih advanced dari fitur share screen di banyak aplikasi video conference.

Mesh dibangun di atas arsitektur cloud Microsoft Azure. Artinya, konten hologram yang kita lihat sebenarnya bukan berasal dari perangkat yang kita gunakan, melainkan di-stream dari cloud. Karena berbasis cloud, Mesh pun dirancang agar dapat diakses dari banyak perangkat sekaligus, mulai dari VR headset sampai smartphone. meski memang yang bakal terasa paling immersive adalah ketika menggunakan mixed reality headset seperti HoloLens 2 tadi.

Kalau Anda mengira Mesh hanya cocok untuk konteks bekerja, Anda salah besar. Di acara pengumumannya, Microsoft juga sempat mengundang orang-orang dari Niantic Labs untuk mendemonstrasikan pengalaman bermain Pokemon GO menggunakan HoloLens 2 dan platform Mesh. Demonstrasinya memang tidak lebih dari sebatas proof-of-concept, tapi tetap bisa menunjukkan potensi pengaplikasian Mesh yang begitu luas.

Sumber: The Verge dan Microsoft.

Sony SR Display Sajikan Gambar 3D Tanpa Wajibkan Pengguna Memakai Kacamata Khusus

Di ajang CES 2020 pada bulan Januari lalu, Sony sempat memberikan teaser mengenai teknologi Eye-sensing Light Field Display (EFLD) yang sedang mereka kembangkan saat itu. Premisnya kurang lebih mirip seperti display hologram, di mana perangkat dapat menampilkan grafik 3D, dan kita bisa melihatnya tanpa perlu mengenakan kacamata khusus.

Sembilan bulan berselang, teknologi tersebut rupanya sudah menjelma menjadi perangkat yang siap dijual ke publik. Namanya Sony Spatial Reality Display (SR Display), dan Sony percaya perangkat ini bisa membantu para ahli computer graphics (CG) maupun visual effects (VFX) untuk merealisasikan ide-idenya dengan lebih baik lagi.

Rahasia utama SR Display terletak pada sebuah sensor yang dapat mengikuti pergerakan mata pengguna secara sangat presisi dalam hitungan milidetik. Informasi ini kemudian diproses oleh algoritma untuk me-render gambar stereoscopic berdasarkan posisi mata pengguna relatif terhadap layar, dan semuanya berlangsung secara real-time.

Agar gambar stereoscopic itu bisa dilihat dengan mata telanjang, Sony tidak lupa menyematkan lensa micro optical yang pada dasarnya berfungsi untuk memisah gambar antara porsi kiri dan kanan. Posisi lensa ini berada persis di atas panel LCD 15,6 inci beresolusi 4K milik SR Display.

sony-sr-display-02

Sony melihat potensi SR Display ini di sejumlah bidang industri, otomotif salah satunya. Pada dasarnya pekerjaan apapun yang melibatkan proses desain suatu objek dalam wujud 3D bisa dipermudah oleh keberadaan SR Display, sebab pengguna dapat melakukan observasi dari berbagai sudut seakan-akan bendanya memang sedang berada di hadapannya.

Sony tidak lupa memastikan agar SR Display dapat disesuaikan dengan workflow masing-masing pengguna. Itulah mengapa mereka turut menyertakan software development kit yang kompatibel dengan engine Unity maupun Unreal Engine 4, yang bisa dibilang merupakan standar industri.

Sebagai alat bantu untuk lingkup profesional, tentu saja harga Sony SR Display jauh dari kata murah. Satu unitnya dibanderol $5.000, dan Sony berniat memasarkannya mulai bulan November mendatang.

Sumber: SlashGear dan Sony.

Facebook Andalkan Teknologi Hologram untuk Ciptakan Prototipe VR Glasses yang Amat Ringkas

Sebagai salah satu pemimpin industri virtual reality, Facebook dan Oculus tentu punya ambisi menciptakan VR headset yang jauh lebih ringkas ketimbang yang sudah ada sekarang. Mereka tidak segan memamerkan sejauh apa progres mereka di bidang miniaturisasi teknologi VR ini, dan rumor yang beredar mengindikasikan eksistensi penerus Oculus Quest yang berukuran lebih kecil.

