Tag Archives: htc

Ringkas dan Ringan, VR Headset HTC Vive Flow Utamakan Kenyamanan Ketimbang Performa

Bocorannya sempat bertebaran belum lama ini, VR headset terbaru HTC akhirnya diperkenalkan secara resmi. Perangkat bernama Vive Flow ini sangatlah berbeda dari headset-headset yang pernah HTC rilis selama ini, baik dari segi bentuk maupun skenario penggunaan.

Mari kita bahas desainnya terlebih dulu, sebab ini merupakan salah satu nilai jual utamanya. Seperti yang bisa kita lihat, wujudnya jauh lebih menyerupai kacamata ketimbang VR headset pada umumnya. Bentuknya langsung mengingatkan saya pada konsep headset bernama Project Proton yang HTC ungkap tahun lalu. Namun ketimbang memadukan VR dan AR sekaligus, Vive Flow murni menawarkan VR saja.

Realitas virtual itu disajikan melalui sepasang display LCD dengan resolusi 1600 x 1600 per mata dan refresh rate 75 Hz. Field of view-nya tergolong cukup luas di 100°, dan pengaturan fokus untuk tiap mata dapat dilakukan via kenop yang mengitari kedua lensanya di sisi dalam.

Tersamarkan oleh kaca berwarnanya adalah sepasang kamera yang bertugas untuk menangani kapabilitas inside-out motion tracking. HTC bilang nantinya bakal ada dukungan hand tracking, tapi sejauh ini belum ada kepastian kapan fitur tersebut bakal tersedia.

Sebagai gantinya, pengguna butuh sebuah smartphone Android untuk mengoperasikan Vive Flow, sebab ia tidak kompatibel dengan controller milik lini Vive Pro maupun Vive Cosmos. Andai diperlukan, Vive Flow tentu juga dapat meneruskan konten dari smartphone secara wireless.

Mirroring konten ini opsional karena Vive Flow merupakan VR headset tipe standalone yang dapat beroperasi secara mandiri. Performanya ditunjang oleh chipset Qualcomm Snapdragon XR1 — versi lebih lawas dari Snapdragon XR2 yang digunakan oleh Oculus Quest 2 — plus RAM 4 GB dan penyimpanan internal sebesar 64 GB.

Ia juga dibekali modul baterainya sendiri, tapi HTC bilang daya tahannya cuma beberapa menit saja. Idealnya, kalau menurut HTC sendiri, pengguna perlu menyambungkan Vive Flow ke sebuah aksesori battery pack yang dijual terpisah, atau ke power bank apapun yang memiliki kapasitas 10.000 mAh, agar perangkat bisa beroperasi selama beberapa jam.

Kompromi soal baterai ini perlu dilakukan demi menekan bobot perangkat sebanyak mungkin. Benar saja, berat Vive Flow diklaim tidak lebih dari 189 gram (bahkan lebih enteng daripada kebanyakan headset gaming). Bandingkan dengan Oculus Quest 2, yang bobotnya sudah menembus angka 1/2 kilogram.

Kenyamanan pada dasarnya merupakan salah satu faktor kunci buat Vive Flow. Saat sedang tidak digunakan, kedua tangkainya bahkan bisa dilipat layaknya kacamata, sehingga ia dapat disimpan ke dalam carrying case berbentuk tabung.

Dari sini bisa kita simpulkan juga bahwa performa bukanlah aspek yang ingin diprioritaskan HTC di sini. Vive Flow tidak dirancang untuk menjalankan game-game VR dengan grafis yang memukau, melainkan untuk streaming video maupun bercengkerama di platform social VR, dan sesekali bermain game-game VR yang sederhana.

Bentuknya yang menyerupai kacamata dan tanpa dibekali strap kepala juga mengindikasikan kalau ia tidak dirancang untuk digunakan selagi penggunanya aktif bergerak. Vive Flow akan lebih nyaman digunakan selagi duduk diam. HTC bahkan mengilustrasikan meditasi sebagai salah satu skenario penggunaan Vive Flow.

