Tag Archives: iCafe

Menelisik Industri iCafe Indonesia di 2019 dari Perspektif Para Pemilik Bisnis

Warnet atau Warung Internet, banyak mengisi kenangan gamers (dan pelaku esports) yang lahir di tahun 90an. Dahulu tempat ini bisa dibilang sebagai satu-satunya tempat bagi kita untuk dapat mengakses internet. Sayang seiring dengan perkembangan zaman, munculnya tren smartphone dan ditambah koneksi mobile semakin baik, posisi warnet jadi semakin tegeser. Menghadapi hal tersebut, warnet zaman sekarang tampil dengan wajah baru, menjadi ruang bermain game online dengan nama iCafe atau Internet Cafe.

Model bisnis berupa penyewaan PC dan internet kencang untuk bermain game online ini terbilang cukup berhasil memperpanjang nafas bisnis icafe sampai sekarang. Namun mereka ada bukan tanpa tantangan. Badai baru kembali menerpa, badai yang bernama mobile games. Mobile games yang kini semakin baik dan bisa dimainkan secara online, lagi-lagi menciptakan disrupsi untuk model bisnis icafe.

Dalam artikel ini, saya mendengarkan keluh kesah dan pendapat dari sejumlah pelaku bisnis icafe ari beberapa daerah di Indonesia untuk mencoba menjawab berbagai pertanyaan besar. Apa kabar bisnis icafe setelah badai besar mobile games? Apa kabar bisnis icafe jika nantinya perekonomian Indonesia membaik, gamers bisa beli PC dan koneksi internet dengan murah dan tak perlu menyewa lagi?

Nasib icafe di tahun 2019

Ada beberapa alasan kenapa mobile games lebih berjaya dibanding PC, yang mungkin bisa jadi satu artikel sendiri jika saya jelaskan secara terperinci. Tapi singkatnya, game mobile menawarkan lebih banyak keuntungan bagi pemainnya seperti lebih ringkas, lebih murah, lebih mudah, sampai punya nilai ekonomi yang bisa didapatkan lewat esports. Tak heran jika posisi mobile games di pasar Indonesia yang masih berkembang, jadi lebih prima dibanding PC Games. Dampaknya, bisnis icafe pun melesu.

Herwin, pemilik icafe Pandora yang berlokasi di Makassar, Sulawesi Selatan, bercerita soal pemasukannya yang kini menurun karena keadaan tersebut. “Keadaan icafe sekarang, jujur rada sulit bersaing karena kehadiran mobile.” Ujarnya. “Tapi ada juga faktor lain, seperti bertambahnya kompetitor yang punya spek pc lebih tinggi ataupun pandangan orang yang cenderung masih negatif terhadap icafe. Namun demikian, saya cukup bersyukur bahwa Pandora masih di tahap stabil.” perjelas Herwin.

Sumber: Dokumentasi Personal
Tedi Rustendi, pemilik icafe Trapesium E-Sports Arena. Sumber: Dokumentasi Personal

Tedi Rustendi, pemilik icafe Trapesium yang berlokasi di Bandung juga mengamini apa yang dikatakan Herwin. “Sekarang omzet semakin menurun. Angka penurunan mencapai kurang lebih 50%. Tahun 2017 lalu, Trapesium bisa mendapat omzet sekitar Rp4 juta per hari, sekarang turun jadi sekitar Rp2 juta saja per hari.” jawabnya.

Tren penurunan omzet juga dirasakan oleh Hendrik Sanjaya, yang memiliki tiga cabang icafe Empirez di Lampung. “Terasa banget turunnya, sekitar 30 sampai 40 persen dibandingkan dengan omzet ketika masa PC berjaya. Kebetulan saya punya dua cabang Empirez, kalau hari biasa Empirez 2 diisi sekitar 50 sampai 70 PC pada hari biasa, 90 PC pada akhir pekan, dengan total ada 122 PC. Lalu kalau Empirez 3 ada 50 PC, yang terisi 40 PC di hari biasa lalu kalau weekend bisa full 50 PC terisi. Lalu kalau Empirez 1, sekarang sih sudah semakin sepi dan tidak menguntungkan. Rencananya sih mau dialihfungsikan saja.” jawabnya.

Tak hanya di Indonesia, tren PC Gaming memang sedang mengalami pelambatan di Amerika Serikat sana. NPD melaporkan bahwa belanja gaming Amerika Serikat, walau meningkat, namun angkanya hanya 1 persen saja jika dibandingkan pada periode yang sama (Juli – September) tahun lalu. Detil menyebutkan bahwa memang ada penurunan pada sektor konten digital untuk PC, dengan peningkatan di sektor lain seperti konten konsol, mobile, dan subscription.

Tapi, mobile games sebenarnya bukan merupakan masalah tunggal atas bisnis icafe yang kian melesu. Ketiga pemilik icafe tersebut lalu melanjutkan cerita mereka menjalankan bisnis icafe di tahun 2019. Herwin mengatakan, dalam kasusnya adalah soal faktor pandangan negatif masyarakat terhadap icafe yang masih belum hilang.