Sekarang, lewat sebuah publikasi ilmiah berjudul “Holographic Optics for Thin and Lightweight Virtual Reality”, divisi Facebook Reality Labs ingin menjabarkan pencapaian terbaru mereka, yakni struktur optik baru yang dapat disematkan ke perangkat sekecil kacamata biasa. Ketimbang memakai lensa refraktif seperti pada VR headset tradisional, struktur optik baru ini melibatkan lensa hologram dan teknologi optical folding berbasis polarisasi sehingga tebal keseluruhannya bahkan bisa kurang dari 9 mm.

Bukan cuma lebih tipis, komponen optik baru ini turut menjanjikan spektrum warna yang lebih luas berkat penerapan teknologi iluminasi LCD berbasis laser. Pun begitu, klaim tersebut belum bisa sepenuhnya dibuktikan, sebab prototipenya sejauh ini hanya bisa menampilkan satu warna (hijau) saja – Facebook punya prototipe lain yang dapat menampilkan warna, tapi bentuknya bukan kacamata.

Facebook holographic optics for VR headset

Prototipe kacamatanya sendiri disebut mempunyai resolusi 1200 x 1600 pixel per mata, dengan field-of-view seluas 93 derajat – setara Oculus Quest dan lebih luas daripada Microsoft HoloLens 2 maupun Magic Leap One yang juga sama-sama memanfaatkan teknologi hologram. Bobot prototipenya disebut berkisar 10 gram, tapi ini dengan satu panel display saja, dan itu juga belum termasuk komponen-komponen esensial lain macam sistem tracking, baterai maupun elektronik lainnya.

Facebook tidak lupa menekankan bahwa semua ini baru sebatas riset dan realisasinya masih cukup jauh. Facebook juga bukan satu-satunya pihak yang ingin mewujudkan visinya perihal miniaturisasi VR. Beberapa bulan lalu, Panasonic sempat memamerkan prototipe VR glasses besutannya, meski teknologi yang digunakan berbeda (micro OLED, bukan hologram). Huawei malah sudah memasarkan perangkat serupa di Tiongkok.

Sumber: 1, 2, 3.

The Looking Glass Ialah Display Hologram Sejati Berbentuk Kotak Kaca

Berawal dari cerita-cerita fiksi ilmiah, banyak perusahaan mencoba mewujudkan teknologi hologram melalui beragam cara. Pada realitanya, memunculkan objek tiga dimensi di udara tanpa bantuan medium proyeksi atau kacamata khusus tidaklah mudah. Sistem yang paling mendekati hologram saat ini adalah teknologi augmented serta mixed reality.

Berdiri sejak 2013, impian tim Looking Glass Factory asal Brooklyn adalah menyajikan teknologi hologram sejati yang bisa dilihat tanpa memerlukan alat optik tambahan. Inkarnasi pertama ide tersebut muncul di tahun lalu lewatHoloPlayer One. Selain menampilkan konten hologram di hadapan mata telanjang, perangkat ini memungkinkan kita berinteraksi dengannya secara real-time.

Namun produsen sepertinya masih belum puas. Belum lama ini, Looking Glass Factory memperkenalkan lagi display hologram generasi terbaru. Mereka memberinya nama yang sederhana: The Looking Glass. Perangkat mengusung basis teknologi serupa HoloPlayer One, tetapi penampilannya jauh lebih rapi karena tubuhnya lebih padat – dan tak lagi terdiri dari beberapa bagian.

The Looking Glass 1

The Looking Glass memiliki wujud seperti boks kaca dengan pilihan ukuran 9- atau 16-inci. Perangkat diposisikan miring 45 derajat, didesain untuk ditaruh di permukaan datar seperti meja. Saat The Looking Glass menapilkan objek, konten tersebut seakan-akan melayang di udara. Dan ketika display digeser, ia akan menampilkan bagian berbeda dari objek itu layaknya benda tiga dimensi.

