Tag Archives: IESF

David De Gea Buat Organisasi Esports: Rebels Gaming, 100 Thieves Dapat Investasi US$60 Juta

Minggu lalu, ada dua atlet olahraga yang memasuki dunia esports dengan membuat organisasi esports. Pertama adalah kiper Manchester United, David De Gea, yang membuat Rebels Gaming. Kedua adalah Kenny Vaccaro, mantan atlet NFL, yang meluncurkan G1 atau Gamers First. Sebelum De Gea dan Vaccaro, ada banyak atlet olahraga yang mencoba untuk aktif di industri esports, seperti David Beckham. Selain itu, pada minggu lalu, 100 Thieves mengumumkan bahwa mereka telah mendapatkan kucuran dana sebesar US$60 juta.

David de Gea Perkenalkan Organisasi Esports Baru: Rebels Gaming

Kiper Manchester United, David de Gea menjajaki industri esports dengan meluncurkan organisasi esports bernama Rebels Gaming. Nantinya, organisasi itu akan merekrut tim untuk bertanding di League of Legends, VALORANT, dan Rainbow Six Siege. Selain pemain profesional, Rebels Gaming juga akan merekrut kreator konten dan streamers. Bagi para pemain, streamers, dan kreator konten, Rebels Gaming akan menyediakan fasilitas latihan yang terletak di Madrid, Spanyol.

“Peluncuran Rebels Gaming di dunia esports adalah mimpi lain yang jadi kenyataan,” kata De Gea, menurut laporan Esports Insider. “Organisasi ini betujuan untuk membuat generasi muda paham akan nilai-nilai yang saya pelajari dari karir saya di dunia sepak bola.”

100 Thieves Dapat Investasi Senilai US$60 Juta

Organisasi esports asal Amerika Utara, 100 Thieves, baru saja mendapatkan investasi sebesar US$60 juta. Ronde pendanaan Seri C dari 100 Thieves kali ini dipimpim oleh Green Bay Ventures dan didukung oleh beberapa investor lama dan baru, seperti Aglae Ventures, Breyer Capital, Tao Capital, dan Willoughby Capital. Dengan kucuran dana segar terbaru ini, valuasi dari 100 Thieves diperkirakan mencapai US$460 juta.

100 Thieves baru saja mendapatkan pendanaan Seri C.

“Performa kami di 2021 lebih baik dari perkiraan,” kata Matthew “Nadeshot” Haag, pendiri dan CEO dari 100 Thieves, menurut laporan Esports Insider. “Kami berhasil merealisasikan janji kami untuk mengembangkan budaya gaming. Pada saat yang sama, kami juga dapat membangun bisnis dan brand yang kuat untuk masa depan. 100 Thieves sekarang punya modal untuk membuat dan mengakuisisi perusahaan-perusahaan yang akan dicintai oleh komunitas kami.”

IESF Bekerja Sama dengan ESWF

International Esports Federation (IESF) telah menandatangani Memorandum of Understanding (MOU) dengan Esports World Federation (ESWF). Dengan begitu, kedua federasi itu akan bekerja sama untuk “mengembangkan dan menyatukan esports” di seluruh dunia. ESWF akan memimpin Esports for all Commission, program baru yang ditujukan untuk membuat komunitas esports menjadi lebih inklusif. Sementra itu, Stephan Carapiet, Deputy President of the ESWF, juga akan ikut berpartisipasi dalam program tersebut sebagai Honorary Vice President of IESF.

“Kami senang dapat bekerja sama dengan ESWF untuk merealisasikan tujuan kami bersama,” kata Vlad Marinescu, President of IESF, seperti dikutip dari Esports Insider. “IESF akan berkolaborasi dengan ESWF untuk memberikan dukungan terbaik bagi organisasi dan pemain esports di dunia. Kami juga akan terus menyokong kebiasaan bermain game yang sehat untuk keluarga World Esports.”

Malaysia Digital Creativity Festival 2021 Dihadari Lebih dari 10 Ribu Fans Esports

Malaysia Digital Creativity Festival (MYDFC) 2021 diadakan pada 27-28 November 2021 lalu. Digelar oleh Malaysia Digital Economy Corporation (MDEC), event itu dihadari oleh lebih dari 10 ribu penggemar esports di Malaysia. Salah satu hal yang menjadi daya tarik dari event tersebut adalah 10 turnamen esports yang digelar di sana. Game-game yang diadu dalam kompetisi itu antara lain PUBG Mobile, Mobile Legends, Apex Legends, Free Fire, VALORANT, Wild Rift, FIFA 22, Guilty Gear, dan Ejen Ali: Agents Arena. Total hadiah yang ditawarkan mencapai RM70 ribu atau sekitar Rp239 juta, lapor IGN.

MYDCF 2021. | Sumber: IGN

Selain turnamen esports, MYDFC juga menyediakan masterclasses yang diadakan pada 6-7 November 2021. Kelas itu menampilkan Cheng Jin Xiang alias “NothingToSay“, pemain Dota 2 profesional asal Malaysia yang bermain di PSG.LGD, runner-up dari The International 10. Di MYDFC juga digelar konferensi “Sembang Game”, yang menyertakan sejumlah speaker ternama, seperti Team Director, Fnatic, Eric Thor, Senior Manager of Esports Global Operations, Moonton, Siew Hao Zhen, streamer MissRose, dan caster Mathhew Issac.

Mantan Atlet NFL Buat Organisasi Esports, G1

Mantan atlet american football, Kenny Vaccaro mengumumkan bahwa dia akan mengundurkan diri dari dunia olahraga fisik untuk bisa berkarir dunia esports. Bersama Hunter Swensson dan Cody Hendrix, Vaccaro mengumumkan keberadaan organisasi esports G1, yang juga dikenal dengan nama Gamers First. G1 akan bermarkas di Austin, Texas, Amerika Serikat.

