Berdasarkan laporan terbaru dari IDC, pasar smartphone Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan selama kuartal ketiga tahun 2021 kemarin. Dalam tempo tersebut, IDC menyebut hanya ada 9,2 juta smartphone yang terkirim ke konsumen, atau turun 12,4% dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya.
Penyebabnya adalah gelombang kedua COVID-19, yang memuncak di bulan Juli 2021 dan berujung pada diberlakukannya kebijakan PPKM selama beberapa waktu. Berhubung banyak toko fisik yang harus tutup selama PPKM berlangsung, otomatis yang paling terdampak adalah penjualan melalui channel offline.
Meski pembatasannya sudah mulai longgar sejak September lalu, produsen smartphone masih harus dihadapkan dengan isu lain yang tak kalah serius, yakni krisis pasokan, yang ujung-ujungnya menyebabkan stok perangkat jadi menipis.
“Vendor mengambil langkah strategis dalam menghadapi situasi pasokan yang sulit ini, dengan sejumlah vendor memilih untuk mengganti atau tidak merilis model yang lebih terdampak krisis pasokan,” terang Vanessa Aurelia, Associate Market Analyst di IDC Indonesia.
Situasi sulit ini memicu pergeseran penguasaan pangsa pasar yang cukup signifikan. Xiaomi, yang pada dua kuartal sebelumnya mengalami pertumbuhan pesat dan sempat memimpin di kuartal kedua, kini harus puas di posisi ketiga dengan pangsa pasar di atas 15% karena persediaannya yang menipis. Kendati demikian, IDC menyebut Xiaomi masih menjadi pemimpin di segmen mid-range ($200 < $400).
Posisi pertama justru kembali direbut oleh OPPO, yang selama kuartal ketiga sanggup mempertahankan stok yang cukup terlepas dari isu krisis pasokan yang melanda. Sebagian besar dari pangsa pasarnya yang berada di atas 20% berasal dari penjualan di segmen low-end ($100 < $200), menjadikannya pemimpin di segmen tersebut.
Menyusul di belakang OPPO adalah Vivo, juga dengan pangsa pasar di atas 20% berkat kemampuannya mempertahankan persediaan sekaligus meningkatkan penjualan offline-nya. Seperti OPPO, Vivo juga kuat di segmen low-end berkat lini produk Y Series-nya.
Di posisi ketiga ada Xiaomi tadi, lalu tidak jauh di belakangnya ada Samsung yang juga memiliki pangsa pasar di atas 15%. Samsung adalah salah satu yang paling terdampak PPKM menurut IDC, dengan banyaknya toko ritel yang ditutup dan anjloknya penjualan secara offline.
Posisi kelima kembali dihuni oleh Realme dengan pangsa pasar di atas 10%. Selain mampu mempertahankan jumlah pengiriman, Realme juga disebut mampu menjaga momentum dengan memperbarui lini produk C Series-nya dan menjaga persediaan tetap stabil.
Laporan terbaru IDC juga menunjukkan tren yang cukup menarik seputar smartphone 5G. Dikatakan bahwa pangsa pasar ponsel 5G di kuartal ketiga ini naik dari 6% menjadi 7% seiring semakin banyaknya model baru yang dirilis, utamanya model-model yang lebih terjangkau. Ini pada akhirnya juga membuat harga jual rata-rata ponsel 5G menurun 27% menjadi $418 di kuartal ketiga 2021.
Sumber: IDC. Gambar header: Jonas Leupe via Unsplash.
Pada kuartal kedua 2021, pasar smartphone global tumbuh 13,2% dari tahun ke tahun. Menurut laporan lembaga riset IDC, pada periode bulan April sampai Juni tersebut, vendor smartphone mengirimkan sekitar 313,2 juta unit.
Samsung memimpin dengan volume pengiriman 59 juta unit dan menguasai pangsa pasar 18,8%. Xiaomi menempel cukup ketat di posisi kedua dengan pengiriman 53,1 juta unit dan pangsa pasar 16,9%. Namun yang mengesankan adalah pertumbuhan tahunan Xiaomi yang melejit 86,6%.
Company
2Q21 Shipment Volumes
2Q21 Market Share
2Q20 Shipment Volumes
2Q20 Market Share
Year-Over-Year Change
1. Samsung
59.0
18.8%
54.0
19.5%
9.3%
2. Xiaomi
53.1
16.9%
28.5
10.3%
86.6%
3. Apple
44.2
14.1%
37.6
13.6%
17.8%
4. OPPO
32.8
10.5%
24.0
8.7%
37.0%
5. vivo
31.6
10.1%
23.7
8.6%
33.7%
Others
92.4
29.5%
109.0
39.4%
-15.2%
Total
313.2
100.0%
276.6
100.0%
13.2%
Source: IDC Quarterly Mobile Phone Tracker, July 28, 2021
Apple berada di posisi ketiga, dengan volume pengiriman 44,2% dan menguasai pangsa pasar 14,1%. OPPO keempat dengan 32,8 juta unit dan 10,5%, serta vivo 31,6 juta unit dan 10,1%. Sisa pasar gabungan vendor smartphone di bawah top lima menyumbang 92,4 juta unit dan memperebutkan pangsa pasar 29,5%.