Metode light field kembali digunakan oleh Looking Glass Factory pada perangkat ini untuk memproyeksikan gambar dari sudut berbeda secara berbarengan demi menciptakan sensasi 3D. Produsen berharap kreasi mereka tersebut bisa membantu para seniman, desainer produk, developer game hingga arsitek buat mendapatkan perspektif baru dari proyek yang tengah mereka kerjakan.

The Looking Glass 2

Tentu saja Anda juga bisa berinteraksi dengan konten 3D di sana. The Looking Glass siap mendukung beragam peiferal kendali, dari mulai Nintendo Joy-Con untuk Switch hingga controller berbasis gerakan seperti Leap Motion. Perangkat ini bisa menampilkan objek dari software-software seperti Maya, Zbrush, Blender, Tinkercad, serta Solidworks.

Perlu diketahui bahwa untuk bekerja, The Looking Glass membutuhkan PC berspesifikasi cukup tinggi. Pastikan sistem Anda sudah dibekali prosesor Intel Core i5, RAM sebesar 4GB dan kartu grafis minimal Nvidia GTX 1060. The Looking Glass juga memerlukan port HDMI buat data dan USB type-C untuk tenaga.

The Looking Glass.

Saat artikel ini ditulis Looking Glass Factory sedang melangsungkan kampanye crowdfunding produk di Kickstarter, dan kabar gembiranya, mereka berhasil mengumpulkan modal berkali-kali lipat dari target awal. Rencananya, The Looking Glass 9-inci akan dijajakan seharga US$ 600, lalu varian 16-incinya dibanderol US$ 3.000.

Via Digital Trends.

RED Siapkan Kamera 8K untuk Menciptakan Konten Hologram Buat Smartphone Perdananya

Ambisi RED untuk menelurkan smartphone perdananya, Hydrogen One harus tertunda sampai Agustus nanti. Penundaan ini bisa dimaklumi mengingat ponsel tersebut memang menjanjikan sesuatu yang belum eksis di pasaran saat ini, yakni display berteknologi hologram, atau yang kerap disebut dengan format 4-View (4V).

Pertanyaannya, kamera apa yang dapat dipakai kreator untuk menghasilkan konten 4V tersebut? Tanpa harus terkejut, RED pun sedang menyiapkan kamera khusus. Mereka tidak sendirian dalam mengembangkannya, tapi juga ditemani oleh produsen kamera 3D LucidCam.

Kamera ini bukan sebatas konsep. RED sudah punya prototipe fungsionalnya yang didemonstrasikan di hadapan sejumlah media terpilih pada tanggal 19 Mei kemarin. Desainnya tidak jauh-jauh dari kamera buatan RED lainnya, sebab memang RED sendiri yang mengerjakan hardware-nya.

Ketimbang menyematkan satu sensor 8K, di sini RED menggunakan kombinasi dua sensor 4K yang tersinkronisasi, dibantu oleh sebuah beam splitter untuk menghasilkan output 4V dalam resolusi 8K. Sejauh ini prosedurnya terkesan rumit, dan di sinilah letak peran produsen LucidCam itu tadi.

RED 8K 4V camera

Mereka telah meminjamkan teknologi 3D Fusion yang menjadi andalannya selama ini, yang diklaim memungkinkan kamera untuk menghasilkan gambar atau video 4V secara real-time dan tanpa ribet. Ibarat menggunakan kamera point-and-shoot biasa kalau kata Han Jin, pendiri sekaligus CEO Lucid.

Dari situ konten yang dihasilkan bisa langsung dinikmati di Hydrogen One. Namun yang tidak kalah unik adalah, ponselnya sendiri bisa dilibatkan dalam proses produksi, dengan cara dipasangkan langsung ke kamera dan beralih fungsi menjadi viewfinder.