Sekarang, Vaccaro, Swensson, dan Hendrix tengah fokus untuk merekrut para pemain esports. Sejauh ini, G1 telah menandatangani kontrak dengan delapan orang, yaitu empat kreator Destiny dan empat pemain Halo profesional. Memang, G1 ingin bisa berkompetisi di Halo World Championship, menurut laporan VentureBeat. Selain delapan orang tersebut, G1 juga telah mempekerjakan seorang pelatih.

Sumber header: Daily Esports

Studi Kasus Asosiasi Esports di Berbagai Negara di Dunia

Beberapa tahun belakangan, esports menjadi perhatian banyak pihak, mulai dari perusahaan non-endemik, perusahaan venture capital, sampai pemerintah. Mengingat industri esports memang terus tumbuh, baik dari segi jumlah penonton maupun valuasi, hal ini tidak aneh. Seiring dengan semakin populernya competitive gaming, semakin banyak pula pihak yang tertarik untuk membuat asosiasi atau lembaga untuk menaungi esports. Di Indonesia, setidaknya ada dua lembaga yang bertanggung jawab atas esports, yaitu Indonesia Esports Association (IeSPA) dan Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI).

Dalam bahasa Inggris, ada pepatah: There is strength in numbers. Biasanya, semakin besar sebuah kelompok, semakin kuat pula kelompok tersebut. Masalahnya, menyatukan misi dan visi banyak orang bukan perkara mudah. Dan dalam kasus asosiasi esports, keberadaan banyak asosiasi justru bisa membuat para pelaku bingung. Apalagi, jika tugas dari masing-masing asosiasi tidak dipisahkan dengan jelas, membuat tanggung jawab setiap asosiasi menjadi saling tumpang tindih.

Kabar baiknya — atau justru kabar buruknya — Indonesia bukan satu-satunya negara yang punya lebih dari satu lembaga esports. Di beberapa negara lain — seperti Singapura dan Malaysia — asosiasi yang menaungi esports juga tidak hanya satu. Berikut pembahasan tentang lembaga apa saja yang ada di sejumlah negara dan apa saja tugas mereka.

Malaysia – MeSF & ESI

Sama seperti Indonesia, di Malaysia, setidaknya ada dua lembaga yang menaungi esports, yaitu Malaysia Esports Federation (MeSF) dan Esports Integrated (ESI). Menariknya, kedua asosiasi itu sama-sama ada di bawah naungan Kementerian Belia dan Sukan (KBS) alias Kementerian Pemuda dan Olahraga. MeSF didirikan pada Desember 2014. Saat didirikan, MeSF masih menggunakan nama Esports Malaysia (ESM). Pada 2020, status ESM naik menjadi federasi dan nama mereka pun menjadi MeSF. Mereka juga merupakan anggota dari International Esports Federation (IeSF).

Salah satu peran MeSF dalam mengembangkan industri esports di Malaysia adalah membuat Malaysia Esports Blueprint. Sesuai namanya, blueprint tersebut berisi rencana esports dalam lima tahun ke depan, sejak 2020 sampai 2025. Keberadaan Malaysia Esports Blueprint diumumkan pada November 2019 oleh Syed Saddiq, yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Dengan program ini, pemerintah Malaysia ingin menjadikan Malaysia sebagai pusat esports di Asia Tenggara. Pada 2018 dan 2019, memang ada beberapa kompetisi esports internasional yang digelar di Malaysia. Dua diantaranya adalah Dota 2 Major Kuala Lumpur dan Mobile Legends World Championship.

Ada lima strategi yang menjadi prioritas bagi pemerintah Malaysia. Salah satunya adalah menyelenggarakan Malaysia Esports League. Selain itu, pemerintah Malaysia juga ingin menggelar konferensi esports, membuat pusat latihan esports berlisensi, mendorong agar ada lebih banyak perempuan yang ikut aktif di dunia esports, dan menjamin kesejahteraan para atlet esports. Pemerintah Malaysia juga ingin membahas tentang masalah kecanduan game.

MEL21 akan mengadu beberapa game. | Sumber: Upstation.Asia

Sementara itu, ESI diluncurkan oleh KBS pada Oktober 2020. Ketika itu, KBS menyebutkan bahwa tujuan mereka membuat ESI adalah untuk membangun struktur esports yang terintegrasi. Demi merealisasikan hal tersebut, mereka akan melakukan empat hal pada fase pertama. Keempat hal itu adalah:

1. Membuat platform untuk mengatur ekosistem esports secara terpusat
2. Mengadakan Malaysia Esports Circuit
3. Memperkenalkan seri Esports Conference and Summit
4. Menjadi advokat agar pemerintah bisa membuat regulasi yang lebih baik

Selain itu, ESI Juga akan mengadakan program Capacity Building, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dari para pelatih, manajer tim, serta Event Organizers (EO). Di bawah naungan KBS, ESI juga akan membuat fasilitas esports resmi yang terletak di Spacerubix, Puchong. Selain sebagai tempat latihan untuk pemain profesional dan amatir, tempat tersebut juga akan memiliki fungsi lain, seperti sebagai tempat untuk esports event serta tempat berkumpul para pelaku esports untuk bersosialisasi dan membangun jaringan.

Singapura – SCOGA & SGEA

Di Singapura, juga ada setidaknya dua lembaga esports. Pertama, Singapore Cybersports & Online Gaming Association (SCOGA). Kedua, Singapore Esports Association (SGEA). Baik SCOGA maupun SGEA bukan anggota dari IeSF. Namun, SGEA merupakan anggota dari Global Esports Federation (GEF) dan juga Singapore National Olympic Council (SNOC).

