Tag Archives: ICUBE

Brian Marshal

5 Catatan Penting Seputar Merger dan Transisi

Penggabungan bisnis atau merger antara SIRCLO dan ICUBE pada Juni lalu menjadi salah satu sorotan menarik industri startup Indonesia di sepanjang 2020. Apalagi, merger ini terjadi di masa pandemi Covid-19 di mana para pelaku bisnis harus mengencangkan ikat pinggangnya.

Bicara soal merger di masa pandemi, ada banyak insight menarik seputar topik tersebut yang dibagikan langsung oleh Founder & Chief Executive SIRCLO Brian Marshal pada sesi #SelasaStartup pekan ini. Simak ulasannya berikut.

Sinyal untuk merger dan menentukan partner yang tepat

Bagaimana mengetahui bahwa merger menjadi opsi yang perlu dipertimbangkan pelaku startup? Bagaimana menentukan partner merger yang tepat?

Pada kasus SIRCLO dan ICUBE, ada beberapa hal yang diperhatikan. Pertama, melihat dependensi bisnis antara kedua perusahaan dengan mengacu pada visi dan misinya. Kedua belah pihak perlu memahami sejauh mana business proposition saling melekat satu sama lain.

Baik SIRCLO dan ICUBE sama-sama mengembangkan solusi dengan teknologi sebagai kompetensi utamanya. Namun, tetap menghargai human assistance. Dari sini, ujar Brian, kedua perusahaan melihat dinamika dan perilaku pelaku bisnis di Indonesia dari sudut pandang yang sama.

Kendati demikian, bukan berarti segala aspek harus saling selaras. Menurutnya, perbedaan justru saling melengkapi kedua perusahaan. SIRCLO memiliki target pasar dan teknologi berbeda dengan ICUBE. SIRCLO menghadirkan tools untuk  UMKM dan end-to-end services untuk brand besar. Sementara, ICUBE menghadirkan solusi tools juga untuk brand besar.

Kedua adalah “gaya”, yang dapat berarti cara suatu perusahaan menuju visinya, seperti gaya kepemimpinan. Faktor ini dapat menjadi pertimbangan apakah suatu perlu melakukan merger atau sebatas kolaborasi secara transaksional saja.

“Apabila hal-hal di atas saling selaras, alangkah baiknya bisa bekerja bareng. Kalau business proposition dan visinya sama, itu bisa jadi sinyal untuk merger,” kata Brian.

Tantangan dan kesiapan internal untuk merger

Brian menilai perusahaan tidak akan pernah siap untuk merger, kecuali langsung mencobanya. Maka itu, penting untuk melihat kesiapan internal dalam proses merger.

Kesiapan internal ini berkaitan dengan proses transisi antar-perusahaan. Transisi ini dapat meliputi gaya kepemimpinan, pengambilan keputusan, proses perekrutan karyawan, pengembangan tim, hingga penilaian performa kerja dengan top level dan manajemen baru.

“Cikal bakal merger adalah kesamaan visi dan proses transisinya tidak dapat selesai dalam waktu semalam. Pada pengalaman di lapangan, salah satu PR besarnya adalah menyamakan business offering. Dengan merger, kita seharusnya bisa berikan offering lebih lengkap,” ucapnya.

Meski membutuhkan waktu, Brian menilai bahwa proses transisi dapat menghasilkan sebuah efisiensi. Penyelarasan visi, business proposition, hingga internal dapat memberikan efisiensi dari sisi operasional hingga sistem penilaian karyawan.

Komunikasi pada shareholder dan middle management

Sebagaimana diungkap Brian sebelumnya, penyelarasan visi menjadi tahapan paling pertama yang perlu dilakukan untuk memulai proses merger. Pada kasus SIRCLO dan ICUBE, proses ini dimatangkan sejak Desember 2019 hingga Februari 2020.

Pada proses ini, tentunya kedua perusahaan juga harus berdiskusi dengan para pemegang saham (shareholder) terkait kesepakatan merger. Apabila diskusi sudah rampung di top management dan mendapat persetujuan shareholder, fase selanjutnya adalah mengomunikasikan rencana merger ke middle management.  

Barulah pada fase terakhir, proses merger dapat dilaksanakan. “Baiknya, semua [karyawan] tahu, apalagi kalau mergernya signifikan. Makanya di tahap awal kami perlu menginformasikan dan mendiskusikan dengan shareholder,” ujarnya.