Rencananya, kamera yang belum memiliki nama resmi ini bakal meluncur ke pasaran pada kuartal keempat tahun ini. Harganya juga belum diketahui, tapi kalau melihat rekam jejak RED, sudah pasti masuk kategori mahal.

Sumber: DPReview.

Peluncuran Smartphone Hologram RED Hydrogen One Ditunda Sampai Agustus

Juli tahun lalu, datang sebuah kabar cukup mengejutkan dari produsen kamera sinema RED. Mereka berniat mengembangkan smartphone-nya sendiri yang dibekali teknologi ambisius, utamanya display berteknologi hologram. Dijuluki Hydrogen One, ponsel tersebut turut menjanjikan desain semi-modular.

Tidak sampai sebulan setelahnya, RED memamerkan prototipenya secara eksklusif di hadapan salah satu konsumen paling setianya, MKBHD. Awalnya perangkat tersebut dijadwalkan masuk ke pasaran pada kuartal pertama tahun ini. Ups, meleset rupanya, dan ternyata RED baru-baru ini mengonfirmasi bahwa jadwal perilisan Hydrogen One diundur menjadi Agustus.

Penundaan ini jelas menimbulkan kekhawatiran bagi yang konsumen yang telah melakukan pre-order, apalagi mengingat banderol Hydrogen One tidak murah, yakni $1.195, atau $1.595 untuk varian yang mengemas bodi berbahan titanium. Namun pendiri RED sendiri, Jim Jannard, punya penjelasan atas keputusan penundaannya.

Sumber gambar: MKBHD (YouTube)
Sumber gambar: MKBHD (YouTube)

Alasan yang pertama adalah, RED butuh waktu lebih untuk benar-benar mematangkan teknologi hologram yang terdapat pada Hydrogen One, yang RED sebut dengan istilah 4V alias 4-View. Caranya dengan menanamkan sepasang kamera 3D di bagian belakang sekaligus depan supaya ponsel dapat mengambil gambar 3D dan mengubahnya menjadi 4V tanpa memerlukan modul tambahan.

Namun itu baru sebagian dari ceritanya. RED juga terus mengoptimalkan hardware dan software-nya agar konten 4V ini bisa langsung diambil secara real-time, bahkan video call pun bisa dilakukan dalam mode 4V ini. Untuk setiap gambar yang diambil, ponsel juga akan menyimpan file 2D standarnya.

Alasan yang kedua lebih simpel, tapi prosesnya tidak kalah sulit, yakni perihal memperoleh sertifikasi dari operator telekomunikasi. Jim memastikan peluncurannya bakal berlangsung di bulan Agustus, namun tanggal pastinya masih menunggu keputusan dari pihak operator.

Kabar baiknya, kita bakal segera melihat prototipe baru RED Hydrogen One pada tanggal 19 Mei nanti. Yang lebih penting lagi, RED juga sudah siap mendemonstrasikan teknologi hologram atau 4V yang menjadi nilai jual utama perangkat ini, termasuk bagaimana rasanya melakukan panggilan video dalam mode 4V. MKBHD pastinya bakal mereka undang lagi, jadi kita tunggu saja video hands-on darinya.

Sumber: The Verge dan RED Forum.

Dengan HoloPlayer One, Anda Bisa Melihat dan Berinteraksi dengan Hologram Tanpa Headset Khusus

Film-film seperti Star Wars dan Iron Man mengimajinasikan teknologi masa depan di mana kita dapat berinteraksi dengan hologram. Sejauh ini, teknologi terdekat yang kita punya adalah HoloLens, akan tetapi temuan Microsoft itu masih mengharuskan kita mengenakan sebuah headset khusus untuk bisa melihat gambar hologram.

Lain halnya dengan HoloPlayer One. Perangkat ini diklaim dapat menyuguhkan hologram di hadapan mata telanjang. Lebih istimewa lagi, hologram yang tersaji tidak hanya bisa dilihat, tapi juga bisa diajak berinteraksi secara real-time.