SCOGA didirikan pada 2008. Berdasarkan situs resmi mereka, SCOGA punya tiga fokus, yaitu Esports Academy, Campus Game Fest, dan Campus Legends. Melalui Esports Academy, SCOGA ingin memberikan edukasi tentang esports dan membantu generasi muda agar bisa berprestasi di bidang competitive gaming. Selain itu, SCOGA juga berniat untuk membantu generasi muda yang ingin berkarir di dunia esports, baik sebagai atlet, pelatih, manajer, atau bahkan pemilik tim.

Sementara untuk menggelar Campus Game Fest (CGF), SCOGA bekerja sama dengan Institute Technical Education (ITE) dan People’s Association Youth Movement (PAYM). Melalui CGF, SCOGA ingin meningkatkan kesadaran akan pentingnya gaya hidup yang seimbang, khususnya di kalangan anak muda. Terakhir, melalui Campus Legends, SCOGA berusaha untuk mendekatkan diri, mengedukasi, serta mengkaryakan generasi muda melalui esports.

Salah satu hal konkret yang SCOGA lakukan untuk membangun ekosistem esports Singapura adalah bekerja sama dengan Moonton untuk menggelar M2 World Championship. Dikutip dari Esports Insider, Nicholas Khoo, Co-founder dari SCOGA mengatakan, dengan diadakannya M2 World Championship di Singapura, dia berharap, hal ini bisa memberikan harapan pada fans esports di Singapura yang telah lelah menghadapi pandemi. Selain itu, dia juga ingin agar kompetisi itu bisa mendorong generasi muda untuk mengejar aspirasi mereka, khususnya di bidang esports.

SCOGA jadi salah satu rekan Moonton dalam mengadakan M2 World Championship.

Jika dibandingkan dengan SCOGA, umur Singapore Esports Association (SGEA) jauh lebih pendek. Asosiasi itu baru didirikan pada 2018. Di situs resmi mereka, SGEA menyebutkan bahwa misi mereka adalah mendorong partisipasi Singapura di kancah esports, baik di tingkat regional maupun internasional. Selain itu, mereka juga bertugas untuk mempromosikan esports. Memang, di Singapura, esports tidak terlalu populer. Alasannya, karena sistem edukasi di sana sangat ketat. Alhasil, para siswa di Singapura lebih memilih untuk fokus pada sekolah daripada menjadi atlet esports.

Salah satu kontribusi SGEA ke industri esports Singapura adalah memilih atlet esports yang bakal maju ke SEA Games 2021. Untuk memilih tim esports nasional, SGEA mengadakan National Selections untuk tiga game esports, yaitu League of Legends: Wild Rift, League of Legends, dan Arena of Valor.

Korea Selatan – KeSPA

Lembaga yang menaungi esports di Korea Selatan adalah Korea e-Sports Association (KeSPA). Ketika didirikan pada 2000, KeSPA ada di bawah naungan Kementerian Budaya, Olahraga, dan Wisata Korea. Selain itu, mereka juga merupakan anggota dari IeSF dan Korean Olympic Committee (KOC). Pada awalnya, KeSPA didirikan dengan tujuan untuk menjadikan turnamen esports sebagai kompetisi olahraga resmi. Selain itu, mereka juga ditugaskan untuk memperkuat bisnis esports.

Dari sisi operasional, KeSPA melakukan banyak hal, mulai dari mengadakan esports events, menyiarkan konten esports, sampai mengedukasi masyarakat agar lebih berpikiran terbuka pada gaming. Mereka juga punya wewenang untuk menetapkan taraf hidup para pemain profesional. Langkah kongkret yang mereka lakukan adalah membuat regulasi baru yang mereka buat bersama dengan Riot Games dan Ongamenet. Regulasi tersebut diumumkan pada Oktober 2014.

KeSPA Cup 2020 dimenangkan oleh DAMWON Gaming. | Sumber; Sportskeeda

Salah satu hal yang dibahas dalam regulasi dari KeSPA itu adalah gaji minimal yang diterima oleh pemain profesional. KeSPA juga menetapkan bahwa kontrak antara organisasi esports dan pemain profesional harus memiliki durasi paling singkat selama satu tahun. Peraturan terkait lama kontrak ini mulai diberlakukan pada 2016.

KeSPA juga bisa menjatuhkan hukuman pada pemain esports yang berbuat curang. Contohnya, pada April 2010, Sanction Subcommittee dari KeSPA melarang 11 pemain StarCraft ikut serta dalam kompetisi esports di masa depan. Alasannya, 11 pemain tersebut terlibat dalam kasus match-fixing di musim pertandingan 2009. Ironisnya, dua pemain KeSPA — Lee “Life” Seung dan Jung “Bbyong” Woo Yong — juga pernah terlibat dalam kasus match-fixing.

Jepang – JeSU

Pada awalnya, Jepang punya tiga asosiasi esports, yaitu Japan e-Sports Association, eSports Promotion Organization, dan Japan eSports Federation. Pada Februari 2018, ketiga asosiasi esports itu memutuskan untuk melakukan konsolidasi, lapor The Esports Observer. Alhasil, berdirilah Japan Esports Union (JeSU). Saat ini, JeSU punya 42 anggota, termasuk developer dan publisher game ternama, seperti Bandai Namco, Capcom, Konami, Microsoft Japan, Sony, Square Enix, dan Tencent Japan. Mereka juga merupakan anggota dari IeSF.

Tak bisa dipungkiri, industri game Jepang adalah salah satu yang paling besar di dunia. Menurut data Newzoo, walau hanya memiliki populasi sebanyak 126,5 juta orang, industri game Jepang bernilai US$20,6 juta. Sayangnya, industri esports Jepang justru sempat tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan yang sama. Salah satu masalah utama yang menghambat pertumbuhan esports di Jepang adalah keberadaan Act against Unjustifiable Premiums and Misleading Representation. Regulasi itu sebenarnya dibuat untuk mencegah yakuza mendapatkan uang dari mesin poker atau judi. Namun, peraturan itu juga membatasi jumlah hadiah yang bisa ditawarkan dalam kompetisi esports. Maksimal, kompetisi esports hanya bisa memberikan hadiah sebesar JPY100 ribu (sekitar Rp13 juta).

