Dalam artikel Mencari “Pemenang” Layanan E-Commerce di Indonesia, ada catatan menarik tentang makin maraknya layanan e-commerce lokal yang menawarkan produk ‘niche’ di tanah air. Dengan potensi yang ada, diprediksi layanan e-commerce yang fokus di produk tertentu bakal semakin booming setelah general marketplace kini dikuasai pemain besar berkantung tebal.
Di Indonesia sendiri layanan e-commerce dengan produk ‘niche’ sudah cukup lama hadir. Layanan fashion commerce seperti Berrybenka, Zalora, Hijup dan Sale Stock sudah membuktikan kesuksesan mereka menjadi layanan fashion commerce yang termasuk dalam kategori ‘niche’ di tanah air.
Layanan e-commerce lain yang selanjutnya mulai menawarkan produk niche di antaranya yaitu Asmaraku, Fabelio, Kukuruyuk, Cipika, Ku ka, Limakilo, Qlapa, adalah beberapa layanan e-commerce yang berada dalam kategori sektor B2C dan kebanyakan didominasi pemain lokal.
Di tahun 2016 ini bisa dibilang adalah tahunnya layanan e-commerce niche di Indonesia. Sepanjang tahun banyak layanan e-commerce yang muncul secara khusus menghadirkan produk unik, beda dan menarik untuk masyarakat Indonesia. Sebut saja KinerjaMall, Kufed, Gogobli, Heritage.id, Loko, Oto.com, Gordi, Konsula.
Alasan startup tersebut didirikan cukup beragam, mulai dari ingin memberikan pilihan baru hingga kesulitan untuk menemukan produk khusus yang diinginkan di Indonesia.
Strategi pemasaran, akuisisi pelanggan, dan monetisasi
Selain ingin menghadirkan produk yang khusus, salah satu alasan utama kenapa akhirnya layanan e-commerce baru menghadirkan produk yang ‘niche’ adalah kesulitan untuk bersaing dengan layanan e-commerce besar yang sebelumnya telah lama hadir di Indonesia. Banyaknya kategori dan pilihan produk yang serupa di layanan e-commerce besar menjadi fokus utama layanan e-commerce ‘niche’ melancarkan produknya kepada masyarakat.
“Kita secara khusus memilih produk terbaik dan unik yang dibutuhkan oleh pembeli, jika produk tidak ada di situs kami, proses request khusus juga bisa kami hadirkan,” kata CEO Kufed Andrew Buntoro.
Memanfaatkan celah baru yang kemudian banyak dikembangkan oleh layanan e-commerce ‘niche’ dalam hal ini adalah memberikan penawaran lebih kepada pembeli yang secara khusus tertarik untuk membeli produk yang sulit didapatkan di tanah air dengan memberikan layanan pelanggan yang istimewa.
Di sisi lain kurasi produk yang ketat dan pilihan juga menjadi salah satu modal utama dari layanan e-commerce ‘niche’ untuk bersaing dengan layanan e-commerce yang lebih ‘mainstream‘ seperti yang dilakukan oleh KinerjaMall dan Heritage.id.
“Untuk memastikan tidak ada penjual yang menyediakan produk yang sama kami lakukan proses penyaringan secara ketat. Kita ingin pembeli dengan nyaman menemukan produk yang berbeda dari berbagai penjual bukan hanya satu saja,” kata CEO PT Kinerja Pay Indonesia Deny Rahardjo.
Kendala terbesar tentunya adalah meyakinkan pelaku UKM yang tinggal di luar pulau Jawa untuk berjualan secara online melalui beragam layanan e-commerce yang ada. Masih minimnya awareness di kalangan tersebut merupakan tantangan terbesar yang dihadapi layanan e-commerce ‘niche’ lokal.
“Kami banyak melihat pengrajin yang tinggal diluar pulau Jawa menghasilkan produk buatan Indonesia yang bagus dan berkualitas, namun dikalangan mereka masih enggan untuk menciptakan lebih banyak produk dan cukup ‘happy‘ menjadi penjual ‘average‘ saja tanpa motivasi untuk membuat produk yang lebih,” kata CMO Heritage.id Muhammad Taufiq.
Dengan berbagai kendala dan tantangan yang ada, masing-masing layanan e-commerce ‘niche’ tersebut mengklaim memiliki cukup banyak pengguna aktif dan angkanya pun terus meningkat. Produk yang ‘niche’ pun jika dikemas dengan menarik akan mendatangkan pembeli lokal hingga asing. Hal tersebut memungkinkan untuk melakukan monetisasi secara perlahan tapi pasti.