Sumber: Dokumentasi Pandora
Suasana icafe Pandora yang berlokasi di Makassar. Sumber: Dokumentasi Pandora

“Sampai sekarang, masyarakat masih memandang iCafe atau warnet sebagai hal yang negatif. Pandora berusaha sebisa mungkin mengurangi dan menangkal hal-hal negatif tersebut di icafe. Maka dari itu kami menerapkan beberapa peraturan, seperti tidak boleh merokok, larangan pakai seragam sekolah jika ingin ke icafe kami, dilarang nongkrong, dan larangan melakukan tindakan melanggar norma seperti mabuk, ataupun hal tidak senonoh.” Cerita Herwin kepada kami.

Beda dengan Herwin, Hendrik Sanjaya punya cerita tantangan yang lain. Ia mengatakan bahwa kebijakan full-day school jadi alasan turunnya jumlah pengunjung Empirez. “Selain mobile, saya merasa kebijakan full-day school sedikit banyak berdampak kepada jumlah pengunjung Empirez, terutama Empirez 2 yang memang dekat dengan 3 sekolahan.” cerita Hendrik kepada saya.

Sumber: Dokumentasi Trapesium
Sumber: Dokumentasi Trapesium

Kalau Tedi, merasa tantangannya malah datang dari faktor tradisional, yaitu persaingan antar iCafe di Bandung. Tedi mengatakan, “Banyak icafe bermunculan di berbagai daerah, hal ini sedikit banyak mempengaruhi iCafe saya sendiri, yaitu Trapesium. Selain itu menurut saya faktor penambah lainnya adalah turnamen game PC yang semakin sedikit dan hadiahnya jauh lebih kecil dibanding dengan mobile.”

Simbiosis mutualisme esports dan bisnis icafe

Mengingat posisi icafe sebagai ruang penyewaan PC untuk main game online, tak heran jika dia akan sangat terbantu dengan kehadiran esports, terutama titel esports yang dimainkan di PC. Bagaimana keduanya bisa menciptakan simbiosis mutualisme salah satunya adalah ketika pada masa keemasan Point Blank dulu kala.

Pada masa kejayaannya, banyak pemain yang terhanyut dalam mimpi menjadi pro player Point Blank. Ditambah lagi, para publisher juga mendorong icafe untuk mempromosikan Point Blank. Belum lagi, icafe merupakan salah satu akses mereka untuk menjadi seorang pro player. Hal ini tentu saja akan membuat efek domino, yang membuat icafe juga diuntungkan. Tapi itu dahulu, kalau sekarang?

Sumber: Dokumentasi Pandora
Herwin, sosok pemilik icafe Pandora di Makassar. Sumber: Dokumentasi Pandora

Ketiga owner icafe tersebut lalu melanjutkan pembahasan soal simbiosis esports dengan icafe. Herwin menyatakan opininya tersendiri soal kaitan antara hubungan antar dua hal ini. “Tren icafe mungkin jadi turun karena tim esports game PC Indonesia itu jarang bisa bertanding di internasional. Jadi kebanyakan pemain akan berpikir untuk apa saya sering-sering main, toh pemain yang sudah jago saja kesulitan bersaing di tingkat internasional” tutur Herwin memberikan opininya.

Opini tersebut bisa jadi masuk akal. Apalagi esports memang punya senjata andalan berupa “menjual mimpi” kepada para penggemarnya. Harapannya? Semakin terhanyut seorang pemain dengan mimpi jadi juara, maka semakin terhanyut juga dia dengan game yang dimainkan. Lalu apa hubungannya dengan urusan bisnis icafe?

Hyde (kedua dari kiri) saat bermain bersama FBZ dan Mikoto di tim Pandora Esports. Sumber: Pandora Esports
Hyde (kedua dari kiri) saat bermain bersama FBZ dan Mikoto di tim Pandora Esports. Sumber: Pandora Esports

Jika melihat dari sudut pandang Herwin, salah satu keterkaitannya adalah karena posisi Pandora iCafe yang sempat memiliki tim Dota dengan pemain yang cukup cemerlang. Jika Anda belum tahu, dua pemain BOOM Esports yaitu Fbz dan Mikoto sempat bermain di Pandora Esports sebelum akhirnya pindah. Brizio Adi Putra (Hyde), stand-in pengganti InYourDream di BOOM Esports untuk gelaran DreamLeague Season 13 lalu juga berasal dari Pandora Esports.

Jadi, dengan esports, pemain yang bermain di iCafe bisa jadi lebih tekun, karena melihat kawan satu icafe tempat dia main meraih mimpi kesuksesan menjadi pro player. Apalagi, Pandora Esports juga tim yang lumayan pada masanya. Sempat menjadi juara Kaskus Battleground pada tahun 2017. Tanpa adanya panggung lokal atau pemain lokal yang mencapai tingkat internasional, pemain-pemain Pandora mungkin jadi tak lagi punya pemain panutan.