JAPAN eSPORTS GRAND PRIX. | Sumber: IeSF

JeSU berhasil mengakali regulasi tersebut. Dan hal itu menjadi salah satu pencapaian JeSU. Agar total hadiah kompetisi esports tidak dibatasi, JeSU mengeluarkan lisensi “Pro Gaming”. Ada tiga jenis lisensi yang dikeluarkan oleh JeSU, yaitu Japan eSports Pro License, Japan eSports Junior License, dan Japan eSports Team License, seperti yang disebutkan oleh GammaLaw.

Selain membuat lisensi Pro Gaming, JeSU juga aktif untuk mengedukasi masyarakat. Harapannya, hal ini akan mengubah pandangan masyarakat akan dunia esports dan pemain profesional bisa diterima oleh masyarakat. Untuk itu,  JeSU terus mendukung acara esports atau mengadakan kompetisi esports sendiri. Hampir setiap bulan, JeSU selalu mengadakan atau mendukung acara esports di Jepang.

Usaha JeSU berbuah manis. Menurut data dari Gzbrain, industri esports di Jepang tumbuh pesat setelah JeSU meluncurkan lisensi Pro Gaming. Pada 2017, industri esports di Jepang hanya bernilai US$3,4 juta. Angka itu naik 1244% menjadi US$42,3 juta pada 2018. Dan industri esports di Jepang diduga masih akan terus naik. Pada 2022, diperkirakan, esports di Jepang akan tumbuh menjadi industri bernilai US$90,8 juta.

Inggris – BEA

United Kingdom eSports Associatoin (UKeSA) didirikan pada Oktober 2008 untuk menaungi esports di Inggris. Namun, satu tahun kemudian, lebih tepatnya pada Desember 2019, asosiasi itu dibubarkan. Pada 2016, British Esports Association (BEA) berdiri. Salah satu tujuan asosiasi itu adalah untuk memperkenalkan esports pada warga Inggris. Pada saat yang sama, mereka juga bertugas untuk meningkatkan standar ekosistem esports di Inggris. Di situs resmi mereka, BEA mengunkap bahwa mereka bukanlah regulator. Fokus mereka adalah pada pengembangan ekosistem esports amatir di tingkat sekolah dan universitas.

Selama ini, BEA telah menyelenggarakan sejumlah turnamen esports. Salah satunya adalah British Esports Championships, kompetisi esports yang ditujukan untuk para pelajar di Inggris Raya. Belum lama ini, BEA juga mengeluarkan Esports Age Guide. Sesuai namanya, Esports Age Guide berfungsi untuk menginformasikan orang tua, guru, dan bahkan anak dan remaja akan rating dari game-game esports. Keberadaan panduan ini diharapkan akan memudahkan orang tua dan guru untuk menentukan game esports yang sesuai dengan umur anak dan remaja.

Amerika Serikat – USeF

Di Amerika Serikat, asosiasi yang bertanggung jawab atas esports adalah United States eSports Federation (USeF). Asosiasi itu juga merupakan bagian dari IeSF. Sama seperti kebanyakan asosiasi esports di negara lain, tujuan USeF adalah untuk mempromosikan esports dan menumbuhkan industri competitive gaming. Salah satu program USeF adalah Armour On, yang bertujuan untuk melindungi atlet esports dan memitigasi stigma negatif terkait game. Melalui program itu, USeF juga ingin meningkatkan kesadaran para pelaku esports akan pentingnya kesehatan mental, nutrisi, dan juga kesetaraan gender.

USeF dipimpin oleh Vlad Marinescu, yang menjabat sebagai President. Sebelum ini, Marinescu pernah menduduki jabatan sebagai Director General dari SportAccord, Global Association of International Sport Federation (GAISF). Pada Juli 2019, dia ditunjuk sebagai Vice President dari IeSF. Dan pada Mei 2020, dia diangkat menjadi President dari IeSF.

Tiongkok – CSIC & General Administration of Sports

Di Tiongkok, esports sudah diresmikan sebagai olahraga sejak 2003. Badan yang meresmikan hal itu adalah General Administration of Sports, ungkap Daniel Ahmad, Senior Analyst, Niko Partners. Dia menambahkan, pada tahun 2020, pihak yang bertanggung jawab untuk mengubah format kompetisi esports menjadi online selama pandemi adalah General Administration of Sports.

“Walau General Administration of Sports adalah badan yang bertanggung jawab atas esports di tingkat nasional, pemerintah lokal yang punya peran besar untuk mendorong pertumbuhan esports,” ujar Ahmad melalui email. “Pemerintah lokal di berbagai kota di Tiongkok telah membuat regulasi yang mendorong pertumbuhan esports. Biasanya, pihak pemerintah akan memberikan insentif berupa bantuan keuangan.” Beberapa pemerintah lokal yang telah mengeluarkan regulasi untuk membantu pertumbuhan esports antara lain Shanghai, Beijing, Guangzhou, Nanjing, Shenzhen, Hainan, Xian, dan Chengdu.

Mercedes-Benz Arena di Shanghai. | Sumber: Wikipedia

Peran pemerintah Tiongkok dalam pengembangan esports juga dibahas dalam jurnal berjudul Development of E-sports industry in China: Current situation, Trend and research hotspot. Di jurnal itu, disebutkan bahwa pemerintah Tiongkok — pusat dan daerah — telah mengeluarkan 98 regulasi untuk mendukung industri esports. Tidak heran jika pemerintah Tiongkok sangat peduli akan perkembangan industri esports, mengingat jumlah fans esports di Tiongkok memang banyak. Berdasarkan data dari Penguin Intelligence, jumlah fans esports di Tiongkok pada 2020 mencapai 400 juta orang atau sekitar seperlima dari total penonton esports di dunia. Sementara itu, nilai industri esports di Tiongkok mencapai CNY102,8 miliar. Dengan ini, Tiongkok menjadi pasar esports terbesar.