Proses merger saat pandemi

Ada alasan mengapa SIRCLO dan ICUBE tetap melanjutkan upaya kesepakatan mereka ketika pandemi baru merebak di Indonesia saat itu. Pembatasan sosial yang dikeluarkan pemerintah, mau tak mau menuntut masyarakat untuk bertransaksi via online.

“Kami membantu solusi e-commerce dan sektor ini tidak terdampak karena pandemi. Justru pandemi mendorong transaksi secara online. Makanya, kami tetap jalan terus saat itu,” ungkap Brian.

Hanya saja, lanjutnya, proses merger ini memakan waktu lebih lama dari target yang ditentukan semula. Pembatasan sosial membuat sejumlah proses berjalan lebih lambat, misalnya proses dengan notaris. Karena pandemi, merger yang ditargetkan bisa selesai dalam empat bulan, mundur menjadi enam bulan.

Valuasi dan biaya untuk merger

Penentuan valuasi perusahaan umumnya disepakati oleh top management. Brian menyebut bisa saja menggunakan pihak ketiga untuk membantu penghitungan valuasi. Namun, dalam kasusnya, skala bisnis perusahaan belum membutuhkan pihak ketiga untuk menghitung valuasi.

Terkait biaya merger, ini dapat berarti dua hal. Pertama, biaya yang mengacu pada nilai transaksi/kepemilikan saham di perusahaan. Menurutnya, mahal atau tidak transaksi merger itu relatif, tergantung skala bisnis dan kesepakatan dengan top management.

Kedua, biaya yang dikeluarkan kepada pihak ketiga untuk melakukan proses merger. Misalnya, biaya notaris untuk membuat draf perjanjian atau membayar konsultan untuk membantu transisi merger.

“Jika diperlukan, perusahaan bisa saja membayar konsultan untuk melakukan integrasi saat merger. Misalnya, integrasi dari sisi budaya kerja atau manajemen human resource. Ini sebetulnya tak kalah penting, tetapi tergantung kebutuhan perusahaan juga,” jelasnya.

Weekly updates this week are about seed funding for Ula, merger between SIRCLO and ICUBE, seed funding for Soul Parking, and Series A funding for Wallex

[Weekly Updates] Massive Seed Funding for Ula; SIRCLO and ICUBE Merge; and More

Last week the headline was highlighted by $10.5 million seed funding for Ula, an e-commerce platform for the small retail stores, founded by a group of co-founders led by former Sequoia India’s employee. It’s soon to launch pilot project in East Java.

Also in the news was the merger between SIRCLO and ICUBE to be the champion in e-commerce enabler business, seed funding for Soul Parking, a smart parking infrastructure for motorcycle, and Series A funding for Wallex, an online remittance platform.

Ula Receives 148 Billion Rupiah Seed Funding, Offers Supply Chain Platform and Capital Support

Ula, a startup working on supply-chain solutions for small shops and SMEs, has received seed funding worth of US $10.5 million or equivalent to 148 billion Rupiah. The round led by Sequoia India and Lightspeed India, with the participation of SMDV, Quona Capital, Saison Capital, and Alter Global. Several angel investors are also participated, including Patrick Walujo, Willy Arifin, Sujeet Kumar, Vaibhav Gupta, Amod Malviya, Rohan Monga, and Rahul Mehta.

The business concept relies on e-commerce-based applications. It consists of a wide selection of wholesale merchandise with high demand by stall owners or other SMEs, specifically related to daily needs (FMCG). A unique thing about this service unique is that it allows users to use the pay later feature in the application. This flexible payment is considered to solve capital problems that often blocked small stalls to grow.

SIRCLO and ICUBE Merge, Aims to be a Comprehensive E-commerce Enabler

SIRCLO, an e-commerce enabler platform, has merged with tech solution agency ICUBE. Through this action, the new entity expects to combine thousands of clients with a variety of businesses. ICUBE, however, will still be operating as an independent entity, with both companies have 450 employees in total.

Muliadi Jeo, ICUBE’s Founder, will serve as SIRCLO’s CTO, while Leontius Adhika Pradhana switches role to CPO.

Soul Parking Secures Seed Funding, Developing Smart Parking Infrastructure

Smart parking startup Soul Parking has received seed funding led by AC Ventures and Agaeti Ventures with an undisclosed amount. Several undisclosed angel investors also participate.

Soul Parking developed a smart parking solution called Compact Motorcycle Storage (CMS), portable parking space for motorcycles. It is designed to create a proper parking environment in strategic locations with tight space. The parking infrastructure is equipped with a digital application, which is able to facilitate the preparation, monitoring, and payment of vehicle parking, as well as facilitate the reporting of parking transactions to landowners.