Sumber: Dokumentasi Personal
Hendrik Sanjaya, pemilik icafe Empirez yang berpusat di Lampung. Sumber: Dokumentasi Personal

Hendrik Sanjaya lalu menjelaskan tentang dampak jelas esports terhadapi bisnis icafe, lewat beda durasi main pemain casual dengan pemain esports. Menurut ceritanya, pemain casual biasanya hanya main satu-dua game saja, lalu pulang. Sementara pemain esports, bisa main sampai dengan 8 jam sehari, karena kebanyakan mereka memang punya ambisi untuk jadi lebih baik. Semakin lama orang bermain di icafe, semakin untung juga, karena biaya billing yang harus dibayar jadi lebih besar.

Kalau begitu ceritanya, buat saja turnamen rutin di icafe, dengan iming-iming menjadi superstar internasional, supaya orang-orang kembali semangat mengejar mimpinya? Sayang, praktiknya tidak semudah teori. Nyatanya, gara-gara mobile games, menjadi pro player di tahun 2019 jadi tak lagi sulit. Cukup push-rank dari rumah, jadi top global, lalu setelahnya Anda bisa klaim diri sebagai “pro player”. Kalau untung, bisa direkrut tim esports. Kalau tidak beruntung? Yaa… Masih bisa bikin channel Youtube kok… Hehe.

Lalu, belum lagi icafe juga tidak memiliki kekuatan finansial sebesar itu untuk membuat turnamen esports game PC dengan hadiah super besar. Alhasil lagi-lagi, mobile games yang punya hadiah turnamen super besar serta menjanjikan karir yang menggiurkan, mengalahkan PC game.

Namun demikian, Herwin dari Pandora icafe mengaku masih secara rutin mengadakan turnamen. “Setiap bulan berganti game, kadang Dota, kadang Point Blank, tergantung peminat dan apa yang lagi rame di icafe. Kadang saya juga mencoba mempertandingkan game yang jarang dimainkan di Pandora. Harapannya adalah agar pemain dari net lain jadi datang ke icafe kita sekalian mencoba.”

Hendrik dari Empirez juga demikian, membuat turnamen setiap satu bulan sekali. Ditambah, kadang ada juga event online yang menuntut pemain datang ke icafe Empirez karena kerjasamanya dengan jaringan Nvidia Certified iCafe dan DA Arena. Hasilnya? Keduanya merasa bahwa turnamen, sedikit banyak, memang punya dampak kepada jumlah pengunjung dan keuntungan warnet.

Sumber: Dokumentasi Empirez
Suasana icafe Empirez di Lampung. Sumber: Dokumentasi Empirez

Lalu kalau begitu, bagaimana kalau kita sering-sering saja membuat turnamen di iCafe? Pasti nanti tren esports game PC bakal jadi balik lagi? Namun sayang, lagi lagi praktiknya tidak semudah teori yang terucap. Herwin memberikan opininya soal dampak rutinitas turnamen terhadap tren esports PC. “Saya rasa, turnamen rutin tidak secara otomatis mengembalikan tren esports PC. Karena yang ikut turnamen kemungkinan orangnya itu-itu saja, apalagi di kota kecil. Masalah sebenarnya memang datang dari sisi regenerasi pemain game PC. Menurut saya, banyak gamers yang masih muda tidak tahu game PC. Jadi gaming yang mereka kenal lebih dulu adalah mobile dan segera berkecimpung di game tersebut.”

Akhirnya kembali lagi, butuh pemodal yang lebih besar jika ingin tren PC gaming bisa kembali. Tapi, pemodal tersebut juga tidak bisa investasi seperti beli kucing dalam karung, alias investasi tanpa melihat daya beli masyarakat Indonesia terhadap PC dan menganalisis pasar. Ini membawa kita kepada pertanyaan berikutnya. Kalau semisal ekonomi Indonesia terus berkembang, daya beli masyarakat meningkat pesat, dan semua gamers punya PC gaming atau konsol, nasib icafe bagaimana?

Bisnis icafe di masa depan

“Saya rasa eksistensi warnet nggak bakal hilang, walau hal tersebut terjadi.” jawab Herwin dengan optimis. “Karena warnet tetap akan jadi sarana bagi semua gamers rumahan untuk berkompetisi secara offline dan membangun komunitasnya.” Tukas Herwin melanjutkan. “Karena saya sendiri merasa, bisnis warnet pada dasarnya tidak semudah cuma modal besar, PC spesifikasi tinggi, sistem jalan lalu selesai, masih banyak hal lain yang bisa dilakukan.”

Bisnis icafe saat ini memang sedang berada di persimpangan, melihat kemajuan teknologi yang segitu pesatnya. Jangan khawatir, icafe juga tidak sendirian. Pada satu dekade ini (2009-2019) kita sudah melihat bagaimana ragam bisnis ataupun profesi tersapu arus kemajuan zaman. Contohnya seperti wartel alias warung telepon, bisnis taksi, profesi ojek pangkalan, dan banyak hal bisnis dan profesi lainnya. Dan mungkin, sudah saatnya, pelaku bisnis warnet mulai menanamkan mindset inovasi layaknya para pelaku bisnis startup teknologi.