HTC Vive Flow bukanlah perangkat yang bisa dibilang murah. Di Amerika Serikat, HTC mematok harga $499, jauh lebih mahal daripada Oculus Quest 2. Murah atau mahal itu memang relatif, dan bisa jadi HTC menilai harganya cukup rasional buat target konsumen mereka, yakni generasi Baby Boomer.

Sumber: Ars Technica dan The Verge.

Fokus ke Segmen Enthusiast dan Enterprise, HTC Luncurkan Vive Pro 2 dan Vive Focus 3

Oculus dan HTC memulai kiprahnya di ranah virtual reality pada saat yang hampir bersamaan, akan tetapi masing-masing kini bermain di segmen yang berbeda. Oculus kini berfokus di segmen consumer secara luas dengan Quest 2 sebagai satu-satunya VR headset yang mereka tawarkan, sedangkan HTC lebih condong ke segmen enthusiast dan enterprise.

Keduanya sepertinya sudah cukup nyaman dengan segmentasi seperti itu. HTC belum lama ini memperkenalkan dua VR headset baru, yakni Vive Pro 2 dan Vive Focus 3, dan keduanya tidak ada yang dimaksudkan untuk menjadi pesaing Oculus Quest 2. Vive Pro 2, seperti pendahulunya, ditujukan untuk kalangan enthusiast yang memiliki PC berspesifikasi tinggi, sedangkan Vive Focus 3 adalah penerus Vive Focus Plus yang ditujukan buat kalangan enterprise.

Secara fisik, desain Vive Pro 2 tampak cukup identik seperti pendahulunya. HTC merasa tidak banyak yang perlu diubah, sebab headset tersebut sudah terbukti nyaman digunakan. Yang dirombak adalah jeroannya, spesifiknya panel display-nya, yang kini menawarkan resolusi 5K (2448 x 2448 pixel per mata), refresh rate maksimum 120 Hz, dan field of view seluas 120°.

Lain ceritanya dengan Vive Focus 3. Desainnya sudah banyak diubah demi meningkatkan kenyamanannya secara signifikan. Rangkanya kini terbuat dari bahan magnesium, menjadikannya sekitar 20 persen lebih ringan daripada pendahulunya, dan di saat yang sama jauh lebih tahan banting daripada headset serupa yang bodinya terbuat dari plastik.

Distribusi beratnya pun kini lebih seimbang berkat modul baterai yang diposisikan di belakang. Lebih menarik lagi, baterainya bisa dilepas-pasang dengan mudah, sangat cocok untuk kebutuhan konsumen enterprise yang mungkin mengharuskan headset untuk beroperasi nonstop selama berjam-jam.

Seperti sebelumnya, Vive Focus 3 merupakan headset bertipe standalone, yang berarti ia dapat beroperasi secara mandiri tanpa bantuan PC ataupun smartphone. HTC memercayakan chipset Qualcomm XR2 sebagai otaknya, sedangkan display-nya cukup mirip seperti Vive Pro 2 tadi — 2448 x 2448 pixel per mata dengan field of view 120° — hanya saja refresh rate-nya cuma 90 Hz.

Di Amerika Serikat, HTC Vive Pro 2 kabarnya akan segera dipasarkan dengan harga $749 (headset-nya saja), atau $1.399 untuk paket lengkap yang mencakup dua base station dan dua controller. Vive Focus 3 di sisi lain akan dijual seharga $1.300 mulai akhir bulan Juni mendatang.

Sumber: Engadget dan UploadVR.

HTC Luncurkan Vive Facial Tracker, Aksesori VR Opsional yang Mampu Mengenali Beragam Ekskpresi Wajah

Virtual reality tidak melulu soal display. Aspek tracking juga sangat penting dalam hal memindahkan pengguna ke sebuah realita buatan, dan itulah mengapa produsen VR headset seperti HTC terus bereksperimen dengan teknologi-teknologi tracking yang inovatif.