HoloPlayer One

Rahasianya terletak pada penerapan teknologi light field, sama seperti yang digunakan Lytro pada deretan kameranya. Sederhananya, HoloPlayer One memanfaatkan teknologi light field untuk memproyeksikan gambar dari beberapa sudut sekaligus, hingga akhirnya kelihatan sebagai gambar 3D di mata pengguna.

Resolusinya memang bukan yang paling tajam, tapi masih cukup jelas untuk dilihat. Looking Glass Factory selaku pengembangnya bilang bahwa mereka sengaja tidak meningkatkan resolusinya supaya perangkat masih bisa dijangkau oleh banyak kreator. Seiring berjalannya waktu dan menurunnya harga komponen yang dibutuhkan, resolusi hologramnya pasti bisa ditingkatkan.

HoloPlayer One

Elemen interaksinya sendiri mengandalkan kamera 3D Intel RealSense SR300 untuk menangkap pergerakan tangan dan jari pengguna di hadapan hologram. Beragam gesture bakal diterjemahkan menjadi input kontrol, sehingga pengguna bahkan bisa melukis di udara dan melihat hasilnya secara tiga dimensi.

Dari sini sebenarnya bisa kita lihat bahwa, setidaknya untuk sekarang, kalangan kreator dan developer adalah yang menjadi target pasar HoloPlayer One. Looking Glass saat ini sudah menerima pre-order atas HoloPlayer One Development Edition seharga $750, dan konsumen dijadwalkan menerima pesanannya mulai April 2018.

Sumber: UploadVR dan Looking Glass Factory.

RED Sedang Kerjakan Smartphone Perdananya yang Dibekali Display Hologram dan Desain Semi-modular

RED, produsen kamera sinema yang menjadi kepercayaan studio-studio Hollywood baru saja membuat pengumuman yang mengejutkan: mereka sedang sibuk mengerjakan smartphone perdananya. Dijuluki RED Hydrogen One, ia bukan sembarang smartphone, tapi yang memiliki display hologram.

Jadi, selain menyuguhkan konten 2D, 3D, AR sekaligus VR, layar 5,7 inci milik perangkat ini juga dapat menampilkan gambar hologram yang bisa dilihat tanpa memerlukan kacamata khusus. Rahasianya ada pada penerapan nanotechnology yang memungkinkan layar untuk bisa menampilkan satu demi satu jenis konten di atas secara seamless.

Pendiri RED, Jim Jannard, menegaskan bahwa teknologi display yang mereka pakai jauh berbeda dari yang selama ini pernah konsumen temui, contohnya pada perangkat macam Amazon 3D Fire dan LG Optimus. Mendeskripsikannya sangat sulit kecuali Anda sudah mencobanya langsung, demikian kelakar Jim yang juga merupakan founder Oakley ini.

Selain display hologram, perangkat nantinya juga bakal datang bersama algoritma khusus untuk mengonversikan konten audio stereo menjadi surround. RED begitu percaya diri bahwa hasilnya akan terdengar signifikan sampai-sampai mereka bilang kalau ini saja sebenarnya sudah cukup dijadikan alasan untuk meminangnya.

Detail selebihnya masih samar-samar. Tidak ada rincian spesifikasi terkecuali kehadiran port USB-C, slot microSD dan sistem operasi Android. Meski datang dari produsen kamera sinema, kamera Hydrogen One tidak akan bisa menghasilkan foto atau video kualitas sinema. Ini bukan saya yang bilang, tapi sang pendiri perusahaan sendiri.

Sebagai gantinya, Hydrogen One akan mengadopsi desain semi-modular, dengan sejumlah pin konektor di bagian belakang yang sepintas terdengar mirip seperti cara kerja seri Moto Z. Pengguna nantinya bisa memasangkan modul yang diklaim sanggup meningkatkan kualitas kameranya jauh di atas kamera lain terkecuali buatan RED sendiri.