Selain General Administration of Sport, Tiongkok juga punya China Sports Information Center (CSIC), yang mewakili mereka di IeSF. Namun, ketika Tiongkok berpartisipasi dalam pertandingan eksibisi esports di Asian Games 2018, pihak yang memilih tim nasional esports adalah General Administration of Sports.

Global – IeSF & GEF

Tidak semua asosiasi esports membatasi diri untuk beroperasi di satu negara. Juga ada asosiasi esports yang memiliki skala global. Salah satunya adalah International Esports Federation (IeSF). Didirikan pada 2008, IeSF bermarkas di Korea Selatan. Saat didirikan, ada sembilan asosiasi esports yang bernaung di bawah IeSF. Sembilan asosiasi itu berasal dari Austria, Belanda, Belgia, Denmark, Jerman, Korea Selatan, Swiss, Taiwan, dan Vietnam. Saat ini, IeSF punya 104 negara anggota, termasuk Indonesia. Di IeSF, Indonesia diwakili oleh IeSPA.

Walau memiliki skala global, IeSF juga menjalin kerja sama dengan beberapa lembaga pemerintah. Salah satunya adalah Kementerian Budaya, Olahraga, dan Wisata (MCST) Korea Selatan. Selain itu, mereka juga bekerja sama dengan Busan IT Industry Promotion Agency (BIPA), dan Maccabi World Union.

Salah satu hal yang IeSF lakukan adalah mengelar kompetisi esports tahunan. Ketika pertama kali diselenggarakan pada Desember 2009, turnamen esports dari IeSF dinamai IeSF Challenge. Tahun berikutnya, IeSF kembali mengadakan kompetisi esports. Hanya saja, mereka menggunakan nama yang berbeda, yaitu IeSF Grand Finals. Pada 2011, nama kompetisi itu kembali diubah, menjadi IeSF World Championship. Dan pada 2014, IeSF menggunakan nama Esports World Championship. Nama itulah yang digunakan oleh IeSF hingga sekarang.

IeSF World Championship 2018. | Sumber: Inside the Games

IeSF bukanlah satu-satunya asosiasi esports global yang ada. Pada Desember 2019, Global Esports Federation (GEF). Federasi yang bermarkas di Singapura itu punya tujuan untuk meningkatkan kredibilitas esports. Secara konkret, salah satu hal yang GEF lakukan adalah memastikan para atlet esports tidak menggunakan doping. Selain itu, mereka juga membuat peraturan terkait gaji pemain esports, merumuskan peraturan dan struktur kepemimpinan esports, serta mendorong terciptanya asosiasi esports nasional yang memiliki standar dan regulasi yang jelas.

Salah satu hal yang membedakan GEF dengan IeSF adalah kedekatan GEF dengan Komite Olimpiade. Pasalnya, sejumlah tokoh GEF memang punya kaitan dengan komite Olimpiade nasional. Misalnya, Chris Chan, yang menjadi President GEF, juga menjabat Sektretaris Jenderal dari Singapore National Olympic Council. Sementara itu, dua Vice President GEF — Wei Jizhong dan Charmaine Crooks — juga punya andil dalam Olimpiade.

Wei merupakan mantan Sekretaris Jenderal dari Chinese Olympic Committee dan Crooks merupakan atlet yang pernah ikut dalam Olimpiade sebanyak lima kali. Selain itu, Chris Overholt,yang menduduki posisi sebagai Head of Digital Technology and Innovation Commission di GEF, juga menjabat sebagai CEO dari Canadian Olympic Committee. Tak hanya itu, GEF juga punya hubungan erat dengan publisher, khususnya Tencent. Faktanya, Tencent merupakan salah satu founding partner GEF. Jadi, GEF menunjuk Cheng Wu — Vice President, Tencent Holdings dan CEO dari Tencent Pictures — sebagai salah satu Vice President.

IESF VS GEF

IeSF telah berdiri terlebih dulu. Hal ini memunculkan pertanyaan, apakah GEF didirikan untuk menyaingi IeSF. Ketika ditanya tentang hal itu, Chris Chan, President GEF mengatakan bahwa GEF tidak dibuat dengan tujuan untuk menyaingi IESF. Namun, dia juga sadar bahwa tidak tertutup kemungkinan, IeSF memang akan melihat GEF sebagai saingan. Walau dia sadar, IeSF memang bisa menganggap mereka sebagai saingan.

Menurut Nicolas Besombes, keberadaan GEF sebagai asosiasi esports baru justru bisa menimbulkan kebingungan di industri esports. Besombes sendiri merupakan Associate Professor untuk fakultas olahraga dari University of Paris. Dia juga pernah menjadi penasehat untuk Olympic Esports Summit yang digelar di Lausanne pada 2018.

Saat GEF didirikan.

“Saya rasa, publisher memang harus ikut serta dalam mengkonsolidasi industri, tapi tidak sendiri,” kata Besombes, seperti dikutip dari The Esports Observer. “Dengan menyatukan semua pemegang kepentingan (tim, pemain, penyelenggara liga, manufaktur, publisher, dan perusahaan siaran), maka cara terbaik untuk menyatukan industri esports akan muncul.”

Di GEF, salah satu masalah yang mungkin terjadi adalah konflik kepentingan. Karena, Tencent, yang merupakan founding partner GEF, juga memiliki saham di beberapa perusahaan game esports. Mereka menguasai seluruh saham Riot Games, yang membuat League of Legends. Selain itu, mereka juga memiliki 81,4% saham dari Supercell, kreator dari Clash Royale. Tak berhenti sampai di situ, mereka juga punya 40% dari Epic Games, yang membuat Fortnite. Tencent sendiri juga meluncurkan beberapa game esports, seperti PUBG Mobile dan Honor of Kings atau Arena of Valor.