Hal yang tidak biasa pada kuartal tersebut ialah pasar China tidak mengalami pertumbuhan. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain tidak adanya peluncuran smartphone flagship baru dan permintaan yang berkelanjutan untuk smartphone Huawei.
IDC menjelaskan bahwa pasar smartphone bisa dibilang cukup beruntung, karena tidak mengalami kendala pasokan yang parah seperti yang terjadi di industri PC, display, dan otomotif. Meski pandemi masih jauh dari kata usai, namun konsumen di seluruh dunia terus menunjukkan kebutuhan akan mobile device.
Selain itu, meski perangkat 5G sedang meningkatkan, terutama karena munculnya smartphone 5G dengan harga yang terjangkau, namun masih belum menjadi urgensi bagi konsumen membeli smartphone 5G. Ke depan IDC memprediksi peningkatan yang lebih besar dalam pengiriman untuk smartphone dari vendor China yang pada akhirnya dapat memotong dominasi Samsung dan Apple.
The COVID-19 pandemic has highly benefited the growth of the gaming industry. In addition to the boost in sales of games, consoles, and gaming hardware, the pandemic has also increased the average playing time of most gamers. Although citizens of some countries have been freed from the COVID-19 calamity and went back to living life normally, the trends that emerged due to the pandemic — such as playing more games and watching more gaming streams — are surprisingly persisting.
The Driving Force of the Game Industry’s Growth: Mobile Gaming
Currently, mobile gaming seems to have the largest contribution in terms of consumer spending growth in digital games. According to the report published by App Annie and IDC, the total expenditure of mobile gamers around the world was over $120 billion USD, 2.9 times as much as the total spending of PC gamers, which only reached $41 billion USD. Console and handheld console players, on the other hand, had a total expenditure of $39 billion USD and $4 billion USD, respectively.
In the case of mobile gaming, Asia Pacific is still the region with the largest contribution to gamer’s total spendings, 50% to be exact. Interestingly, this figure actually plateaued throughout the pandemic. Instead, gamers in other regions, like NA and Western Europe, experienced an increase in gaming expenditure. Although the Asia Pacific region had massive spending in mobile games, expenses from PC/Mac gamers in the region declined marginally by 4%. This trend can be explained perhaps by the unfortunate closing of many internet cafes in the pandemic.
On the other hand, the total worldwide expenditure in the realm of console gaming is expected to rise due to the launch of PlayStation 5 and Xbox Series X/S at the end of 2020. App Annie and IDC also mentioned that the console gaming audience has the potential to grow exponentially in the Asia Pacific region. With the recent launch of Xbox Series X in China on June 10, 2021, and PlayStation 5 on May 15, 2021, we should expect to see a surge in the console player population in Asia. In terms of handheld consoles, Nintendo Switch Lite is currently the only console that incentivizes consumption growth. As of September 2020, Nintendo has discontinued the production of the 3DS. Fortunately, the e-shop of the 3DS is still accessible.
In the United States, console sales increased rapidly in April 2020 after the US government announced the country’s lockdown. As console sales increase, more and more people subsequently download companion apps — such as Steam, PlayStation App, Nintendo Switch, and Xbox — that allow their PC/console game accounts to be accessible through their smartphones. Additionally, these companion apps also has chatting features so users can interact with their friends. Some apps also offer cloud gaming features that allows gamers to play their console games via smartphones.
Cross-Platform Games
One of the gaming trends that persisted after the COVID-19 pandemic is the rate of mobile game downloads. In the first quarter of 2021, there were over 1 billion mobile game downloads globally. This figure is 30% greater compared to Q4 of 2019. Expenditures on mobile games also increased in the same period. In Q1 2021, the total spending of mobile gamers around the world reached $1.7 billion USD per week, an astounding increase of 40% from the pre-pandemic period. Many game publishers, as a result, began placing their interest in launching games on the mobile platform.
Just like the mobile game segment, PC gaming also experienced some degree of growth during the pandemic. We can find this trend in the rise of Steam’s concurrent users and players. From October 2019 to April 2020, the number of daily concurrent users on Steam increased by 46% to a staggering 24.5 million users. Steam’s daily concurrent players also surged by 61% to 8.2 million. However, if we extend the period to March 2021, Steam’s daily users and player numbers reached 26.85 million (46% increase) and 7.4 million (60% increase), respectively. As we see from the statistics above, Steam’s player and user count did not decline but, instead, persisted after the pandemic.