Membahas ini, Hendrik dari icafe Empirez mengakui, bahwa pada akhirnya icafe tidak lagi bisa hanya jadi sekadar tempat main game saja. “Harus jadi mixed place, misal kedai kopi di lantai satu, lalu di lantai lainnya adalah icafe, seperti konsep dari Kaesang Gallery. Yabes Elia Senior Editor Hybrid dalam tulisan membahas soal peluang warnet di masa depan juga sempat membahas ini. Dalam artikel tersebut, Turyana Ramlan yang pernah jadi Admin Pusat Komunitas Warnet Indonesia mengatakan, masih banyak peluang untuk icafe di masa depan. Bisa jadi tempat untuk iklan, merangkul mobile gaming, atau seperti yang disebut Hendrik soal mixed place.

Sumber: GGWP.id
Suasana Tokyo Gaming Space, icafe terbaru dari Reza Arap. Sumber: GGWP.id

Seakan terpancing ide kreatifnya, Herwin dari icafe Pandora jadi cerita banyak soal peluang lain yang ada di pikirannya. “Memang warnet zaman sekarang sudah tidak bisa lagi melihat pengunjung dengan mindset ‘datang-main-pulang’. Kita harus putar otak dan melakukan inovasi. Misal, belakangan fenomena streaming game sedang besar di Indonesia. Mengapa tidak icafe membuka tempat streaming house? Sediakan PC, webcam, internet cepat, dan setup yang siap untuk streaming.” Ucapnya.

Herwin lalu kembali menceritakan pengalamannya berinovasi dalam bisnis icafe. “Kalau dalam hal Pandora, kami sempat mencoba strategi memanfaatkan influencer perempuan. Tugas dia cukup sederhana, cukup datang, main dan interaksi dengan pemain icafe Pandora lainnya. Ketika saya melakukan itu, banyak owner icafe lain berpikir itu hanya buang-buang uang. Tapi nyatanya, pemain jadi berbondong-bondong datang ke Pandora, supaya bisa caper sama si influencer tadi.”

Gara-gara ide Herwin, saya jadi kepikiran. Mungkin icafe dengan konsep seperti Maid Cafe bisa jadi peluang yang baik bagi para pelaku icafe. Konsep tersebut juga bisa memunculkan aliran pemasukan baru bagi icafe. Misal, pemain icafe harus membayar sejumlah uang untuk bisa main Dota bersama sang maid. Atau mungkin… Ah sudahlah, lebih baik saya berhenti menjelaskan ide ini sebelum jiwa wibu saya jadi semakin bergejolak…

Dengan segala tantangan berat yang siap menentang bisnis warnet di masa depan, saya setuju dengan apa yang dikatakan Herwin. Di tengah badai teknologi yang datang dengan sangat cepat, para owner icafe harus sigap, tanggap dengan tren, bergeliat lincah menghadirkan inovasi agar dapur warnet bisa terus ngebul.

Pada akhirnya, walau budaya online mengakar semakin kuat, namun presensi offline tetap menjadi satu nilai lebih yang bisa ditawarkan oleh icafe. Maka dari itu icafe harus terus melakukan perubahan, sambil mengingat identitasnya sebagai tempat berkomunitas para gamers, bertemu kawan baru, ataupun mencapai mimpi menjadi juara bersama-sama.

Sumber header: Amino Apps

GeForce Cup Esports Competition Jadi Usaha NVIDIA Kembangkan Budaya Esports di iCafe

Bicara soal kompetisi esports PC Games di Asia Tenggara, mungkin bisa dibilang warnet atau iCafe masih memegang perannya tersendiri. Apalagi mengingat iCafe di Indonesia masih jadi salah satu cara para gamers untuk dapay mengakses game PC.

Melihat hal tersebut, GeForce Cup mencoba menjadi wadah untuk para gamers iCafe yang ingin berkompetisi. Mempertandingkan game Counter Strike: Global Offensive (CS: GO), GeForce Cup akan dipertandingkan di jaringan GeForce-certified iCafes yang mencapai 1000 cabang di penjuru Australia, Kamboja, India, Indonesia, Malaysia, Singapura, Taiwan, Thailand, Filipina, Korea Selatan, dan Vietnam.

Kompetisi ini sendiri akan dimulai pada bulan Oktober 2019 secara berurtan di berbagai regional tersebut. Sebagai lanjutan dari GeForce Xtreme Tournament (GEXT), GeForce Cup diharapkan menarik perhatian ribuan gamers dari beragam region tersebut, dengan sang pemenang akan menerima US$20.000 (Sekitar Rp283 juta) sebagai hadiah dari regional finals yang diselenggarakan Januari 2020 mendatang.