Buah pemikiran terbaru mereka adalah Vive Facial Tracker. Sesuai namanya, perangkat ini diciptakan untuk mengenali ekspresi wajah pengguna dengan memperhatikan pergerakan di bagian-bagian seperti bibir, gigi, lidah, rahang, pipi, maupun dagu. Menurut klaim HTC, total ada 38 jenis pergerakan wajah yang dapat diidentifikasi.

Jadi ketika pengguna tersenyum, maka avatar-nya (karakter yang diperankan di dalam VR) juga akan ikut tersenyum, demikian pula ketika pengguna cemberut. HTC mengklaim latency serendah 10 milidetik, yang berarti hampir tidak ada jeda antara pergerakan wajah pengguna dengan pergerakan wajah sang avatar.

Vive Facial Tracker

HTC tidak lupa melengkapi sepasang kamera milik Vive Facial Tracker dengan sebuah infrared illuminator sehingga tracking tetap bisa dilangsungkan meski kondisi pencahayaan di dalam ruangan tergolong minim. Dipadukan dengan headset Vive Pro Eye yang mengemas teknologi eye tracking, aksesori ini pastinya mampu menerjemahkan ekspresi wajah pengguna secara lebih akurat lagi.

Satu hal yang terdengar agak mengecewakan adalah perihal kompatibilitas. Aksesori ini hanya dapat digunakan bersama Vive Pro atau Vive Pro Eye. Lini Vive Cosmos yang bersifat standalone sama sekali tidak didukung, dan Valve Index pun juga tidak kompatibel meski sama-sama merupakan bagian dari ekosistem SteamVR. Di Amerika Serikat, Vive Facial Tracker kabarnya akan segera dipasarkan dengan harga $130.

Dalam kesempatan yang sama, HTC turut memperkenalkan Vive Tracker 3.0, aksesori opsional lain yang pada dasarnya mampu mengubah objek apapun di dunia nyata menjadi sebuah controller VR. Meski desainnya tidak banyak berubah, ukurannya sekarang cuma sepertiga dari ukuran generasi sebelumnya, dan bobotnya pun turun sekitar 15%.

Terlepas dari wujudnya yang lebih ringkas, daya tahan baterainya justru naik sekitar 75%. Dalam sekali pengecasan, Vive Tracker generasi ketiga ini bisa digunakan selama sekitar 7 jam nonstop. Sama seperti Vive Facial Tracker, Vive Tracker 3.0 juga akan dipasarkan dengan banderol $130 per unit.

Sumber: VR Focus dan The Verge.

HTC Tunjukkan Visi Mereka Akan Extended Reality Lewat Headset Project Proton

HTC menyingkap tiga varian baru Vive Cosmos. Dalam kesempatan yang sama, mereka juga mengungkap visinya akan VR headset generasi mendatang. Gambar di atas adalah Project Proton, prototipe XR glasses yang tengah HTC kembangkan.

XR? Ya, cross reality atau extended reality tampaknya bakal menjadi fokus HTC kali ini. Jadi selain menyajikan realitas buatan (virtual), perangkat juga dirancang untuk menyuguhkan realitas tertambah (augmented). Sepasang lingkaran di depan itu adalah kamera, tapi belum jelas apakah gunanya untuk mewujudkan inside-out tracking (VR) atau sebagai passthrough view (AR).

HTC Project Proton

Bentuk Proton juga sangat berbeda dari keluarga besar Vive. Wujudnya mengingatkan saya pada Magic Leap dan Panasonic VR Glasses. Pada kenyataannya, HTC memang merancang Proton supaya lebih terasa seperti kacamata ketimbang headset.

Sejauh ini Proton terdiri dari dua model yang berbeda. Model yang pertama adalah yang bertipe all-in-one, dengan semua unit pemrosesan yang diposisikan ke bagian belakang strap. Dengan demikian, bagian depannya bisa jadi lebih ramping, namun distribusi bobotnya tetap seimbang berkat modul belakangnya.

