Satu-satunya event teknologi akbar yang sempat digelar tahun ini hanyalah Consumer Electronics Show (CES) di bulan Januari lalu. Sisanya, event–event seperti Mobile World Congress, Google I/O, SXSW, Game Developers Conference, Apple WWDC, Computex, E3, dan masih banyak lagi, terpaksa harus dibatalkan, diundur, atau diadakan secara online akibat pandemi.
Bahkan event yang masih agak jauh penyelenggaraannya seperti IFA pun juga terkena dampak pandemi COVID-19. Penyelenggara event tahunan yang selalu dihelat di kota Berlin sekitar bulan September itu mengumumkan bahwa acara mereka tidak akan berlangsung seperti biasanya.
Ini dikarenakan keputusan pemerintah kota Berlin untuk melarang pelaksanaan acara dengan jumlah partisipan melebihi 5.000 orang sampai tanggal 24 Oktober 2020. Sebagai gantinya, IFA 2020 bakal diadakan dengan “konsep baru yang inovatif”. Spesifiknya bagaimana belum dijelaskan, sebab penyelenggaranya masih merundingkan alternatif terbaiknya.
Well, setidaknya mereka masih punya waktu yang cukup panjang untuk memikirkan konsep baru tersebut, sehingga pada akhirnya yang dimaksud konsep inovatif bukan sebatas live stream begitu saja, meski jujur sulit membayangkan format lain dari suatu event yang dilaksanakan secara online atau virtual.
Detail mengenai konsep baru pelaksanaan IFA 2020 rencananya bakal diumumkan dalam waktu dekat. Selain CES, IFA biasanya juga selalu menjadi panggung perkenalan banyak gadget dan teknologi baru. Semoga saja event ini tetap bisa terlaksana meski agak berbeda, tidak seperti MWC yang benar-benar dibatalkan.
Sebagian besar dari kita mungkin mengenal Braun sebagai merek gadget rumahan, akan tetapi pabrikan asal Jerman ini sebenarnya membangun reputasinya lewat industri audio, sebelum akhirnya meninggalkan segmen tersebut di tahun 1990. Namun siapa yang menyangka kalau di tahun 2019 ini Braun memutuskan untuk kembali berkiprah di bidang yang membesarkan namanya.
Secara teknis, adalah Pure Audio yang menghidupkan kembali nama Braun di ranah audio. Berbekal lisensi dari Procter & Gamble selaku pemegang merek Braun, tim Pure Audio yang bermarkas di Inggris inilah yang bakal mengembangkan dan memproduksi produk-produk di bawah bendera baru Braun Audio.
Produk pertama Braun setelah meninggalkan industri audio selama hampir tiga dekade adalah reinkarnasi modern dari salah satu speaker paling tenarnya, Braun LE1 rancangan Dieter Rams. Versi barunya hadir dalam tiga model yang berbeda: LE01, LE02, dan LE03, dengan perbedaan hanya pada ukuran dan kapasitas audionya.
Wujud ketiga speaker ini tetap minimalis dan elegan seperti versi orisinalnya yang dirilis pertama kali di tahun 1959. Sejumlah elemen desain modern tentu sudah diimplementasikan, demikian pula deretan inovasi seputar performa audio dan fitur-fitur pintar macam integrasi Chromecast, dukungan terhadap AirPlay 2 maupun setup multi-room.
Khusus untuk LE01 dan LE02, konsumen dapat menempatkannya dalam orientasi vertikal, lalu menyandingkan dua unit dari masing-masing model untuk menciptakan setup stereo. Sebaliknya, dalam orientasi horizontal, secara default LE01 dan LE02 akan beroperasi sebagai speaker stereo tunggal.
Ketiga speaker ini dilengkapi konektivitas Bluetooth 4.2, akan tetapi tidak ada satu pun yang dapat beroperasi via tenaga baterai. Buat mereka yang memiliki banyak koleksi musik Hi-Res, trio speaker ini siap mengatasi file Hi-Res hingga 24-bit/96kHz.