Hydrogen One nantinya juga bakal mendapat tempat dalam ekosistem kamera RED, sebab ia dirancang untuk bisa digunakan sebagai display eksternal sekaligus kendali jarak jauh untuk seri kamera RED Scarlet, Epic dan Weapon – bagi yang cukup beruntung memilikinya.

Semua terobosan ini harus ditebus dengan harga yang mahal, sama kasusnya seperti hampir semua kamera besutan RED. Ada dua versi yang ditawarkan: Aluminium seharga $1.195 dan Titanium seharga $1.595. Perangkat dijadwalkan bakal masuk ke pasaran mulai kuartal pertama 2018, tapi jumlahnya bakal sangat terbatas karena memproduksi display-nya tidak mudah.

Sumber: SlashGear dan RED.

Seorang Developer ‘Hidupkan’ Cortana Dalam Wujud Hologram

Bagi mayoritas orang, Cortana adalah asisten personal yang Microsoft racik untuk platform Windows 10. Seperti software asisten sejenis, Cortana bisa membantu mengingatkan jadwal serta mengerjakan tugas via perintah suara. Tapi bagi gamer, nama Cortana selalu lekat dengan kecerdasan buatan yang setia membantu Master Chief dalam seri permainan Halo.

Ada kabar gembira bagi Anda yang ingin agar Cortana disajikan bukan sekedar suara. Terinspirasi dari karakteristik sang sidekick, Jarem Archer, seorang developer asal Florida mencoba ‘menghidupkan’ Cortana melalui pendekatan hologram. Tak sekedar berniat memunculkan asisten pribadi digital tersebut di dunia nyata, gagasan ini didorong oleh keinginannya menghadirkan Cortana di perangkat-perangkat elektronik rumah tangga.

Cortana kreasinya tidak betul-betul muncul di udara. Ia tampil di tengah-tengah perangkat berkonstruksi piramida transparan. Struktur ini memanfaatkan tiga lembar cermin, sebuah monitor portable USB – bekerja layaknya PC sejati. Archer mendesain sendiri tiap-tiap bagiannya, kemudian mencetaknya dengan printer 3D. Supaya Cortana bisa ‘berbicara’, ia juga mencantumkan unit speaker di area base.

Sistem tersebut mengusung microcontroller Arduino untuk mengendalikan cahaya, dibekali RAM sebesar 4GB, dan berjalan di atas OS Windows 10.

Sisi software-nya tidak kalah canggih. Archer menggunakan dua bagian terpisah: pertama adalah aplikasi Unity 3D untuk menampilkan serta menganimasikan Cortana lewat tiga sudut berbeda; disambungkan ke software kedua buat menghubungkannya ke layanan web. Hebatnya lagi, sistem ini mampu melacak wajah secara real-time via kamera depan, sehingga mampu mengikuti posisi user dan memastikannya tersuguh bak objek tiga dimensi.

Cortana Hologram 1

Cortana di perangkat milik Jarem Archer mempunyai penampilan layaknya tokoh di game Halo. Untuk menciptakan animasi tangan, Archer meminta sang istri buat menjadi model motion capture via sepasang Microsoft Kinect. Ia merancangnya sedemikian rupa agar Cortana memperlihatkan animasi berbeda tiap kali diminta melakukan pencarian.

Karena perangkat ini bekerja layaknya sistem berbasis Windows 10, device tak hanya dapat melaksanakan perintah sederhana atau menjawab pertanyaan dasar saja, namun juga dapat membantu sistem smart home hingga penyajian hiburan di rumah (seperti musik). Archer menjelaskan, fungsinya bisa diperluas cukup dengan membangun aplikasi UWP (Universal Windows Platform).

Untuk sekarang, proyek ini masih dalam tahap pengerjaan. Archer ingin membubuhkan lebih banyak variasi animasi serta memuluskan gerakan tubuh Cortana.

Sumber: Unt1tled.com.