Tag Archives: Ideation

Alamanda Shantika

Mempelajari Lika-liku Pencarian Masalah dan Solusi Bersama Alamanda

Menghidupi kewirausahaan digital di masa ini mungkin jadi pilihan karier yang menarik. Sistem kerja yang menuntut serbacepat dan penuh inovasi menjadikan pilihan bekerja di sektor ini cukup menantang.

Sumber inovasi bisa datang dari mana saja, namun asal datangnya masalah bisa lebih banyak lagi. Founder & CEO Binar Academy Alamanda Shantika berbagi cerita mengenai seluk-beluk pemecahan masalah yang terjadi di startup. Alamanda berbagi ilmunya tersebut dalam #SelasaStartup kali ini.

Kreatif mengidentifikasi masalah

Pepatah bilang, ilham datangnya bisa dari mana pun. Ini diamini betul oleh Alamanda. Suatu hari Alamanda datang ke kantor bank mengurus keperluannya. Dalam kunjungannya itu dia juga disodori banyak sekali produk perbankan yang menurutnya jelas tidak relevan untuk seseorang sepertinya.

“Melihat itu saya sebagai pelanggan jadi kesal karena saya tahu bankir itu lagi mikirin targetnya. Akhirnya yang dia lakukan tebar jaring ke semua orang. Ok target kita penting, tapi jangan jadikan itu sebagai patokan yang didewakan. Yang kita dewakan itu customer. Dengan kita mengerti pelanggan day to day, inovasi akan muncul,” ujar Alamanda.

Namun telaah masalah itu tak bisa otomatis datang. Perlu asupan pengetahuan yang kuat untuk mengasah daya kritis dan kreativitas dalam mencari masalah. Alamanda menganjurkan mereka yang bekerja di bisnis digital untuk memperkaya diri dengan tren dan fenomena di luar negeri. Hal ini tak lepas dari kenyataan bahwa pendidikan dan teknologi dalam negeri masih cukup jauh tertinggal dengan negara-negara maju lain.

“Simpel aja, kalau kita mau desain kamar pasti kita cari referensi di Pinterest. Itu cara kita bekerja dalam mencari kreativitas, mencari asupan,” imbuhnya.

Sebisa mungkin menyayangi pelanggan

Inovasi adalah jualan wajib dari sebuah perusahaan digital. Apakah inovasi mereka bisa bergerak cepat atau tidak bergantung dari bagaimana mereka memperoleh dan mengolah data dari transaksi pelanggan mereka.

Alamanda percaya berusaha mengenal pengguna layanan sebaik mungkin adalah langkah menuju kesuksesan. Dari data tersebut perusahaan bisa mencari kebutuhan-kebutuhan baru atau yang tak terlihat dari konsumen.

Ia mencontohkan sewaktu masih bekerja di Gojek dan membuat layanan GoFood. Alamanda bercerita membuat produk itu dengan berangkat dari data perilaku konsumen Gojek. Perilaku konsumen ini menjadi kunci karena dari sana mereka menemukan masalah yang mungkin bahkan konsumen Gojek sendiri juga belum menyadarinya.

Contoh lainnya adalah pengalaman Alamanda menghadapi masalah di Binar Academy. Di tempat terakhir ini Alamanda mendapati sistem akademi gratis yang mereka besut ternyata hanya mampu menahan sekitar 50% dari total pendaftar. Setelah menelusuri lebih jauh barulah mereka tahu bahwa mereka yang memilih tidak mengikut kelas sampai akhir punya motivasi yang berbeda. Berangkat dari temuan itu, Alamanda dan tim mengubah sistem.

“Kita udah buang duit untuk customer acquisition, begitu konsumen udah masuk jangan disia-siakan, harus disayang. Jadi fokusnya dua, bagaimana kita jangkau market baru yang enggak tahu Binar tapi yang sudah masuk juga harus dijaga dan dimengerti lebih dalam lagi.”

Prinsip sederhana dalam memvalidasi

Kreativitas tentu perlu dalam mencari masalah dan solusinya. Seperti sudah disebut tadi, data dari perilaku konsumen memegang kunci untuk mendasari munculnya kreativitas tersebut. Lalu bagaimana caranya memvalidasi perilaku konsumen?

Jawaban Alamanda adalah kembali ke prinsip yang paling sederhana yakni pemakaian produk, pertumbuhan, stabilitas, dan margin profit. Adakah yang memakai produk mereka, apakah ada pertumbuhan tiap bulan, apakah pertumbuhan itu stabil, dan yang tak kalah penting bagaimana dengan keuntungannya.