What makes games so popular in the pandemic? According to App Annie and IDC, online real-time features — such as PvP — are highly common in today’s popular games, regardless of the gaming platform. In other words, most gamers want to play and interact with each other. After all, games can help cope with the loneliness of the pandemic isolation by providing a medium to connect with friends. Another feature that is rising in popularity is cross-play: a feature that allows gamers to play one game on multiple platforms. For example, players can start a game on PC and continue playing it on mobile or vice versa.
An example of a game that, by far, has implemented the best cross-play feature is Genshin Impact. Since its launch in September 2020, miHoYo (the game dev of Genshin Impact) immediately released the game on several platforms at once: PC, console, and mobile. miHoYo’s decision to prioritize cross-play features — such as cross-save and co-op modes across platforms — is one of the reasons why Genshin Impact has successfully become a phenomenon in the gaming world.
Another popular cross-platform game is Among Us. In the span of just a few months in 2020, the player count of Among Us skyrocketed. In January 2020, the number of concurrent players in Among Us was less than a thousand. However, in September 2020, over 400 thousand people around the world were playing the game. Among Us is also incredibly popular on the mobile platform. At some point, Among Us download numbers in mobile were able to peak in the US, UK, and South Korea.
Gaming Stream Watch Times
The pandemic has also increased the amount of time people spend watching gaming content broadcasts. Up until April 2021, user engagement rates from Twitch and Discord continue to rise. In China, the watch times of game streaming platforms such as bilibili, Huya, and DouyuTV, have also gone up. The largest increase, uncoincidentally, occurred in the first half of 2020, which is when the COVID-19 pandemic started to emerge and forced people into quarantining in their homes.
Viewers also become less hesitant in spending money on these platforms as they become more invested in them. Recently, there has been a steady rise in the total expenditure of Twitch and Discord users. In Q4 2020, Twitch managed to enter the list of 10 non-gaming applications with the largest total revenue. Twitch even climbed to 8th place on the list during the first quarter of 2021.
Featured Image: Unsplash. Translated by: Ananto Joyoadikusumo.
Pandemi COVID-19 justru memberikan dampak positif pada industri game. Selain mendorong penjualan konsol, hardware, dan game, pandemi juga membuat para gamers menghabiskan lebih banyak waktunya untuk bermain game. Menariknya, meskipun kehidupan sudah mulai kembali normal di beberapa negara, tren yang muncul karena pandemi — seperti mengunduh lebih banyak game dan menonton streaming game lebih lama — juga tetap bertahan.
Mobile Jadi Pendorong Pertumbuhan Industri Game
Mobile game menjadi pendorong utama pertumbuhan spending konsumen di digital game. Menurut laporan App Annie dan IDC, total belanja dari para mobile gamers mencapai US$120 miliar, 2,9 kali lipat dari total belanja gamers di PC/Mac, yang hanya mencapai US$41 miliar. Sementara itu, total belanja dari pemain konsol mencapai US$39 miliar dan konsol handheld US$4 miliar.
Untuk segmen mobile game, Asia Pasifik masih menjadi kawasan dengan kontribusi terbesar pada total spending gamers. Sekitar 50% dari total belanja mobile gamers berasal dari Asia Pasifik. Namun, dari persentase kontribusi Asia Pasifik tidak bertambah. Alasannya karena total belanja mobile gamers di kawasan lain juga mengalami kenaikan. Di kawasan Amerika Utara dan Eropa Barat, dua negara yang menjadi pendorong pertumbuhan spending mobilegamers adalah Amerika Serikat dan Jerman. Walau Asia Pasifik memberikan kontribusi besar pada total spending mobile game, total belanja dari gamers PC/Mac justru mengalami penurunan, sekitar 4%. Hal ini terjadi karena banyak warung internet yang tutup akibat pandemi.
Secara global, total belanja di segmen konsol diperkirakan akan mengalami kenaikan berkat peluncuran PlayStation 5 dan Xbox Series X/S pada akhir tahun 2020. App Annie dan IDC juga menyebutkan, segmen konsol punya potensi besar untuk tumbuh di kawasan Asia Pasifik. Pasalnya, Xbox Series X baru saja diluncurkan di Tiongkok pada 10 Juni 2021 dan PlayStation 5 bahkan telah dirilis pada 15 Mei 2021. Sementara di segmen konsol handheld, saat ini, Nintendo Switch Lite menjadi satu-satunya konsol yang mendorong pertumbuhan spending di segmen ini. Memang, pada September 2020, Nintendo telah mematikan 3DS. Meskipun begitu, e-shop dari 3DS masih bisa diakses oleh kebanyakan gamers.