Sebagai speaker wireless yang eksis di tahun 2019, tiga speaker anyar Braun ini tentunya turut dilengkapi dengan integrasi Google Assistant, lengkap dengan mikrofon noise cancelling yang siap menangkap suara pengguna meski musik tengah diputar cukup keras. Buat yang mementingkan privasi, mikrofonnya dapat dinonaktifkan dengan sekali klik pada salah satu tombol fisiknya.
Rencananya, trio Braun Audio LE Series ini bakal dipasarkan mulai bulan Oktober mendatang. Harganya dipatok $1.199 untuk LE01, $799 untuk LE02, dan $379 untuk LE03, dengan pilihan warna hitam atau putih pada masing-masing model.
Apple merilis AirPods generasi kedua bulan Maret lalu, jadi tidak mengherankan apabila pabrikan lain ikut menyusul dengan penawarannya masing-masing. Tidak terkecuali Jabra, yang baru saja memperkenalkan true wireless earphone anyar di ajang IFA 2019.
Dijuluki Elite 75t, ia merupakan penerus langsung dari Elite 65t yang diluncurkan pada awal tahun kemarin. Perubahan yang diusung memang tergolong sedikit, namun tetap cukup signifikan dalam menyempurnakan Elite 65t, yang selama ini kebetulan kerap direkomendasikan banyak reviewer sebagai alternatif terhadap AirPods.
Dibanding pendahulunya, ada sedikit revisi pada desain Elite 75t. Bentuknya secara umum masih mirip, akan tetapi dimensinya diklaim menyusut hingga 20 persen, sehingga Jabra yakin Elite 75t semestinya bisa lebih nyaman di lebih banyak variasi bentuk telinga.
Meski ukurannya lebih ringkas, Elite 75t masih mengemas unit driver yang sama persis seperti Elite 65t. Ini berarti kualitas suaranya tidak berubah, atau malah bisa jadi lebih baik karena ia lebih pas di telinga berkat rancangan barunya.
Ruang yang tersedia lebih sempit, tapi ukuran driver-nya tidak berubah. Konsekuensinya, Jabra harus mengatur ulang penempatan antena Bluetooth di dalam Elite 75t. Kendati demikian, mereka mengklaim ini tak akan berpengaruh terlalu banyak terhadap stabilitas koneksi.
Namun yang sangat menarik, Elite 75t justru menjanjikan daya tahan baterai yang lebih lama terlepas dari ukurannya yang lebih kecil. Dalam sekali pengisian, ia bisa beroperasi sampai 7,5 jam (Elite 65t cuma 5 jam), sedangkan charging case-nya siap menyuplai daya ekstra yang setara dengan 20,5 jam pemakaian.
Bentuk charging case-nya masih mirip seperti milik Elite 65t, akan tetapi port-nya telah diganti dengan USB-C. Lubang untuk menempatkan earphone-nya sekarang juga telah dibekali magnet untuk mencegah perangkat terjatuh apabila konsumen membuka case-nya dengan tenaga yang berlebihan.
Jabra Elite 75t kabarnya bakal mulai dipasarkan pada pertengahan bulan Oktober nanti seharga $199. Awal tahun depan, Jabra rencananya juga bakal merilis varian baru Elite 75t yang charging case-nya kompatibel dengan wireless charger (satu fitur AirPods generasi kedua yang saat ini belum ada di penawaran terbaru Jabra).
Audio-Technica resmi menjalani debut perdananya di segmen true wireless earphone pada ajang IFA tahun lalu. Tahun ini, mereka kembali memanfaatkan event tahunan di Jerman tersebut untuk menyingkap penawaran terbarunya di ranah true wireless.
Lagi-lagi ada dua produk sekaligus yang diumumkan. Yang pertama adalah ATH-CKS5TW, yang masing-masing unitnya dilengkapi driver 10 mm dan tombol pengoperasian fisik. Dibanding penawaran tahun lalu, desain eartip-nya telah disempurnakan agar lebih bisa mencengkeram telinga sekaligus menyajikan isolasi suara yang cukup.
Namun letak keistimewaannya ada pada daya tahan baterainya. Dalam sekali pengisian, ATH-CKS5TW diyakini mampu beroperasi sampai 15 jam nonstop. Charging case-nya malah lebih fantastis lagi, siap menyuplai tenaga ekstra sampai 30 jam, yang berarti total daya tahan baterainya mencapai angka 45 jam.