Sumber: NVIDIA Official Sites
Sumber: NVIDIA Official Sites

Untuk regional Indonesia sendiri, GeForce Cup akan dimulai pada November 2019 mendatang. Kualifikasi dibagi menjadi dua gelombang, dengan gelombang pertama diselenggarakan 2-3 November 2019, dan gelombang kedua diselenggarakan 9-10 November 2019. Selama babak kualifikasi, pertandingan berjalan dengan format single elimination.

Nantinya, mereka yang lolos dari babak kualifikasi akan lolos ke fase Playoffs yang diselenggarakan pada 16-17 November 2019 mendatang, dengan menggunakan format double elimination.

Terkait kompetisi ini, Raymond Techvice president of sales and marketing Asia Pasific dari NVIDIA turut menyampaikan komentarnya.

“Perkembangan jumlah GeForce-certified iCafe yang mengagumkan adalah cerminan geliat komunitas gaming di Asia, serta menunjukkan bagaimana mereka menikmati pengalaman bermain pada PC yang menggunakan GPU NVIDIA GeForce.” Raymond mengatakan.

“Kerjasama antara Colorful dengan NVIDIA pada tahun 2018 sangatlah sukses. Tahun ini, Colorful kembali berkolaborasi dengan GeForce Cup untuk tahun 2019 ini. Kami berdedikasi untuk menjadi dasar yang baik untuk esports qualifiers, dan membantu mereka untuk menjadi pemain profesional dan memenangkan gengsi serta kebanggaan.” Mr. Wan Shan, CEO Colorful Technology, yang merupakan sponsor utama GeForce Pacific Cup juga turut memberikan komentarnya.

Manta Esports Cafe. Dokumentasi: Hybrid
Manta Esports Cafe akan jadi salah satu tempat kualifikasi untuk GeForce Cup Pacific. Dokumentasi: Hybrid

Seperti yang tadi disebutkan, kompetisi ini akan diselenggarakan di berbagai cabang GeForce-certified iCafes. Untuk Anda yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya, beberapa iCafe ternama seperti TNC Kemanggisan atau Manta Esports Cafe menjadi cabang GeForce-certified iCafes untuk kualifikasi GeForce Pacific Cup.

Selain dari itu, kualifikasi juga akan diselenggarakan di berbagai cabang GeForce-certified iCafes yang ada di kota besar lainnya, seperti Hans Pro Gaming di Palembang, Fabulous di Bandung, dan lain sebagainya.

Tersisa satu bulan lagi menuju ke gelombang pertama kualifikasi GeForce Pacific Cup. Anda bisa mempersiapkan diri terlebih dahulu pada bulan ini, entah dengan mengasah kemampuan pribadi ataupun mencari rekan tim di GeForce-certified iCafes kesayangan Anda.

Peluang Bisnis Warnet di Tengah Geliat Industri Esports

Warnet atau iCafe merupakan salah satu komponen penting di ekosistem / industri esports. Muasalnya, warnet mampu memberikan akses ke para pemain amatir/calon pro player yang tak punya PC pribadi untuk berlatih. Selain itu, warnet sendiri bisa menjadi titik atau ruang berkumpul untuk para pemain ataupun penggiat esports.

Namun demikian, industri warnet di Indonesia telah berevolusi dari waktu ke waktu. Bisnis warnet juga sekarang sudah tak lagi termasuk bisnis ‘gampang’ seperti saat ia menjamur sekitar satu dasawarsa lalu.

Pergeseran Kebutuhan

Bisnis warnet di jaman dulu memang boleh dibilang mudah karena hanya perlu menyediakan ruangan, koneksi internet, dan PC seadanya. Koneksi internetnya pun lebih murah karena kala itu seiring dengan masa kejayaan game-game MMO Free-to-Play di PC yang servernya berada di Indonesia (jadi koneksi internetnya pun lebih difokuskan ke koneksi lokal).

Spek PC seadanya juga dulu masih memungkinkan karena kebutuhkan spesifikasi game-game MMO gratisan tadi juga bisa dijalankan di PC dengan grafis onboard.

Sekarang, industri warnet telah berubah mengikuti pergeseran industri game secara umum. Gamer kelas menengah bawah sekarang beralih ke game mobile. Sedangkan gamer kelas menengah ke atas sudah pasti tak nyaman dengan warnet yang jorok, berisik, dan di-manage seadanya.

Gamer kelas menengah juga memiliki selera game yang berbeda yang butuh spesifikasi lebih berat dan koneksi internet ke server luar, setidaknya ke Singapura.

Pergeseran industri warnet ini sebenarnya sudah dimulai sejak beberapa tahun silam, sekitar 5-6 tahun yang lalu, saat konsep icafe mulai populer dan digunakan. Namun, bisnis warnet yang telah mengusung konsep icafe tadi juga tidak serta merta langgeng dan mampu bertahan sampai hari ini.