Di Amerika Serikat, penjualan konsol meningkat pesat pada April 2020, setelah pemerintah mengumumkan bahwa mereka akan melakukan lockdown. Bersamaan dengan meningkatnya penjualan konsol, semakin banyak pula orang yang mengunduh aplikasi pendamping — seperti Steam, PlayStation App, Nintendo Switch, dan Xbox. Tren ini muncul karena aplikasi pendamping memudahkan para gamers untuk mengatur akun game PC/konsol mereka melalui smartphone. Selain itu, aplikasi pendamping juga punya fitur sosial sehingga para gamers bisa mengobrol dengan teman-teman mereka via aplikasi tersebut. Ada juga aplikasi yang menawarkan fitur cloud gaming. Sehingga para gamers bisa memainkan game konsol mereka via smartphone.
Fitur Cross-Platform Buat Game Jadi Populer
Salah satu kebiasaan gamers yang tetap bertahan satu tahun setelah pandemi COVID-19 muncul adalah kebiasaan untuk mengunduh mobile game. Pada Q1 2021, jumlah download mobile game per minggu mencapai 1 miliar game setiap minggunya, naik 30% jika dibandingkan pada total download pada Q4 2019. Total spending mobile gamers di periode yang sama juga mengalami kenaikan. Pada Q1 2021, total spending para gamers mencapai US$1,7 miliar per minggu, naik 40% dari masa sebelum pandemi. Hal ini membuat publisher tertarik untuk meluncurkan game mereka di mobile untuk menumbuhkan jumlah pemain mereka. Saat ini, beberapa mobile game dengan pemasukan terbesar antara lain Lineage M, Lords Mobile, Roblox, dan PUBG Mobile.
Sama seperti segmen mobile game, segmen PC gaming juga mengalami pertumbuhan selama pandemi. Hal ini tercermin dari meningkatnya jumlah concurrent users dan players di Steam. Sejak Oktober 2019 sampai April 2020, jumlah concurrent users harian di Steam mengalami peningkatan 46%, menjadi 24,5 juta orang. Dan jumlah concurrent players harian Steam bertambah 61%, menjadi 8,2 juta orang. Sementara para periode Oktober 2019-Maret 2021, jumlah concurrent users harian Steam mencapai 26,85 juta orang — naik 46% — dan jumlah concurrent players mencapai 7,4 juta orang — dengan tingkat kenaikan 60%. Hal ini menunjukkan, peningkatan jumlah pengguna dan pemain di Steam yang terjadi selama pandemi masih akan bertahan.
Lalu, apa yang membuat game menjadi populer? Menurut App Annie dan IDC, fitur real-time online — seperti PvP — merupakan fitur yang banyak ditemui di game-game populer, terlepas dari platform game tersebut. Dengan kata lain, banyak gamers yang ingin bisa bermain dengan gamer lain. Tampaknya, bermain game membantu para gamers untuk tetap terhubung dengan teman-teman mereka dan mengatasi perasaan terisolasi akibat pandemi. Fitur lain yang menjadi populer adalah cross-play, fitur yang memungkinkan gamers untuk memainkan satu game di beberapa platform. Contohnya, pemain bisa memainkan sebuah game di PC dan melanjutkannya di mobile atau sebaliknya.
Salah satu contoh game yang bisa mengeksekusi fitur cross-play dengan baik adalah Genshin Impact. Memang, ketika diluncurkan pada September 2020, developer miHoYo langsung merilis game tersebut di beberapa platform sekaligus: PC, konsol, dan mobile. Dan keputusan miHoYo untuk mengutamakan fitur cross-play — seperti cross-save dan co-op mode antar platform — menjadi salah satu alasan mengapa Genshin Impact berhasil menjadi populer secara global.
Contoh game lain yang punya fitur cross-platform adalah Among Us. Pada 2020, hanya dalam beberapa bulan, jumlah concurrent players dari game tersebut meningkat drastis. Pada Januari 2020, jumlah concurrent players dari Among Us kurang dari seribu orang. Sementara pada September 2020, angka itu naik menjadi lebih dari 400 ribu orang. Tak hanya itu, Among Us juga sukses di mobile. Buktinya, game itu pernah menjadi game dengan jumlah download terbanyak di Amerika Serikat, Inggris, dan Korea Selatan.
Durasi Menonton Streaming Game Naik
Pandemi tidak hanya membuat orang-orang menghabiskan lebih banyak waktu mereka untuk bermain game, tapi juga untuk menonton siaran konten gaming. Hingga April 2021, tingkat engagement pengguna dari Twitch dan Discord terus mengalami kenaikan. Sementara di Tiongkok, jumlah waktu yang orang-orang habiskan untuk menonton konten di platform streaming game seperti bilibili, Huya, dan DouyuTV, juga naik. Kenaikan terbesar terjadi pada Q1 dan Q2 2020. Memang, ketika itu, gelombang pertama COVID-19 telah muncul, memaksa orang-orang untuk tidak keluar rumah.