HTC Project Proton

Model yang kedua malah lebih mirip lagi dengan kacamata biasa, sebab sepasang tangkainya tidak sampai mengitari seluruh kepala. Berhubung tidak punya unit pemrosesan sendiri, model ini harus mengandalkan bantuan perangkat lain, seperti smartphone misalnya. Juga absen di sini adalah sepasang headphone seperti yang terpasang pada strap model yang pertama.

Berhubung Proton masih berstatus eksperimental, HTC belum membeberkan banyak detail. Namun buat yang penasaran apa rahasia di balik wujud ringkasnya, HTC bakal menjawab “microdisplay“. Kekurangan microdisplay sejauh ini adalah viewing angle yang lebih sempit, dan kendala yang sama juga bisa kita jumpai pada prototipe Panasonic VR Glasses itu tadi, yang sendirinya mengandalkan panel micro OLED.

Sumber: Engadget dan Input.

HTC Perkenalkan 3 Varian Baru Headset VR Vive Cosmos

Dirilis di bulan Oktober 2019, Vive Cosmos merupakan pembaruan dari versi orisinal head-mounted display HTC. Perangkat ini menawarkan resolusi lebih tinggi dan menjanjikan efek screen-door yang minimal. Beberapa aspek di sana memang tidak berubah, misalnya pemanfaatan refresh rate 90Hz dan sudut pandang 110-derajat. Keunikan lain Cosmos dibanding Vive standar adalah, headset tak memerlukan base station agar bisa bekerja.

Minggu ini, HTC memperkenalkan tiga varian baru Vive Cosmos, terdiri dari Play, XR dan Elite. Pengembangan tiga model anyar ini merupakan upaya mengekspansi konsep Cosmos yang difokuskan pada fleksibilitas pemakaian. Mereka semua mengusung konsep modular, memungkinkan pengguna melepas bagian faceplate (pelat di sisi depan), membubuhkan adaptor wireless, serta membuka kesempatan untuk melakukan upgrade di masa depan.

CEO HTC Yves Maître menjelaskan bahwa mereka sengaja menyediakan pilihan-pilihan ini untuk memenuhi kebutuhan konsumen berbeda – dari mulai pengguna awam yang mulai tertarik dengan VR hingga user kelas bisnis. Apapun versi yang dipilih, tidak ada kompromi terhadap kemampuan headset dalam menyajikan konten, kenyamanan, serta build quality. Menariknya lagi, Vive Cosmos baru tak hanya difokuskan pada VR, tetapi juga cross reality (XR) secara umum.

Cosmos 1

Play ialah model entry-level, opsi paling terjangkau di antara empat tipe Vive Cosmos. Headset dilengkapi empat kamera untuk menunjang sistem pelacakan inside-out (Cosmos standar punya enam kamera), kembali mengusung desain flip-up (jadi mudah dikenakan sendiri), dan memanfaatkan panel LCD jenis baru dengan pixel yang lebih padat serta menyuguhkan resolusi total 2880x1700p. Setup layar ini diterapkan ke seluruh versi Cosmos.

Cosmos XR

Elite ialah headset Cosmos paling high-end – tampaknya disiapkan buat menyaingi Valve Index. Varian ini dibundel secara lengkap: ditunjang External Tracking Faceplate, dua unit SteamVR base station dan sepasang Vive controller. Ia juga mendukung Vive Tracker serta Wireless Adapter sehingga pengalaman menikmati konten VR tak lagi terikat di satu tempat. HTC menyampaikan, Cosmos Elite dirancang untuk menangani game-game yang menuntut keakuratan seperti Pistol Whip dan Superhot.