Sayangnya keunggulan di sektor baterai ini harus mengorbankan satu fitur yang mungkin dinilai penting untuk sebagian konsumen, yakni dukungan atas Siri maupun Google Assistant. Ya, kalau dukungan atas asisten virtual yang Anda cari, silakan coret perangkat ini dari wish list Anda.
Alternatifnya, ada earphone yang kedua, yaitu ATH-CK3TW. Unit driver yang diusungnya memang lebih kecil di angka 5,8 mm, dan ia mengandalkan kontrol sentuh ketimbang tombol fisik. Kendati demikian, dukungan atas Siri dan Google Assistant selalu tersedia bagi yang membutuhkannya.
Itulah mengapa daya tahan baterainya tergolong standar: 6 jam per charge, dengan tambahan 24 jam lagi dari charging case-nya. Meski kesannya biasa-biasa saja, angka-angka ini rupanya masih lebih baik ketimbang dua true wireless earphone yang Audio-Technica rilis tahun lalu.
Baik ATH-CKS5TW maupun ATH-CK3TW sama-sama memiliki bodi yang tahan terhadap cipratan air dengan sertifikasi IPX2. Keduanya sama-sama mengandalkan konektivitas Bluetooth 5.0, dan masing-masing charging case-nya juga sudah memanfaatkan sambungan USB-C.
Yang cukup istimewa adalah fitur Auto Power On/Off milik keduanya. Jadi ketika earphone dikeluarkan dari charging case-nya, mereka bakal langsung menyala dengan sendirinya dan langsung tersambung ke ponsel (yang sebelumnya sudah di-pair terlebih dulu). Lalu ketika perangkat kembali ditempatkan ke charging case, mereka juga bakal mematikan dirinya sendiri.
Audio-Technica berencana memasarkan ATH-CKS5TW mulai bulan September ini juga seharga $149, sedangkan ATH-CKS3TW yang dihargai $99 baru akan menyusul di bulan November. Harganya ini jauh lebih terjangkau daripada dua true wireless earphone pertama Audio-Technica.
Dijuluki Lenovo Smart Display 7, desainnya berubah drastis dari sebelumnya. Bezel yang mengapit layarnya menipis, demikian pula ukuran layar sentuhnya yang menyusut menjadi 7 inci, dengan panel IPS beresolusi 1024 x 600 pixel. Satu komponen layar yang absen sebelumnya adalah sensor ambient light, yang berarti perangkat ini sekarang bisa mengatur tingkat kecerahan layarnya sendiri sesuai dengan kondisi pencahayaan di sekitar.
Meski layarnya mengecil, ruang untuk speaker-nya justru membesar. Perangkat ini dibekali sepasang speaker 1,5 inci berdaya 5 W, lengkap beserta sebuah passive radiator. Menurut Lenovo, separasi stereo-nya jauh lebih bagus di sini ketimbang sebelumnya.
Perihal privasi, Lenovo tidak lupa menambahkan tombol mute untuk serta penutup kamera, yang keduanya dapat diakses kapan saja pengguna merasa perlu. Sama seperti sebelumnya, Lenovo Smart Display 7 yang dibekali integrasi Google Assistant ini siap menjadi hub atas beragam perangkat smart home di kediaman pengguna.
Perangkat ini rencananya bakal dipasarkan mulai bulan Oktober mendatang seharga $130.
Lenovo Smart Tab M8 dan Lenovo Yoga Smart Tab
Di samping Smart Display 7, Lenovo juga mengungkap dua tablet anyar di IFA 2019: Smart Tab M8 dan Yoga Smart Tab. Nilai jual utama keduanya sama, yakni tersedianya fitur Ambient Mode dan mikrofon berteknologi far-field sehingga mereka dapat beroperasi layaknya perangkat smart display, di samping menunaikan tugasnya sebagai tablet multimedia biasa.