Seiring dengan bertambahnya waktu yang dihabiskan orang-orang untuk menonton konten game, maka besar uang yang mereka keluarkan pun ikut bertambah. Belakangan, total spending dari pengguna Twitch dan Discord menunjukkan kenaikan yang stabil. Pada Q4 2020, Twitch berhasil masuk dalam daftar 10 aplikasi non-gaming dengan total spending terbesar. Dan pada Q1 2021, mereka bahkan naik ke peringkat 8.
Tahun 2020 merupakan tahun yang berat, namun persaingan di industri smartphone tetap sangat sengit dan sekaligus menarik. Dilansir dari GSMArena, saya telah merangkum laporan dari beberapa lembaga riset termasuk IDC, Counterpoint, dan Canalys. Bagaimana kondisi industri smartphone saat ini dan kini siapa yang memegang gelar raja smartphone?
Mulai dari laporan IDC, pada kuartal keempat 2020 pasar smartphone bangkit kembali dengan total pengiriman 385,9 juta unit. Pasar smartphone mengalami pertumbuhan sebesar 4,3% dibanding kuartal keempat tahun 2019. Hampir semua vendor teratas kecuali Huawei mengakhiri tahun 2020 dengan baik.
Pada kuartal keempat 2020, Apple memimpin diikuti Samsung, Xiaomi, OPPO, dan Huawei di lima besar. Kenaikan penjualan Apple dipicu oleh iPhone 12 series dengan pengiriman 90,1 juta unit dan Samsung berada diurutan kedua dengan pengiriman 73,9 juta unit.
Meski begitu, pengiriman smartphone untuk sepanjang tahun 2020 – Samsung masih memimpin dengan pengiriman 266,7 juta unit. Posisi kedua Apple 206,1 juta unit, diikuti Huawei 189 juta unit, Xiaomi 147,8 juta unit, dan vivo 111,7 juta unit. Total pengiriman smartphone di tahun 2020 mencapai 1,29 miliar unit atau turun 5,9% dibanding tahun 2019 dengan total pengiriman 1,37 miliar unit.
Beralih ke laporan Counterpoint, menegaskan bahwa Apple berada di paling depan pada kuartal keempat 2020 dengan pengiriman tercatat 81,9 juta unit. Disusul Samsung di tempat kedua dengan 62,5 juta unit, Xiaomi 43 juta unit, OPPO 34 juta unit, dan Vivo 33 juta unit. Huawei terlempar dari lima besar dan berada di posisi keenam dengan pengiriman 33 juta unit.
Sementara, untuk total pengiriman di tahun 2020 – Samsung masih berada di peringkat pertama dengan pengiriman 255,7 juta uni. Lima besar lainnya ialah Apple dengan 201,1 juta unit, Huawei 187,7 juta unit, Xiaomi 145,8 juta unit, dan vivo 108,5 juta unit. Jumlah pengiriman semuanya di tahun 2020 1,33 miliar unit.
Catatan yang menarik ialah Realme, di mana pada kuartal keempat 2020 menempati urutan ketujuh dengan pengiriman 14 juta unit. Namun Realme berhasil mengalami pertumbuhan 65% di tahun 2020 dari 2019. Sementara, Huawei mengalami penurunan -21% dari tahun 2019 ke 2020. Salah satu penyebabnya karena Amerika Serikat menjatuhkan sanksi pembatasan perdagangan terhadap Huawei.
Lanjut ke laporan Canalys, faktanya Apple memang memimpin pada kuartal keempat 2020 dengan pengiriman 81,8 juta unit. Diikuti oleh Samsung, Xiaomi, OPPO, dan Vivo, tercatat Huawei keluar dari limat besar.
Meski begitu, seluruh tahun 2020 masih milik Samsung dengan pengiriman 255,6 juta unit. Apple berada di posisi kedua dengan 207,1 juta unit, diikuti Huawei (Honor masih termasuk) 188,5 juta unit, Xiaomi 149,6 juta unit, dan OPPO 115,1 juta unit. Total semua pengiriman smartphone di tahun 2020 menurut Canalys 1,26 miliar unit atau turun -7% dibanding tahun lalu dengan 1,37 miliar unit.
Banyak negara melakukan karantina sejak virus corona mewabah. Kebanyakan orang-orang yang tak bisa keluar rumah menghabiskan waktunya untuk bermain game atau menonton siaran game dan esports. Menurut laporan dari Esports Charts dan IDC, jumlah hours watched di Twitch pada Mei 2020 naik dua kali lipat jika dibandingkan dengan pada Desember 2019, sebelum pandemi.
Lima belas game terpopuler di Twitch — termasuk league of Legends, Fortnite, Counter-Strike: Global Offensive, Grand Theft Auto V, dan Dota 2 — mengalami kenaikan hours watched yang signifikan. Pada Mei 2020, total durasi konten ditonton dari 15 game tersebut naik 88 persen. Sementara tiga game yang mengalami pertumbuhan hours watched paling besar adalah Call of Duty: Modern Warfare, Escape From Tarkov, dan Grand Theft Auto V. Pertumbuhan hours watched dari ketiga game itu mencapai 2,8 kali lipat.