Misalnya saja di Jakarta, ada 3 warnet yang sebenarnya dulu cukup populer dan telah mengusung konsep icafe: Gamer Xtreme dan Ritter di Tanjung Duren, dan Level One di Kemanggisan. 3 warnet ini bahkan boleh dibilang punya lokasi yang strategis karena letaknya yang berada di tengah-tengah komunitas gamer (karena berada di dekat kampus Universitas Tarumanagara dan Bina Nusantara).

Perlu Saluran Pemasukan Baru

Saya pun berbincang-bincang dengan beberapa pihak untuk mencari tahu soal bisnis warnet di jaman sekarang ini, dengan penetrasi mobile gaming yang masih agresif dan esports yang kian kencang.

Salah seorang kawan saya, Turyana Ramlan, yang merupakan salah satu pemain di bisnis warnet cukup lama dan Admin Pusat KWI (Komunitas Warnet Indonesia) mengatakan bahwa bisnis warnet di jaman sekarang sudah tidak bisa lagi mengandalkan keuntungan dari billing (tagihan sewa koneksi dan PC) namun dari berbagai pemasukan lainnya, seperti sponsor alias iklan.

Aspek iklan ini memang menarik karena mungkin memang belum banyak yang mengadopsinya. “Bayangkan jika ada 1000 pengguna yang datang ke warnet kita setiap bulannya, masak brand ga mau pasang iklan?” Ujar Ramlan saat saya temui di acara Grand Launching Highgrounds Indonesia di Pantai Indah Kapuk.

Makanan dan minuman yang dijual di icafe juga bisa mendatangkan keuntungan yang lebih besar dari billing.

Lalu bagaimana dengan mobile gaming? Ramlan mengatakan, “industri mobile harusnya bukan dimusuhi tapi dirangkul.” “Sediakan saja Wi-Fi dan ruangan yang nyaman bagi para mobile gamer untuk bermain di warnet. Sediakan juga paket Wi-Fi nya.”

Misalnya, ia menambahkan, buat pelanggan yang ingin Wi-Fi gratisan kasih saja koneksi yang putus setiap satu jam. Sediakan juga voucher Wi-Fi yang harganya bisa disesuaikan, seperti billing PC.

Selain cara-cara tadi, masih banyak juga sebenarnya bentuk pemasukan yang bisa dicari lagi. Misalnya, bisa saja menjadikan warnet sebagai One-Stop gaming center yang tak hanya menyediakan PC. Console, misalnya, yang memang sudah disediakan di beberapa warnet. Ada juga mesin arcade yang bisa ditaruh di warnet untuk memberikan pengalaman gaming yang berbeda.

Ia juga berargumen bahwa masih banyak manajemen warnet yang tidak mengedepankan layanan. Industri warnet adalah soal layanan dan masih banyak pemilik warnet yang belum menyadari hal tersebut. Karena itu jugalah, ia berargumen bahwa OP warnet (sebutan untuk karyawan yang berinteraksi langsung dengan pelanggan) juga harus dilatih dan dididik untuk bisa menyenangkan pelanggan.

OP warnet adalah ujung tombak dari bisnis warnet karena ia yang merepresentasikan (jadi image) warnet ke pelanggan.

Ramlan pun mengatakan, “ga bisa lagi bisnis warnet dengan modal pas-pasan dan manajemen sekenanya. Bisnis warnet yang ilegal, tak ada ijin, menggunakan game ataupun sistem operasi (Windows) bajakan juga akan mengubah image industri warnet jadi negatif.”

Sumber: Highgrounds Indonesia
Sumber: Highgrounds Indonesia

Bisa berkembang bersama esports

Diana Tjong, Owner dari Highgrounds Indonesia, yang saya temui di acara yang sama juga saya tanyakan pendapatnya tentang bisnis warnet sekarang ini. Menurutnya, bisnis warnet sekarang ini bisa berkembang karena industri esports yang sedang kencang pertumbuhannya.

Selain itu, Highgrounds sendiri juga diposisikan untuk kelas atas sehingga memberikan keunikan sendiri dibandingkan yang lain. Lokasinya pun di Pantai Indah Kapuk yang memang boleh dibilang kalangan menengah atas. Kenyamanan adalah keunggulan utama yang ditawarkan oleh Highgrounds.

Harga billing di sana pun juga disesuaikan dengan target pasar mereka. Di sana billing per jamnya bahkan mencapai Rp.20 ribu/jam. Hal ini tentunya dapat menyaring pelanggannya juga secara otomatis. Meski menawarkan harga yang relatif tinggi dibanding warnet lainnya, Highgrounds menyediakan spesifikasi yang mewah. Kartu grafis yang digunakan di PC mereka bahkan menggunakan NVIDIA GTX 1080Ti.

Sumber: Highgrounds Indonesia
Sumber: Highgrounds Indonesia

Segmentasi ini, bagi saya, juga bisa jadi solusi untuk bisa terus langgeng. Ijinkan saya berbagi cerita yang saya dengar dari Ramlan di sini sebagai satu argumentasi untuk menjelaskan poin saya.