Online Remittance Platform Wallex Secures Series A Funding

Wallex Technologies has received Series A funding with an undisclosed amount from BAce Capital, SMDV, and Skystar Capital. Also participated are some existing investors.

The recent funding will be used to scale its business in several new markets, as well as to maintain the current products.

Another plan is to develop new services and upgrades its existing products, including virtual receivable accounts and digital wallets with currency options in certain countries.

SIRCLO and ICUBE Merged, Aims to be a Comprehensive E-commerce Enabler

The e-commerce enabler platform SIRCLO announced the business merger with ICUBE, which is an agency providing e-commerce technology solutions. Through this corporate action, they expect to get more clients from both companies with different business variations.

The business merger also gathers more than 450 employees of the two companies. Nevertheless, it was agreed that ICUBE would still be operated as an independent entity integrated with SIRCLO services. Muliadi Jeo, as the founder of ICUBE is to replace Leontius Adhika Pradhana as SIRCLO’s CTO; While Leontius switched roles to CPO.

“SIRCLO wants to continue to provide the best services and solutions for brands to develop online businesses. We keep our doors open for opportunities to improve our capabilities. When we see the potential of joining ICUBE, we are confident to run this mission in a larger scale and more comprehensive way through a combination of the two companies,” SIRCLO’s CEO Brian Marshal said.

The two companies, through this merger, have ambitions to become e-commerce solutions providers through a more comprehensive end-to-end platform in facilitating various types of businesses. Currently, SIRCLO has focused on big brands and SMEs. Meanwhile, ICUBE is focused on medium scale businesses willing to have their own online sales site.

“After 20 years of service, we want to accommodate more clients from various types of business with the solution we offer. SIRCLO is the right and strategic partner in achieving these goals. Together we can build the main e-commerce ecosystem in Indonesia,” said Muliadi Jeo.

This pandemic encourages more businesses and consumers to depend on e-commerce platforms to meet their needs. In the current situation, technology owners and e-commerce solutions are very complex for brand owners to be able to discuss the market at large.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Merger SIRCLO dan ICUBE

SIRCLO dan ICUBE Lakukan “Merger”, Berambisi Jadi “E-commerce Enabler” Komprehensif

Platform e-commerce enabler SIRCLO mengumumkan proses merger dengan ICUBE, yang merupakan agensi penyedia solusi teknologi e-commerce. Salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui aksi korporasi ini adalah untuk menggabungkan ribuan klien dari kedua perusahaan yang memiliki varian bisnis yang berbeda.

Penggabungan bisnis turut menyatukan lebih dari 450 pegawai kedua perusahaan. Kendati demikian, dikatakan ICUBE masih akan beroperasi sebagai entitas independen yang terintegrasi dengan layanan SIRCLO. Muliadi Jeo selaku Founder ICUBE akan menggantikan Leontius Adhika Pradhana sebagai CTO SIRCLO; sementara Leontius beralih peran menjadi CPO.

“SIRCLO ingin terus memberikan layanan dan solusi terbaik bagi brand untuk mengembangkan bisnis online. Kami selalu terbuka terhadap peluang untuk meningkatkan kemampuan kami. Ketika kami melihat potensi untuk bergabung dengan ICUBE, kami semakin yakin bahwa kami dapat melaksanakan misi ini dalam skala yang lebih besar dan lebih komprehensif melalui kekuatan gabungan kedua perusahaan,” kata CEO SIRCLO Brian Marshal.

Melalui merger ini, kedua perusahaan berambisi menjadi penyedia solusi e-commerce melalui platform end-to-end yang lebih komprehensif dalam memfasilitasi berbagai jenis bisnis. Sejauh ini, SIRCLO fokus kepada brand besar dan UKM. Sementara itu ICUBE fokus pada bisnis skala menengah yang ingin memiliki situs jualan online-nya sendiri.

“Setelah 20 tahun, kami ingin mengakomodasi lebih banyak klien dari berbagai jenis bisnis dengan layanan yang kami tawarkan. SIRCLO adalah mitra yang tepat dan strategis dalam mencapai tujuan-tujuan ini. Bersama-sama kita dapat mencoba membuat ekosistem e-commerce utama di Indonesia,” kata Muliadi Jeo.

Pandemi mendorong lebih banyak bisnis dan konsumen untuk bergantung pada platform e-commerce untuk memenuhi kebutuhannya. Pada saat-saat seperti ini, kehadiran teknologi dan solusi e-commerce yang terintegrasi sangat krusial bagi pemilik brand, agar tetap bisa menjangkau pangsa pasarnya secara luas.