Menariknya, salah satu alasan mengapa viewership esports naik selama pandemi virus corona adalah karena para penyelenggara turnamen esports memutuskan untuk membatalkan turnamen offline atau mengganti format turnamen menjadi online.
“Setelah menganalisa dampak dari COVID-19, kami optimistis bahwa industri esports akan siap jika muncul masalah lain dengan skala sebesar pandemi ini,” kata CEO Esports Charts, Artyom Odintsov, seperti dikutip dari Esports Charts. “Meskipun seelama pandemi total hours watched dari turnamen esports terus naik, masih belum diketahui bagaimana nasib dari turnamen esports offline. Seiring dengan berkembangnya industri esports dan streaming, kami ingin tahu tentang dampak jangka panjang dari COVID-19 pada industri esports dan streaming.”
Satu hal yang pasti, dalam lima tahun belakangan, ketertarikan akan esports terus naik, menurut survei yang dilakukan oleh Esports Charts dan IDC pada Q3 2019. Di Amerika Serikat, sebanyak 30 persen responden — atau sekitar 53 juta orang — mengaku bahwa mereka pernah berpartisipasi, menghadiri, atau menonton turnamen esports dalam satu tahun terakhir.
Di AS, sebanyak 20 persen dari orang-orang yang mengaku sebagai PC gamer hardcore menonton esports. Angka ini lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah penonton esports di Tiongkok, Brasil, atau Rusia. Di Rusia, 28 persen PC gamerhardcore menonton esports, sementara di Brasil, angka itu naik menjadi 30 persen, dan di Tiongkok naik menjadi 51 persen.
IDC dan Esports Charts bekerja sama untuk membuat laporan tentang pengaruh pandemi virus corona pada viewership dari esports. Berdasarkan laporan tersebut, total durasi video ditonton (hours watched) di Twitch mencapai 1,72 miliar jam, naik 98 persen jika dibandingkan dengan hours watched pada Desember 2019, yang dijadikan sebagai tolak ukur.
Namun, dalam laporan itu, juga terlihat bahwa total durasi video ditonton pada Mei 2020 turun 3 persen jika dibandingkan dengan bulan April. Hal ini berarti, ke depan, corona mungkin tidak lagi membuat viewership esports naik. Pada Q1 2020, total durasi video ditonton Twitch menembus 3 miliar jam untuk pertama kalinya. Namun, rekor tersebut kembali dipecahkan pada Q2 2020, saat total durasi video ditonton Twitch mencapai 5 miliar jam.
Untuk membuat laporan ini, IDC dan Esports Charts juga memantau 15 turnamen esports yang diadakan sepanjang karantina. Mereka lalu membandingkan jumlah penonton dari turnamen-turnamen tersebut dengan kompetisi yang sama saat diadakan pada 2019. Sebanyak 8 dari 15 turnamen mengalami kenaikan dalam total durasi video ditonton.
Kenaikan hours watched dari masing-masing turnamen beragam. Misalnya, League of Legends Spring European Championship hanya mengalami kenaikan viewership sebesar 17 persen. Sementara turnamen Counter-Strike: Global Offensive, Intel Extreme Masters Katowice mengalami kenaikan hingga 461 persen. IEM Katowice diadakan pada akhir Februari 2020. Ketika itu, izin ESL untuk mengadakan turnamen esports mendadak dicabut sehingga IEM Katowice harus diadakan tanpa penonton di tempat acara.
Sayangnya, tidak semua turnamen esports mendapatkan dampak positif akibat pandemi corona, menurut laporan Games Industry. Contohnya, turnamen Arena of Valor dan Garena Free Fire justru kehilangan para penontonnya. Namun, secara keseluruhan, total viewership turnamen esports mengalami kenaikan. Dari 15 turnamen esports yang diteliti oleh IDC dan Esports Charts, secara rata-rata, total hours watched naik hingga 114 persen sementara jumlah rata-rata penonton naik 67 persen.
Dalam laporan terbarunya, IDC juga memasukkan hasil survei yang mereka lakukan pada September 2019. Survei ini diajukan pada 2.500 gamer PC dewasa di 5 negara, yaitu Amerika Serikat, Brasil, Jerman, Rusia, dan Tiongkok. Selain itu, mereka juga mengadakan survei pada 7.500 gamer di Amerika Serikat.
Di AS, IDC menemukan bahwa 72 persen gamer yang menonton esports merupakan laki-laki. Hal ini berarti, jumlah fans esports perempuan mengalami kenaikan. Pada 2016, survei yang dilakukan oleh Nielsen menunjukkan bahwa 81 persen penonton esports adalah laki-laki. Menariknya, jumlah gamer perempuan dalam grup yang mengaku bukan fans esports justru jauh lebih tinggi, mencapai 52 persen.