Sedikit berbeda dari saudara-saudaranya, perancangan Cosmos XR lebih diarahkan ke segmen mixed reality, ala Microsoft HoloLens. Berbekal dua kamera pass-through, XR bisa berperan jadi perangkat VR dengan field-of-view 100-derajat serta mampu mengintegrasikan konten virtual dan dunia nyata (via Vive Sync). XR rencananya akan mulai didistribusikan di kuartal dua 2020 sebagai developer kit. HTC berjanji buat menyingkap detail lebih jauh mengenai XR di ajang GDC tahun ini.

Di antara tiga headset baru tersebut, Cosmos Elite dijadwalkan buat meluncur lebih dulu di triwulan pertama 2020, dijajakan seharga US$ 900. External Tracking Faceplate akan dijual secara terpisah mulai kuartal kedua nanti, dibanderol US$ 200. Aksesori ini kompatibel dengan Vive Cosmos (US$ 700) serta Cosmos Play.

Via Eurogamer.

HTC Kembali Luncurkan Smartphone Berspesifikasi Pas-pasan, Desire 19s

Eksistensi HTC di segmen smartphone bisa dibilang sudah tidak relevan lagi semenjak Google mengakuisisi divisi ponselnya dua tahun silam. Kendati demikian, hal itu rupanya tidak mencegah pabrikan asal Taiwan tersebut menelurkan ponsel baru. Akhir tahun lalu mereka merilis Desire 12s, dan menjelang akhir tahun ini, mereka sudah menyiapkan penggantinya, yakni Desire 19s.

Sama seperti pendahulunya, Desire 19s jauh dari kata flagship. Namun di saat pendahulunya masih mengusung dahi dan dagu yang besar, Desire 19s setidaknya cuma menyisakan dagunya saja. Dahinya sudah digantikan oleh notch kecil yang menduduki porsi teratas layar IPS 6,2 inci beresolusi 1520 x 720 pixel.

HTC Desire 19s

Performanya ditunjang oleh chipset MediaTek Helio P22, yang duduk di kelas yang sama seperti Qualcomm Snapdragon 450. Mendampingi chipset tersebut adalah RAM 3 GB dan storage internal 32 GB. Beruntungnya HTC masih menyematkan slot microSD untuk keperluan ekspansi.

Satu peningkatan yang cukup signifikan dibanding pendahulunya adalah perihal kamera. Di saat Desire 12s mencoba membujuk dengan kamera tunggal yang dikemas menyerupai setup kamera ganda, Desire 19s justru hadir membawa tiga kamera belakang sekaligus.

Ketiganya mencakup sensor 13 megapixel, sensor 5 megapixel dengan lensa ultra-wide, dan sensor 5 megapixel untuk merekam informasi depth. Beralih ke depan, ada kamera selfie 16 megapixel di balik notch-nya.

HTC Desire 19s

Menutup spesifikasinya adalah baterai berkapasitas 3.850 mAh yang mendukung fast charging 10 W via sambungan USB-C, cukup masif untuk ponsel yang spesifikasinya pas-pasan. Sistem operasi yang dijalankan adalah Android 9 Pie dengan tumpukan UI HTC Sense versi terbaru.

Di kampung halamannya, HTC Desire 19s saat ini sudah dipasarkan dengan harga setara $195. Sejauh ini belum ada informasi terkait rencana HTC memasarkan ponsel ini di negara-negara lain. Kalaupun ada, HTC tentu harus mempertimbangkan kompetitor-kompetitornya yang menjajakan produk dengan spesifikasi lebih tinggi dan harga lebih terjangkau.

Sumber: Phone Arena.

VR Headset HTC Vive Cosmos Resmi Dijual Mulai 3 Oktober Seharga $699

Wujud final HTC Vive Cosmos diungkap bulan Juni lalu, dan sekarang jadwal rilisnya pun sudah tersedia. Pengganti Vive orisinal ini bakal dipasarkan secara global mulai 3 Oktober mendatang seharga $699.