Di salah satu warnet yang telah mengusung iCafe, para pelanggannya yang kebanyakan mahasiswa mengeluhkan terlalu banyak user bocah. Namun manajemen warnet justru menurunkan harga saat weekend yang justru berakibat lebih banyak bocah yang datang.

Saya sendiri juga sebenarnya salah satu orang yang tidak nyaman bermain di warnet yang terlalu berisik. Plus, segmentasi produk yang jelas juga sebenarnya sangat berguna demi kelanggengan bisnis.

Dari cerita Diana sendiri juga terbukti bahwa Highgrounds juga dikunjungi oleh para keluarga sebagai pelanggannya. “Orang tua tidak khawatir menitipkan anaknya di sini karena kami juga menawarkan kenyamanan dan keamanan.”

Opsi Franchise

Jika Anda masih bingung dengan banyak hal, bisnis warnet jaman sekarang juga ada opsi franchise seperti yang ditawarkan oleh TNC dan Mineski Infinity.

Sumber: Mineski Infinity Indonesia
Sumber: Mineski Infinity Indonesia

Saya pun menghubungi Nadya Sulastri, Country Manager dari Mineski Infinity Indonesia untuk berbincang. Mineski Infinity Sendiri merupakan unit bisnis dari Mineski yang menawarkan waralaba warnet/iCafe yang diklaim bertujuan memuaskan kepuasan pelanggan sekaligus menjamin skema investasi yang menguntungkan.

Menurut Nadya, perspektif peremajaan PC juga luput dari beberapa pelaku bisnis warnet yang tak mampu bertahan.

“Dalam sebuah bisnis yang bersifat brick & mortar, cukup wajar untuk melakukan peremajaan setiap 5 tahun sekali, seperti renovasi, peralatan elektronik, dll. Sama juga halnya seperti cybercafe, PC yang digunakan akan butuh peremajaan minimal 5 tahun sekali karena performa yang sudah tidak memadai.”

Sumber: Mineski Infinity Indonesia
Sumber: Mineski Infinity Indonesia

Lalu berapa besar modal yang dibutuhkan untuk membuat warnet Mineski Infinity?

“Paket franchise kita start from Rp.900 juta. All-in untuk 40 PC dan dari mulai site visit, renovasi, pengisian barang elektronik, berikut grand opening dan training staffnya.” Jelasnya.

Nadya juga mengutarakan hal yang sama dengan Ramlan dan Diana tentang manajemen warnet.

“Untuk membangun sebuah warnet cukup mudah, bisa dibilang toko komputer pun mungkin sudah bisa karena cukup menyediakan PC dan instalasi software serta networking. Tetapi untuk mengelola bisnis warnet, apalagi menjadi success story, hanya dapat dilakukan oleh mereka yang benar expertise di ekosistemnya; mulai dari teknologi, komunitas, loyalty program, marketing, serta yang tidak boleh ketinggalan terjun langsung ke dalam esports.

Tak ketinggalan, ide untuk merangkul gamer mobile juga disampaikan oleh Nadya. Karena Mineski Infinity juga menawarkan jaringan Wi-Fi yang sangat stabil untuk bermain game.

Sumber: ESL
Sumber: ESL

Penutup

Akhirnya, itu tadi berbagai ide dan insight yang mungkin Anda butuhkan jika tertarik untuk ikut terjun ataupun bertahan di bisnis warnet, mulai dari mencari ide-ide kreatif baru untuk menambah pendapatan seperti yang dilakukan Ramlan, memberikan kepuasan tertinggi kepada pelanggan seperti Highgrounds Indonesia, ataupun langsung bergabung dengan waralaba seperti Mineski Infinity.

1 hal yang pasti yang bisa Anda lakukan di bisnis warnet adalah, jika dulu bersinergi dengan game-game MMO gratisan, berkembang bersama dengan esports yang masih akan menggiurkan sampai bertahun-tahun ke depan.

Nvidia Ungkap Visi Mereka di Balik Pelaksanaan GeForce eSports Xtreme Tournament

eSport ialah tema terpanas di gaming saat ini, tahun lalu ditonton oleh 226 juta pasang mata, secara global menghasilkan pemasukan sebesar US$ 325 juta. Di 2016 ini, angkanya diperkirakan mendekati US$ 500 juta. Lalu bagaimana di Indonesia? Banyak pihak telah berusaha mempopulerkan ranah gaming kompetitif, tapi upaya Nvidia ini boleh dikatakan sebagai sebuah langkah besar.

Dalam acara pers pada tanggal 26 Oktober di Hotel Pullman Central Park Jakarta kemarin, Nvidia resmi memulai GeForce eSports Xtreme Tournament di Indonesia, sebuah turnamen besar dengan hadiah total Rp 175 juta. Kabarnya ada lebih dari 100 gamer profesional serta pemula akan berpartisipasi di ajang yang memperlombakan permainan Dota 2 itu. GeXT sendiri diinisiasi Nvidia di wilayah Asia Tenggara, dan pertama kali dilaksanakan di nusantara.