Alamanda menggarisbawahi poin terakhir, karena menurutnya ada beberapa startup yang salah kaprah dalam menjalankan roda keuangannya, yang jor-joran bakar duit tapi tak diikuti dengan profit margin yang jelas.

“Aku sesederhana itu aja karena itu yang ingin aku ubah mindset tentang orang-orang bikin startup. Sekarang kan aku di Mandiri Capital juga. Duit investor itu bukan berarti kita bakar-bakar kemudian tidak punya COGS (cost of goods sold) dan pendapatan yang jelas. Duit investor ini harusnya lebih untuk mengembangkan tools yang kita perlukan,” pungkas Alamanda.

Validasi Ide Startup

Menekankan Kembali Pentingnya Validasi Ide Buat Startup

Punya ide cemerlang saja bukanlah bekal yang cukup untuk membawa suatu perusahaan startup bisa “lepas landas” dan berkembang. Perlu validasi yang terus menerus, tidak bisa sekali saja saat baru mau merintisnya.

Berangkat dari validasi ide, akan terbentuk cara eksekusi yang tepat sehingga menimbulkan efek “snowball” seperti misalnya dilirik oleh investor, mendapat pengakuan dari para pengguna dan semakin banyak dikenal oleh masyarakat.

Untuk menekankan pentingnya konsep ini, #SelasaStartup menghadirkan CEO & Co-Founder Nodeflux Meidy Fitranto. Meidy banyak berbagi mengenai pengalamannya bagaimana bisa memvalidasi idenya sehingga terbentuklah Nodeflux, startup intelligent video analysis dengan AI.

Tidak validasi ide, penyebab startup gagal

Meidy menjelaskan punya produk bagus, tim dan uang saja yang cukup tidak menjamin suatu startup bisa sukses. Kunci pertama terletak di kemauan founder untuk menekan ego sendiri yang mengasumsikan produk ini canggih dan pasti akan dibeli masyarakat.

Kenyataan sebenarnya, bahwa tidak ada yang peduli dengan produk dikira canggih dan belum ada di pasar manapun. Ini pasti terjadi ketika asumsi berlebihan tanpa disertai validasi ide.

“Saat Nodeflux dirintis, kita juga bermain dengan asumsi yang ternyata tidak fit dengan pasar. Padahal waktu itu kita berpikir produk ini sangat canggih. Akhirnya market fit bolak balik sampai pivot, lalu ketemu celah yang kita pilih ini bisa dioptimalkan dan jadi landasan Nodeflux untuk maju ke depannya,” kata Meidy.

Untuk validasi ide, ada tiga pertanyaan dasar yang harus bisa dijawab oleh founder. Yakni: (1) apakah ada orang yang mau pakai produk kita?; (2) berapa banyak dari mereka yang mau bayar?; (3) dan seberapa banyak orang di luar sana mau beli produk?.

Dalam membuktikan validasi, satu hal yang wajib dilakukan founder adalah pergi ke luar, bertemu orang untuk melihat seberapa terkonfirmasinya ide dengan kebutuhan pasar. Kalau ingin mendapatkan hasil yang instan, bisa menyebarkan kuisioner dengan random sampling bahkan tidak harus mengeluarkan biaya sepeser pun.

Metode lainnya adalah bertemu langsung dengan perwakilan yang memiliki suara cukup penting dan mewakili industri untuk mendapatkan masukan lebih dalam.

Lakukan validasi secara berulang

Meidy juga menekankan bahwa validasi ini bukan berarti harus dilakukan sebelum bertemu investor, ada juga yang kasusnya baru bisa terjadi setelah mendapat kucuran dana. Kejadian tersebut terjadi di Nodeflux, sebab untuk validasi ide ini disadari butuh uang dan tidak bisa dilakukan dengan cara yang instan dan gratis.

Validasi ide juga tidak bisa dilakukan sekali saja, melainkan harus terus menerus. Meidy menjelaskan bahwa ini terjadi karena validasi ide ini bergerak dinamis, menyesuaikan dengan posisi suatu startup.

Bisa jadi pertama kali dilakukan, dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran besar dari industrinya. Seiring waktu berjalan dia meyakini akan berkembang karena ide kita terhadap sesuatu akan menjadi value, yang mana akan terus bergerak sehingga butuh validasi terus menerus.

Pola validasi ide ini dimulai dari membangun MVP, peluncuran produk, memperbaiki semua kekurangan, dan selalu mengulangi ketiga hal ini.