Dibandingkan Vive orisinal, Vive Cosmos unggul jauh perihal display. Resolusi total 2880 x 1700 pixel yang ditawarkannya 88% lebih tinggi ketimbang Vive orisinal, dan HTC juga mengklaim efek screen-door yang dihasilkannya jauh lebih minimal. Ini semua tanpa melupakan jaminan bahwa semua konten akan ditampilkan dengan refresh rate 90 Hz di sudut pandang seluas 110 derajat.

HTC Vive Cosmos

Enam buah kamera yang terpasang pada Vive Cosmos mewujudkan fitur inside-out tracking, yang berarti ia tak lagi membutuhkan dukungan base station seperti Vive orisinal. Pada kenyataannya, Vive Cosmos tak lagi harus bergantung pada SteamVR, sehingga pada akhirnya HTC bisa menyematkan software baru yang mereka juluki Vive Reality System.

Bagaimana seandainya konsumen tetap ingin menggunakan Vive Cosmos bersama base station milik Vive orisinal? Boleh saja, tapi konsumen wajib memasangkan “mod” untuk Vive Cosmos, yakni jenis pelat depan yang berbeda yang dapat mengubah fungsionalitas perangkat. Untuk konteks ini, mod yang dimaksud adalah External Tracking Mod, yang menghadirkan kompatibilitas Lighthouse base station ke Vive Cosmos, demikian pula kompatibilitas dengan Vive Tracker.

HTC Vive Cosmos

Vive Cosmos datang bersama sepasang controller baru yang mirip seperti controller Oculus Touch. HTC mengklaim keenam kamera milik Vive Cosmos dapat mendeteksi posisi controller-nya dengan cakupan seluas 310 derajat, yang berarti bakal sangat jarang controller-nya keluar dari zona yang bisa dilacak.


Sumber: UploadVR dan HTC Vive.

HTC Ungkap Wujud Final Vive Cosmos dengan Enam Kamera dan Display Beresolusi Amat Tinggi

Januari lalu, HTC menyingkap teaser dari VR headset generasi terbarunya, Vive Cosmos. HTC kala itu tidak berbicara banyak mengenai Cosmos, namun ternyata apa yang mereka tunjukkan saat itu juga bukan merupakan wujud final dari perangkat tersebut.

Gambar di atas adalah wujud finalnya, dan perbedaannya cukup signifikan dibandingkan yang HTC pamerkan di event CES 2019. Bukannya mengemas empat kamera, versi finalnya ini justru mengusung total enam kamera; dua di depan, dua di kiri dan kanan, dan dua terakhir menghadap ke atas dan bawah.

HTC belum menjelaskan apa manfaat dari dua kamera ekstra tersebut, tapi saya menduga ada pengaruhnya terhadap kinerja inside-out tracking Cosmos, kemungkinan supaya cakupannya bisa lebih luas lagi. Inside-out tracking juga berarti Cosmos sama sekali tak membutuhkan bantuan sensor eksternal untuk bisa berfungsi secara maksimal.

HTC Vive Cosmos

Juga sangat berbeda adalah pelat bagian depan yang berlubang-lubang, kemungkinan dimaksudkan sebagai ventilasi udara agar wajah pengguna bisa terasa tetap sejuk. Pelat depannya ini juga dapat dilepas-pasang, dan HTC pun telah merancang Cosmos agar dapat dilipat ke atas sehingga pengguna dapat keluar dari realita buatan tanpa harus sepenuhnya melepas perangkat dari kepala.

HTC tidak lupa membagikan sedikit detail teknis mengenai Cosmos: display LCD-nya mengemas resolusi total 2880 x 1700 pixel, bahkan lebih tinggi lagi ketimbang Vive Pro. Display-nya ini juga mendukung refresh rate 90 fps, dan HTC mengklaim efek screen-door yang dihasilkan menurun drastis jika dibandingkan VR headset generasi sebelumnya.

