Tag Archives: how to survive

Mempertahankan Bisnis Startup Saat Tiga Tahun Pertama Berdiri

Statistik menunjukkan bahwa sekitar sembilan dari setiap 10 bisnis startup baru gagal berdiri. Seringkali, hal ini bukan dikarenakan kurangnya kerja keras atau ide bagus. Melainkan karena kurangnya menerapkan sikap disiplin. Hanya mengetahui ilmu dasar seperti tahu kondisi pasar, punya cukup uang, dan membangun budaya perusahaan yang sehat, pada akhirnya akan jatuh ke tempat pembuangan akhir.

Seorang ahli strategi pemasaran biasanya paham dengan konsep format matematika: P(s)=1-P(f).

Untuk memahami format ini, probabilitas keberhasilan sama dengan satu minus probabilitas kegagalan. Semakin kecil Anda membuat sisi kanan persamaan, semakin Anda mengurangi probabilitas kegagalan, dan semakin besar kemungkinan untuk sukses.

Artikel ini akan membahas lebih lanjut strategi seperti apa yang perlu Anda terapkan saat tiga tahun pertama berdiri, berikut rangkumannya:

1. Mendirikan fondasi bisnis yang kuat

Ide produk atau bisnis Anda pasti butuh fondasi seperti kaki pancang untuk menjadi daya tarik agar dapat bertahan lebih dari tahun ketiga. Alasannya mengapa demikian? Sebab pasar itu selalu berubah dan semua produk pada akhirnya dapat kehilangan dukungan. Bila produk perdana Anda sangat bergairah, Anda perlu merancang produk berikutnya. Jika produk kedua belum siap diterima pasar karena kondisi yang belum berubah, yang terjadi adalah terpotongnya anggaran R&D.

2. Paham kondisi pasar

Pengetahuan adalah kekuatan, sedangkan pasar adalah mesin uang. Jika tidak mengetahui pasar, Anda akan rugi. Karena keberadaan R&D, pemasaran dan penjualan mahal, membuat setiap pengetahuan tentang pasar butuh kucuran investasi yang perlu dikerjakan.

3. Buat strategi bertahan

Buatlah rencana bisnis Anda secara sekaligus, mulai dari masuk ke pasar, menyerang kompetitor, hingga bertahan. Dengan demikian, perusahaan dapat tahan dari setiap skenario yang kemungkinan terjadi di masa depan. Salah satu faktor untuk meminimalisir kemungkinan gagal adalah mengawasi kompetitor dan mempersiapkan pertahanan Anda.

4. Percaya diri

Semakin baik Anda mempersiapkan diri, semakin percaya dirilah Anda. Kepercayaan diri adalah kunci kepemimpinan. Tidak ada yang mengikuti jenderal penakut dalam memasuki pertempuran dan tidak ada karyawan yang ingin mengikuti jejak pemimpin tanpa keberanian. Persiapan Anda akan mengarah pada praktik bisnis yang lebih baik, berdampak dapat memberi semangat pada karyawan.

5. Cari arahan mentor

Bahkan perusahaan besar pun sangat memerhatikan perlunya merekrut ahli untuk memberi saran kepada mereka. Sebab kehadiran mentor diperlukan untuk membantu mereka dalam membuat pilihan cerdas di saat kemampuan Anda yang terbatas. Jangan pernah takut untuk meminta bantuan. Kebanyakan mentor bermurah hati dengan waktu mereka untuk membimbing para pemimpin perusahaan. Arahan mentor dapat menyelamatkan Anda dari kesalahan, entah itu kecil maupun kritis.

6. Lakukan apapun yang diperlukan

Kegigihan dan optimisme memiliki kaitan yang erat. Keduanya mengarah pada usaha konstan dan energi positif mendasari bisnis yang sukses. Anda akan menghadapi gundukan dan penghalang jalan, tapi Anda harus tekun dan mampu menghadapinya. Banyak bisnis gagal karena pemimpin berhenti saat menemui kesulitan, tanpa menyelesaikannya.

Tahun Depan, Media Jadi Startup Sementara Startup Jadi Media?