Nvidia GeXT 12

Harry Kartono selaku consumer lead Nvidia Indonesia menjelaskan bahwa tujuan mereka mengadakan GeForce eSport Xtreme Tournament adalah menyediakan platform buat mewadahi meningkatnya animo khalayak terhadap ranah gaming kompetitif. Nvidia melihat eSport sebagai olahraga sejati, di mana judul-judul seperti Counter-Strike: Global Offensive serta Dota 2 merupakan cabangnya.

Nvidia GeXT 1

Dahulu, para gamer yang ingin menyelami dunia eSport harus berjuang dengan modal sendiri. Bagi Nvidia, mereka ini memerlukan dukungan, baik dari komunitas, asosiasi resmi, dan para pelaku usaha. Menariknya lagi, Nvidia juga tidak melupakan gamer-gamer core dan pemula. Lewat GeXT, perusahaan spesialis teknologi grafis Amerika itu juga bermaksud merangkul siapa saja yang tertarik pada eSport.

Nvidia GeXT 5

Karena alasan itu, Nvidia menerapkan cara unik untuk menyaring peserta. Jika berminat, Anda bisa mendaftarkan tim di GeForce iCafe, yaitu kafe-kafe internet dan game center yang sudah lulus sertifikasi Nvidia. Ada 16 GeFoce iCafe tersebar di 15 kota di nusantara (ada dua di Jakarta), dan menurut Harry, jumlah ini telah menjamah area-area secara nasional. Seluruh tim rookie tersebut nantinya akan diarahkan menjadi pro. Tak usah cemas, jalur pendaftarannya dibedakan dari gamer profesional.

Nvidia GEXT 7

Harry menganalogikan GeForce iCafe seperti Pelatnas di PON, di mana setiap daerah mempunyai Pelatda. Ia juga mengungkap agenda buat membawa para juara nasional ke ajang kelas Asia Tenggara. Tujuan lain diadakannya GeXT ialah melakukan regenerasi gamer, mengekspos talenta-talenta baru, juga berfungsi membuka mata para generasi ‘tua’ bahwa gaming tidak senegatif anggapan mereka.

Nvidia GeXT 6

Perwakilan Nvidia ini juga bilang, eSport memberikan kesempatan yang sama buat semua individu. Ambil contohnya tim pemenang The International 2016 Dota 2, Wings Gaming asal Tiongkok. Secara fisik, penampilan mereka tidak jauh berbeda dari kita. Lalu mengapa Wings bisa sukses? Selain kemahiran dan kesungguhan, mereka memperoleh dukungan penuh dari berbagai pihak – termasuk pemerintah – buat penyediaan tempat latihan dan lain-lain.

Nvidia GeXT 3

GeForce iCafe merupakan salah satu katalis perubahan yang diinginkan banyak pihak. Berkolaborasi dengan IeSPA, game center-game center ini tidak lagi seperti keadaan ‘warnet’ beberapa tahun silam. Suasananya mendukung, bersih dan bebas asap rokok. iCafe-iCafe yang tersertifikasi GeForce ini tidak memperkenankan konsumen bermain jika mengenakan seragam sekolah, mengakses konten negatif, menggunakan obat-obatan terlarang, serta melakukan perjudian.

Nvidia GeXT 2

“Hal ini sangat penting, sehingga kami dapat memperoleh bantuan penuh dari para sponsor,” tutur Harry. “Lalu kapan Indonesia? Sebetulnya usaha ini telah Nvidia lakukan sejak bulan Januari 2016, dan sepuluh bulan setelahnya, 15 kota akhirnya siap. Indonesia sudah siap.”

Nvidia GEXT 8

Harry melanjutkan, “Nvidia memang dikenal sebagai perusahaan manufaktur chip, namun bersama para partner, kami ingin mendukung semua hal produktif dan mengembangkan eSport, contohnya lewat regenerasi gamer, melakukan segala macam edukasi serta support untuk calon atlet.”

Nvidia GEXT 10

Gerbang pendaftaran telah dibuka hingga tanggal 24 November 2016, bisa dilakukan di situs Nvidia – Nixia menjadi gamer pertama yang mendaftar. Setelah babak kualifikasi dilangsungkan di 15 kota via turnamen online, final rencananya digelar di Jakara pada bulan Februari 2017. Juaranya akan menjadi perwakilan Indonesia dalam kompetisi Nvidia GeXT di Asia Tenggara.

Nvidia GeXT 9

Acara peresmian Nvidia GeForce eSports Xtreme Tournament dihadiri oleh ketua FORMI dan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Hayono Isman, ketua umum IeSPA Eddy Lim, perwakilan dari JD.id serta consumer marketing lead Lenovo Indonesia Diantika sebagai sponsor utama GeXT. Event juga didukung oleh brand-brand IT ternama global, yakni Asus, Digital Alliance, Galax, Gigabyte, LG, MSI, TT eSports dan Zotac.

Nvidia GeXT 11