Kabar baiknya, menurut Besombes, GEF memiliki orang-orang yang punya peran penting di komite Olimpiade, yang memberikan keuntungan pada industri esports. Karena, hal itu bisa meningkatkan kredibilitas esports dan meyakinkan para investor akan esports. Keberadaan lebih dari satu asosiasi esports memunculkan pertanyaan: apakah esports memang bisa diregulasi?

Sekarang, esports sering disandingkan dengan olahraga tradisional. Namun, tetap ada beberapa perbedaan antara esports olahraga. Salah satu perbedaan paling fundamental adalah esports menggunakan game sebagai media. Padahal, game adalah produk komersil milik publisher. Artinya, publisher punya kuasa penuh akan apa yang ingin mereka lakukan pada IP yang mereka buat. Dan hal ini menjadi salah satu alasan mengapa esports sulit untuk diregulasi — kecuali oleh publisher.

Perbedaan skema esports dari LOL dan CS:GO. | Sumber: The Esports Observer

Alasan lain mengapa sulit untuk membuat badan regulasi di esports adalah karena esports mencakup banyak game. Dan setiap game punya publisher yang memiliki kebijakan yang berbeda-beda. Ada publisher yang turun tangan langsung dalam pengembangan ekosistem esports dari game mereka, seperti Riot Games dan Tencent. Namun, juga ada publisher yang menunjukkan sikap acuh tak acuh. Contohnya adalah Valve dengan Counter-Strike: Global Offensive.

Komisi Anti-Curang – ESIC

Esports Integrity Commission (ESIC) menjadi salah satu asosiasi esports lain yang memiliki jangkauan global. Namun, berbeda dengan GEF dan IeSF, ESIC hanya fokus pada satu tujuan, yaitu menjaga integritas esports. Karena, jika penonton tidak lagi percaya akan integritas pertandingan esports, maka mereka akan pergi. Padahal, jumlah penonton yang terus naik — dan umur penonton yang cenderung muda — merupakan salah satu daya tarik esports.

Demi menjaga integritas esports, ESIC berusaha mencegah terjadinya kecurangan, seperti match-fixing, penggunaan doping, atau kecurangan lainnya. Tapi, jika kecurangan sudah terlanjur terjadi, ESIC punya wewenang untuk melakukan investigasi terkait kasus kecurangan tersebut dan bahkan memberikan sanksi pada orang-orang yang terlibat.

Sejauh ini, ESIC telah menjatuhkan hukuman berupa suspension atau bahkan ban pada puluhan pemain dan pelatih Counter-Strike: Global Offensive ketika mereka tertangkap melakukan kecurangan. Misalnya, pada September 2020, ESIC memberikan hukuman pada 37 pelatih tim CS:GO karena menggunakan bug untuk memberitahu posisi musuh pada anak asuh mereka. Sebelum itu, ESIC juga pernah bekerja sama dengan Kepolisian Victoria untuk menangkap enam pemain CS:GO yang melakukan match-fixing di Australia. Tak hanya itu, ESIC juga pernah bekerja berdampingan dengan FBI untuk menyelidiki kasus match-fixing.

Kesimpulan

Mengetahui bahwa Malaysia dan Singapura juga punya lebih dari satu asosiasi esports — sama seperti Indonesia — mungkin terasa melegakan. Namun, kita harus hati-hati agar tidak terjebak dalam logical fallacy bandwagon: mempercayai bahwa jika suatu hal dilakukan oleh banyak orang, berarti tidak ada yang salah dengan hal tersebut.

Dari JeSU di Jepang, kita bisa mengetahui bahwa ketika asosiasi melakukan konsolidasi, hal ini justru membuat mereka menjadi semakin efektif. Buktinya, mereka berhasil menemukan cara untuk mengakali regulasi terkait perjudian yang telah ada selama ratusan tahun. Sementara dari Tiongkok, kita bisa melihat bagaimana dukungan pemerintah tidak hanya bisa mengubah stigma negatif akan game, tapi juga memajukan industri game dan esports.

IESF Menambahkan 8 Negara Sebagai Anggota Baru

International Esports Federation (IESF) mengumumkan bergabungnya 8 negara baru ke dalam federasi tersebut. Delapan negara tersebut adalah Chili dan Ekuador dari benua Amerika, Yordania dari Asia, Libya dan Mauritania dari Afrika, serta Luxembourg, Monako, dan Slovenia dari Eropa. Dengan penambahan 8 negara tersebut, artinya IESF sudah memiliki 79 negara anggota setelah 12 tahun federasi esports tersebut berdiri.

IESF sendiri bisa dibilang sebagai federasi esports tertua di dunia. Berdiri sejak tahun 2008, federasi ini memiliki tujuan untuk mempromosikan esports sebagai salah satu bentuk “olahraga”. Untuk mencapai hal tersebut, IESF memiliki kompetisi tahunan yang bertajuk IESF World Championship. Ajang tersebut bisa dibilang semacam olimpiade versi esports, yang diikuti oleh negara-negara anggota IESF.

Philippines Esports Organization
IESF World Championships merupakan turnamen esports layaknya Olimpiade.

IESF World Championship tahun 2020 seharusnya diadakan di kota Eiliat, Israel. Namun karena situasi pandemi, pertandingan diubah menjadi format online lewat tahap yang disebut sebagai “kualifikasi regional”. Indonesia lewat Indonesia Esports Association (IESPA), telah bergabung ke dalam IESF sejak tahun 2013 lalu, dan secara rutin mengikuti gelaran IESF World Championship sejak tahun 2015. Tahun ini Indonesia kembali menjadi peserta IESF World Championship, dengan IESPA sudah melakukan entry-by-number untuk 3 cabang game yang dipertandingkan.