Yang masih misterius adalah kapan perangkat ini bakal dipasarkan dan berapa banderol harganya. Namun kalau melihat video pengumumannya dengan teks “The Time Has Come” di bagian awal, saya menduga kita tak perlu menunggu terlalu lama lagi sebelum HTC meluncurkannya secara resmi.

Sumber: Engadget.

HTC TSM Renewal

HTC Sponsori Tim FaZe Clan dan Perpanjang Kontrak dengan Team SoloMid

Sebagai perusahan teknologi yang juga berkecimpung di bidang video game, kiprah HTC Vive dalam dunia esports adalah sesuatu yang sangat natural. Mereka telah menjadi sponsor untuk salah satu organisasi esports asal Amerika Serikat, Team SoloMid (TSM), sejak tahun 2015. Kerja sama ini, menurut HTC, telah mengantar Team SoloMid meraih kesuksesan besar dan menjadikannya salah satu tim paling populer terutama di bidang Fortnite.

Di bulan April ini HTC mengumumkan bahwa kerja sama tersebut akan mereka perpanjang. Tidak ada informasi detail mengenai nilai kerja sama ataupun durasinya, akan tetapi tampaknya ini adalah kerja sama jangka panjang.

“HTC dan TSM memiliki visi yang sama tentang membangun di sekitar inovasi dan teknologi baru seperti VR,” kata Brad Sive, Chief Revenue Officer TSM, di situs resmi HTC. “Dengan dukungan dan komitmen jangka panjang dari HTC, kami dapat menggaet marketplace dengan cara-cara baru yang revolusioner. Memiliki partner yang begitu fokus pada masa depan adalah salah satu faktor besar dalam kesuksesan TSM yang berkelanjutan.”

HTC Vive Pro
HTC akan banyak mempromosikan Vive lewat influencer | Sumber: HTC

Salah satu tujuan HTC melakukan partnership ini memang berkaitan erat dengan teknologi VR. Seiring membesarnya pangsa pasar streaming, HTC melihat adanya kesempatan untuk mempromosikan perangkat virtual reality HTC Vive lewat siaran-siaran live streaming. Ke depannya mereka akan mengajak para streamer atau influencer tertentu untuk tampil di siaran bernama Vive Showcases.

Tak hanya memperpanjang kontrak dengan TSM, HTC juga menjalin sponsorship baru dengan tim yang kalah prestisius yaitu FaZe Clan. Anda yang mengikuti dunia esports genre first-person shooter pasti sudah akrab dengan nama ini. Merek adalah tim yang disegani di dunia Counter-Strike: Global Offensife, Fortnite, Tom Clancy’s Rainbow Six: Siege, dan banyak lagi. Beberapa prestasi yang pernah mereka raih antara lain juara 1 di turnamen OGA PIT Season 2, dan runner-up di Pro League Season 8 Finals.

Sejalan dengan visi baru yang banyak melibatkan dunia influencer, HTC juga mengubah nama divisi mereka dari yang tadinya HTC Esports menjadi HTC Gaming. United Talent Agency (UTA) yang menggolkan kerja sama HTC dan FaZe Clan berperan memberi masukan terkait arah bisnis tersebut.

“HTC Esports akan mengembangkan brand-nya untuk mencakup seluruh aspek gaming,” kata Andrew Wu, Partner Marketing Manager for Gaming di HTC. “Gaming, bagi kami, adalah payung lebih besar yang mencakup esports. Seiring tim kami bekerja sama dengan lebih banyak lagi gaming influencer, terutama di platform Twitch dan YouTube, kami sangat gembira dapat bekerja bersama para anggota hebat dari TSM dan FaZe Clan untuk membawa VR ke bawah sorotan.”

Program kerja sama tiga pihak ini dibuka dengan acara Vive Summit, siaran live streaming yang mempromosikan berbagai game VR pilihan pada tanggal 10 April 2019. Acara tersebut akan dibawakan oleh streamer populer Alexia Raye, juga diikuti oleh anggota tim FaZe Clan dan TSM. Alexia Raye juga akan menjadi host bagi serial YouTube HTC Gaming yang bernama IRL.