Prototyping kita dimulai tahun 2015, lalu mulai bangun kantor di tahun berikutnya. Di situ kita dapat funding, rekrut talenta, dan eksekusi produk. Setahun berikutnya baru yakin untuk hadir ke pasar.”

Eksekusi terpenting, ide ada di nomor kesekian

Konsep ini sebenarnya juga dianut oleh para investor, bahwa mereka cenderung untuk berinvestasi ke founder bukan ke produk mereka, seberapa canggih teknologi yang dipakai. Mentalitas founder mampu untuk adaptif terhadap berbagai kemungkinan di luar lingkungan yang bisa memengaruhi bisnis.

Kemampuan adaptif inilah yang lebih penting dari sekadar ide yang bisa ditemukan oleh siapapun tapi belum tentu bisa sukses saat eksekusi.

“Sebaik apapun ide yang dibahasakan dengan baik ke orang, enggak akan segampang itu kalau mau dicontek dari ide saja sebab harus memahami semua seluk beluknya, jadinya tidak mudah.”

Agar eksekusi berjalan mulus, butuh produk bagus yang hanya bisa dihasilkan oleh talenta yang berkualitas. Oleh karenanya, isu rekrut talenta di tahap awal bisa jadi halangan. Meidy mengaku tidak mudah mendapatkan talenta kualitas bagus saat awal Nodeflux dirintis.

Mengingat konsep Nodeflux yang cukup hi-tech, akhirnya diputuskan untuk mengambil pendekatan dengan gimmick marketing “magical particle” yang disematkan dalam situs disertai kalimat marketing dengan susunan eye-catching. Hasilnya cukup banyak aplikasi yang masuk dari anak-anak lulusan S2.

“Kita baru bisa validasi ide setelah dapat funding. Dari situ elemen yang paling susah adalah rekrut orang. Untuk meyakinkan orang gabung itu susah banget, kebanyakan mereka itu mikirnya lebih baik gabung ke startup yang sudah besar. Padahal produk yang bagus itu harus dihasilkan dari orang-orang yang kualitasnya bagus,” pungkasnya.

Kompetisi IdeatION 2019 yang diadakan Bank OCBC NISP memberikan pelatihan, kesempatan magang, dan mentoring. Mulai fokus ke ide-ide di luar perbankan

OCBC NISP Gelar Kompetisi Inovasi Mahasiswa IdeatiON 2019

Untuk kedua kalinya kompetisi bagi mahasiswa untuk menyuarakan ide dan gagasan seputar inovasi perbankan yang diinisiasi Bank OCBC NISP, IdeatiON, digelar. Berbeda dengan tema tahun sebelumnya yang hanya fokus ke inovasi perbankan digital, tahun ini IdeatiON mulai mengembangkan kategori ide di luar perbankan, namun dinilai relevan dan memiliki hubungan dengan layanan perbankan.

Dalam acara peresmiannya hari ini, (17/01), Head of Human Capital OCBC NISP Julie Anwar mengungkapkan, dipilihnya mahasiswa untuk menjadi peserta, karena kebanyakan dari mereka masih memiliki ide segar.

“Mungkin kalau mereka yang sudah berkecimpung di dunia startup agak sulit untuk menerima konsep baru. Berbeda dengan program akselerasi dan inkubator, IdeatiON lebih fokus kepada pengembangan ide dan manajemen di awal,” kata Julie.

Fokus ke proses validasi

Untuk memastikan ide yang sudah didaftarkan peserta nantinya bisa diimplementasikan, IdeatiON akan berkolaborasi dengan Wilanto Consulting yang sudah memiliki pengalaman di bidang perbankan. Pendaftaran IdeatiON sudah bisa dilakukan melalui situs IdeatiON 2019. Nantinya akan dipilih 10 finalis yang bakal dibagi menjadi 3-4 orang per tim. Hadiah yang diberikan kepada pemenang berkisar antara Rp10 juta hingga Rp25 juta.

“Bukan hanya uang, kami juga memastikan ide tersebut bisa dikembangkan setelah proses validasi dilakukan. Jika memang cukup relevan dengan OCBC NISP, bisa jadi akan kita kembangkan ke dalam bisnis OCBC NISP,” kata Julie.

Disinggung apakah nantinya IdeatiON akan berkolaborasi dengan perusahaan teknologi asing, venture capital, atau startup, Julie menyebutkan karena saat ini fokus adalah tahapan awal, IdeatiON tidak memiliki rencana untuk memperluas kemitraan. Untuk konsultan sendiri tidak hanya dari sektor perbankan, tetapi juga dari konsultan teknologi.