Empat bulan lalu, Canalys merilis data yang cukup mengejutkan terkait pangsa pasar smartphone di tanah air. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, OPPO berhasil menguasai pangsa pasar ponsel di Indonesia, merebut posisi nomor satu yang selama ini dipegang oleh Samsung.
Lebih mengejutkan lagi, hasil temuan Canalys itu ternyata berbeda jauh dari hasil riset Counterpoint untuk periode yang sama, yang masih mencatatkan Samsung sebagai penguasa pasar smartphone di Indonesia. Lalu mana yang lebih bisa kita percaya? Daripada membahas yang sudah lewat, lebih baik kita meninjau hasil riset untuk kuartal ketiga, dan kebetulan kali ini sumber datanya bertambah satu, yakni IDC.
Seperti yang bisa kita lihat pada gambar, lima pabrikan smartphone dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia versi IDC adalah, sesuai urutannya: OPPO, Vivo, Samsung, Realme, dan Xiaomi. Sebagian besar dari angka 26,2% yang dicatatkan OPPO berasal dari penjualan di segmen low-end dan mid-range.
Samsung di urutan ketiga dinilai kehilangan banyak pangsa pasar akibat deretan ponsel seri Galaxy A baru yang datang terlalu cepat, hanya terpaut beberapa bulan dari masing-masing pendahulunya. Juga menarik adalah Xiaomi, yang disebut penjualannya menurun akibat perangkat yang didistribusikan melalui jalur non-resmi.
Data estimasi versi IDC ini cukup mirip dengan versi Canalys, yang juga mencatatkan OPPO di posisi pertama. Bedanya, Canalys menempatkan Xiaomi di peringkat kedua, dan saya menduga mereka mengikutsertakan penjualan unit-unit Xiaomi non-resmi, sehingga persentasenya pun berbeda jauh dari yang dicatatkan IDC.
Untuk Samsung, raksasa Korea Selatan itu sama-sama menduduki posisi ketiga baik di data versi IDC maupun Canalys. Juga menarik untuk disorot adalah pertumbuhan tahun demi tahun (YoY growth) Vivo yang cukup signifikan di angka 74%. Kemungkinan besar kontributor utamanya adalah Vivo Z1 Pro, yang boleh dibilang berhasil menaikkan kelas Vivo ke segmen mid-range.
Terakhir, ada riset periode yang sama dari Counterpoint. Estimasi mereka rupanya berbeda sendiri, dengan Samsung yang masih menduduki posisi pertama, dan OPPO di posisi ketiga. Seperti yang bisa kita lihat pada tabel di atas, selisih angkanya memang tidak terlalu jauh antara Samsung, Xiaomi dan OPPO selaku tiga besar versi Counterpoint.
Terlepas dari itu, yang tidak bisa diragukan atau didebatkan adalah fakta bahwa brand asal Tiongkok benar-benar semakin mendominasi penjualan smartphone di tanah air. Kalau tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin tahun depan ketiga pusat riset ini menyimpulkan hal yang sama, bahwa Samsung bukan lagi pabrikan ponsel nomor satu di Indonesia.
Sejumlah statistik menarik terungkap dalam beberapa cuitan yang diposting oleh Direktur riset IDC, Fransisco Jeronimo. Salah satu yang cukup menarik, bahwa Essential – perusahaan rintisan Andy Rubin – hanya mampu mengapalkan kurang dari 90 ribu unit smartphone sepanjang tahun 2017. Angka ini disebut jauh dari espektaksi, membuat perusahaan yang sempat mendapat respon positif dari publik tersebut harus berusaha ekstra keras tahun ini. Dalam cuitannya, Jeronimo menyebutkan Essential masih jauh untuk menjadi pabrikan smartphone yang sukses.
Essential Phone pertama kali meluncur pada bulan Agustus tahun lalu. Terlepas dari laporan yang diklaim oleh IDC, peluncuran smartphone dari “bapaknya Android” ini disebut tak terlalu buruk untuk ukuran smartphone pendatang baru. Namun, bisnis adalah bisnis, angka penjualan menunjukkan keberhasilan sebuah produk. Dan jika itu indikator utamanya, Essential Phone memang bisa dikatakan belum berhasil. Terutama mempertimbangkan hype di awal-awal kabar kemunculannya menggema di seluruh dunia.