Untuk Smart Tab M8, Ambient Mode bakal aktif ketika perangkat dipasangkan pada charging dock-nya. Wujud perangkat ini sepintas mirip iPad Pro generasi terbaru dengan bezel-nya yang cukup tipis, yang mengapit layar IPS 8 inci beresolusi 1280 x 800 pixel.
Spesifikasinya masuk di segmen menengah, dengan prosesor quad-core MediaTek A22, RAM 2 GB dan penyimpanan internal 16 atau 32 GB (plus slot microSD). Kameranya ada dua, 5 megapixel di belakang dan 2 megapixel di depan, sedangkan baterainya memiliki kapasitas 5.000 mAh.
Beralih ke Yoga Smart Tab, perangkat ini tak memerlukan aksesori tambahan untuk bisa disulap menjadi sebuah smart display. Pasalnya, ia telah dilengkapi kickstand terintegrasi yang bisa digunakan dalam berbagai mode. Berhubung ada lubang pada kickstand-nya, ia bahkan bisa digantungkan ke sebuah pengait jika perlu.
Layarnya merupakan panel IPS 10,1 inci beresolusi 1920 x 1200 pixel. Lenovo memercayakan chipset Qualcomm Snapdragon 439 untuk Yoga Smart Tab, tidak ketinggalan juga pilihan RAM 3 atau 4 GB, serta storage internal 32 atau 64 GB (plus slot microSD).
Kameranya lebih unggul ketimbang milik Smart Tab M8: 8 megapixel di belakang, dan 5 megapixel di depan dengan lensa wide-angle. Kapasitas baterainya juga lebih besar di angka 7.000 mAh. Juga menarik adalah kehadiran sepasang speaker racikan JBL yang disokong smart amplifier dan kompatibel dengan Dolby Atmos.
Untuk pemasarannya, Lenovo Smart Tab M8 bakal dijual seharga $120 mulai bulan Oktober mendatang, sedangkan Yoga Smart Tab bakal lebih dulu tersedia bulan ini juga seharga $250.
Motorola One Action yang diumumkan sebulan lalu bukanlah smartphone flagship, tapi ia tetap menarik berkat sistem kameranya yang unik. Belum lama berselang, Motorola kembali merilis ponsel lain yang lagi-lagi mengunggulkan sistem kameranya, yakni Motorola One Zoom.
Diperkenalkan di ajang IFA 2019, One Zoom merupakan jawaban Motorola atas tren quad camera yang sedang naik daun. Kamera utamanya mengandalkan sensor 48 megapixel dan lensa f/1.7, sedangkan kamera keduanya dengan sensor 16 megapixel dan lensa wide-angle (117 derajat).
Kamera yang ketiga adalah alasan mengapa Motorola menamai perangkatnya demikian: 8 megapixel, dengan lensa telephoto yang menawarkan optical zoom sebesar 3x, lengkap beserta sistem OIS (optical image stabilization) seperti pada kamera utamanya. Terakhir, kamera keempatnya merupakan sensor 5 megapixel yang bertugas merekam informasi depth.
Di depan, ada kamera selfie 25 megapixel f/2.0 yang bernaung di balik notch. Seperti kamera utamanya, kamera depan ini juga dilengkapi mode khusus low light yang akan mengaktifkan metode pixel binning, menggabungkan empat pixel jadi satu agar hasil akhir fotonya kelihatan lebih jernih dan lebih terang.
Layarnya sendiri merupakan panel OLED 6,39 inci, dengan resolusi 2340 x 1080 pixel dan sensor sidik jari terintegrasi. Motorola memercayakan chipset Qualcomm Snapdragon 675 sebagai otak One Zoom, tidak ketinggalan pula RAM 4 GB dan storage internal 128 GB (plus slot microSD). Kapasitas baterainya pun cukup mumpuni di angka 4.000 mAh.
Semua ini bisa didapat dengan mahar $450 saja, menjadikannya sebagai salah satu penawaran terbaru yang memikat di kelas menengah. Satu hal yang agak aneh sekaligus mengejutkan, Motorola One Zoom tidak termasuk dalam program Android One, terlepas dari namanya yang demikian. Untungnya Motorola tidak pernah memodifikasi OS-nya secara berlebihan.