CEO DailySocial Rama Mamuaya yang turut hadir dalam acara tersebut menyambut kegiatan IdeatiON yang diinisiasi OCBC NISP ini. Mengacu pada pengalaman yang kerap dialami pendiri startup baru, tantangan terbesar yang dialami saat mendirikan startup adalah mengembangkan dan memvalidasi ide menjadi produk yang bisa dijual.

“Saat ini sekitar 95% startup terpaksa harus tutup ketika usia [perusahaan] masih di bawah 2 tahun. Fakta tersebut membuktikan proses awal terbilang cukup berat yang harus dilalui oleh semua pendiri startup. Untuk itu saya melihat kegiatan seperti ini bisa membantu mereka mengembangkan ide menjadi produk yang bisa digunakan oleh target pengguna,” kata Rama.

Memvalidasi ide bisa dilakukan dengan mendengar target pengguna

Mendengar Pengguna untuk Memvalidasi Ide

Masih dalam seri memvalidasi ide untuk startup, tulisan kali ini akan melengkapi seri sebelumnya yang mengelompokkan validasi ide dalam tiga tahapan utama: (1) menulis atau mengelompokkan ide, (2) mengevaluasi dengan mengajukan beberapa pertanyaan awal, dan (3) langsung terjun ke lapangan untuk mendapat gambaran nyata tentang respons dari ide.

Ide sendiri bisa datang dari mana saja, sehingga perlu dikelompokkan. Yang membedakan satu ide dengan ide lainnya adalah kesesuaiannya untuk menjadi solusi. Itu mengapa ide perlu divalidasi.

Validasi tahap awal

Ada banyak cara untuk memvalidasi ide yang ada, beberapa di antaranya dengan memecahkan pertanyaan-pertanyaan seperti yang sudah dijelaskan di seri sebelumnya atau menggunakan board atau canvas untuk membantu brainstroming dan menemukan apakah ide tersebut layak dieksekusi.

Menggunakan board atau canvas bisa membantu memetakan pola pikir terhadap ide. Keduanya bisa memperjelas posisi masalah, solusi dan kebutuhan pengguna. Termasuk memetakan risiko yang ada.

Jika di tahap awal, cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan bertatap muka one-on-one dengan target pengguna untuk mengerti pain poin atau solusi yang mereka inginkan. Ini adalah bagian dari terjun langsung ke lapangan. Pendekatan ini bisa dilakukan secara personal, misalnya target pengguna Anda adalah pengusaha yang membutuhkan otomatisasi di bidang pengumpulan data, Anda bisa mendatangi salah satu pebisnis untuk mendengar apa yang butuhkan atau apa yang mereka keluhkan. Di titik ini lebih banyak mendengar akan menjadi lebih baik.

Cara lain untuk bisa mendapatkan umpan balik dari target pengguna adalah bergabung dengan komunitas baik di media sosial maupun secara offline. Cara pertama mungkin bisa jadi solusi untuk bisa menjangkau lebih banyak target pengguna.

Tanyakan tidak hanya soal solusi, tetapi juga bagaimana tanggapan mereka soal harga, metode pembayaran hingga jenis berlangganan yang setidaknya mereka harapkan. Pemahaman tentang kebutuhan target pengguna ini bisa menjadi bahan utama untuk menyusun MVP (Minimum Viable Product).

Sebelum membangun MVP

Ada banyak yang harus disiapkan sebelum melangkah ke MVP. Ide harus terlebih dulu “lulus” sebelum hanya jadi sesuatu yang mengecewakan. Fitur, harga, dan segala bentuk produk awal bisa didapat dari pembicaraan dan evaluasi di tahap awal, tetapi itu saja tidak cukup.

Sebelum benar-benar memutuskan untuk mengeksekusi ide usahakan untuk mendapat wawasan dari mereka yang expert di industri yang ingin disasar. Pembahasan mengenai tren, budaya dan tentu saja perkembangan industri tersebut dari tahun ke tahun bisa jadi modal yang sangat bangun. Startup sangat dengan inovasi, dan inovasi akan sangat berkaitan jika sangat dekat dengan perkembangan sebelum-sebelumnya.

Selanjutnya yang bisa dilakukan adalah mencari rekanan, jika Anda seorang yang memiliki keahlian untuk membuat program Anda bisa mencari rekan yang berasal dari industri yang ingin di sasar atau mereka yang paham tentang strategi pemasaran. Sebaliknya, jika Anda berangkat dari pakar di bidangnya yang sedang mencari solusi berbasis teknologi tapi terhambat dengan penguasaan teknologi itu sendiri maka mencari seorang rekan developer.