Pemain Ritel Sebaiknya Mulai Masuk ke Industri E-Commerce

Gagasan mendigitalisasikan bisnis UKM yang berjumlah puluhan ribu di Nusantara telah terdengar lama gaungnya belakangan ini. Namun kesiapannya kini ditujukan untuk para retailer perihal kesiapannya untuk turut terjun ke industri e-commerce di tengah pasar yang kini kian ramai dipadati. Disampaikan oleh CTO PT Inovasi Informasi Indonesia (ICUBE) Muliadi Jeo, kini saatnya industri mendorong retailer untuk segera menancapkan kukunya di pasar digital yang memiliki ekosistem berbeda dengan konvensional.

“Jangan sampai mereka [pemain retail] telat untuk go online. Jika sebelumnya yang sedang hangat itu tech-startup, venture capital, dan UKM, sekarang fokus kami adalah empowering retailer untuk mulai terlibat. Pertanyaannya bukan ‘jika’, tetapi ‘kapan’ mereka siap?” kata Muliadi ditemui DailySocial siang tadi (27/10).

Bertajuk “Customer 360 – from offline to online How To Get Your Company Ready” yang digagas oleh ICUBE dan Magento, ide utama diselenggarakan acara ini adalah untuk menggarisbawahi peran industri e-commerce yang memberikan pengalaman baru para konsumen. Meski pada akhirnya belanja secara online tidak akan menggantikan berbelanja offline sepenuhnya, namun keberadaan toko online jelas memberikan pengalaman dan mengubah perilaku konsumen dalam berbelanja.

“Kami berharap dengan acara ini para retailer memiliki pengetahuan untuk mempersiapkan diri mereka menghadapi lansekap konsumen yang telah berubah, serta cara dan waktu yang tepat untuk berinvestasi secara strategis di e-commerce,” paparnya.

Menurut Muliadi tantangannya masih seputar mindset bahwa belanja online itu merupakan sebuah hal yang beresiko. Masih banyak pihak yang penuh pertimbangan untuk menyelami industri ini lebih dalam, bahkan tidak sedikit yang lebih memilih membuka toko cabang daripada menginvestasikan teknologi dan infrastruktur.

Dalam presentasinya, Muliadi memberikan contoh kasus toko buku Borders yang telah beroperasi selama empat puluh tahun di Amerika Serikat. Borders menjalin kerja sama dengan Amazon selama tujuh tahun sebelum menyadari potensi pasar yang lebih besar di industri digital. Setelah memutuskan untuk berdiri sendiri, bisnisnya justru berhenti beroperasi pada tahun 2011.

“Sekarang pemain retail yang besar-besar mungkin sudah mulai paham ke online. Gelombang berikutnya ialah menunggu yang middle-sized. Mereka masih menimbang apakah saat ini tepat untuk go online atau tidak? Ekosistemnya siap, tetapi keputusan kembali lagi ke retailer. Kami hanya tak ingin mereka telat dan bernasib seperti Borders,” kata Muliadi.

National Payment Gateway yang belum terlalu dibutuhkan

Jika mindset masih menjadi hambatan, tentu faktor keamanan memberikan kontribusi dalam pengambilan keputusan pemain retail untuk masuk ke e-commerce. Kami sempat menyinggung apakah jika nantinya national payment gateway telah tersedia, hal tersebut lantas mengikis skeptisme para pemegang kepentingan tentang metode pembayaran yang lebih aman dan mudah digunakan.

“Jika tujuannya untuk mempermudah dan memberikan keamanan itu jelas akan membantu, karena itu akan membantu semua pihak. Tetapi jika diberlakukan hanya untuk sebagai kontrol yang pada akhirnya memperpanjang urusan birokrasi, national payment gateway tidak dibutuhkan saat ini,” tandasnya.

ICUBE dan Magento Gelar Event Eksklusif untuk Pelaku Bisnis Ritel Di Indonesia

Saat ini teknologi internet dan adopsi mobile secara cepat mengalami perubahan yang dinamis jika tidak di terapkan dengan benar dapat menghambat pertumbuhan usaha anda. Sementara itu kebiasaan konsumen serta bagaimana bisnis bekerja juga menjadi hal krusial yang harus di perbarui demi meningkatkan revenue perusahaan yang signifikan.

Continue reading ICUBE dan Magento Gelar Event Eksklusif untuk Pelaku Bisnis Ritel Di Indonesia