Baru beberapa bulan yang lalu, Asus meluncurkan deretan gaming laptop dengan layar 240 Hz. Sekarang, Asus sudah mengumumkan rencananya untuk merilis gaming laptop dengan layar 300 Hz dalam waktu dekat.
Gaming laptop dengan refresh rate layar yang ekstrem sejatinya sudah menjadi senjata andalan Asus sejak lama. Mereka adalah yang pertama merilis laptop dengan layar IPS 120 Hz di tahun 2016, demikian pula untuk laptop berlayar 144 Hz, hingga akhirnya mereka mencatatkan rekor terbaru lewat laptop berlayar 240 Hz di event Computex kemarin.
Seakan tidak pernah puas, ajang IFA 2019 di Jerman mereka pakai untuk mendemonstrasikan sejumlah prototipe gaming laptop dengan layar 300 Hz. Asus bukan sekadar ingin menyombongkan diri, tapi mereka juga bilang bahwa dengan refresh rate 300 Hz, layar siap menampilkan frame baru setiap 3,3 milidetik, dan ini nyaris sama cepatnya dengan waktu respon pixel di angka 3 milidetik.
Singkat cerita, layar 300 Hz ini siap menyajikan sesi gaming yang lebih mulus lagi ketika disandingkan dengan kartu grafis yang superior, dan kombinasi ini diyakini bakal sangat bermanfaat bagi para atlet esport profesional. Kabar baiknya, kombinasi ini juga sudah bisa dinikmati oleh konsumen mulai Oktober mendatang dalam wujud Asus ROG Zephyrus S GX701.
Laptop tersebut bakal menjadi versi produksi pertama yang mengusung layar 300 Hz, sebelum akhirnya disusul oleh model-model lainnya tahun depan. Bukan cuma cepat, layar ini rupanya juga diklaim telah lulus sertifikasi dari Pantone, yang berarti ia juga bakal menarik perhatian para desainer yang sangat sensitif terhadap akurasi warna, dan yang kebetulan juga merupakan seorang hardcore gamer sejati.
Sebagai pasangan yang ideal, GPU Nvidia GeForce RTX 2080 yang siap menghasilkan fps (frame per second) amat tinggi pun tak lupa Asus sematkan. Spesifikasi lengkapnya baru akan diungkap saat peluncuran resminya nanti, tapi setidaknya kita sudah punya gambaran bahwa Asus tak segan membekalinya dengan komponen-komponen premium.
Sejak generasi pertamanya diungkap tiga tahun lalu, Razer Blade Stealth selalu dikategorikan sebagai ultrabook ketimbang gaming laptop. Itu dikarenakan Blade Stealth selalu bergantung pada GPU eksternal, dan varian yang dibekali kartu grafis dedicated baru muncul menjelang akhir tahun kemarin.
Tahun ini situasinya berbeda. Untuk pertama kalinya, Razer dengan bangga menyebut generasi terbaru Blade Stealth sebagai gaming ultrabook, dan itu semua berkat GPU Nvidia GeForce GTX 1650 yang tersematkan pada sasis tipisnya. Ya, meski makin berotot, tebal Blade Stealth edisi teranyar ini masih di kisaran 210 mm, dan bobotnya pun tak lebih dari 1,5 kg.
Menemani kartu grafis tersebut adalah prosesor Intel generasi kesepuluh (Ice Lake), spesifiknya Core i7-1065G7 yang berinti empat, tidak ketinggalan juga RAM LPDDR4 16 GB beserta storage tipe PCIe M.2 512 GB. Layarnya sendiri merupakan panel 13,3 inci yang diapit oleh bezel amat tipis, dengan pilihan resolusi 1080p atau 4K (touchscreen).
Perihal konektivitas, Blade Stealth tergolong cukup murah hati. Selain sepasang port USB 3.1 (Type-A), terdapat pula sepasang port USB-C yang salah satunya merupakan port Thunderbolt 3. Wi-Fi 6 dan Bluetooth 5.0 turut menjadi penawaran standar pada semua varian Blade Stealth generasi terbaru ini.