“Saya sungguh gembira dapat menjadi host untuk HTC IRL. Tak hanya dapat bekerja dengan brand prestisius dan sederet pemain esports hebat, saya juga tak sabar menyambut berbagai aktivitasnya dan menunjukkan kehidupan pemain-pemain ini di kehidupan nyata!” ujar Raye. “Saya sudah lama menjadi penggemar VR dan Vive, juga memilikinya satu di rumah untuk bermain Beat Saber sepanjang waktu. Saya senang dapat menyajikan acara HTC Vive Summit dan mengumpulkan beberapa teman terbaik saya di komunitas Twitch untuk memainkan Vive secara langsung, serta menunjukkan betapa asyiknya VR pada para pemirsa di rumah.”

Sumber: HTC, Team SoloMid

Demi Tetap Eksis, HTC Disebut Menawarkan Lisensinya untuk Sejumlah Pabrikan di India

HTC sedang berada di dalam satu siklus yang disebut dengan “sekarat”. Fase yang juga pernah dilalui oleh beberapa brand ternama, sebut saja Nokia dan Blackbery atau jika boleh disebutkan nama Microsoft pun termasuk dalam daftar perusahaan yang gagal bersaing di industri mobile. Bedanya, nama terakhir ini punya kesehatan finansial yang super fit.

Kebalikannya, HTC tidak hanya gagal bersaing di industri mobile tetapi juga berada dalam kondisi finansial yang sangat memprihatinkan sebagai satu keutuhan perusahaan. Jika tak segera diselamatkan, HTC berpotensi besar menyusul Gionee yang angkat koper lebih dulu.

Tetapi HTC tampaknya masih menolak untuk menyerah tanpa perlawanan. Pabrikan asal Taiwan ini dikabarkan sedang mencoba peruntungan yang mungkin saja menjadi kesempatan terakhir bagi mereka untuk terus bertahan hidup. Dikutip dari Brand Equity via PhoneArena, bahwa HTC sedang terlibat pembicaraan untuk melisensikan brand miliknya ke Micromax, Lava, dan Karbonn di pasar India. Tiga “eksekutif industri senior” mengatakan bahwa HTC akan memperoleh royalti sebagai imbalan atas penggunaan brand-nya.

Dua perusahaan, Lava dan Karbonn bahkan disebut sudah memberikan sinyal positif dan siap untuk mengajukan penawaran kepada pihak HTC.

Dikatakan lebih lanjut, lisensi yang ditawarkan oleh HTC mencakup hampir sebagian besar kategori produk di divisi mobile, mulai dari smartphone, tablet hingga aksesori. Dukungan dan ketersediaan lisensi serta inovasi dari HTC diyakini akan membantu pabrikan lokal untuk bersaing dengan Xiaomi, Vivo, OPPO dan bahkan Samsung. Ketatnya kompetisi di ceruk pasar yang digarap oleh banyak nama saat ini tidak hanya menuntut spesifikasi yang cakap tapi juga inovasi. Sesuatu yang tidak dipunyai oleh brand-brand lokal.

HTC sendiri belum buka suara soal rumor ini. Tetapi jika terbukti benar, maka akan ada kemungkinan mereka akan memperluas strateginya keluar India, ke Asia Tenggara misalnya sebagaimana strategi yang diambil oleh BlackBerry.

Di akhir 2018 HTC melaporkan pendapatan sebesar $770 juta dolar AS, turun 62 persen dari tahun 2017 dan merupakan catatan terburuk karena untuk pertama kalinya HTC memperoleh pemasukan kurang dari $1 miliar selama setahun sebagai perusahaan publik.

Strategi ini tidak akan menyelamatkan HTC dari kebangkrutan, tetapi langkah ini diyakini akan membantu mereka bernafas lebih lama.