Terkait penambahan 8 negara anggota baru, Boban Totovski selaku IESF Board Member and Secretariat Director mengatakan lewat sebuah rilis resmi. “Masih ada beberapa negara lain berpotensi mendaftar ke dalam IESF, dan berusaha memperkuat misi persatuan yang kami mulai.” Delapan negara tersebut akan diwakili oleh federasi esports di masing-masing negaranya, kecuali Chile yang diwakili oleh Street Soccer Organization.

Sumber: IESF
Sumber: IESF

Penambahan 8 negara ini membuat pengaruh IESF secara internasional terbilang cukuplah besar. Apalagi IESF juga sudah memiliki 30 negara anggota dari Eropa dan 27 negara anggota dari Asia, kawasan yang bisa dibilang sebagai dua kawasan besar esports. Selain itu, IESF juga terus berusaha melebarkan pengaruhnya dengan menggandeng beberapa federasi lain.

Pada bulan Mei 2020 lalu IESF mengganedng World Esports Consortium, yang dilakukan sebagai usaha untuk mendorong persatuan di dalam ekosistem industri esports. Lalu pada bulan Juni 2020 lalu IESF juga bekerja sama dengan International School Sports Federation, untuk membangun gaya hidup yang sehat bagi pemain esports yang masih duduk di bangku sekolah tinggi atau SMA.

IESPA Umumkan Keikutsertaan Indonesia di IESF World Cup 2020

Indonesia Esports Association (IESPA) mengumumkan keikutsertaannya dalam pertandingan International Esports Federation – World Championships 2020 (IESFWC 2020). Diumumkan pada Selasa 11 Agustus 2020, Kesekjenan IESPA Pusat mengatakan bahwa IESPA telah menyelesaikan proses entry-by-number terhadap gelaran IESFWC 2020.

Turnamen IESF World Championships sendiri memang sedikit beda jika dibandingkan dengan rata-rata turnamen esports internasional lainnya. Biasanya, untuk bertanding di tingkat internasional, sebuah tim harus melalui kualifikasi yang panjang, entah itu lewat liga lokal, ataupun kualifikasi terbuka yang diikuti oleh ratusan bahkan ribuan orang, dari tingkat lokal, regional, sampai akhirnya internasional. Bahkan pembagian jumlah slot untuk beberapa kawasan ataupun negara bisa jadi tidak seimbang, atau malah bisa jadi kesempatannya tidak ada.

Sumber: IESF
Sumber: IESF

Bedanya, gelaran IESF World Championships menggunakan sistem mirip-mirip seperti pertandingan Olimpiade. Sebagai federasi esports tingkat dunia, IESF menaungi asosiasi esports di berbagai negara, termasuk IESPA di Indonesia. Maka dari itu pertandingan IESF World Championships biasanya akan diikuti oleh negara-negara yang dinaungi oleh IESF, dengan proses seleksi dan kualifikasi yang dilakukan di masing-masing negara. Proses entry-by-number merupakan proses penentuan berapa orang yang akan dikirimkan untuk masing-masing cabang game yang dipertandingkan.

Tahun ini, IESF World Championships mempertandingkan 3 game yaitu Dota 2, Tekken 7, dan eFootball PES 2020. IESPA telah melakukan penentuan jumlah orang yang akan dikirimkan untuk masing-masing cabang, yaitu Dota 2 sebanyak 5 atlet, Tekken 7 sebanyak 1 atlet, dan eFootball 2020 sebanyak 1 atlet.

Terkait keikutsertaan Indonesia di ajang IESF World Championships, Prana Adisapoetra selaku Sekjen IESPA mengatakan. “Ajang IESF World Championships merupakan ajang bergengsi sebagai wadah kompetisi esports tertinggi di level dunia di bawah binaan federasi internasional. IESF saat ini beranggotakan 71 negara anggota, sehingga World Championships tahun 2020 ini akan sangat kompetitif.”

IESF World Championship, pertandingan esports ala Olimpiade menjadi salah satu cara IESF menciptakan pengakuan esports sebagai olahraga. Sumber: IESF
IESF World Championships, pertandingan esports ala Olimpiade menjadi salah satu cara IESF menciptakan pengakuan esports sebagai olahraga. Sumber: IESF

Negara Israel merupakan tuan rumah IESF World Championships tahun 2020, sehingga pertandingan nantinya akan diselenggarakan di kota Eiliat. Normalnya, negara peserta berhak langsung mengirimkan delegasi ke babak Grand Final. Tetapi, berhubung situasi pandemi masih belum reda, akan ada penyisihan tingkat regional yang berlangsung pada Oktober sampai November 2020 mendatang. Nantinya, pemenang masing-masing regional berhak berlaga di babak Grand Final yang akan diadakan pada 6-12 Desember 2020, jika situasi memungkinkan.

Pemilihan kontingen Indonesia nantinya akan dilakukan oleh IESPA, selaku pemegang hak tunggal atas kualifikasi dan seleksi timnas esports Indonesia. Proses seleksi dan kualifikasi akan dilakukan secara berkoordinasi dengan KEMENPORA, dan National Olympic Committees Indonesia agar persiapan berjalan dengan lancar. Namun demikian, belum ada informasi lebih lanjut seputar tanggal ataupun tata-cara seleksi timnas esports untuk IESF World Championships 2020 hingga saat ini.

Federasi Esports Internasional Umumkan Kerja Sama dengan World Esports Consortium

Federasi Esports Internasional (IESF) baru-baru ini mengumumkan kerja sama mereka dengan World Esports Consortium (WESCO). Dengan menandatangani perjanjian kerja sama (MOU), IESF dan WESCO memiliki tujuan untuk mendorong persatuan di dalam ekosistem industri esports.