Fitur-fitur pelengkapnya meliputi webcam 720p yang kompatibel dengan Windows Hello, serta empat buah speaker yang mendukung Dolby Atmos. Razer juga bakal menawarkan Blade Stealth varian Mercury White yang tidak dilengkapi kartu grafis dedicated dan hanya mengandalkan GPU bawaan prosesor (Intel Iris), sekaligus yang kapasitas penyimpanannya dipangkas separuh menjadi 256 GB.
Varian Mercury White itu adalah yang paling terjangkau di $1.500, sedangkan dua varian lainnya dibanderol $1.800 (1080p) dan $2.000 (4K). Tiga konfigurasi Razer Blade Stealth 13 ini rencananya bakal dipasarkan mulai akhir bulan September mendatang.
Bagi sebagian besar orang, yang dimaksud kursi gaming tidak lebih dari kursi yang mereka pakai di depan komputer. Namun bagi sebagian kecil gamer yang sangat berdedikasi – serta berkantong amat tebal – mereka butuh sesuatu yang spesial seperti persembahan terbaru Acer berikut ini.
Namanya Acer Predator Thronos, dan seperti yang bisa Anda lihat, ia bukan sembarang kursi gaming. Dari gambar render-nya mungkin ia kelihatan seperti sebuah VR headset yang diletakkan di atas stand, akan tetapi pada kenyataannya ia memiliki struktur utama setinggi 1,5 meter yang terbuat dari baja, dengan kisaran bobot 220 kilogram.
Masuk ke dalam ‘kabinnya’, Anda akan langsung disambut oleh kursi yang dapat dimiringkan sampai 140 derajat ke belakang. Supaya lebih nyaman, ada sebilah pijakan kaki yang akan muncul secara otomatis saat kursinya dimiringkan. Setelahnya, dengan satu klik tombol, sepasang ‘lengan’ raksasa akan bergerak membawa monitor dan meja kecil ke hadapan Anda.
Meja kecil itu secara keseluruhan dilapis oleh mousepad, sedangkan monitornya adalah tiga monitor curved 27 inci yang diposisikan berjejer. Seketika itu pula, pengguna akan merasa seperti berada di dalam sebuah kepompong. Selagi bermain, kursinya akan bergetar mengikuti aksi dalam game. Sayang sekali audionya masih harus mengandalkan headset, bukan sistem surround terintegrasi layaknya di sebuah home theater.
Predator Thronos sejauh ini belum memiliki banderol resmi maupun jadwal rilis, tapi harganya sudah pasti mahal, dan itu belum termasuk semua perangkat yang diusungnya, mulai dari ketiga monitor itu tadi sampai gaming PC-nya.
Tahun 2017 bisa dianggap sebagai tahun kebangkitan Chromebook berdesain premium. Samsung memulainya di awal tahun, kemudian Acer menyusul di bulan September, dan tentu saja kita tak boleh lupa dengan si mewah Google Pixelbook yang diperkenalkan di bulan Oktober.
Tahun ini, Acer kembali memilih ajang IFA sebagai panggung untuk laptop Chrome OS barunya. Acer Chromebook 514, demikian namanya, masih mempertahankan desain serba aluminium seperti tahun lalu, namun seperti yang bisa kita lihat pada gambar di atas, bagian kiri dan kanan layarnya menyusut cukup drastis hingga menyisakan hanya bezel setebal 6 mm saja.
Layarnya sendiri merupakan panel sentuh (opsional) IPS 14 inci dengan resolusi 1080p. Di atasnya, bernaung webcam yang disebut berkualitas “HDR”. Sentuhan mewahnya terus berlanjut sampai ke area touchpad, yang kini telah dilapis kaca Gorilla Glass.
Dua port USB-C dan dua port USB standar diposisikan di sisi kiri dan kanan laptop. Baterainya diklaim bisa bertahan sampai 12 jam penggunaan, sayang sekali Acer belum bersedia merincikan prosesor yang digunakan maupun spesifikasi lengkapnya.
Perangkat ini rencananya bakal dipasarkan mulai bulan Oktober mendatang, dengan harga $350 untuk varian dengan spesifikasi terendahnya. Spesifikasinya sendiri dikabarkan bakal bervariasi tergantung wilayah pemasarannya.