Perlu digarisbawahi rekan di sini bukan mereka yang diajak untuk mengembangkan ide bersama, tetapi sebatas rekan untuk memvalidasi ide yang ada. Tentu akan lebih enak jika mereka adalah orang-orang yang dikenal dengan baik.

Selanjutnya yang bisa melengkapi dalam tahap validasi ide adalah melengkapi dengan business plan, atau sederhananya menyiapkan sumber penghasilan dari bisnis. Hal itu tentu wajib, jika ide yang Anda siapkan memang bertujuan dikembangkan untuk bisnis.

Sumber : Medium Founder PlayBook, Entrepeneur

Lima Tips Mengerucutkan Ide Setelah Brainstorming

Mendapatkan ide untuk pengembangan bisnis, tidak selalu datang dari diri Anda sendiri. Bisa saja datang setelah brainstorming bersama tim bisnis, sebab pada dasarnya ide itu datang kapan saja.

Akan tetapi untuk skenario brainstorming, cara untuk memancing ide datang adalah dengan mengambil langkah mundur. Anda perlu meluangkan waktu untuk mengevaluasi ulang seluruh ide yang ada dengan mengerucutkannya sesuai angle yang dibidik.

Dalam artikel ini akan dibahas lebih detail yang mungkin akan berguna bagi tim Anda, setelah melakukan brainstorming. Berikut rangkumannya:

Gunakan sticky notes untuk mengurutkan ide

Tuliskan semua ide terbaik dalam sticky notes dan mulailah memberi peringkat dalam catatan tersebut. Misalnya ada 25 gagasan, mulailah memberi peringkat masing-masing gagasan dari yang terbaik sampai yang terburuk dalam tumpukan masing-masing lima kertas.

Setelah itu ambil 10 besar dan mulai persempit lagi. Ulangi terus sampai tersisa beberapa ide yang Anda butuhkan saja. Anda bisa memakai platform Trello yang berbentuk seperti papan kanban, jika Anda dan tim tidak berada di ruangan yang sama.

Mengombinasikan sejumlah ide

Untuk melakukan hal ini, Anda bisa membagi-bagi ide menjadi beberapa kategori. Kemudian menggabungkan ide dan ciptakanlah dari sana. Periksa persamaan dan lihat mana yang paling sesuai dengan model bisnis Anda bila diterapkan.

Dengan menggabungkan gagasan, lalu mendekonstruksi, dan merekonstruksi ide akan menghasilkan ide yang terbaik. Ini mencerminkan kerja sama tim dan bisa dipastikan seluruh anggota tim Anda akan menyukai hasilnya.

Ambil rehat sejenak

Menghasilkan berbagai ide baru setiap hari dan berusaha untuk mewujudkannya. Kemudian bangun di esok harinya dan melakukan hal yang sama. Anda perlu mengambil rehat sejenak dengan meluangkan waktu sebentar untuk peninjauan ulang dari catatan lama. Kegiatan seperti ini akan memicu timbulnya pikiran yang lebih segar dan perspektif yang lebih obyektif.

Bergantung pada tingkat urgensi

Bekerja di perusahaan startup, memaksa Anda untuk bekerja secara cepat. Proses pengambilan keputusan pun, harus cepat dan tepat sesuai kebutuhan perusahaan. Untuk menentukan ide mana yang harus Anda ambil, sebaiknya pertimbangkan unsur urgensi sebagai sesuatu yang paling diutamakan.

Bila Anda belum terbiasa untuk memahami definisi dari apa itu ‘penting’ dan ‘mendesak’. Anda bisa memanfaatkan bagan Gantt, untuk menentukan di mana sumber daya yang tersedia dan kapan waktu alokasinya.

Prioritaskan berdasarkan dampak, keyakinan, dan kemudahan

Gunakan kerangka I.C.E untuk menentukan gagasan dengan pengaruh tertinggi. Hal-hal apa saja yang paling berpengaruh? Apa yang paling Anda percayai? Seberapa mudah melakukannya? Lalu jawab pertanyaan tersebut dengan buat skor untuk setiap ide.

Dari situ, Anda akan memiliki daftar prioritas. Kemudian wujudkan ide tersebut secara satu persatu sesuai dengan sumber daya yang Anda miliki. Akan tetapi, ketika Anda menemukan sebuah ide tidak realistis untuk diwujudkan meski sudah di tengah jalan, sebaiknya tetap lanjutkan sampai selesai.