Ini merupakan kerja sama kedua yang dijalin oleh IESF. Sebelumya pada bulan Maret, IESF juga menandatangani MOU, menjalin kerja sama dengan Federasi Esports Asia (AESF)x. Pesan yang disampaikan masih sama, yaitu mendorong persatuan dalam ekosistem esports, juga sebagai bentuk pengakuan dari AESF terhadap IESF sebagai satu-satunya federasi esports internasional.

IESF World Championship, pertandingan esports ala Olimpiade menjadi salah satu cara IESF menciptakan pengakuan esports sebagai olahraga. Sumber: IESF
IESF World Championship, pertandingan esports ala Olimpiade menjadi salah satu cara IESF agar esports mendapat pengakuan dari negara. Sumber: IESF

Perjanjian kerja sama antara IESF dengan WESCO merupakan bagian dari strategi lebih besar yang akan dilakukan IESF, yaitu membuat ekosistem esports yang bersatu dan berkelanjutan, yang melibatkan semua pemangku kepentingan di ekosistem esports.

Terkait kerja sama ini, Vlad Marinescu, President of International Esports Federation mengatakan dalam rilis. “MOU ini menandakan momen penyatuan yang penting di esports. Target kami di IESF adalah membuat persatuan, kolaborasi, dan pengakuan. Perjanjian ini berhasil mencapai 3 objektif tersebut secara bersamaan. Saya ingin memberi selamat dan berterima kasih kepada Mr. Cossi atas kontribusinya terhadap esports sejauh ini. WESCO dan IESF akan bekerja sama lewat ragam program yang tersebar di seluruh dunia, yang akan mencapai hasil yang postiif bagi seluruuh pemangku kepentingan.” ucapnya.

“Kami tak sabar menanti untuk berkolaborasi dengan lebih banyak entitas lain yang punya objektif serupa dengan IESF, yaitu melindungi para atlet esports, memastikan dan mempromosikan kesehatan mental serta fisik, dan membuat esports diakui sebagai olahraga secara global lewat federasi internasional dan nasional lewat asosiasi yang bermitra dengan otoritas keolahragaan dari masing-masing negara.” tutup Vlad Marinescu.

Sumber: IESF
Sumber: IESF

Belakangan beberapa pihak terlihat seakan sedang berlomba mendapatkan pengakuan sebagai asosiasi esports internasional yang menaungi seluruh dunia. Pada Desember 2019 lalu, Global Esports Federation didirikan dengan dukungan Tencent, yang secara tidak langsung menjadi pesaing dari IESF.

Sejauh ini IESF menjadi asosiasi esports internasional tertua dan yang paling berpengaruh di dunia. Berdiri sejak 11 Agustus 2008, IESF punya 63 negara dari seluruh dunia yang menjadi anggotanya, termasuk Indonesia lewat Indonesia Esports Association (IESPA).

IESF Tekken 7

Tekken 7 Terpilih Jadi Cabang Kompetisi IESF Esports World Championship 11

International Esports Federation (IESF) belum lama ini mengumumkan bahwa mereka akan memasukkan Tekken 7 sebagai salah satu cabang pertandingan resmi untuk kompetisi individu di Esports World Championship 11 di Seoul, Korea Selatan. Dengan masuknya Tekken 7, artinya kini IESF Esports World Championship 11 telah memiliki dua game yang terkonfirmasi. Game pertamanya, diumumkan pada bulan Mei lalu, adalah Dota 2.

Bila Anda tidak familier dengan IESF, organisasi ini adalah federasi internasional yang bertujuan untuk mempromosikan esports sebagai olahraga sejati, melampaui batas bahasa, ras, atau budaya. IESF memiliki empat misi utama, yaitu:

  • Meningkatkan jumlah negara anggota
  • Menciptakan regulasi dan standar esports internasional
  • Melatih wasit lewat program sumber daya manusia
  • Menyelenggarakan kejuaraan esports internasional

Pertama kali didirikan di Korea Selatan dengan anggota pada tahun 2008 dengan anggota 9 negara, saat ini IESF sudah berkembang mencakup lebih dari 46 negara, termasuk Indonesia. IESF memiliki turnamen internasional sendiri dengan judul Esports World Championship. Menurut IESF, saat ini Esports World Championship adalah satu-satunya turnamen esports di mana para atlet timnas bertanding dan mewakili negara masing-masing secara resmi.

Tekken 7

Turnamen Esports World Championship 10 sebelumnya telah digelar di kota Kaohsiung, Taiwan, dengan 459 tim sebagai partisipan. Sementara Esports World Championship 11 tahun ini akan digelar pada kuartal keempat tahun 2019, namun untuk sementara IESF belum mengumumkan jadwal pastinya. Bila berkaca pada turnamen sebelumnya yang digelar bulan November, ada kemungkinan waktunya pun akan jatuh sekitar bulan yang sama.

Tekken sendiri bukan pertama kalinya menjadi salah satu cabang pertandingan. Justru seri Tekken sudah jadi game langganan sejak tahun 2012 lalu. Nantinya para atlet yang ingin berpartisipasi di turnamen Esports World Championship 11 haruslah merupakan pilihan dari federasi nasional yang tergabung dengan IESF. Untuk Indonesia, organisasi yang dimaksud adalah IeSPA.

IESF belum mengumumkan berapa total jumlah game yang akan dipertandingkan tahun ini. Sebagai perbandingan, tahun lalu Esports World Championship mengusung tiga game yaitu League of Legends, Counter-Strike: Global Offensive, dan Tekken 7. Tahun ini Dota 2 dipilih karena menurut IESF game tersebut “memiliki daya tarik universal”. Sementara Tekken 7 memang sudah jadi langganan.

Bila Indonesia jadi berpartisipasi nanti, kira-kira siapakah pemain yang akan menjadi wakil? Apakah akan sama dengan kontingen Tekken yang bertanding di SEA Games 2019? Kita tunggu saja perkembangan lebih lanjut dari IESF, dan terus pantau Hybrid untuk berita esports fighting game lainnnya.

Sumber: IESF