Dalam dunia teknologi, ide atau produk baru hasil imitasi bakal terus tercipta dan terjadi hingga berulang kali. Contohnya adalah Instagram yang sudah menyalin ide Snapchat, dan kejadian akan terus terjadi ke depannya. Tapi satu bentuk spesifik dari imitasi akan mulai terjadi secara dua arah, mulai pada tahun depan.

Yaitu, industri media akan mulai beralih ke arah startup, sementara startup akan mulai menyalin beberapa strategi dari media secara umum. Artikel ini akan membahas lebih jauh mengenai hubungan industri media dengan startup. Berikut rangkumannya:

Mengapa media butuh budaya startup

Bukan lagi rahasia, ratusan dolar biaya iklan sudah mengalir ke pundi-pundi Facebook dan Google. Nominalnya bahkan lebih besar daripada beriklan di jalur konvensional, misalnya media cetak. Padahal, iklan di jalur ini sebelumnya jadi andalan tiap perusahaan selama beberapa dekade.

Laporan yang dimuat Tech.Co menuliskan, “Di tahun 2005, surat kabar di Amerika Serikat mengantongi pendapatan sebesar US$47,4 miliar dari oplah cetak dan US$2 miliar dari pendapatan iklan digital. Kemudian, di 2014 pendapatannya menurun drastis jadi US$16,4 miliar dan hanya mampu menghasilkan pendapatan dari iklan digital hingga US$3,5 miliar. Ini berita buruk bagi dunia jurnalisme.”

Editor Boston Globe Brian McGrory bilang contoh budaya startup yang dapat diadopsi industri media cetak adalah cara bekerja yang lincah, cepat, dan mampu menghadapi kegagalan.

“Budaya dalam newsroom akan menganalisis bagaimana kita dapat belajar lebih gesit dengan pengalaman kolektif, bahwa kita harus terus menerus melakukan eksperimen dan perubahan, mentolerir kegagalan, dan lebih bersikap sebagai pengusaha. Hal ini akan membutuhkan lebih banyak pelatihan dalam kelas, tapi pelatihan seperti apa yang kita butuhkan? Apakah pelatihan mengenai cara mengubah pola pikir? Atau bagaimana berperilaku lebih seperti startup daripada sebelumnya?,” kata McGrory.

Mengapa startup butuh budaya media

Startup juga mengalami kekurangan pendukung, misalnya sokongan dana dari investor. Beda dengan media, investor selalu memiliki dana segar, hanya saja mereka kini akan lebih selektif memilih startup mana yang layak untuk masuk ke portofolio.

“Menurut perusahaan firma hukum Wilson Sonsini Goodrich & Rosati, valuasi median pendanaan awal yang melibatkan investor profesional telah mencapai US$15 juta sepanjang lima tahun terakhir. Sayangnya, mereka tidak menginvestasikannya. Perusahaan modal ventura hanya berhasil mengumpulkan kurang lebih US$5,7 miliar di tahun ini. Lebih buruknya, jumlah startup yang mampu menggalang dana di putaran kedua atau ketiga turun 25% dibandingkan dengan angka yang sama di 2014.”

Lalu, apa yang bisa starup belajar dari masalah media? Jawabannya adalah bagaimana cara menjual diri mereka.

Penulis lepas Lexie Lu baru-baru ini menulis sebuah topik menarik, memilih lima tips yang bisa media ajarkan kepada komunitas startup. Bagaimana menggunakan suara dalam tim startup, bagaimana menyesuaikan penggunaan media sosial untuk mengembangkan nilai startup, bagaimana menghubungkan langsung apa yang konsumen butuhkan.

Kemudian, bagaimana mengembangkan budaya perusahaan dan bagaimana mengandalkan struktur kepemimpinan yang jelas. Singkatnya, dalam tulisan tersebut Lu mengatakan bahwa startup harus mengubah pengetahuan mereka menjadi layanan atau produk, kemudian mengubahnya jadi merek yang bernilai tinggi.

Ke depannya, menargetkan pertumbuhan jadi kurang penting bagi semua orang, mulai dari tim marketing, UI desainer, hingga pembuat konten. Sebaliknya, keterlibatan yang kuat jadi kunci. Startup dan industri media sama-sama akan menyadari bahwa 10 ribu pelanggan setia akan lebih menjanjikan untuk melakukan repeat order, daripada menghimpun 1 juta pelanggan yang tidak pernah memikirkan eksistensi perusahaan startup Anda.