Kompetitor baru bagi layanan e-commerce populer
Dalam kesempatan khusus, COO Bukalapak Willix Halim sempat memberikan komentarnya terkait dengan makin maraknya layanan e-commerce yang ‘niche’ dan bagaimana kehadiran mereka bakal mengguncang layanan e-commerce yang sudah memiliki nama besar di tanah air.
“Dengan pertumbuhan teknologi dan dunia startup yang begitu pesat, pasti marketplace dan e-commerce ‘niche’ akan muncul baik itu offline maupun online. Menurut saya, dengan munculnya marketplace ‘niche’ yang meramaikan Indonesia adalah hal yang positif,” kata Willix.
Willix juga menambahkan saat ini ‘niche market’ telah berhasil menjadi perusahaan ‘billion dollar‘ di Amerika. Contohnya seperti yang terjadi pada Airbnb yang niche dengan penyewaan rumah dan apartemen.
Strategi yang paling ideal menghadapi kehadiran kompetitor baru ini, menurut Willix, sepenuhnya mengandalkan inovasi dan menjadi sebuah layanan yang “berbeda”.
“Product-driven teams didukung dengan data-driven culture dan branding kita yang lebih mainstream yang tentunya sesuai dengan brand DNA kami. Selain itu, kami juga akan terus fokus kepada para UKM, baik itu pengguna maupun pembeli di Bukalapak. Karena growth atau pertumbuhan itu dapat dilihat dari berbagai segi, tidak hanya angka untuk mencapai dan menjadi yang pertama,” kata Willix.
Strategi lain yang telah dilakukan oleh layanan e-commerce besar seperti elevenia adalah dengan memperbanyak produk-produk unik berasal dari berbagai komunitas di Indonesia untuk memanfaatkan platform elevenia untuk berbagi dan berjualan. Saat ini elevenia sendiri telah memiliki kanal khusus yang dibuat untuk pembeli yang tertarik dengan produk seperti hobi, gadget, hingga olah raga yang terbilang ‘niche’ dan unik.
“Pada dasarnya kami terbuka menerima semua produk yang unik dari berbagai komunitas hingga layanan e-commerce baru yang ingin menjual di elevenia. Dengan demikian bakal lebih banyak pilihan untuk pembeli setia kami di elevenia,” kata Branding & Business Intelligent elevenia Bayu Setiaji Tjahjono.
Dengan cara tersebut, elevenia mengklaim bisa memperkaya jumlah produk yang ada, sekaligus menjalin hubungan baik dengan komunitas yang kebanyakan menjadi sumber terbaik untuk produk khusus dan tergolong ‘niche’.
Prospek layanan e-commerce niche di tahun 2017
Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (iDEA) Aulia E Marinto mengatakan maraknya layanan niche e-commerce menunjukkan sisi positif bahwa inovasi bakal terus terjadi. Konsumen bakal semakin mudah mendapatkan barang-barang yang mereka inginkan. Sedangkan dari sisi tantangannya, menurutnya, tidak bakal jauh dengan bisnis e-commerce lainnya, misalnya soal digital marketing. Hanya saja, target pasar mereka lebih spesifik, tidak seperti target bisnis e-commerce pada umumnya.
Keberadaan niche e-commerce yang kian ramai, otomatis menjadi pesaing bagi e-commerce yang horizontal. Pasalnya, konsumen bukan lagi membeli barang karena melihat brand dari situs, melainkan ketersediaan barang yang mereka butuhkan.
“Inovasi model bisnis e-commerce yang vertikal bakal terus berkembang ke depannya. Malah dari bisnis sudah terbilang vertikal tersebut, bisa kembali di-vertikal-kan. Contohnya, dari yang sebelumnya hanya jual baju saja, bisa di-vertikal-kan menjadi hanya jual baju untuk pesta saja. Peluangnya masih besar, bahkan yang horizontal pun sekarang masih memulai,” terang Aulia kepada DailySocial.
Aulia, yang juga CEO Blanja, menambahkan kehadiran pemain niche e-commerce di satu sisi memang jadi kompetitor. Namun, pihaknya meyakini ke depannya bakal ada kolaborasi yang tercipta antara keduanya. Horizontal e-commerce memiliki sejumlah keuntungan dari segi traffic yang lebih tinggi. Hal ini bisa menjadi daya tarik untuk vertical e-commerce mencoba peluang berjualan di horizontal e-commerce.
“One day bisa saja teman-teman di vertical e-commerce gabung ke Blanja karena ingin memanfaatkan traffic yang tinggi. Sebab, menurut saya, umumnya pemain vertical e-commerce itu biasanya bukan dari model marketplace, tapi dari ritel online. Di Blanja, kami tidak jual barang, tapi menyediakan ekosistem bagi orang yang ingin menjual barangnya.”
–
Marsya Nabila berkontribusi untuk pembuatan artikel ini