. @Arubin‘s @essential smartphone is still a long way from becoming a successful venture. In 2017, it shipped less than 90K units (first six months after launch) pic.twitter.com/NHVlA2Gjzr
Selama masa liburan kemaren, Essential Phone masuk dalam daftar smartphone yang mendapatkan potongan harga paling besar. Di gelaran Cyber Monday misalnya, harga jual smartphone ini menyentuh angka $399 per unitnya. Cuitan lainnya membeberkan statistik lainnya, bahwa Google sukses menggandakan pengapalan Pixel dari tahun lalu menjadi 3.9 juta unit smartphone. Peningkatan signifikan ini menjadi pertanda bagus bagi Google yang mencoba mencuri celah, meskipun di kancah persaingan global, Google hanya kebagian 1% pangsa pasar.
Bermodalkan spesifikasi dan dukungan ekosistem Google yang matang, perangkat Pixel punya kans besar untuk mengubah peta persaingan, guna mendobrak dominasi Samsung dan Apple. Jalannya masih panjang, tapi dari tahun ke tahun, Pixel terus menunjukkan tren positif dan tak butuh waktu lama bagi Pixel untuk mulai mengancam brand-brand lawas.
Apple menjadi penguasa global di ranah smartphone, mengalahkan rivalnya Samsung yang relatif mengendur, tapi hanya di kuartal keempat tahun 2017. Dalam laporan statistik pengapalan smartphone di tahun 2017 oleh IDC, terungkap kembali pola lama di mana Apple merebut posisi pertama di kuartal keempat, sedangkan Samsung lebih dominan di tiga kuartal pertama di tahun tersebut. Pola yang sama juga terjadi di kuartal keempat tahun lalu.
Secara umum berdasarkan laporan IDC, pengapalan smartphone ke seluruh dunia di kuartal keempat tahun 2017 mengalami penurunan sebesar 6,3% dari 430,7 juta unit menjadi 403,5 juta unit. Sedangkan untuk statistik satu tahun penuh, pengapalan smartphone mengalami penurunan kurang dari 1% dari 1.473 miliar unit menjadi 1.472 miliar unit. Penurunan ini dipengaruhi oleh lesunya pasar-pasar vital seperti Amerika Serikat dan Tiongkok. IDC menyoroti bahwa sebagian besar konsumen tak ingin buru-buru mengganti smartphone lamanya dengan model yang lebih baru.
Pengapalan Smartphone Global di Kuartal Keempat 2017
Berdasarkan tabel yang tersaji di atas, Apple menjadi yang pertama dalam daftar 5 besar brand top dunia. Meski demikian, dibandingkan kuartal keempat tahun 2016, volume pengapalan iPhone mengalami penurunan sebesar 1,3% dari 78,3 juta unit menjadi 77,3 juta unit. Tetapi penurunan lebih besar dialami oleh Samsung dan Huawei yang menempati posisi kedua dan ketiga masing-masing sebesar 4,4% dan 9,7%.
Cerita berbeda ditunjukkan oleh Xiaomi yang menjadi satu-satunya brand yang berhasil mencatatkan angka positif dengan pertumbuhan mencapai 96,9%. Selama kuartal keempat tahun 2017 Xiaomi berhasil mengapalkan sebanyak 28,1 juta unit smartphone, melonjak tajam dari catatan tahun lalu sebanyak 14,3 juta unit.
Pengapalan Smartphone Global di Tahun 2017
Untuk satu tahun penuh, pengapalan global smartphone di tahun 2017 mengalami sedikit perubahan. Kali ini Samsung yang menjadi rajanya dengan jumlah pengapalan sebanyak 317,3 juta unit. Angka ini naik 1,9% dibandingkan capaian tahun 2016 lalu.
Apple yang tadinya berada di puncak, lengser di peringkat kedua dengan jumlah pengapalan sebanyak 215,8 juta unit smartphone atau naik hanya 0,2% dari tahun 2016.
Tiga peringkat sisanya ditempati oleh Huawei, Oppo dan Xiaomi yang masing-masing mencatatkan pengapalan sebanyak 153 juta, 111 juta, dan 92 juta unit smartphone. Xiaomi lagi-lagi mencatatkan pertumbuhan paling signifikan mencapai 74,5% dari tahun ke tahun.
Dengan memanasnya persaingan di industri mobile, sejumlah pabrikan mencoba untuk bertahan dengan apa yang sudah mereka gapai saat ini. Perusahaan-perusahaan asal Tiongkok masih akan terus berjibaku di segmen kelas entry level dengan harga relatif terjangkau tapi dengan fitur-fitur terbaru. Nama-nama seperti Xiaomi, Vivo dan Oppo diyakini masih akan terus menawarkan perangkat dengan harga yang kempetitif. Sedangkan brand seperti Samsung dan Apple mencoba menawarkan lebih banyak pilihan dan mempertahankan cengkraman mereka di kelas high-end.
Catatan lain, bahwa statistik ini hanyalah data pengapalan dari pabrikan ke seluruh dunia, bukan angka penjualan langsung ke konsumen. Ada kemungkinan tidak semua perangkat yang dikapalkan akan habis terjual.